208
PENGARUH DOSIS RENNET YANG BERBEDA TERHADAP KADAR PROTEIN DAN LEMAK KEJU LUNAK SUSU SAPI
(EFFECT OF DIFFERENCES RENNET OF PROTEIN AND FAT CONTENT IN SOFT CHEESE OF DAIRY MILK)
Army Permainy, Samsu Wasito dan Kusuma Widayaka
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto armypermainy@gmail.com
ABSTRAK
Penggunaan rennet pada pembuatan keju akan mempengaruhi kadar protein dan kadar lemak keju yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis rennet terhadap kadar protein dan kadar lemak keju dari susu sapi yang dihasilkan. Materi penelitian yang digunakan adalah 25 liter susu sapi segar yang diambil dari Experimental Farm Universitas Jenderal Soedirman, 1 paket microbial rennet (Marschall rennet), starter bakteri komersial (Yogourtmet) yang berisi Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, dan Lactobacillus achidophilus. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian
rennet sebanyak 5 mg/lt (R1), pemberian rennet sebanyak 10 mg/lt (R2), pemberian rennet
sebanyak 15 mg/lt (R3), pemberian rennet sebanyak 20 mg/lt (R4) dan pemberian rennet sebanyak
25 mg/lt (R5). Rataan kadar protein tertinggi pada perlakuan R2 sebesar 22,93%, sedangkan kadar
protein terendah diperoleh dari perlakuan R5 sebesar 20.44%. Rataan kadar lemak tertinggi
diperoleh dari perlakuan R1 sebesar 9,132%, sedangkan kadar lemak terendah diperoleh dari
perlakuan R5 sebesar 8,152%. Pemberian dosis rennet 5-10 mg menghasilkan kadar protein yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian dosis rennet 15-25 mg, sedangkan pemberian dosis
rennet 5-15 mg menghasilkan kadar lemak lebih tinggi dibandingkan pemberian dosis rennet
20-25mg.
Kata kunci : susu, keju, microbial rennet, kadar lemak dan kadar protein.
ABSTRACT
The use of rennet in cheese making will affect the levels of protein and fat content of cheese produced. The research was purposed to evaluate the effect of rennet doses on protein and fat contents in soft cheese of dairy milk. The research material used were 25 litters of Dairy fresh milk which was taken from experimental farm Jendral Soedirman Univesity, a pack of microbial rennet (Marshal rennet), commercial bacteria staeter, (Yogurtmet) which contained of Streptococcus
therrmophillus, Lactobacillus bulgaricus, and Lactobacillus acidophilus. The method used was an
exprerimental method using completely Randomized Design (CRD) with 5 treatments and each treatments was replicated 5 times. The treatment used were utilization of rennet 5mg/lt (R1),
ulization of rennet 10mg/lt (R2), ulization of rennet 15mg/lt (R3), ulization of rennet 20mg/lt (R4),
utilization of rennet 25mg/lt (R5). The highest protein content was found in R2 that was 22,93%,
but the lowest was found in R5 that was 20,44%. The highest fat content was found in R1 that was
9,131%, but the lowest was found in R5 that was 8,152%. Rennet dose 5-10 mg produces a higher
protein content with rennet doses 15-25 mg, while the 5-15 mg dose rennet produces a higher fat content than rennet dosing 20-25 mg.
