• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISBN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISBN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

“STRATEGI MENGEMBANGKAN KUALITAS

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS RISET”

(3)

Tim Prosiding Seminar Nasional Matematika Pendidikan Matematika Tim Reviewer :

Dr. H. Ena Suhena Praja, M.Pd Cita Dwi Rosita, M.Pd

Anggita Maharani, M.Pd Tonah, M.Si

Ika Wahyuni, S.Si., M.Pd Ferry Ferdianto, ST., M.Pd Wahyu Hartono, M.Si Laelasari, M.Pd

M. Subali Noto, S.Si., M.Pd Toto Subroto, S.Si., M.Pd M. Dadan Sundawan, M.Pd Fahrudin Muhtarulloh, S.Si., M.Sc Surya Amami P., M.Si.,

Editor :

Toto Subroto, S.Si., M.Pd

Fahrudin Muhtarulloh, S.Si., M.Sc Tri Nopriana, M.Pd

Sri Asnawati, M.Pd

Penyunting:

Toto Subroto, S.Si., M.Pd

ISBN: 978-602-71252-1-6

Link : http://goo.gl/6FDpE5 Penerbit:

FKIP Unswagati Press

Redaksi:

Jl. Perjuangan No 1 Cirebon Kampus 2 Unswagati Cirebon Telp. (0231) 482115

Fax (0231) 487249

Email: fkipunswagatipress@unswagati.ac.id Hak cipta dilindungi undang-undang

(4)

PENDEKATAN METAKOGNITIF DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Agusmanto J.B. Hutauruk

Pascasarjana Pendidikan Matematika, Univ. Pendidikan Indonesia; Bandung;

a7hutauruk@gmail.com

ABSTRAK

Seringkali siswa mengikuti suatu instruksi dalam memecahkan masalah matematika tanpa menyadari apa yang mereka lakukan, mengapa mereka melakukan, dan bahkan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dengan tugas tersebut. Sementara untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, seseorang harus memiliki kemampuan metakognisi yang baik. Dengan kesadaran metakognisi, siswa terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dimilikinya serta menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Siswa akan terbiasa untuk selalu memonitor, mengontrol dan mengevaluasi hal yang telah dilakukannya. Pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan kartu metakognisi, yang berisi pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang dapat disesuaikan dan disusun berdasarkan topik atau materi yang sedang dipelajari di kelas. Kata Kunci: Metakognisi, Pembelajaran Metakognitif

A. Pendahuluan

Matematika tak dapat dipungkiri lagi merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam peradaban, sehingga mnguasai kecakapan matematis sangat penting dicapai untuk dapat bersaing dan mencapai kemajuan di zaman modern (NRC, 2002; Hudojo, 2004; dalam Hendrayana, 2015). Namun kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika, walaupun kadang kesulitan itu sengaja dibuat untuk melatih dan membiasakan siswa agar terbiasa dalam aktifitas berpikir dan aktifitas memecahkan masalah (Hendrayana, 2015).

(5)

Kesulitan dalam mempelajari dan menguasai matematika sangat beralasan karena matematika merupakan pelajaran yang menunutut siswa untuk berpikir logis, sistematis dan reflektif, serta membutuhkan usaha yang tekun, teliti dan sungguh-sungguh (NRC,2002; Reys dkk, 2009, dalam Hendrayana, 2015).Sehingga untuk menguasai matematika, diperlukan lima komponen yaitu: pemahaman konseptual, kompetensi strategis, kelancaran dalam proses pengerjaan, penalaran adaptif dan disposisi yang produktif (Hendrayana, 2015).

Dalam proses pembelajaran, sebagian siswa memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan tetapi tidak dapat dihindarkan. Setiap individu pernah mengalami kegagalan dan masa-masa yang penuh dengan kesulitan dalam proses pembelajarannya. Namun jika kita menginginkan kecerdasan sebagai hasil dari suatu proses pendidikan, maka strategi instruksional yang tujuannya untuk membangun kemampuan metakognitif anak harus disiapkan dalam metode pembelajaran, pengembangan sumber daya manusia dan pengawasan (Costa, 1981 dalam Costa, 2001).

Metakognitif merupakan suatu bentuk kemampuan untuk melihat diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Pendekatan metakognitif menekankan pengembangan kesadaran siswa akan kemampuan dirinya tentang pemahaman konsep, pemahaman masalah, mengembangkan hubungan pengetahun baru dengan yang lalu, strategi penyelesaian, refleksi proses dan solusi yang mengajarkan (Nindiasari, 2013) :

a. Bagaimana mengontrol aktifitas berpikir

b. Berpikir tentang proses berpikir khususnya dalam memahami masalah, mempertimbangkan strategi penyelesaian masalah, melakukan refleksi pada proses dan solusi yang telah dilakukan.

