• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME IDEAL PENYELESAIAN SENGKETA ADAT DI BALI SESUAI DENGAN KONSEP KEKINIAN 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEKANISME IDEAL PENYELESAIAN SENGKETA ADAT DI BALI SESUAI DENGAN KONSEP KEKINIAN 1"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME IDEAL PENYELESAIAN SENGKETA ADAT

DI BALI SESUAI DENGAN KONSEP KEKINIAN

1

Oleh :

I Wayan Arta Ariawan2

Abstract

Based on the data from Bali Regional Police (2014) appear that a lot of custom disputes unfinished effectively thus create some question : (1) what is the factor that influencing effectiveness of solving custom dispute? How is an ideal mechanism for solving custom dispute in Bali according to the contemporary concept? That question is becoming a problem in this script. Since the problem reviewed normatively, indentified some factors that influencing not effectively solving custom dispute, there are (a) law factor that not sufficient yet. (b) law implementer factor with a weak skill and quality in solving the custom dispute.; (c) the supporting of tool and facility factor is not sufficient yet; and (d) society factor who is ignoring the values of custom law; (e) value of society cultures that start shifting, leaving togetherness and glorifying individualistic. About an ideal mechanism for solving accustom dispute in Bali according to contemporary concept, result of the solution conclude that the most accurate of solving custom dispute through internal mechanism based on local wisdom. But, if an internal mechanism failed, then solving of custom dispute can do by using an external mechanism, that is solving of custom dispute which doing by Government with forward an exist custom regulation and /or social regulation and the existence of all is recognized. In the case of this mechanism failed, then conflict solution done by the unit of solving social conflict task that established by government. Key word : custom dispute, solving of dispute mechanism, effectiveness of

solving the dispute.

Abstrak

Berdasarkan data yang dhmpun Kepolsan Daerah Bal (2014) tampak bahwa banyak sengketa adat yang tdak dapat dselesakan secara efektf sehngga tmbul pertanyaan: (1) apakah faktor-faktor yang mempengaruh efektvtas penyelesaan sengketa adat? (2) bagamanakah mekansme deal penyelesaan sengketa adat d Bal yang sesua dengan konsep keknan? Pertanyaan tulah yang menjad permasalahan dalam tulsan n. Setelah permasalahan tersebut dikaji secara normatif, diidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi tidak efektfnya penyelesaan sengketa adat, yatu (a) faktor hukumnya yang belum memada; (b) faktor pelaksana hukum yang kemampuan dan kualitasnya mash lemah dalam penyelesaan sengketa adat; (c) faktor sarana dan fasltas pendukung yang kurang memada; serta (d) faktor masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai 1 Artkel n merupakan karya lmah mahasswa pada Program Stud Magster (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Unverstas Udayana, serta mengucapkan termakash kepada Prof. Dr. Tjok Istr Putra Astt, SH.,MS dan Dr. N Nyoman Sukert, SH.,MH selaku Pembmbng Tess.

2 Mahasswa magster lmu hukum Unverstas Udayana, Denpasar, Bal, emal: wayan.arta.arawan@

(2)

hukum adat; serta (e) nilai-nilai budaya masyarakat yang mulai bergeser, yang mulai meninggalkan nilai-nilai kebersamaan dan mengagungkan nilai-nilai individualistik. Mengenai mekansme yang deal dalam menyelesakan sengketa adat d Bal sesua dengan konsep keknan, hasl pembahasan menympulkan bahwa penyelesaan yang palng tepat adalah penyelesaan sengketa adat melalu mekansme nternal berbass kearfan lokal. Tetap, apabla mekansme nternal tersebut tdak berhasl, maka penyelesaan sengketa adat dapat dlakukan dengan menggunakan mekansme eksternal, yatu penyelesaan sengketa adat dlakukan oleh Pemerntah dengan mengedepankan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosal yang ada dan daku keberadaannya. Dalam hal mekansme npun gagal, maka penyelesaian konflik dilakukan oleh Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial. yang dbentuk oleh Pemerntah.

Kata kunc: sengketa adat, mekansme penyelesaan sengketa, efektvtas penyelesaan sengketa.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehdupan masyarakat Bal dewasa n sangat kompleks, penuh persaingan dan konflik dengan orientasi hdup yang bersfat materalstk, poltk kekuasaan dan kepuasan dunaw lannya3.

3 I Ketut Sudantra, 2010, “Peranan Desa

Pakraman Dalam Penyelesaan Perkara d Luar Pengadlan”. Dalam Wicara Lan Pamidanda, Edtor I Ketut Sudantra, dan A.A. Gede Oka Parwata, Udayana U, Datnversty Press, Denpasar, hlm. 27.

Berdasarkan data kasus konflik sosal tahun 2014 d jajaran Polda Bal, sebagamana Tabel 1 sebaga berkut :

NO SATUAN WILAYAH

SUMBER KONFLIK

TOTAL

SISA POLEKSOSBUD SARA WILAYAHBATAS DAYA ALAMSUMBER

JML SAI JML SAI JML SAI JML SAI JML SAI

1 POLRESTA DENPASAR 2 - 2 - 2 - - - 6 - 6 2 POLRES BADUNG 2 - 2 - 1 - - - 5 - 5 3 POLRES BULELENG 2 1 2 2 - - 1 - 5 3 2 4 POLRES TABANAN 1 1 - - 2 - - - 3 1 2 5 POLRES GIANYAR 3 - - - 3 - - - 6 - 6 6 POLRES KLUNGKUNG 2 - - - 1 - - - 3 - 3 7 POLRES BANGLI 1 - 1 - 1 - - - 3 - 3 8 POLRES KARANGASEM 1 - - - 2 - - - 3 - 3 9 POLRES JEMBRANA 1 1 - - - 1 1 -JUMLAH 15 3 7 2 12 - 1 - 35 5 30 Tabel 1

