“Kode Etik Promosi, Pelayanan
Kebidanan dan Mal Praktik Yang
Sering Terjadi Dalam Pelayanan
Kebidanan”
Definisi Bidan
Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau scr sah mendapat lisensi untuk menjalankan
praktik
Pelayanan Kebidanan
Bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yg
diberikan oleh bidan yg telah
terdaftar (teregister)
yg dpt dilakukan scr
mandiri, kolabirasi, atau
rujukan.
LAYANAN PRIMER
adl layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggungjawab bidan
LAYANAN KOLABORASI
adl layanan yg dilakukan yg dilakukan oleh bidan
sbg
anggota tim
yg kegiatannya dilakukan scr bersamaan
atau sbg salah satu dr sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan
LAYANAN RUJUKAN
adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dlm rangka
rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi
Adl implimentasi dari atau
ilmu kebidanan oleh bidan yg
bersifat
otonom
, kpd perempuan,
keluarga
dan
komunitasnya,
didasari etika dan
kode etik
bidan.
Adl
proses
pengambilan
keputusan dan tindakan
yg
dilakukan oleh bidan sesuai dg
wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan
ilmu dan
kiat
kebidanan
Rumah Masyarakat Rumah Sakit Puskesmas Klinik
Ruang Lingkup
Pelayanan Kebidanan
WHERE ?
Perilaku Profesional Bidan
1. Bertindak sesuai keahliannya dan didukung o/ pengetahuan & pengalaman serta ketrampilan yg tinggi 2. Bermoral tinggi
3. Berlaku jujur, baik kpd org lain maupun diri sendiri
4. Tdk melakukan tindakan coba2 yg tdk didukung ilmu pengetahuan, profesinya
5. Tdk memberikan janji yg berlebihan
6. Tdk melakukan tindakan yg semata-mata didorong o/ pertimbangan komersial
7. Memegang teguh etika profesi 8. Mengenali batas2 kemampuan
SYARAT PRAKTIK BIDAN
1. Mempunyai lisensi / ijin praktik
2. Bekerja sesuai dg kewenangan dan
kompetensinya
3. Berdasarkan etika dan kode etik
kebidanan
4. Surat ijin praktik bidan (SIPB)
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan ada rekomendasi dari
IBI Cabang
Dasar Kompetensi Bidan
KEPMENKES No 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan (9 kompetensi)
Kompetensi 1
Bidan mpy persyaratan
pengetahuan dan ketrampilan
dr
ilmu-ilmu sosial, kesehatan masy & etik yg membentuk
dasar dr asuhan yg bermutu tinggi sesuai dg budaya,
utk
wanita, BBL dan keluarganya
Kompetensi 2
Bidan memberikan
asuhan yg bermutu tinggi, pendidikan
kesehatan yg tanggap thd budaya dan pelayanan menyeluruh
di masy dlm rangka utk meningkatkan kehidupan keluarga yg
sehat, perencanaan kehamilan & kesiapam mjd orang tua.
Kompetensi 3
Bidan memberikan
asuhan antenatal bermutu tinggi
utk
mengoptimalkan kesehatan slm kehamilan yg meliputi :
deteksi dini, pengobatan atau rujukan dr komplikasi tertentu
Kompetensi 4
Bidan memberikan asuhan yg bermutu tinggi, tanggap thd
kebudayaan setempat slm
persalinan, memimpin slm
persalinan yg
bersih &
aman, menangani situsi
kegawatdaruratan
tertentu utk mengoptimalkan kesehatan
wanita & bayinya yg baru lahir.
Kompetensi 5
Bidan memberikan asuhan pd
ibu nifas & menyusui
yg
bermutu tinggi dan tanggap thd budaya stempat
Kompetensi 6
Bidan memberikan asuhan yg bermutu tinggi,
komperhensif pd
BBL sehat sampai dg 1 bulan
Kompetensi 7
Bidan memberikan asuhan yg bermutu tinggi,
komperhensif pd
bayi dan balita sehat 1 bulan – 5 th.
