• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODE PENELITIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada tanggal 19 Februari, 19 Maret, dan 21 Mei 2011 pada jam 10.00 – 12.00 WIB. Lokasi dari pengambilan sampel ini yaitu di Sungai Ciambulawung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Sampel diambil pada tiga stasiun (Gambar 2). Tiap stasiun dilakukan pengambilan sampel pada 2 kondisi yaitu bagian riffle dan

pool dimana pada masing – masing kondisi tersebut dilakukan 2 kali ulangan.

Lokasi dari Sungai Ciambulawung dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 2. Peta lokasi tiap stasiun pengamatan di Sungai Ciambulawung

3.2. Bahan dan Alat serta Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1. Makrozoobenthos

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel makrozoobenthos dan untuk analisis di laboratorium yaitu surber, botol sampel, pinset, pipet, cawan

(2)

petri, nampan (baki), marker, lup, kertas label, mikroskop majemuk, dan formalin 4 % (Lampiran 2). Pengambilan makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan surber dengan ukuran 30 X 30 cm2. Surber diletakkan dengan bukaan jaring menghadap arah arus yang datang ( Lampiran 3). Bagian surber yang berupa bingkai diletakkan di dasar perairan di muka bukaan jaringan. Substrat dalam bingkai diganggu kurang lebih selama 1 menit sehingga biota yang bersembunyi di sekitarnya akan hanyut ke arah jaring. Kemudian surber diangkat, makrozoobenthos yang tersangkut di dalam jaring surber diletakkan ke baki kemudian dipisahkan antara serasah dengan makrozoobenthos. Sampel makrozoobenthos dimasukkan dalam wadah sampel dan diberi formalin serta diberi label untuk membedakan tiap stasiun dan ulangan. Sampel dipisahkan (disortir) kembali dari serasah dan bahan lainnya di Laboratorium Biomikro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, setelah itu diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop majemuk. Identifikasi menggunakan buku identifikasi Pennak (1953) dan Needham J & Needham R (1963)

3.2.2. Parameter fisika dan kimia

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan secara in-situ dan ex-situ. Pengambilan sampel air dilakukan di waktu yang sama dengan pengambilan sampel makrozoobenthos. Contoh air dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian sampel dianalisis di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode dan alat dalam pengukuran parameter fisika-kimia perairan di Sungai Ciambulawung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Metode dan alat yang digunakan pada pengukuran parameter fisika-kimia perairan

Parameter Unit Alat/metode Keterangan

FISIKA

1. Suhu oC Termometer / pemuaian In-situ

2. Kekeruhan NTU Turbidity-meter / refraksi cahaya In-situ

3. Kecepatan arus cm/detik Botol plastik berisi ¾ air , tali,

stopwatch / visual In-situ

(3)

5. Tipe substrat - Visual In-situ

KIMIA

1. pH - Kertas lakmus In-situ

2. DO mg/l Titrasi / metode winkler In-situ

3. COD mg/l Titrimetrik /modifikasi reflux Ex-situ

3.3. Pengumpulan Data (Kepadatan makrozoobenthos)

Kepadatan makrozoobentos didefinisikan sebagai jumlah individu makrozoobenthos per satuan luas (m2) (Brower et al. 1990). Sampel makrozoobenthos yang telah diidentifikasi, dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus :

( )

Keterangan: Ki = Kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (Individu/m2)

ai = Jumlah individu makrozoobenthos jenis ke-i pada setiap

bukaan surber

b = Luas bukaan surber (30 x 30) cm2 10000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2

3.4. Analisis Data

3.4.1. Indeks keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman jenis menunjukan jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Untuk mengetahui spesies yang ada dalam suatu komunitas maupun tingkat keanekaragaman dapat diketahui dengan Indeks Shannon-Wiener (Krebs 1989) yaitu :

∑ Keterangan : H‟ = Indeks keanekaragaman

pi = ni / N

ni = Jumlah spesies jenis ke-i N = Jumlah total spesies

3.4.2. Indeks keseragaman

Keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Hal ini didapat dengan cara membandingkan Indeks