Data Kasus Konflik Sosial Tahun 2014 Jajaran Polda Bali

(3)

Berdasarkan data Tabel 1 d atas, dketahu bahwa d semua satuan wilayah Polda Bali, terdapat konflik sosal bak yang bersumber dar masalah poltk, ekonom, sosal, dan budaya (Poleksosbud), konflik yang bersumber dar SARA, perebutan batas wlayah, maupun perebutan sumber daya alam. Sampa dengan tahun 2014¸ dari semua sumber konflik tersebut di atas, hanya 5 (lima) konflik sosial yang dapat dselesakan. Berdasarkan data sengketa adat dar Polda Bal, dketahu bahwa:

NO SATUAN WILAYAH

SUMBER SENGKETA

TOTAL PERMASALAHAN ADAT PEMEKARAN DESAPAKRAMAN TAPAL BATAS

1 POLRES GIANYAR 6 1 1 8 2 POLRES BADUNG 4 - 1 5 3 POLRES TABANAN 1 1 3 5 4 POLRES KR. ASEM 2 1 1 4 5 POLRES BANGLI 4 - - 4 6 POLRESTA DENPASAR 3 - - 3 7 POLRES BULELENG - 1 - 1 8 POLRES KLUNGKUNG 1 - - 1 9 POLRES JEMBRANA 1 - - 1 JUMLAH 22 4 6 32

Dar Tabel 2 dketahu bahwa sampa dengan tahun 2014 terdata telah terjad 32 (tga puluh dua) sengketa adat d seluruh Bal. Sumber terjadnya sengketa dsebabkan oleh permasalahan adat sebanyak 22 kasus, pemekaran desa pakraman sebanyak 4 kasus dan permasalahan tapal batas

sebanyak 6 kasus. Berdasarkan data Tabel 1 d atas, terkat dengan data kasus konflik sosial tahun 2014 jajaran Polda Bal, dapat dketahu bahwa dari semua sumber konflik tersebut di atas, telah terjad 35 (tga puluh lma) kasus konflik sosial di seluruh Bali. Dari seluruh konflik sosial tersebut, hanya 5 (lima) konflik sosial yang dapat diselesaikan, yaitu konflik sosial d wlayah hukum Polres Buleleng sebanyak 3 (tga) kasus, dan masng-masng 1 (satu) kasus d wlayah hukum Polres Tabanan dan Polres

Tabel 2

Data Kasus Sengketa Adat s/d Tahun 2014 di Jajaran Polda Bali

Sumber : Dkutp dar Data Pemetaan Permasalahan Adat, Tapal Batas Dan Pemekaran Desa Pakraman d Provns Bal, oleh Dt Intelkam Polda Bal 2014

Jembrana. D wlayah hukum Polres Kota Denpasar sampa dengan tahun 2014 terjadi 6 (enam) konflik sosial, namun tdak ada kasus yang mampu dselesakan. D wlayah hukum Polres Badung sampa dengan tahun 2014 terjadi 5 (lima) konflik sosial, namun tdak ada kasus yang mampu

(4)

dselesakan. Hal serupa juga terjad d wlayah hukum Polres Ganyar, Klungkung, Bangl, dan Karangasem. Berdasarkan data pada Tabel 1 d atas, dketahu bahwa dar 35 (tga puluh lima) kasus konflik sosial yang terjadi d Bal, hanya 5 (lma) kasus yang mampu dselesakan.

Uraan d atas menunjukkan bahwa sampa dengan tahun 2014 peran Pemerntah dan nstans terkat dalam rangka penyelesaan sengketa adat mash belum maksmal, sehngga perlu dlaksanakan peneltan dan kajan terkat dengan upaya memaksmalkan peran Pemerntah dan nstans terkat dalam rangka penyelesaan sengketa adat di Bali. Penting diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruh efektifitas penyelesaian sengketa adat tersebut, sehngga dapat drumuskan mekansme deal penyelesaan sengketa adat tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagamana d atas, permasalahan yang akan dkaj dalam peneltan n adalah sebaga berkut: 1. Apakah faktor-faktor yang

mempengaruh efektvtas penyelesaan sengketa adat d Bal ?

2. Bagamanakah mekansme deal penyelesaan sengketa adat d Bal yang sesua dengan konsep keknan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dar peneltan n adalah untuk mengetahu dan menganalsa faktor-faktor yang mempengaruh efektvtas penyelesaan sengketa adat dan mekansme deal penyelesaan sengketa adat d Bal sesua dengan konsep keknan.

II. METODE PENELITIAN

Peneltan n menggunakan metode peneltan hukum normatf, karena permasalahan dalam peneltan n dpecahkan berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku4.

Pendekatan yang dgunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Sebaga peneltan hukum normatf, bahan-bahan yang dgunakan dalam peneltan n melput bahan hukum prmer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum prmer yang dgunakan adalah bahan hukum yang bersfat otortatf dan mempunya kekuatan mengkat,5 terdr dar

peraturan perundang-undangan yang relevan (sepert: UU RI Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial) maupun petunjuk-petunjuk tekns penyelesaan sengketa adat yang deluarkan oleh lembaga adat (Keputusan Majels Utama Desa Pakraman Bal Nomor : 002/Skep/ 4 Mukt Fajar ND dan Yulanto Achmad, 2010,

Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 36-37.