Oleh karena itu, pembelajaran metakognitif diharapkan dapat menjadi solusi dalam membangunkemampuan matematis siswa dalam proses berpikir dan proses pembelajarannya.

(6)

B. Pendekatan Metakognitif

Metakognisi adalah suatu kata tentang apa yang seseorang ketahui tentang dirinya sendiri sebagai individu dan bagaimana ia mengontrol dan menyesuaikan perilakunya. Terdapat banyak definisi yang berkaitan dengan metakognisi menurut para ahli. Weissinger (Nindiasari, 2013) mengemukakan, metakognisi merupakan kemampuan dalam memantau tingkat pemahaman dan menentukan kapan pemahaman ini tidak memadai, kemampuan refleksi diri dalam pengembangan kemampuan berpikir serta kebiasaan kecenderungan untuk menggunakannya.

Costa (2001) mengemukakan, metakognisi adalah kemampuan untuk merencanakan suatu stategi untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam mencari solusi suatu masalah, menetapkan langkah-langkah strategi yang akan dilaksanakan, serta merefleksi dan mengevaluasi produktivitas kemampuan berpikirnya. Dengan kata lain, metakognisi adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui. Senada dengan itu, Flavell dalam Multadah (Masni, 2015) juga mengemukakan bahwa metakognisi adalah kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar, bagaimana ia menilai suatu kesukaran dalam masalah, bagaimana ia mengamati tingkat pemahaman dirinya, bagaimana ia menggunakan berbagai informasi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan serta bagaimana ia menilai kemajuan belajarnya.

Seringkali siswa mengikuti suatu instruksi dalam melakukan tugas tanpa menyadari apa yang mereka lakukan, mengapa mereka melakukan, dan bahkan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dengan tugas tersebut (Costa, 2001). Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, seseorang harus memiliki kemampuan metakognisi yang baik. Dengan kesadaran metakognisi, siswa terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dimilikinya serta menyelesaikan masalah yang

(7)

dihadapinya. Siswa akan terbiasa untuk selalu memonitor, mengontrol dan mengevaluasi hal yang telah dilakukannya (Masni, 2015).

Menurut Costa (2001), pemecahan masalah menggunakan metakognisi dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. merencanakan serangkaian tindakan sebelum memulai tugas. 2. memantau diri sendiri selama pelaksanaan rencana.

3. mendukung atau menyesuaikan rencana secara sadar. 4. mengevaluasi tindakan sesudah selesai.

Sejalan dengan itu, Yoong (Murni, 2013) mengemukakan bahwa metakognisi sebagai kemampuan untuk mengontrol proses berpikir sendiri, yang terdiri dari:

1. monitoring terhadap strategi dan proses berpikir yang digunakan dalam mengerjakan tugas

2. pencarian alternatif penyelesaian tugas

3. pengecekan ketepatan dan kerasionalan dari jawaban.

Seseorang yang memiliki keterampilan metakognitif adalah seseorang yang memiliki kemampuan menyusun strategi yang efektif, mengontrol stategi kognitif, memotivasi diri, memiliki kepercayaan diri yang baik serta kemandirian belajar (Nindiasari, 2013). Heller, et al. (Nindiasari, 2013) berpendapat, kegiatan metakognitif dapat diimpliksikan melalui :

1. Kesadaran yakni kemampuan seseorang untuk mengenali informasi eksplisit dan implisit.

2. Pengamatan yakni bertanya pada diri sendiri serta menjelaskan dengan kata-kata sendiri untuk menstimulasi pemahaman.

3. Pengaturan yakni membandingkan atau membedakan jawaban yang lebih tepat dalam memecahkan masalah.

Instruksi langsung oleh guru dalam metakognisi dimana guru secara langsung menyimpulkan strategi dari pemecahan masalah daripada digeneralisasi langsung oleh siswa itu sendiri malah mengganggu performa siswa. Sebaliknya ketika

(8)

mengembangkan pengalaman siswa itu sendiri mengenai strategi, menginduksi sendiri, diskusi dan berlatih sendiri, maka kemampuan metakognisi mereka akan meningkat dan mereka akan lebih spontan (Strenberg&Wagner dalam Costa, 2001).Menurut Blakey & Spence (Murni, 2013), untuk mengembangkan perilaku metakognitif dapat dilakukan enam strategi:

1. Mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. 2. Menyatakan proses berpikir.

3. Membuat catatan harian.

4. Merencanakan dan melakukan pengaturan diri. 5. Menanyakan proses berpikir.

6. Evaluasi diri.

Pendekatan metakognitif memiliki ciri utama yaitu guru menyadarkan kemampuan metakognitif siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan metakognitif berisi pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian masalah dan meriview hasil penyelesaian masalah (Nindiasari, 2013). Pertanyaan metakognitif adalah pertanyaan-pertanyaan yang di dalamnya terdapat tiga jenis pertanyaan yaitu pertanyaan pemahaman, pertanyaan koneksi dan pertanyaan strategi (Krisna, dkk dalam Masni, 2015). Dengan pengajuan pertanyaan metakognitif, siswa akan mampu memantau proses kemampuan berpikirnya sehingga secara tidak langsung siswa telah mampu mengembangkan pengaturan diri (self regulation).

Menurut Nindiasari (2013), pertanyaan metakognitif difokuskan pada: 1. bagaimana memahami masalah

2. bagaimana membangun koneksi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya beserta alasannya

3. bagaimana penggunaaan strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah 4. bagaimana bercermin pada proses dan solusi, serta

5. bagaimana membuat siswa belajar bermakna agar hasil yang diperoleh maksimal.

(9)

Upaya menumbuhan metakognisi siswa dapat dilakukan dalam 3 tahap (NCRE dalam Masni, 2015) yaitu:

1. Mengembangkan rencana tindakan

a. Pengetahuan apa yang menolong saya mengerjakan tugas ini. b. Dengan cara apa saya mengarahkan pikiran saya

c. Pertama kali saya harus melakukan apa d. Mengapa saya membaca bagian ini

e. Berapa lama saya menyelesaikan tugas ini 2. Memantau rencana tindakan

a. Bagaimana saya melakukan tindakan b. Apakah saya di jalur yang benar

c. Bagaimana seharusnya saya melakukannya

d. Haruskah saya melakukan dengan cara yang berbeda e. Informasi apa yang penting untuk diingat

f. Haruskah menyesuaikan langkah-langkah tindakan dengan tingkat kesukaran.

3. Mengevaluasi rencana tindakan

a. Seberapa baik saya melakukan tindakan

b. Apakah cara berpikir saya menghasilkan lebih banyak atau kurang sesuai harapan saya

c. Bagaimana saya menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah yang lain d. Apakah saya telah melakukan dengan cara yang berbeda

Proses menumbuhkan kemampuan metakognisi siswa dapat dilaksanakan dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran metakognitif meliputi beberapa komponen (Masni, 2015; Elawar dalam Nindiasari 2013) yakni:

1. Introductory Discussion, yakni menanamkan kesadaran kepada siswa suatu proses bagaimana merancang, memonitor dan mengevaluasi aktifitas yang

(10)

dilakukan untuk menentukan solusi dari suatu permasalahan dengan cara memfokuskan pertanyaan pada pemahaman masalah.

2. Independent Work, yaitu pengembangan hubungan antara pengetahuan yang lalu dan sekarang, serta penggunaan strategi penyelesaian masalah yang tepat. 3. Conclussion, yakni merefleksikan proses dan solusi untuk menyimpulkan apa

yang telah dilakukan dan pengetahuan baru apa yang diperoleh.

Menurut Nindiasari (2013), dalam pembelajaran metakognitif, guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Mampu merencanakan pertanyaan-pertanyaan metakognitif berkaitan dengan materi.

2. Membiasakan selalu mengasah keterampilan metakognitif siswa di setiap permasalahan

3. Membiasakan diskusi kelompok yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan metakognitif siswa

4. Merangsang siswa membuat kesimpulan sendiri sebagai pemahaman baru. Cardelle (Masni, 2015) juga mengemukakan tahapan proses pembelajaran dengan pendekatan metakognitif sebagai berikut:

1. Tahap 1: Diskusi awal a. Guru menjelaskan topik

b. Guru membentuk pemahaman konsep dasar

c. Siswa menanamkan keyakinan dan kesadaran dengan bertanya kepada diri sendiri saat menjawab pertanyaan sehingga siswa yakin dan memiliki intuisi bahwa permasalahan dapat diselesaikan