(4)

Keanekaragaman dengan nilai maksimumnya, sehingga didapat formulasi sebagai berikut :

Keterangan : E = Indeks Keseragaman

H‟ = Indeks Keanekaragaman

H‟maks = Nilai keragaman maksimum (Log2 S)

S = Jumlah spesies

Dengan kriteria : E ~ 0 = Terdapat dominansi spesies E ~ 1 = Jumlah individu tiap spesies sama

Dari perbandingan tersebut maka akan didapat suatu nilai yang besarnya antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai E akan semakin kecil pula keseragaman populasi spesies. Semakin besar nilai E, menunjukkan keseragaman populasi yaitu bila jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh beda (Krebs 1972).

3.4.3. Indeks biologi

a. LQI (Lincoln Quality Index)

Organisme yang telah ditemukan diidentifikasi sampai dengan famili. Setelah itu diberi skor berdasarkan tabel skor BMWP (Biological Monitoring Working

Party) (Lampiran 4), kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah

tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel (habitat beriak dan masih bersih ataukah habitat beriak yang kotor dan kolam). Tabel rating X dan Y dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai X dan Y tersebut kemudian dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overall Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut :

( )

Nilai OQR digunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln

(5)

Tabel 4. Niai OQR (Overall Quality Rating) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason 1991)

Nilai OQR Indeks Interpretasi

6+ A++ Kualitas excellent

5.5 A+ Kualitas excellent 5 A Kualitas excellent 4.5 B Kualitas baik 4 C Kualitas baik 3.5 D Kualitas sedang 3 E Kualitas sedang 2.5 F Kualitas rendah 2 G Kualitas rendah

1.5 H Kualitas sangat rendah

1 I Kualitas sangat rendah

b. FBI (Family Biotic Index)

Indeks ini dikembangkan oleh Dr. William Hilsenhoff pada tahun 1977 untuk mengetahui status pencemaran perairan. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan tersebut berdasarkan famili dengan nilai yang terdapat pada tabel nilai FBI (Lampiran 6). Jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas air yang terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penggolongan kriteria kualitas air oleh Hilsenhoff (1988) in Hauer & Lamberti (2007)

Indeks Kualitas air

0.00-3.75 Excellent 3.76-4.25 Sangat baik 4.26-5.00 Baik 5.01-5.75 Sedang 5.76-6.50 Agak buruk 6.51-7.25 Buruk 7.26-10.00 Sangat buruk

(6)

c. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level 2)

SIGNAL 2 merupakan indeks biotik yang sederhana untuk makroinvertebrata, dikembangkan pertama kali di Australia bagian timur khususnya sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003b). Indeks ini diadaptasi dari indeks ASPT (Average Score Per Taxon) versi dari BMWP (Biological Monitoring Working

Party) yang digunakan di Inggris. Langkah - langkah dalam perhitungan nilai

SIGNAL 2 adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi jenis makrozoobenthos yang ditemukan hingga level famili atau level ordo, kemudian diberi skor 1 - 10 berdasarkan penetapan jenis famili yang ditemukan (Lampiran 7).

2. Penentuan faktor pembobotan dari jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili dari makrozoobenthos yang ditemukan(Tabel 6).

3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan.

4. Hasil penjumlahan perkalian tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan , dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3 - 7 (Chessman 2003a).

5. Nilai SIGNAL 2 yang didapatkan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan.

6. Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sampel makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungannya. Penentuan kuadran dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 6. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman 2003b)

Jumlah individu Faktor Pembobotan

1 – 2 1

3 – 5 2

6 – 10 3

11 – 20 4

(7)

Gambar 3. Penentuan kuadran untuk nilai SIGNAL 2 (Chessman 2003b)

Dari Gambar 3, kuadran 1 (sebelah kanan atas) menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili makroinvertebrata. Jumlah famili yang tinggi menunjukkan bahwa keanekaragaman keadaan fisik habitat yang tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Tingginya nilai SIGNAL 2 menunjukkan kekeruhan, salinitas dan kandungan nutrien yang rendah.