5 Peter Mahmud Marzuk, 2013, Penelitian

Hukum, Eds Revs, Kencana Prenada Meda Group, Jakarta, hlm. 181

(5)

MDP Bal/IX/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tekns Penyelesaan wicara oleh Majels Desa Pakraman (MDP) Bal). Bahan hukum prmer tersebut ddukung bahan hukum sekunder melput Naskah Akademk RUU Penanganan Konflik Sosial serta lteratur-lteratur hukum yang relevan untuk menganalss permasalahan yang dajukan dalam peneltan n.

Teknk pengumpulan bahan hukum adalah teknk stud dokumen dengan melakukan pencatatan-pencatatan atau memfotocopy nformas dar hbahan hukum yang dperlukan, Selanjutnya nformas yang terkumpul dolah dan danalss dengan teknk-teknk penafsran dan konstruks hukum yang relevan kemudan dsajkan scara deskrptf analts.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Latar Belakang Terjadinya

Sengketa Adat

Dalam rangka merumuskan mekansme deal penyelesaan sengketa adat sesua dengan konsep keknan, harus dtempatkan pada stuas saat n yakn terjadnya proses perubahan sosal sebaga penyebab konflik yang secara cepat tengah terjad karena pengaruh globalsas, dan adanya kepentngan-kepentngan yang bertentangan.6 Wrta Gradh

menyatakan bahwa, sengketa adat 6 Al Mandan, 1986, Kelas dan Konflik Kelas

dalam Masyarakat Industri, Sebuah Analisa Kritik, Cet. 1, Rajawal Press, Jakarta., hlm.21.

d lngkungan masyarakat hukum adat dsebabkan karena adanya penympangan dar norma adat yang berlaku, dan juga dsebabkan oleh perbedaan pandangan para phak tentang hal-hal yang menjad obyek konflik.7 Perbedaan pandangan para

phak dsebabkan karena adanya perubahan tatanan sosal dan pengaruh perkembangan globalsas, sehngga masyarakat adat tdak mampu menyelesakan secara otonom sengketa adat yang terjad.

Mengena latar belakang terjadinya sengketa adat (konflik adat) adat, I Nyoman Srtha menyatakan bahwa konfllik adat terjadi karena adanya perubahan sosal dan pergeseran nla-nla budaya dalam masyarakat. Hal itu dapat diidentifikasi dar perubahan-perubahan perlaku warga masyarakat. Lebh lanjut Srtha menjelaskan bahwa lmu pengetahuan dan teknolog yang berkembang dengan pesat menyebabkan kehdupan masyarakat menjad semakn maju. Kehdupan masyarakat yang semakn maju tersebut menmbulkan pergeseran nla-nla budaya dalam masyarakat dmana kepentngan-kepentngan prbad serng berbenturan dengan kepentngan masyarakat adat yang menmbulkan sengketa adat.8 Sarjana 7 I Ketut Wirta Griadhi, 2005, “Konflik Adat

d Bal Suatu Stud Hukum dan Perubahan Sosal”, tesis ProgramPasca Sarjana (S2) Ilmu Hukum Unverstas Udayana, Denpasar, hlm. 156-157.

8 I Nyoman Srtha, 2008, Aspek Hukum Dalam

Konflik Adat di Bali, Udayana Unversty Press, hlm. 75.

(6)

lan, I Gede Suartka menengara efora reformas turut mempengaruh maraknya sengketa adat d desa pakraman belakangan n karena gerakan reformas yang terjad d tahun 1998 memberkan kebebasan berekspres kepada masyarakat.9

3.2 Mekanisme Tradisional Penye-lesaian Sengketa Adat

Secara kelembagaan, masyarakat adat d Bal dwadah dalam satu lembaga tdradsonal yang dsebut desa pakraman. Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang bersfat tertoral dan mempunya otonom, yatu kekuasaan mengurus rumah tangganya sendr. Menurut I Ketut Sudantra, s otonom desa pakraman adalah adalah seperangkat hak atau kekuasaan yang melput: (1) kekeuasaan membentuk hukumnya sendr (awig-awig); (2) kekuasaan melaksanakan pemerntahannya sendr (oleh prajuru), (3) kekuasaan melakukan pengamanan sendr (oleh pecalang); dan (4) kekuasaan melaksanakan peradlan sendr (oleh prajuru melalu sangkepan/

paruman). Walaupun otonom desa

pakraman djamn oleh Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, namun Sudantra juga mengaku bahwa otonom desa pakraman bukanlah otonom tanpa batas, melankan sem otonom karena pelaksanaannya harus sesua dengan perkembangan jaman dan prnsp-9 I Gede Suartka, 2010, Anatomi Konflik

Adat Di Desa Pakraman dengan Cara Penyelesaiannya, Udayana Unversty Press, Denpasar, hlm. v.

prnsp negara kesatuan Republk Indonesa10.

Dengan adanya kekuasaan melaksanakan peradlan sendr yang dmlk oleh desa pakraman, maka sesungguhnya dalam masyarakat adat d Bal telah ada mekansme tradsonal dalam penyelesaan sengketa adat, yatu penyelesaan nternal d desa pakraman tu sendr. I Ketut Sudantra dalam salah satu peneltannya juga menemukan bahwa mekansme penyelesaan sengketa memang sudah datur dalam peraturan-peraturan adat yang dbuat oleh desa pakraman d Bal. Peraturan-peraturan adat tersebut lazm dsebut awig-awig yang mengatur kehdupan anggota kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dalam awg-awg desa pakraman terdapat satu bab (sarga) khusus yang mengatur penyelesaan sengketa (wicara) d bawah judul:

Wicara lan Pamidanda. Dalam bab

n datur mekansme penyelesaan sengketa, terutama tentang nstans yang berwenang menyelesakan sengketa, dan sepntas mengena mengena mekansmenya dan asas-asas yang dgunakan dalam menyelesakan sengketa11.