2. Tahap 2: Siswa bekerja mandiri

a. Siswa bekerja mandiri mengajarkan soal

b. Guru memberikan feedback, memandu siswa dengan memberi stimulus pertanyaan-pertanyaan metakognitif, menuntun siswa mengoreksi diri sendiri, dapat mengontrol dan memonitor proses berpikir sendiri serta

(11)

dapat menyimpan dan mempergunakan kembali ide-ide yang ditemukan untuk menyelesaikan soal

3. Tahap 3: Refleksi dan rangkuman

a. Refleksi guru lebih mengarah pada pemantaan dan aplikasi yang lebih luas sehingga siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna b. Refleksi siswa mengarah pada apa yang telah ia pahami dari

pembelajaran serta kemungkinan aplikasi dalam masalah yang lebih luas c. Membuat rangkuman.

C. Pendekatan Metakognitif dalam Pembelajaran Matematika

Dalam pembelajaran matematika, tipe pengetahuan kognitif yang berhubungan dengan pemecahan masalah matematika dapat diuraikan sebagai berikut (Garofalo dan Lester dalam Murni, 2013) :

1. Pengetahuan individual berupa penilaian seseorang tentang potensi dan keterbatasannya di bidang matematika

2. Pengetahuan tugas berupa keyakinan seseorang tentang materi matematika sebaik keyakinannya pada sifat dari tugas matematika

3. Pengetahuan startegi matematika mencakup kesadaran seseorang terhadap strategi yang membantu untuk memahami masalah, mengorganisasi informasi, merencanakan solusi, mengeksekusi rencana dan mengecek hasil, meliputi pengetahuan algoritma dan heurstik.

Menurut Murni (2013), kegiatan guru dalam menumbuhkan metakognisi siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dalam hal-hal berikut ini:

1. Guru sebagai fasilitator yang mendukung dan membantu siswa suapay dapat mengontrol proses dan aktivitas berpikirnya, emilih strategi pemecahan masalah, melakukan evaluasi diri, melakukan refleksi diri, dan tidah mudah menyerah.

(12)

3. Guru memberi penghargaan

4. Guru meminta siswa menuliskan catatan harian tentang pengalamannya mengikuti pembelajaran

5. Guru memodelkan perilaku metakognitif dalam pembelajaran Selanjutnya kegiatan siswa dapat dilakukan dengan hal-hal berikut:

1. Mengontrol proses berpikir sendiri tentang pengetahuan dan strategi pemecahan masalah

2. Menyatakan proses berpikir dalam diskusi atau representasi diri dari masalah yang dihadapi

3. Membuat rencana kegiatan belajar seperti mengatur waktu, bahan ajar, prosedur pemecahan masalah dan sebagainya.

4. Membuat catatan harian

5. Mengevaluasi keberhasilan aktifitas pembelajaran

Pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, selama yang menjadi inti pembelajarannya adalah untuk mengevaluasi metakognisi siswa melalui pemberian-pemberian pertanyaan-pertanyaan metakognitif. Salah satu cara yang diusulkan oleh penulis adalah dengan menggunakan kartu metakognisi, yang berisi pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang dapat disesuaikan dan disusun berdasarkan topik atau materi yang sedang dipelajari di kelas (Fior, 2015).

Tujuan dari penggunaan kartu metakognisi tersebut adalah untuk membantu siswa untuk berpikir metakognitif (Schoenfeld, dalam Nindiasari, 2013), yakni mereka mengetahui kemampuan mereka sendiri dalam hal :

1. proses berpikir yang meninjau seberapa akurat dia dalam menggambarkan pengetahuannya.

2. Mengontrol kemandirian belajar: a. mengukur pemahaman masalah b. merencanakan startegi jawaban

(13)

c. memonitor dan mengontrol rumus jawaban yang dipakai d. mengukur apakah jawaban tersebut benar atau salah e. keyakinan diri dan intuisi.

Kartu metakognisi tersebut dapat dimodifikasi oleh para guru maupun yang berkepentingan sesuai dengan kebutuhanya. Modifikasi kartu metakognisi tersebut dapat dilakukan secara luas asalkan sesuai dengan tujuan inti dari pendekatan metakognitif yaitu untuk membuat siswa mengetahui apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka butuhkan ketika menghadapi masalah matematis. Salah satu bentuk modifikasi yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Metacognition Cards

Pada kolom paling atas, siswa akan menuliskan identitas dirinya sebagai pembelajar. Pada kolom di sebelah kiri, siswa akan menuliskan tentang materi soal, sub materi dan indikator soal yang akan dihadapinya. Dengan mengetahui hal tersbeut, siswa akan mulai proses berpikir metakognitifnya dengan mengetahui dan mengenal ruang permasalahan yang akan dihadapinya. Pada kolom di tengah, terdapat kolom soal,

(14)

yang akan diisi oleh guru dengan soal matematis yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya terdapat kolom metakognisi yang terdiri dari beberapa isian untuk diisi oleh siswa, yakni:

1. Yang diketahui pada soal; dengan mengisi bagian ini, siswa akan berpikir metakognitif untuk mengetahui apa yang diketahui dan dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut.