Kompetensi 8
Bidan
memberikan
asuhan
yg
bermutu
tinggi,
komperhensif pd
keluarga dan masy
sesuai dg budaya
setempat
Lanjut
Kompetensi 9
Melaksanakan asuhan kebidanan pada
wanita/ibu
Kewenangan BPM Diatur Dalam
Permenkes RI No. 1464/Menkes/Per/X/2010 (Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan)
Dlm memberikan pelayanan kebidanan mengacu pd
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan
:
- Kesehatan ibu
- Kesehatan anak
- Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana
Permenkes RI No. 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra harnil
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pelayanan konseling pada masa pra hamil; b. pelayanan antenatal pada kehamilan normal; c. pelayanan persalinan normal;
d. pelayanan ibu nifas normal; e. pelayanan ibu menyusui; dan
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a. episiotomi;
b. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h. penyuluhan dan konseling;
i. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. pemberian surat keterangan kematian; dan k. pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a. melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusltasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
b. penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
d. pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah; e. pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f. pemberian konseling dan penyuluhan;
g. pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h. pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk :
a. memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan b. memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi
dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaia, dan penyehatan lingkungan;
Lanjut…
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita,
anak pra sekolah dan anak sekolah;
f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.Pencegahan penyalahgunaan Narkotika: Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi
dan edukasi; dan
i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
Pemerintah.
(2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat
dilakukan oleh bidan yang dilatih
untuk itu. Lanjutan….
Pasal 14
(1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditelapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
5 Aspek Dasar atau benang merah dalam
pelayanan kebidanan
Membuat keputusan klinik
Asuhan sayang ibu dan sayang
bayi
Pencegahan infeksi
Pencatatan (rekam medis)
Rujukan
Adalah berupa norma – norma
yang
harus diindahkan
oleh setiap
anggota perofesi yg bersangkutan
di dalam melaksanakan tugas
profesinya
dan
hidup
di
masyarakat
Tujuan Kode Etik
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
3. Untuk meningkatkan pengabadian
para anggota profesi
2. Untuk menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota
1. Untuk meningkatkan pengabadian
para anggota profesi
Kode
etik
hanya
dapat
ditetapkan oleh
organisasi IBI
untuk
para
anggotanya.
Penetapan
kode
etik
IBI
ditentukan dalam
Kongres IBI
Kode Etik Promosi Dalam Pelayanan Kebidanan
Dengan makin banyaknya BPS/RB
dan RS maka
persaingan makin ketat
untuk mendapatkan pasien dan
berdampak pada
aspek promosi
yang
kurang menghargai kode etik dalam
layanan kesehatan
Etika Persaingan Pelayanan Kesehatan
Usaha pelayanan kesehatan dg kegiatan pemasarannya tdk terhindar dr persaingan dan berhadapan dg pesaing di bidang usaha yg mengandung komersil
Penyelenggaraan kesehatan msh terikat dgn “kepentingan kemanusiaan” shg nilai komersil dlm usaha pelayanan kesehatan dibebani nilai kemanusiaan
Usaha pelayanan kesehatan mpy nilai sosial lbh drpd nilai komersial
1. Usaha pengembangan kesmas selain melalui
peningkatan
iptek
jg
didukung
dg
pengembangan promosi
2. Promosi kesmas tdk boleh bertentangan dg
dasar nilai norma, doktrin di bid. Kesehatan
Perkembangan Promosi Kesehatan Masyarakat
2. Norma Etika
Tatanan hidup utk menjaga kepercayaan serta
mutu profesi
3. Norma Hukum
Tatanan hidup yg diatur oleh hukum negara
melalui peraturan perundangan
1. Norma Kesusilaan
Tatanan hidup pergaulan kemasyarakatan
Hak utk menentukan diri sendiri (the right to
self determination)
Hak memperoleh pemeliharaan kesehatan (the right to health care)
Hak utk memperoleh informasi scr terbuka (the
right to information) Hak asasi manusia (The
right to protection of privacy)
Hak utk pendapat
dokter/nakes kedua, tlh tjd bagian peradaban tmsk didalamnyah idup sehat (the right second opinion)
4 Pokok Pikiran
Yg hrs dikembangkan dlm hubungan pelayanan
kesehatan
1) Menumbuhkan rasa
tanggungjawab
pasien sendiri
utk memulihkan kesehatannya.