10 I Ketut Sudantra, dkk., 2015, ”Identifikasi

Lngkup Is dan Batas-batas Otonom Desa Pakraman dalam Hubungannya dengan Kekuasaan Negara”, Jurnal Magister Hukum

Udayana, Vol 4 No. 1 Me 2015, hlm.25.

11 I Ketut Sudantra dan N Nyoman Sukert, 2014,

”Pengaturan Peradlan Adat dalam Awg-awg Desa Pakraman: Stud Pendahuluan tentang Eksstens Peradlan Adat dalam Kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat Desa Pakraman”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 6 No 2 Tahun 2014, hlm. 313.

(7)

Mengena nstans yang berwenang menyelesakan sengketa adat yang terjad d wlayah desa pakraman sudah sangat jelas, yatu

prajuru (kepala adat) sesua dengan jenjangnya. Apabla sengketa tu terjad d tngkat banjar (bagan dar desa pakraman), maka nstans yang menyelesakannya adalah prajuru

banjar (klihan banjar), sedangka sengketa yang terjad d tngkat desa pakraman atau tdak dapat dselesakan d tngkat banjar, nstans yang berwenang menyelesakannya adalah

prajuru desa pakraman (bendesa). Hanya saja, mekansme penyelesaan sengketa ternyata tdak datur secara lengkap dan jelas dalam awig-awig12.

Konds tersebut juga daku oleh Wayan P. Wnda yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga tradsonal (desa pakraman, banjar, subak, dan lan-lan) memang sudah memlk peraturan adat (awig-awig) yang dapat dpandang sebaga hukum materl, tetap bagamana peraturan tersebut dlaksanakan, lembaga tersebut belum memlk hukum forml (hukum acara) yang memada. Akbatnya, terjad beberapa kemungknan dalam penerapan awig-awig.; sanks adat serng djatuhkan tdak sesua dengan berat-rngannya kesalahan; sanks adat djatuhkan melalu suara terbanyak yang bersfat spontantas atau sesaat (suryak siu, briuk siu atau briuk semanggul); penerapan hukum ddasar oleh perasaan 12 Ibid., hlm. 315.

sentmen prbad dar orang-orang tertentu yang kebetulan berpengaruh. Dengan demkan, menurut Wnda, peranan prajuru sangat pentng. Apabla prajuru brersungguh-sungguh ngn mencptakan bersama, maka masyarakat yang dpmpnnya akan dama; sebalknya apabla prajuru menghendak seseorang dhukum berat karena sentmen prbad, maka tdak bak akbatnya bag masyarakat yang dpmpnnya13

Apabla uraan d atas dkatkan dengan data pada Tabel 1 d atas, maka menjad sangat logs untuk menyatakan bahwa mekansme tradsonal yang terseda tdak selalu efektf dalam penyelesaan sengketa adat. Oleh karena tu, menjad semakn pentng dan urgen untuk menemukan dan merumuskan mekansme deal dalam penyelesaan sengketa adat d Bal.

3.2. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Efektivitas

Penyelesaian Sengketa Adat di Bali

Secara teoritis, efektifitas hukum tdak melulu hanya dpengaruh oleh satu faktor tertentu saja, sebab sepert dkatakan oleh Lawrence M. Fredman, bekerjanya hukum dalam masyarakat tu barat mesn yang bekerja dalam suatu sstem. Sstem hukum sendr terdr dar tga komponen, yatu (1) komponen substans hukumnya (legal 13 Wayan P. Wnda dan Ketut Sudantra, 2006,

Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentas Dan Publkas Fakultas Hukum Unverstas Udayana Denpasar, hlm.150-153.

(8)

substance) yatu hukumnya sendr atau norma/kadah hukumnya; (2) komponen struktur hukumnya (legal

structure) yatu pelaksana (penegak) hukumnya; serta (3) komponen budaya hukum (legal culture), yatu skap dan perlaku hukum dar warga masyarakat14. Berdasarkan

teor Fredman n sstem hukum akan bekerja dengan efektf apabla komponen-komponen sstem hukum tersebut berfungs dengan bauk dan bekerja secara harmons; sebalknya apabla ada salah satu komponen tdak berfungs dengan bak maka sstem hukum tersebut tdak akan mampu bekerja secara efektf.

Tga komponen sstem hukum d atas kemudan lebh drnc lag oleh Soerjono Soekanto dan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruh efektifitas penegakan hukum, yaitu: (1) faktor hukumnya sendr; (2) faktor penegak hukum; (3) faktor sarana dan fasltas penegakan hukum; (4) faktor masyarakat; dan (5) faktor kebudayaan. Menurut Soerjono Soekanto, kelma faktor d atas salng berkatan dengan eratnya, karena merupakan esens dar penegakan hukum, juga menjad tolok ukur darpada efektvtas penegakan hukum15.

Teor Sstem hukum dar Fredman dan teor efektvtas penegakan hukum 14 Lawrence M. Fredman, 1969, The Legal

System: A Social Science Perspektive, Russel Sage Foundaton, New York, hlm.16,

15 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawal Pers, Jakarta, hlm. 8-9.

dar Soerjono Soekanto d atas dapat dadops untuk menganalss faktor-fakor yang mempengaruhi efektifitas penyelesaan sengketa adat. Dar uraan sebelumnya, tampaknya sektor substans hukum dapat dtunjuk sebaga sektor yang cukup krts dalam mekansme penyelesaan sengketa adat, sebab peraturan-peraturan adat yang dtuangkan dalam awig-awig desa pakraman belum cukup memada untuk dapat dgunakan untuk menyelesakan sengketa adat, apalag dalam konds masyarakat yang semakn kompleks dewasa n dan ke depan. Walaupun para kepala adat (prajuru) sudah dberkan wewenang oleh hukum (awig-awig) untuk menyelesakan sengketa-sengketa adat yang terjad d wlayah desa pakraman, tetap dengan tdak adanya hukum acara (hukum forml) yang memada maka hal tu akan menyultkan para pelaksana hukum (prajuru) dalam melaksanakan fungsnya menyelesakan sengketa adat secara efektf.