2. Yang ditanya pada soal; pada bagian ini siswa akan dituntut untuk mengenal dan mengetahui permasalahan yang dihadapinya.

3. Topik/Sub Topik yang dipakai; pada bagian ini, siswa dituntut untuk mengetahui pengetahuan apa yang telah dia miliki, pengetahuan apa yang belum dia miliki, pengetahuan apa yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan serta pengetahuan apa yang masih harus diperoleh terlenih dahulu sebelum memecahkan permasalahan.

4. Rencana strategi/ langkah penyelesaian; pada bagian ini, siswa akan berpikir dalam menyusun strategi dan langkah apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut, termasuk berpikir tentang berbagai kemungkinan cara lain yang dapat dipergunakan untuk memmpermudah pemecahan masalahnya.

Pada kolom selanjutnya terdapat kolom penyelesaian, pada kolom ini, siswa akan menyusun penyelesaian masalah/ soal yang dihadapinya sesuai dengan pengetahuan yang dia miliki dan strategi yang dia rencanakan sebelumnya. Siswa akan berpikir tentang proses berpikirnya untuk menyelesaikan soal tersebut sesuai dengan apa yang telah dia pikirkan sebelumnya. Kemudian pada kolom paling bawah terdapat kolom untuk mengukur diri sendiri mengenai seberapa yakin siswa tersebut terhadap jawaan pemecahan masalah yang telah disusunnya tersebut. Hal itu masuk dalam kategori evaluasi diri sendiri pada pendekatan pembelajaran metakognitif.

(15)

Dengan mempergunakan pendekatan metakognitif melalui penggunaan kartu metakognitif tersebut, siswa akan terlatih dan terbiasa untuk berpikir metakognitif dalam menyelesaikan permasalahan, khususnya dalam pembelajaran matematika. Dengan demikian, pendekatan metakognitif yang diterapkan tersebut dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir matematis yang dia miliki.

Implikasi pembelajaran metakognitif menurut Nindiasari (2013) adalah siswa terbiasa mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri; mengontrol dan mengatur diri sendiri dalam proses pemecahan masalah; merencanakan, memantau dan merevisi pekerjaan mereka sendiri; sadar apa yang diketahui dan tahu apa yang dapat dilakukan ketika gagal memahami. Sementara menurut Costa (2001), perkembangan kemampuan metakognitif siswa dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini:

1. Siswa sadar akan pikiran mereka sendiri, tampak dalam kemampuan mereka mengetahui apa yang mereka ketahui ketika berpikir.

2. Siswa dapat menjabarkan dan mengurutkan langkah apa saja yang akan mereka lakukan dalam pemecahan masalah. Mereka dapat mengetahui dari mana akan memulai dan mengakhiri langkah tersebut. Mereka juga mengetahui pengetahuan atau data apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah dan dapat menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mendapatkan data tersebut.

3. Mereka menguasai metode secara sistematis dalam menganalisis suatu masalah, tahu menentukan langkah awal, tahu menentukan langkah penyelesaian dan dapat mengevaluasi apakah hasilnya akurat atau error. 4. Siswa dapat dengan percaya diri mengevaluasi diri, bekerja mandiri dengan

(16)

D. Penutup

Pendekatan metakognitif merupakan pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengetahui apa yang ia pikirkan, apa yang ia miliki dan apa yang ia harus dapatkan supaya pembelajaran yang dialaminya dapat menghasilkan pengetahuan baru yang lebih baik dan lebih kompleks. Pendekatan metakognitif yang memuat pertanyaan-pertanyaan metakognitif dapat dibentuk dalam bentuk kartu metakognisi yang akan membantu proses pembelajaran sesuai tujuan pendekatan metakognitif tersebut. Dengan demikian diharapkan kemampuan dan pemahaman matematis siswa dapat terbentuk lebih baik.