2) Penanganan kesehatan pasien yg dilakukan oleh
nakes
hny sbgi suatu upaya kesehatan
shg tdk
sepatutnya tindakan medik itu
dipaksakan
kpd yg
bersangkutan, kecuali ada pernyataan scr tegas
hubungan dg wabah epidemi yg membahayakan
orang lain disekitarnya
3) Menumbuhkan
jalinan kerjasama
utk kesehatan
antara nakes dan pasien akan lebih efektif.
4)Menempatkan kedudukan pasien yg lemah
sedemikian rupa dg kedudukan nakes yg tdk lagi
menonjolkan sifat kesehatan paternalistik seperti
lampau
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan
imbalan dan perlindungan hukum dlm melaksanakan tugas sesuai dg profesinya
(2) Tenaga kesehatan dlm melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yg dimiliki
(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sbmn dimaksud pd ayat (1) dan (2) diatur dlm PP
1. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 27
1. Dalam keadaan
darurat
, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu
2. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta
uang muka
Pasal 32
(1) Dalam keadaan darurat
, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat
, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta
uang muka.
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sbgian atau seluruh tindakan pertolongan yg akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut scr lengkap (2) Hak menerima atau menolak sbgmn dimaksud pd
ayat (1) tdk berlaku pd :
a. Penderita penyakit yg penyakitnya dpt scr cpt menular ke dlm masy lbh luas;
b. Keadaan seseorang yg tdk sadarkan diri; atau c. Gangguan mental berat
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sbmn dimaksud pd ayat (1) diatur sesuai dg ketentuan peraturan perUU
PASAL 68
(1) Pemasangan
implan obat
dan/atau
alat kesehatan dlm tubuh manusia
hny dpt dilakukan oleh tenaga
kesehatan yg mpy
keahlian dan
kewenangan
serta dilakukan di
fasilitas
pelayanan
kesehatan
tertentu
(2) Ketentuan mengenai syarat dan
tata
cara
penyelenggaraan
pemasangan implan obat dan/atau
alat kesehatan sbgmn dimaksud pd
ayat (1) ditetapkan dg PP
1. Setiap bayi
berhak mendapatkan air
susu ibu
eksklusif sejak dilahirkan slm
6 (enam) bulan
, kecuali
atas indikasi medis
PASAL 128
2. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
pemerintah, pemerintah daerah, dan masy hrs
mendukung ibu bayi
scr penuh dg penyediaan waktu
dan fasilitas khusus
3. Penyediaan fasilitas khusus sbgmn dimaksud pd ayat
(2) diadakan di
tempat kerja dan tempat sarana
umum
KETENTUAN PIDANA
Pasal 194
43
Setiap orang yg dg sengaja
melakukan aborsi
tdk sesuai dg ketentuan sbgmn dimaksud
dlm pasal 75 ayat (2) dipidana dg pidana
penjara paling lama
10 (sepuluh) thn dan
denda paling byk Rp. 1.000.000.000,00 (satu
Setiap orang yg dg sengaja
menghalangi
program pemberian air susu ibu eksklusif
sbgmn dimaksud dalam pasal 128 (2) dipidana
penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta
rupiah)
Lanjut
PASAL 201
1) Dalam hal tindak pidana sbgmn dimaksud dlm pasal 190 (1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200 dilakuka oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda thd pengurusnya, pidana yg dpt dijatuhkan thd korporasi berupa pidana denda dg pemberatan 3 (tiga) kali dr pidana sbgmn dimaksud dlm pasal 190 ayat (2), pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200
2) Selain pidana denda sbgmn dimaksud pd ayat (1), korporasi dpt dijatuhi pidana tambahan berupa :
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau b. Pencabutan status badan hukum
Pasal 77
Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undang
Undang-Undang No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehata
Prof. dr. M Jusuf Hanafiah, SpoG (K)
Kelalian dokter dlm menggunakan ketrampilan dan
ilmu pengetahuan yg lazim digunakan dlm negobati
pasien atau orang yang terluka.