Sektor krts lannya adalah sektor pelaksana hukumnya. Dalam konds masyarakat yang semakn komplek dan terus berubah, dtuntut kemampuan dan kualtas kepala adat (prajuru) yang mumpun untuk dapat melaksanakan fungsnya menyelesakan sengketa adat d wlayahnya. Tuntutan demkan tentu tdak dapat dpenuh oleh semua kepala adat yang jumlahnya rbuan d Provns Bal mengngat konds masng-masng desa pakraman sangat bervaratf dlhat dar kualtas

(9)

sumber daya manusanya; sstem rekrutmen kepala adat yang mash ada berdasarkan keturunan, dan lan-lan. Pada daerah-daerah yang kemampuan dan kualtas prajuru desa pakramannya lemah, tentu tdak banyak yang dapat dharapkan untuk mampu menyelesakan sengketa-sengketa yang terjad d wlayahnya secara efektf. D beberapa daerah kabupaten d Bal, memang sudah lama terbangun mekansme penyelesaan sengketa melalu Tm Terpadu yang khusus berfungs untuk menyelesakan sengketa-sengketa adat yang tdak dapat dselesakan d tngkat desa, sepert msalnya yang berlaku d Kabupaten Ganyar16. Saat n, semangat tm

terpadu tersebut terakomodr dalam Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosal yang keanggotaannya terdr dar unsur pemerntah dan masyarakat, sebagamana yang datur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Berdasarkan Pasal 47 undang-undang tersebut, pada level kabupaten/kota, unsur pemerntah daerah yang duduk dalam Satuan Tugas adalah: (a) Bupat/ Wal kota; (b)Ketua DPRD kabupaten/ kota; (c) nstans Pemerntah dan/ 16 Tm n bernama: Tm Penanganan

Kasus-kasus Adat/Sosal d Kabupaten Ganyar, dbentuk berdasarkan Keputusan Bupat. Lhat: Ida Bagus Nyoman Ra, 2010, “Penyelesaian Konflik Adat: Pengalaman di kabupaten Ganyar”, dalam I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata,(ed): Wicara lan

Pamidanda, Pemberdayaan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Udayana Unversty Press, hlm. 175.

atau satuan kerja perangkat daerah sesua dengan kebutuhan; (d) Kepala Kepolsan Resor; (e) Komandan Dstrk Mlter/komandan satuan unsur TNI; dan (f) Kepala Kejaksaan Neger; sedangkan unsur masyarakat terdr dar: (a) tokoh agama; (b) tokoh adat; (c) tokoh masyarakat; (d) penggat perdamaan; dan (e) wakil pihak yang berkonflik. Unsur masyarakat harus memperhatkan keterwaklan perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tga puluh persen). Pembentukan satuan tugas dlakukan oleh pejabat sesua tngkatannya, d tngkat kabupaten/kota dlakukan bupat/walkota dan d tngkat provns oleh gubernur.

Adanya Tm Terpadu (Satuan Tugas) tersebut ternyata belum memberikan makna yang signifikan bagi efektifitas penyelesaian sengketa adat d Bal. Indkas n dapat dbaca dar fakta yang tersaj pada Tabel 1: dar 35 kasus yang terekam dalam data Polda Bal, hanya 5 kasus yang berhasl dselesakan dengan bak.

Mengena faktor sarana dan fasltas past berpengaruh bag efektvtas penyelesaan sengketa adat, walaupun daku bahwa penuls tdak mempunya cukup data untuk mendukung pernyataan n. Untuk membuktkan hal n mest dlakukan peneltan secara emprs. Tetap mest dpaham, untuk menggerakkan sebuah tm yang besar dalam suatu kegatan, semsal Satuan Tugas yang terdr banyak pejabat dan tokoh, tentu

(10)

dbutuhkan sarana dan fasltas, palng tdak berupa anggaran yang memada. Tanpa anggaran yang memada, tentu tdak mungkn mengharapkan Satuan Tugas dapat berfungs maksmal

.Dua faktor terakhr yang dkemukakan oleh Soerjono Soekanto, yakn faktor masyarakat dan kebudayaan, dapat diidentifikasi sebaga faktor yang sangat menentukan dalam penyeesaan sengketa adat. Sebab, sebagus apapun hukum yang terseda dan sebagus apapun kuaaltas pelaksana hukumnya, apabla konds masyarakatnya tdak mendukung, maka penyelesaan sengketa adat akan gagal. Ttk lemah konds sebagan masyarakat sekarang terletak pada skap dan perlakunya yang mengabakan nla-nla hukum adat, dantaranya nla harmon dalam kehdupan bersama. Dampak luas era globalsas dan kemajuan lmu pengetahuan dan teknolog menyebabkan pergeseran nla-nla budaya berupa melemahnya nla-nla kebersamaan (kekeluargaan) dan menguatnya nla-nla ndvdualsme. Akbatnya, kepentngan-kepentngan ndvdu menjad lebh utama dbandngkan kepentngan masyarakat sehngga sering terjadi konflik kepentingan yang menmbulkan sengketa. Dalam penyelesaannya pun, para phak tdak lag meletakkan kepentngan bersama (win-win solution) sebaga tujuan bersama dalam penyelesaan sengketa, melankan kepentngan ndvdulah yang utama sehngga para phak akan

selalu ngotot untuk memenangkan kepentngannya sendr. Faktor nlah yang menyebabkan terjadnya kegagalan dalam penyelesaan sengketa adat.