209
PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan dengan kandungan nutrisi lengkap dalam proporsi yang seimbang. Komponen gizi susu adalah air, protein, lemak, laktosa, mineral, dan vitamin-vitamin. Kandungan nutrisi yang tinggi menyebabkan susu mudah sekali rusak oleh karena itu diperlukan olahan asal susu untuk memperpanjang masa simpan. Keju merupakan salah satu produk olahan asal susu yang dibuat dari proses penggumpalan kasein susu yang dilakukkan menggunakan asam atau enzim (Purnomo,1996). Rennet merupakan penggumpal kasein pada proses pembuatan keju yang di dalamnya mengandung enzim protease rennin (Fox, 2000). Enzim rennet adalah enzim protease yang diperoleh dari lambung anak sapi yang berumur 3-4 minggu. Rennet yang biasa digunakan sebagai koagulan dalam proses pembuatan keju memiliki harga yang cukup mahal dan tersedia dalam jumlah yang terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan rennet yang semakin meningkat, digunakan koagulan baru seperti Microbial Rennet dan Vegetable Rennet. Microbial
Rennet misalnya Mucor miehei. Mucor miehei mampu menghasilkan enzim protease dan enzim
lipase dengan aktifitas yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai pengganti chymosin pada pembuatan keju (Gentaresa dan Titin, 2010).
Komposisi keju sangat dipengaruhi oleh jenis susu dan komposisi susu yang digunakan (Buckle et al., 1987). Produk keju susu sapi seperti keju lunak, keju tanpa peram, dan keju peram pada prinsipnya sama pada proses pembuatannya yaitu menggumpalkan kasein susu (Kapoor and Metzger, 2008). Protein yang ada dalam susu sebagian besar adalah kasein (76%) dan protein
whey (24%). Whey merupakan cairan sisa dari curd yang terdiri dari laktalbumin, laktoglobulin, sisa
nitrogen non protein (Susilorini dan Sawitri, 2007). Protein susu merupakan molekul yang tersusun atas unit-unit asam amino. Protein akan mengalami koagulasi jika dipanaskan, dalam suasana asam dan oleh adanya enzim protease. Penggumpalan susu digunakan sebagai dasar pengolahan susu untuk pembentukan keju (Suharyanto. 2009).
Lemak pada susu mengandung sekitar 12,5% gliserol dan 85,5% asam lemak. Komponen-komponen lain yang terdapat dalam lemak susu adalah fosfolipida, sterol, dan karotenoid (Suharyanto. 2009). Faktor yang mempengaruhi kadar lemak pada keju yang dihasilkan dapat pula dipengaruhi oleh pasteurisasi. Pasteurisasi susu dapat menyebabkan bakteri yang berguna (misalnya bakteri asam laktat) serta beberapa enzim susu seperti lipase kemungkinan juga ikut rusak, sehingga digunakan temperatur yang lebih rendah (65oC) untuk membunuh beberapa
koliform agar dapat mempertahankan aktivitas enzim-enzim lipase. Penggunaan suhu diatas 66oC dapat menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan rusaknya lapisan tipis disekitar butiran lemak (Buckle et al., 1987). Selain pasteurisasi perbedaan dosis rennet yang berbeda juga dapat menyebabkan perbedaan kadar lemak yang dihasilkan, hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi konsentrasi rennet (Mucor miehei) yang ditambahkan maka semakin rendah kadar lemak. M. miehei merupakan salah satu mikroorganisme yang menghasilkan enzim protease yang mampu memecah protein dan enzim lipase yang mampu memecah lemak pada kisaran pH 5,5-7,5.
METODE
Bahan yang digunakan dan proses pembuatan keju
Bahan yang digunakan adalah susu sapi sebanyak 25 liter yang diperoleh dari Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Microbial rennet, starter, dan aquades.
210
Susu yang diperoleh kemudian dipasteurisasi (5 liter untuk 1 kali ulangan) guna menghilangkan mikroba pathogen, setelah dipasteurisasi dibagi menjadi 5 bagian kemudian didinginkan mencapai suhu 370C setelah itu ditambahkan starter 2% diaduk hingga merata kemudian diinkubasi selama 2 jam. Susu yang telah diinkubasi masing-masing ditambahkan rennet sesuai perlakuan perlakuan yaitu 5 mg/lt, 10 mg/lt, 15 mg/lt, 20 mg/lt, dan 25 mg/lt, dan diaduk merata dan dibiarkan selama 2 jam sampai terjadi penggumpalan kasein (curding). Selanjutnya dilakukan cutting (pemotongan) menggunakan pisau atau alat pemotong. Pemisahan curd dari whey (whey separation) dilakukan dengan cara whey dialirkan menggunakan saringan, kemudian disaring dengan kain saring/blacu dan dibiarkan selama 2 jam. Curd dipadatkan, dibentuk dengan cetakan dan dipress dengan alat press (selama 5 menit), kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan pada lemari pendingin suhu 50C. Setiap perlakuan diulang 5 kali.