Kuadran 2 (sebelah kanan bawah) menggambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah famili makroinvertebrata yang tinggi. Jumlah famili yang tinggi menunjukkan bahwa keanekaragaman keadaan fisik habitat yang tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Nilai SIGNAL 2 yang rendah menunjukkan tingginya kekeruhan, salinitas dan nutrien dibandingkan dengan kuadran 1. Pada kuadran ini keadaan sungai telah berubah dari kondisi alaminya, disebabkan telah ada pengaruh dari aktivitas manusia dan kegiatan pertanian sedikit berpengaruh.

Kuadran 3 (sebelah kiri atas) menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan rendahnya jumlah famili makroinvertebrata. Sungai yang berada pada kuadran 3 diindikasikan telah tercemar. Pembuangan dari pertambangan yang menyebabkan tingginya nilai pH perairan dan tingginya konsentrasi logam berat. Rendahnya jumlah famili disebabkan beberapa makroinvertebrata memiliki toleransi yang berbeda - beda terhadap populasi. Nilai SIGNAL 2 digunakan untuk merespon beberapa kualitas air yang berbeda - beda seperti terjadinya penyuburan karena

0 1 2 3 4 5 6 7 0 5 10 15 20 25 Nila i S IG NAL 2 Jumlah Famili Kuadran 1 Kuadran 2 Kuadran 3 Kuadran 4

(8)

bahan organik, nutrien, dan salinitas. Apabila nilai SIGNAL 2 masih tinggi menunjukkan bahwa kondisi tercemar sedang.

Kuadran 4 (sebelah kiri bawah) menunjukkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan juga jumlah famili makroinvertebrata yang rendah. Perairan yang berada pada kuadran 4 diindikasikan telah tercemar berat, karena tingginya pengaruh aktifitas manusia.

d. Indeks EPT (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera)

Indeks Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera (EPT) menggambarkan kelimpahan taksa di dalam kelompok - kelompok serangga air yang sensitif terhadap polusi atau pencemaran, oleh karena itu seharusnya kelimpahan taksa ini meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas air. Indeks ini digunakan untuk mengidentifikasi pada tingkatan taksa (Plafkin et al. 1989 in DeWalt & Webb 1998).

Perhitungan indeks EPT yaitu dengan mengidentifikasi dan mengelompokkan organisme pada tingkatan ordo, kemudian dihitung persentase jumlah individu ordo Ephemeroptera, Plecoptera, dan Tricoptera dari total seluruh jumlah individu organisme yang ditemukan. Nilai indeks EPT yang diperoleh tersebut kemudian dicocokan dengan kriteria kualitas air pada Tabel 7.

Tabel 7. Ketentuan nilai indeks EPT dan kriteria kualitas air untuk sungai di gunung (Modifikasi NCDEHNR 1997)

Excellent Good Good-fair Fair Poor

EPT >35 28 - 35 19 - 27 11 – 18 0 -10

3.4.4. Indeks pencemaran dan indeks storet

Indeks Pencemaran (Pollution Index) merupakan nilai yang berkaitan dengan keberadaan senyawa pencemar pada seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai sesuai peruntukannya. Indeks ini digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air (Nemerow 1974 in Kepmen LH No. 115 tahun 2003). Langkah – langkah perhitungan indeks ini ialah sebagai berikut :

(9)

1. Menentukan kalisifikasi kelas sungai berdasarkan peruntukannya, sesuai dengan PP No.82 tahun 2001. Berdasarkan kelas tersebut didapat nilai baku mutu untuk tiap parameter kualitas air, diberi simbol (Lij)

2. Nilai – nilai parameter kualitas air hasil analisis air untuk setiap lokasi atau stasiun pengambilan sampel yang diberi simbol (Ci), dibagi dengan nilai baku mutu tiap parameter yang telah ditentukan pada langkah 1.