3.3 Mekanisme Ideal Penyelesaian Sengketa Adat di Bali Sesuai Dengan Konsep Kekinian

Teor hegemon dar Antono Gramsc mengajarkan bahwa …….“two

basic concept to analysis of modern society : first, political society or the repressive aparatus of the state; and second, civil society private apparatus of hegemony,17 artnya dua konsep

dasar untuk menganalss masyarakat modern: pertama, masyarakat poltk atau aparatur represf negara; dan kedua, masyarakat spl aparat prbad hegemon. Perangkat kerja pertama yang bernuansa law enforcemant; dan kedua, perangkat kerja yang mampu membujuk masyarakat beserta pranata-pranata untuk taat pada mereka yang berkuasa melalu kehdupan beragama, penddkan, kesenan dan bahkan juga keluarga. Dkatkan dengan penyelesaan sengeta adat dalam rangka menjaga dan lelanggengkan stabltas kehdupan bermasyarakat, maka penggunaan perangkat kerja yang bernuansa law enforcement dalam penyelesaan sengketa adat sepenuhnya menjad kewenangan pemerntah, dalam hal n melalu fungs-fungs 17 Antono Gramsc, 2002, Critical Assessments

Of Leading Political Philosopher, edted by, James Martn, 11 New Fetter Lane, London.,hlm. 181.

(11)

penegakan hukum dengan berpedoman pada hukum nasonal; sedangkan penggunaan perangkat kerja yang mampu membujuk masyarakat beserta pranata-pranatanya dapat menggunakan model penyelesaan sengketa yang mengedepankan pemanfaatan kearfan lokal.

Dalam kontek n pentng dkemukakan pandangan Wayan P. Wnda, yang menyatakan bahwa penyelesaan sengketa adat dapat menggunakan tga cara, yatu: (1) melalu penyelesaan dengan mekansme nternal yang dlaksanakan oleh perangkat atau prajuru adat, secara berjenjang sesua dengan struktur kelembagaan organsas masyarakat adat; (2) melalu penyelesaan dengan mekansme eksternal, yatu dengan melbatkan pemerntah, sepert kepolsan, kejaksaan dan pengadlan; dan (3) melalu penyelesaan dengan mekansme gabungan, yatu penyelesaian konflik adat secara terkoordnas antara perangkat prajuru desa dengan lembaga pemerntah dan organsas yang bernafaskan agama Hndu18.

Berdasarkan teor hegemon dan pendapat Wnda d atas, dapat durakan mekansme deal dalam penyelesaan sengketa adat. Pertama, sedapat mungkn sengketa adat 18 Wayan P. Wnda, 2010, “Menyelesakan

Konflik Adat”, dalam I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata (ed) Wicara lan Pamidanda

Wicara lan Pamidanda, Pemberdayaan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Udayana Unversty Press, Denpasar, hlm. 274.

dselessakan dengan menggunakan mekansme nternal berbass kearfan lokal. Mekansme n tepat dgunakan terutama pada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat desa pakraman d daerah perdesaan yang kehdupannya mash sederhana. Pada umumnya, pada masyarakat perdesaaan, kehdupan masyarakatnya relatf mash sederhana dan mash seta dan taat kelembagaan tradsonal dan mash menjunjung tngg nla-nla hukum adat, terutama nla-nla-nla-nla kebersamaan. Sepert dkemukakan oleh Von Benda Beckman, penyelesaan sengketa pada masyarakat yang mash sederhana, dmana hubungan kekerabatan dan kelompok mash kuat, maka plhan nsttus untuk penyelesaian sengketa atau konflik yang terjad darahkan kepada nsttus yang bersfat kerakyatan (folk institutions), karena nsttus penyelesaian sengketa atau konflik yang bersfat tradsonal bermakna sebaga nsttus penjaga keteraturan dan pengembalan kesembangan mags dalam masyarakat.19.

Model penyelesaan nternal yang dsebutkan oleh Wnda sangat tepat dgunakan dalam konds masyarakat dengan cr-cr sepert d atas. Penyelesaan secara berjenjang sesua mekansme tradsonal melalu 19 H.LL.Syapruddn, 2014, “Mekansme

Penyelesaan Sengketa Menurut Kearfan Lokal”, Makalah dsampakan pada pelathan dan pembekalan Pengurus (medator) Bale Sangkep Desa (BSD) Desa Sntung dan Desa Kekat, Fakultas Hukum Unverstas Muhammadyah Mataram, NTB, 30 Aprl.

(12)

prajuru adat akan member peluang terjadnya penyelesaan sengketa secara dama karena penyelesaan secara adat dlakukan secara musyawarah mufakat dengan mengedepankan asas rukun, laras dan patut sebagamana dkemukakan oleh Moh Koesnoe.20

Wujud kongkrt penyelesaan sengekata adat dengan nternal n dapat drumuskan sebaga berkut: a. Sengketa adat yang terjad

dtngkat banjar, dselesakan melalu mekansme nternal yang terseda d banjar yang bersangkutan;

b. Apabla sengketa tdak dapat dselesakan d tngkat banjar, maka sengketa dselesakan d tngkat desa pakraman sesua mekansme awig-awig yang berlaku d desa pakraman yang bersangkutan;

c. Apabla sengketa tdak dapat dselesakan d tngkat desa pakraman, maka sengketa adat dapat dselesakan oleh Majels Desa Pakraman (MDP) melalu mekansme penyelesaan yang telah dtentukan oleh MDP. Saat n, penyelesaan sengketa (wicara) melalu MUDP Provns Bal telah datur dalam Keputusan Majels Utama Desa Pakraman Bal Nomor : 002/ Skep/MDP Bal/IX/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tekns Penyelesaan 20 Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan

Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Arlangga Unversty Press, Surabaya, hlm. 45.

wicara oleh Majels Desa

Pakraman (MDP) Bal.