Daftar Pustaka

Azhar, Ervin. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penaralan dan

Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Alliyah Dengan Pendekatan RME.

Disertasi UPI. Tidak Diterbitkan.

Boekarts, Monique; Pintrick, Paul; Zeidner, Moshe. (2000). Handbook of

Self-Regulation. California: Elseiver Academic Press

Costa, A. (Ed). (2000) Developing Minds: A Resource Book of Teaching Thinking. Alexandria, VA: ASDC

Fior, Norina Megan. (2015). Investigating and Foresting Metacognition in Early

Math Learners. Doctoral Thesis of University of Calgary.

Gondall, Janet., Johnston-Wilder, S. (2015). Overcoming Mathematical Helpessness

and Developing Mathematical Resilience in Parents: An Illustrative Case Study. Creative Education, 6, 526-535

Hendrayana, Aan. (2015). Pengaruh Pembelajaran RMT Terhadap Pemahaman

Konseptual, Kompetensi Strategis dan Beban Kognitif Matematis Siswa SMP Boarding School (Sekolah Berasrama). Disertasi UPI. Tidak Ditebitkan

(17)

Johnson-Wilder,S., Lee,C. (2010). Mathematical Resilience. Mathematics Teaching: 218,38-41

Johnson-Wilder,S., Lee,C. (2010) Developing Mathematical Rsilience. BERA Annual Conference 2010. University of Marwick.

Johnson-Wilder,S., Lee,C. (2011) The Pupil’s Voice Creating Mathematically

Resilient Community of Learners. Congress of European Society for Research

in Mathematics Education 2011.

Johnson-Wilder,S., Lee,C. (2014) Developing Coaches for Mathematical Reilience. Seville: ICERI 2014.

Johnson-Wilder,S., Lee,C. (2015) Developing Peer Coaching for Mathematical

Reilience in Post-16 Students Who Are Encountering Mathematics in Other Subject. Seville: ICERI 2015

Johnson-Wilder,S., Lee,C. (2015) Developing Mathematical Resilience in

School-Students Who Have Experienced Repeated Failure. Seville: ICERI 2015

Livingston, Jennifer A (1997) Metacognition: An Overview [Online] Tersedia: http://www.gse_buffalo.edu/

Masni, Dwika. (2015). Pendekatan Pembelajaran Metakognitif Advance Organizer

dan Scientific Discovery Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Kebiasaan Berpikir Matematik Siswa Kelas VIII.

Tesis UPI. Tidak Diterbitkan.

Murni, Atma. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Metakognitif Berbasis Softskills. Disertasi UPI. Tidak Diterbitkan

National Council of Teacher of Mathematics (2000) Principles and Strandard for

School Mathematics. Reston, VA. NTCM

Nindiasari, Hepsi (2013) Meningkatkan Kemampuan Dan Disposisi Berpikir

(18)

Pembelajaran Dengan Pendekatan Metakognitif. Disertasi UPI. Tidak

Diterbitkan

Peatfield, Nick. (2015). Affective Aspect of Mathematical Resilience. Adams G.(Ed.) Proceedings of the British Society for Research into Learning Mathematics 35(2)

Ruseffendi, H.E.T (2010) Dasar-dasar Penelitian Penelitian Pendidian dan Bidang

Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Sumarmo, U (2013) Berpikir dan Disposisi Matematis serta Pembelajarannya. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Gambar

Gambar 1. Metacognition Cards

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan konsentrasi minimal DNA murni T.gondii yang masih dapat terdeteksi dengan PCR pada target gen P30 dilakukan juga dengan amplifikasi berbagai konsentrasi

Game “Jungle Quest” merupakan game kartu atau Cardgame yang memiliki cara bermain yang simple tergantung pemainnya. Namun ide utama game ini adalah pemain berlomba

Turbin Propeler disebut juga turbin baling-baling poros horizontal adalah turbin yang bekerja di dalam air yang dapat mengubah head kecil atau rendah menjadi power yang

informasi merupakan tahp keputusan pembelian dimana konsumen mencari informasi sebanyak – banyaknya. Sumber informasi yang sering digunakan oleh konsumen adalah media

Penelitian ini merupakan uji diagnos- tik untuk menentukan validitas foto polos sinus paranasal 3 posisi dan CT scan potongan koronal sebagai alat diagnosis pada pasien dengan

Dalam disain input tambah edit produk ini terdapat button simpan yang berfungsi untuk menyimpan data produk setelah dilakukan pengeditan, button batal yang

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi dengan judul “Perilaku Lentur

huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,