3. Hasil bagi tersebut (Ci/Lij), merupakan nilai pencemaran relatif yang diakibatkan oleh parameter kualitas air.

4. Ada ketentuan tertentu untuk beberapa parameter kualitas air, diantaranya : a. Parameter DO (Dissolved Oxygen), nilai baku mutu (Lij) merupakan

angka batas minimum. Sehingga nilai Ci/Lij dihitung dengan : ⁄

Ket : Cim = Nilai konsentrasi DO jenuh

b. Apabila nilai baku mutu (Lij) memiliki rentang, contohnya parameter pH. Maka nilai Ci/Lij dapat dihitung dengan :

- Untuk Ci ≤ Lij rata – rata

, ( ) -*( ) ( ) + ⁄

- Untuk Ci > Lij rata – rata

, ( ) -*( ) ( ) + ⁄

5. Apabila nilai Ci/Lij < 1.0, maka nilai Ci/Lij hasil pengukuran tetap digunakan. Namun apabila nilai Ci/Lij > 1.0, maka digunakan nilai Ci/Lij baru, yaitu:

( )⁄

Ket : P = Konstanta dan nilainya disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan, biasanya digunakan nilai 5.

6. Menentukan nilai Ci/Lij rata – rata (Ci/Lij)R dan nilai Ci/Lij maksimum

(Ci/Lij)M dari seluruh Ci/Lij parameter kualitas air

(10)

√( )⁄ ( )⁄

8. Nilai indeks pencemaran yang diperoleh, di evaluasi terhadap kriteria kualitas air berikut (Kepmen LH No. 115 tahun 2003) :

0 ≤ PI ≤ 1,0 → memenuhi kondisi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < PI ≤ 5,0 → cemar ringan

5,0 < PI ≤ 10 → cemar sedang PI > 10 → cemar berat

Indeks storet merupakan suatu metode penentuan status mutu air, dengan membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya. Langkah penentuan status mutu air dengan indeks storet yaitu :

1. Data kualitas air hasil pengukuran tiap parameter dibandingkan dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

2. Apabila nilai hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (nilai hasil pengukuran ≤ baku mutu), maka diberi skor nol (0)

3. Apabila nilai hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu (nilai hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor berdasarkan Tabel 8.

Tabel 8. Penentuan skor untuk nilai parameter kualitas air yang melebihi baku mutu Jumlah

contoh Nilai

Parameter

Fisika Kimia Biologi

<10 Maksimum -1 -2 -3 Minimum -1 -2 -3 Rata – rata -3 -6 -9 ≥10 Maksimum -2 -4 -6 Minimum -2 -4 -6 Rata – rata -6 -12 -18

Sumber : Canter (1977) in Kepmen LH No.115 tahun 2003.

4. Seluruh skor dijumlahkan, kemudian ditentukan status mutu airnya dengan sistem nilai US-EPA (Environmental Protection Agency) yang

(11)

dicantumkan dalam Kepmen LH No.115 tahun 2003. Sistem nilai dan interpretasi status mutu air dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sistem nilai dan interpretasi status mutu air

Total skor Kelas Status mutu air Interpretasi

0 A Baik sekali Memenuhi baku mutu

-1 s/d -10 B Baik Cemar ringan

-11 s/d -30 C Sedang Cemar sedang

≥ -31 D Buruk Cemar berat

3.4.5. Indeks Bray-Curtis

Tingkat kesamaan komunitas dari suatu stasiun dengan stasiun lainnya dapat dianalisis berdasarkan indeks Bray-Curtis. Pada penelitian ini, digunakan indeks Bray-Curtis untuk mengetahui tingkat kesamaan atau kedekatan komunitas makrozoobenthos pada stasiun - stasiun pengamatan di Sungai Ciambulawung, dan pengolahan data menggunakan software Minitab14. Indeks ini banyak digunakan dalam ekologi terestrial. Adapun rumus indeks kesamaan Bray-Curtis (Bray & Curtis 1957 in Somerfield 2008) yaitu :

(

∑| | ∑( )) Keterangan: Yij = jumlah spesies i dalam contoh j

Yik = jumlah spesies i dalam contoh k

Sjk = tingkat kesamaan antara contoh j dan k dalam persen

3.4.6. Indeks Canberra

Indeks ini digunakan untuk membandingkan kesamaan antara stasiun pengamatan berdasarkan parameter fisika kimia perairan. Adapun formula dari indeks Canberra (Lance & William 1966 in Legendre & Legendre 1983), yaitu :