Sebagamana telah duarakan d atas, dampak kekuatan global yang telah melanda duna telah banyak mengubah konds masyarakat, termasuk masyarakat adat d Bal. Sepert dkatakan oleh Moh. Koesne, cr-cr kekuatan global tu adalah mengangungkan prnsp-prnsp ndvdualstk, sekulerstk, materalstk, dan hedons yang menghendak setap orang bersang satu dengan lannya untuk mendapatkan kemakmuran materlnya agar menjad kaya, tenar dan berkuasa 21. D banyak

tempat d Bal, terutama d daerah-daerah perkotaan, akbat pengaruh keluatan global yang melanda tu nla-nla kebersamaan (persaudaraan) menjad semakn melemah, sebalknya nla-nla ndvdualstk semakn menguat. Indkas dar pergeseran tersebut tampak dar skap dan perlaku warga masyarakat yang tdak lag menempatkan kepentngan bersama sebaga tujuan, melankan menempatkan kepentngan prbad (ndvdu) yang harus dperjuangkan mat-matan.

Pengagungan nla-nla ndvdualstk mempengaruh budaya hukum masyarakat dalam menghadap dan menyelesakan masalahnya, yatu selalu berjuang untuk memenangkan kepentngannya sendr darpada 21 Moh. Koesnoe, 1996, Hukum Adat

(Dalam Alam Kemerdekaan Nasional dan Persoalannya Menghadapi Era Globalisasi),

(13)

menjaga dan memelhara kepentngan bersama dalam kehdupan bermasyarakat. Dengan demkan, tujuan penyelesaan sengketa bukan lag keharmonsan dalam kehdupan bersama, melankan untuk memenangkan hak-hak ndvdual (kepentngan sendr) sehngga sangat sult dselesakan secara dama. Dalam konds demkan, maka penyelesaan sengketa adat harus dlakukan dengan menggunakan mekansme eksternal, yatu penyelesaan dlakukan oleh pemerntah berdasarkan hukum nasonal.

Dalam perspektf hukum nasonal, penyelesaan sengketa adat yang mengarah kepada konflik sosial dapat menggunakan mekansme yang dsedakan oleh Pasal 41 Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 2012 yang ntnya menyatakan bahwa :

1. Penyelesaian konflik dlaksanakan oleh Pemerntah dengan mengedepankan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosal yang ada dan daku keberadaannya;. 2. Dalam hal penyelesaian konflik

melalu mekansme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosal tdak dapat dselesakan, maka penyelesaian konflik dilakukan oleh Satuan Tugas Penyelesaan Konflik Sosial.

Dengan demkan, mekansme deal yang dharapkan oleh Pasal 41 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 adalah mekansme penyelesaan

sengketa adat doleh Pemerntah dengan mengedepankan pranata adat/ atau pranata sosal. Hal n mrp dengan mekansme gabungan yang dkemukakan oleh Wnda d atas. Hanya apabla pranata adat/atau pranata sosal tdak dapat menyelesakan sengketa adat, maka penyelesaan sengketa adat dlakukan oleh Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial.

Sesua Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 7 tahun 2010, tujuan penanganan konflik adalah untuk: (1) mencptakan kehdupan masyarakat yang aman, tenteram, dama, dan sejahtera; (2) memelhara konds dama dan harmons dalam hubungan sosal kemasyarakatan; (3) menngkatkan tenggang rasa dan tolerans dalam kehdupan bermasyarakat dan bernegara; (4) memelhara keberlangsungan fungs pemerntahan; (5) melndung jwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum; (6) memberkan pelndungan dan pemenuhan hak korban; serta (7) memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat. Untuk dapat mencapa tujuan tersebut, undang-undang mengatur penanganan konflik sosal yang dlakukan dalam 3 (tga) tahapan, yatu: pertama, pencegahan konflik melalui upaya pemeliharaan konds dama dalam masyarakat, mengembangkan penyelesaan seng-keta secara dama, meredam potens konflik; dan membangun sistem perngatan dn. Kedua, penghentan konflik melalui upaya penghentian

(14)

kekerasan, penetapan staus keadaan konflik, tindakan darurat penyelematan dan perlndungan korban, dan/atau pengerahan dan penggunaan kekuatan meliter. Ketiga, penanganan konflik pasca konflik melalui upaya pemulihan pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur melalu upaya rekonslas; rehabltas; dan rekonstruks.

IV. PENUTUP 4.1 Simpulan

Berdasarkan uraan d atas, akhrnya sebaga penutup tulsan n dapat dsmpulkan sebaga berkut: 1. Faktor-faktor yang

mempe-ngaruhi efektifitas penyelesaian sengketa adat d Bal melput: (a) faktor hukumnya yang belum memada; (b) faktor pelaksana

hukum yang kemampuan dan kualitasnya mash lemah dalam penyelesaan sengketa adat; (c) faktor sarana dan fasltas pendukung yang kurang memada; serta (d) faktor

masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai hukum adat; serta (e) nilai-nilai budaya masyarakat yang mulai bergeser, yang

mulai meninggalkan

nilai-nilai keberdsamaan dan

mengagungkan nilai-nilai

individualistic.