World Medical Assembly, Marbella
Kegagalan dokter mematuhi standar pelayanan medis,
atau kekurangan-cakapan, atau kelalian dlm memberi
pelayanan kpd pasien, yg mrp penyebab lgsg dan
cedera pd pasien
Macam dan Bentuk Malpraktik
Kesalahan atau
pelanggaran etik
Kesalahan atau
pelanggaran disiplin
Kesalahan atau
pelanggaran hukum
FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA
MALPRAKTEK
Tidak melakukan tindakan medis sesuai
dengan
standar profesi
Tidak melakukan tindakan medis sesuai
dengan
Standar Prosedur Operasionla (SOP)
Tidak memberikan
informed consent
Petugas kesehatan yg
tidak memahami
Sebab - Sebab Terjadinya Gugatan Malpraktek
KOMUNIKASI YG TIDAKBAIK
HASIL PERAWATAN YG TIDAK MEMUASKAN
BIAYA YANG DIANGGAP TERLALU TINGGI
1)
Bersifat
bertentangan
dg hukum
2)Akibat
sebenarnya dpt
dibayangkan
4) Perbuatan tsb dpt
disalahkan
3)
Akibat
sebenarnya dpt
dihindarkan
Unsur-unsur kesalahan dlm hukum
pidana (mnrt Jonkers) :
Tuntutan Hukum dapat ditinjau dari 3 aspek,
yaitu :
a. Hukum Pidana
Contoh : Kelalaian
b. Hukum Perdata
Contoh : Perbuatan Melawan Hukum,
Wanprestasi
c. Hukum Administrasi
Beberapa penyebab tuntutan,
antara lain :
1. Kurangnya komunikasi
2. Informed Consent yang kurang
benar
3. Tidak adanya manajemen resiko
4. Tanggung jawab kesehatan tidak terkualifikasi oleh
Pasal 359 KHUP :
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Pasal 360 KHUP
:
1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 84 :
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan
Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 58 :
1. Litigasi :
Melalui Pengadilan
2. Non Litigasi :
Melalui Mediasi (Lebih diutamakan)
Keunggulan Mediasi
Keunggulan mediasi dalam menyelesaikan sengketa medis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
a. Voluntary (sukarela)
Keputusan bermediasi diserahkan kepada kesepakatan para pihak.
b. Informal/fleksibel
Para pihak dapat mendesain sendiri prosedur mediasi.
c. Interest based (dasar kepentingan)
Lanjutan….
d. Future looking (memandang ke depan)Lebih menekankan untuk menjaga hubungan para pihak ke depan.
e. Parties oriented
Para pihak dapat secara aktif mengontrol proses mediasi dan pengambilan penyelesaian tanpa bergantung pada pengacara.
f. Parties control
Penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan keputusan dari masing-masing pihak. Mediator tidak dapat memaksakan untuk tercapainya kesepakatan.
Dasar Mediasi
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 29
“Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
Strategi Untuk Menangggulangi Permasalahan Malpraktek
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior / dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dg memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yg baik dg pasien, keluarga dan masy sekitarnya.
(Lanjut) Strategi Untuk Menangggulangi Permasalahan Malpraktek
Informe
d
concent
Rekam
medis
Sistem
rujukan
Pelanggaran yg sering dijumpai dalam pelayanan
Kesehatan
Adalah Persetujuan yg diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yg akan dilakukan thd pasien tsb
Informed Consent
(Persetujuan Tindakan Medis)
PERMENKES no 290/MenKes/Per/III/2008
Demi kepentingan pasien, informed consent tdk diperlukan bagi pasien gawat darurat dlm keadaan tdk sadar & tdk didampingi oleh keluarga pasien yg berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis.