∑ (| | )

(12)

Keterangan : Yij = nilai parameter ke i pada stasiun ke j

Yik = nilai parameter ke i pada stasiun ke k

S = indeks kesamaan Canberra

Pada penelitian ini terdapat enam parameter fisika kimia perairan yang dianalisis datanya dengan menggunakan indeks Canberra, yaitu suhu, TSS, pH, DO, BOD, dan COD. Hasil perhitungan dalam bentuk persentase tingkat kesamaan antara stasiun pengamatan berdasarkan parameter fisika kimia perairan tersebut. Analisis data menggunakan software xlstat.

3.4.7. Uji ANOVA dua arah

ANOVA (Analisis of Varians) atau analisis ragam merupakan suatu analisis statistik yang digunakan untuk menguji perbedaan rata – rata dua atau lebih sampel. Terdapat dua jenis analisis ragam, yaitu ANOVA satu arah dan ANOVA dua arah. Uji statistik yang digunakan pada analisis data penelitian ini yaitu ANOVA dua arah, dimana uji dilakukan bila sumber keragaman yang terjadi tidak hanya karena satu faktor (perlakuan). Faktor lain ini bisa berupa perlakuan lain atau faktor yang sudah terkondisi. Uji statistik ini menganalisis perbedaan rata rata secara signifikan dari jumlah famili, jumlah genus dan kepadatan makrozoobenthos antar stasiun dan kondisi pada bagian riffle dan pool di perairan Sungai Ciambulawung.

Perhitungan uji statistik ANOVA dua arah menggunakan software microsoft

excel 2007.

Hipotesis untuk membandingkan antara riffle dan pool : H0 : riffle dan pool sama

H1 : riffle dan pool tidak sama

Hipotesis untuk membandingkan antar stasiun : H0 : stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 sama

H1 : stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 tidak sama

Hipotesis untuk melihat hubungan atau interaksi antara stasiun dengan kondisi riffle dan pool :

H0 : tidak terdapat interaksi antara stasiun dengan kondisi riffle dan pool

(13)

Dasar pengambilan keputusan dengan nilai probabilitas (tingkat signifikan) pada selang kepercayaan 95% :

(1) t-hitung > t-tabel : Berbeda secara signifikan (H0 ditolak)

(2) t-hitung < t-tabel : Tidak berbeda secara signifikan(H0 diterima)

Gambar

Gambar 2.  Peta lokasi tiap stasiun pengamatan di Sungai Ciambulawung
Tabel 4.  Niai OQR (Overall Quality Rating) indeks kualitas Lincoln dan         interpretasinya (Mason 1991)
Gambar 3.  Penentuan kuadran untuk nilai SIGNAL 2 (Chessman 2003 b )
Tabel 7.  Ketentuan nilai indeks EPT  dan kriteria kualitas air untuk sungai di      gunung (Modifikasi NCDEHNR 1997)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan sampel dengan Ci adalah konsentrasi hasil pengukuran dan Lij adalah baku mutu yang harus

 Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran &gt; baku mutu), maka diberi skor :.. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air..

Pada pengambilan sampel di lapangan, target perencanaan stasiun dilakukan dengan penentuan geografis stasiun pengambilan contoh menggunakan Global Positioning System (GPS)

Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu peruntukan air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter air (i) yang

Analisis kelas mutu di Sub DAS Kalarengkih dengan cara membandingkan parameter baku mutu air sesuai kelas-kelasnya yaitu baku mutu air kelas 1, 2, 3 dan 4

Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu untuk peruntukan air (j) dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang

Berdasarkan kualitas perairan sungai Bengawanjero pada tiap-tiap stasiun dari parameter kimia; salinitas, BOD, CO 2 , amonia, dan pH memenuhi kriteria baku mutu

Prosedur Penggunaan 1 Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air j, 2 dan Ci menyatakan konsentrasi parameter