Pembuatan Kultur Starter
Tahap-tahap pembuatan kultur starter/plain sebagai berikut: (1). Susu skim 120 g dilarutkan dengan aquades 880 ml, dipanaskan sampai suhu 1000C, kemudian didinginkan mencapai suhu 400C, (2). Susu skim yang sudah dilarutkan dengan aquades selanjutnya ditambahkan starter komersial (Yogourmet) yang berisi bakteri Streptococcus thermophilus,
Lactobacillus bulgaricus, dan Lactobacillus achidophilus, (3). Susu dimasukkan dalam 3 toples
volume 300-330 ml dan ditutup rapat, (4). Kemudian diinkubasi pada suhu 450C selama 5 jam; sebelum plain atau kultur starter dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 20C dilalukan adaptasi suhu terlebih dahulu, (5). Plain atau kultur starter yang diperoleh siap digunakan.
Penentuan kadar Protein
Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldahl (Legowo et al., 2005). Kadar protein dihitung menggunakan faktor N = 6,38 (Harding, 1999). Nilai kadar protein dihitung dengan rumus:
% Protein total = % N x 6,38
Keterangan :
14,008 : berat molekul nitrogen 6,38 : faktor konversi
Penentuan Kadar Lemak
Kadar lemak ditetapkan dengan cara ekstraksi menggunakan Soxlet. Kadar lemak dihitung dengan rumus :
Keterangan :
x : berat sampel, y : berat setelah oven, z : berat setelah soxhlet.
Analisa Statistik
Analisa statistik untuk semua perlakuan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima kali ulangan.
211
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Protein Keju
Pemberian dosis rennet 5 mg sampai 25 mg pada penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein (P < 0,01). Hubungan antara dosis dan kadar protein dinyatakan sebagai persamaan Y = 9.304 + 4.98477 X - 0.58708 X2 + 0.026657X3 - 0.00042 X4 (R2= 75,72%). Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Pengaruh Dosis Rennet Terhadap Kadar Protein Keju
Gambar 1 menunjukkan pemberian dosis rennet 10 mg menghasilkan kadar protein paling tinggi dibandingkan dengan pemberian dosis rennet yang lain, akan tetapi pada pemberian dosis
rennet 25 mg memiliki kadar protein paling rendah. Tingkat penambahan dosis rennet akan
berpengaruh pada penurunan pH sehingga menyebabkan keasaman yang tinggi dan dapat menyebabkan asam sitrat lebih banyak mendenaturasi protein susu. Walther (2008) menyatakan bahwa protein mudah mengalami kerusakan oleh pengaruh panas, goncangan, reaksi dengan asam atau basa kuat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Daulay (1991) bahwa penggunaan suhu tinggi dapat menyebabkan asam-asam lemak yang lepas dari lemak oleh aktivitas enzim dapat menyebabkan kesulitan terjadinya koagulasi (penggumpalan kasein) susu.
Penurunan pH menggunakan bahan pengasam yang dilakukan pada penelitian ini diduga tidak mencapai pH 5,8. Hal ini disebabkan kisaran pH yang dianggap sesuai untuk penambahan M.
meihei adalah 5,8. Oleh karena itu enzim proteinase yang dihasilkan oleh M. miehei aktif pada
kisaran pH 5,5-7,5, dan pH 5,6 tidak tercapai sehingga proses penggumpalan kasein susu tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Daulay (1991) menyatakan bahwa Enzim Protease yang dihasilkan oleh M. miehei aktif pada kisaran pH 5,5-7,5, dan pH 5,6.