1. Perlindungan pasien utk segala tindakan medik
2. Perlindungan nakes thd terjadinya akibat yg tdk terduga serta dianggap merugikan hak orang lain.
3. Perlindungan thd pasien dimaksudkan sgl tindakan medik yg ditujukan pd badaniah & rohaniah yg dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dr perlakuan prosedur medik yg sebenarnya tdk perlu/tanpa ada dasar kepentingan medik yg pd titik klimaksnya mrp penyalahgunaan dr standar profesi medik
yg merugikan/membahayakan pasien
4. Perlindungan thd nakes yg telah melakukan tindakan medik atas dasar standar profesi medik ttpi menghadapi adanya akibat yg tdk terduga serta dianggap merugikan pihak lain, maka tindakan medik yg bermasalah itu memperoleh jaminan perlindungan berdasarkan “risk of treatment” dan
“error of judgement” utk kepentingan kesehatan
Penjelasan Risk of Treatment dan Error of Judgement
Risk of Treatment
Kejadian yg
tdk bisa dihindarkan
walaupun sdh berusaha
pencegahan sedapat mungkin & bertindak
dg sangat
berhati-hati atas resiko tsb.
Error of Judgement
Sbg manusia yg tdk akan terhindar dr kesalahan yg
wajar, maka bisa saja
didiagnosa atau terapi yg
ditegakkan tnyt keliru dlm batas-batas tertentu
Rekam Medis
Permenkes RI No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
BAB I
Ketentuan Umum Pasal 1
(1) Rekam Medis : berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Bagian Keenam Rekam Medis
Pasal 70
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan.
(2) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah Penerima Pelayanan Kesehatan selesai menerima pelayanan kesehatan.
Lanjutan….
(3) Setiap rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan
harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau paraf Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan.
(4) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Lanjutan….
Pasal 71
(1) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 merupakan
milik Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2) Dalam hal dibutuhkan, Penerima Pelayanan Kesehatan dapat meminta resume rekam medis
Isi Rekam Medis
• Catatan Medis
Semua informasi tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil
pemeriksaan laboratorium, rontgen, dll.
• Catatan Non Medis
Semua informasi lain yang tidak bersifat medis (identitas pasien, kondisi sosial ekonomi, dll)
• Dokumen
Kelengkapan penunjang catatan medis (hasil lab, foto rontgen, dll)
Permenkes RI No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis
Bab V
Pemilikan, Pemanfaatan dan Tanggung Jawa
b
Pasal 12
(1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
(2) lsi rekam medis merupakan milik pasien.
(3) lsi rekam medis sebaqaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis.
(4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Pasal 13
(1) Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai
a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;
c . Keperluan pendidikan dan penelitian;
d. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan data statistik kesehatan
(2) Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dan pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
(3) Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.
• Ditinjau dari segi medis, hasil pelayanan
kebidanan :
Jika hasil penanganan
BAIK,
hal
tersebut dianggap
biasa karena
sudah menjadi tugas nakes. Pujian
juga jarang didapatkan, meskipun
dalam penanganan
kegawatdaruratan, seluruh
kemampuan kita kerahkan
Jika hasil penanganan
BURUK
, nakes beresiko mendapatkan
tuntutan/gugatan atas ketidakpuasan klien terhadap proses
pelayanan yang kita berikan. Oleh karena itu, yang
harus
dipersiapkan nakes
untuk
mengantisipasi hal
tersebut adalah :
1. Rekam Medis
2. Kewenangan
3. Kompetensi
4. SOP
KESIMPULAN
Bidan wajib memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang baik.
Bidan wajib memahami peraturan-peraturan terkait dengan kebidanan
Bidan senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus dalam menghadapi tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang terbaik dan memuaskan.
Jika terjadi sengketa medis, maka solusi terbaik diutamakan dengan mediasi.