Kadar Lemak Keju
Pemberian dosis rennet 5 mg sampai 25 mg pada penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein (P < 0,01). Hubungan antara dosis dan kadar lemak dinyatakan sebagai persamaan Y = 11.862 - 1.0620667 X + 0.13491333 X^2 - 0.00694133 X^3 + 0.00012027 X^4 (R2= 95,37%). 20 20.5 21 21.5 22 22.5 23 23.5 0 5 10 15 20 25 30 K ad ar p ro te in (% ) Dosis rennet (%) Y = 9.304 + 4.98477 X - 0.58708 X2 + 0.026657X3 - 0.00042 X4 R2 =75.72%
212
Gambar 2. Pengaruh Dosis Rennet Terhadap Kadar Lemak Keju
Gambar 2 menunjukkan pemberian dosis rennet yang semakin tinggi menyebabkan kandungan lemak keju yang dihasilkan semakin turun. Hal ini disebabkan denaturasi kompleks protein yang menyebabkan membran globula lemak pecah dan terjadi kebocoran lemak selain itu globula lemak yang berukuran besar akan lebih mudah ikut keluar dari curd saat dilakukan pengepresan. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi pada pembuatan keju yaitu lemak hilang dalm whey atau lemak mengisi rongga-rongga pada curd.
Gambar 2 menunjukkan pemberian dosis rennet 5 mg memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis yang lain. Mucor meihei merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu menghasilkan enzim lipase yang mampu memecah lemak pada kisaran pH 5,5- 7,5. Dilaporkan pula bahwa semakin tinggi Mucor meihei yang ditambahkan maka akan menghasilkan enzim lipase dalam jumlah banyak dimana enzim lipase akan mempengaruhi aktifitas lipolisis (Daulay, 1991). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mulyani, dkk (2009) yang melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Mucor meihei akan menurunkan kadar lemak pada keju lunak yang dihasilkan.
KESIMPULAN
Penggunaan dosis rennet 5-10 mg/liter menghasilkan kadar protein keju yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan dosis rennet 15-25 mg/liter. Sebaliknya penggunaan dosis
rennet 5-15 mg/liter menghasilkan kadar lemak keju yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan dosis rennet 20-25 mg/liter.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono : Food Science. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fox, P. F., and L. Stepaniak. 2000. Enzymes in Cheese Technology. International Dairy Journal 3: 509-530. 8 8.2 8.4 8.6 8.8 9 9.2 0 5 10 15 20 25 30 K ad ar le m ak (% ) Dosis rennet (%) Y = 11.862 - 1.0620667 X + 0.13491333 X^2 - 0.00694133 X^3 + 0.00012027 X^4 R2 =95.37 %
213
Geantaresa, E. dan FM. Titin. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain sebagai Koagulan pada Pembuatan Keju Cottage Menggunakan Bakteri. Jurnal Saines dan Teknologi Kimia 1 (1): 38-43.
Harding, F. 1999. Milk Quality. Aspen Publication Inc., Gaithersburg, Maryland USA.
Kapoor, R., and L. E. Metzger. 2008. Process Cheese: Scientific and Technological Aspects—A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 7: 194-214.
Legowo, A. M., Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Mulyani, S. A. Azizah dan A. M. Legowo. 2009. Profil Kolesterol, Kadar Protein, dan Tekstur Keju Menggunakan Mucor Miehei Sebagai Sumber Koagulan. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan UNDIP. Semarang. Hal: 520, 522.
Purnomo, H. 1996. Rekayasa Paket Teknologi Produksi Starter dan Enzim Mikrobia dan Paket Aplikasinya Pada Pengolahan Susu. UMM Press, Malang.
Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Asal Ternak. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.
Susilorini, E. T dan M. E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Cetakan kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.
Walther, B., A. Schmid, R. Sieber, and K. Wehrmüller. 2008. Cheese in Nutrition and Health. Dairy Science and Technology 88: 389-405.