2. Mekansme yang deal dalam menyelesakan sengketa adat d Bal sesua dengan konsep keknan adalah tetap

mengedepankan penyelesaan sengketa adat melalu mekansme nternal berbass kearfan lokal. Apabla mekansme nternal tersebut gagal, maka penyelesaan sengketa adat dapat dlakukan dengan mekansme eksternal, yaitu penyelesaian konflik dlakukan oleh Pemerntah dengan mengedepankan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosal yang ada dan daku keberadaannya. Dalam hal mekansme npun gagal, maka penyelesaian konflik dilakukan oleh Satuan Tugas Penyelesaan Konflik Sosial yang dibentuk oleh Pemerntah.

4.2 Saran

1. Dperlukan adanya sosalsas kepada nstans yang terlbat dalam satuan tugas terpadu, terkat dengan mekansme, ketentuan dan peraturan yang terkat dalam rangka penyelesaan sengketa adat.

2. Dperlukan upaya pembelajaran hukum adat bak melalu meda formal maupun nformal kepada masyarakat, sehngga mengert dan memaham asas-asas yang berlaku d dalam hukum adat, dan mekansme penyelesaan sengketa adat.

(15)

DAFTAR PUSTAKA A. Literatur

Al Mandan, 1986, Kelas dan Konflik

Kelas dalam Masyarakat

Industri, Sebuah Analisa Kritik,

Cet. 1, Rajawal Press, Jakarta Fredman Lawrence M., 1969, The

Legal System: A Social Science

Perspektive, Russel Sage

Foundaton, New York.

Gramsc Antono, 2002, Critical

Assessments Of Leading Political Philosopher, edted by, James Martn, 11 New Fetter Lane, London.

Koesnoe Moh., 1979, Catatan-Catatan

Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press, Surabaya

Moh. Koesnoe, 1996, Hukum Adat

(Dalam Alam Kemerdekaan Nasional dan Persoalannya Menghadapi Era Globalisasi),

Ubhara Press.

Mukt Fajar ND dan Yulanto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian

Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Peter Mahmud Marzuk, 2013,

Penelitian Hukum, Eds Revs, Kencana Prenada Meda Group, Jakarta.

Ra Ida Bagus Nyoman, 2010, “Penyelesaian Konflik Adat: Pengalaman d kabupaten Ganyar”, dalam I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata,(ed):

Wicara lan Pamidanda,

Pemberdayaan Desa Pakraman

dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Udayana Unversty Press.

Srtha Nyoman, 2008, Aspek Hukum

Dalam Konflik Adat di Bali,

Udayana Unversty Press. Suartka I Gede, 2010, Anatomi Konflik

Adat Di Desa Pakraman dengan Cara Penyelesaiannya, Udayana Unversty Press, Denpasar Sudantra I Ketut, 2010, “Peranan Desa

Pakraman Dalam Penyelesaan Perkara d Luar Pengadlan”. Dalam I Ketut Sudantra, dan A.A. Gede Oka Parwata (ed.): Wicara

Lan Pamidanda, Udayana

Unversty Press, Denpasar. Sudantra I Ketut dan N Nyoman

Sukert, 2014, ”Pengaturan Peradlan Adat dalam Awg-awg Desa Pakraman: Stud Pendahuluan tentang Eksstens Peradlan Adat dalam Kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat Desa Pakraman”, Jurnal

Magister Hukum Udayana, Vol.

6 No 2 Tahun 2014.

Sudantra I Ketut, dkk., 2015, ”Identifikasi Lingkup Isi dan Batas-batas Otonom Desa Pakraman dalam Hubungannya dengan Kekuasaan Negara”,

Jurnal Magister Hukum

Udayana, Vol. 4 No. 1 Me 2015

Soerjono Soekanto, 2012,

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum, Rajawal

(16)

Syapruddn H.LL, 2014, “Mekansme Penyelesaan Sengketa Menurut Kearfan Lokal”, Makalah dsampakan pada pelathan dan pembekalan Pengurus (medator) Bale Sangkep Desa (BSD) Desa Sntung dan Desa Kekat, Fakultas Hukum Unverstas Muhammadyah Mataram, NTB, 30 Aprl.

Wnda Wayan P., 2010, “Menyelesaikan Konflik Adat”, dalam I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata (ed)

Wicara lan Pamidanda Wicara lan Pamidanda, Pemberdayaan

Desa Pakraman dalam

Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Udayana Unversty Press, Denpasar, h. 274.

Wnda Wayan P. dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat

Bali, Lembaga Dokumentas Dan Publkas Fakultas Hukum Unverstas Udayana Denpasar. Wirta Griadhi I Ketut, 2005, “Konflik

Adat d Bal Suatu Stud Hukum dan Perubahan Sosal”, tesis Program Pasca Sarjana (S2) Ilmu Hukum Unverstas Udayana, Denpasar.

B. Peraturan:

Undang-Undang Republk Indonesa Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial, Lembaran Negara Republk Indonesa Tahun 2012, No. 116. Tambahan Lembaran Negara

Republk Indonesa Nomor 5315. Sekretarat Negara. Jakarta. Keputusan Majels Utama Desa

Pakraman Bal Nomor : 002/ Skep/MDP Bal/IX/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tekns Penyelesaan

wicara oleh Majels Desa

Pakraman (MDP) Bal.

C. Bahan Lain:

Data Pemetaan Pemasalahan Adat, Tapal Batas Dan Pemekaran Desa Pakraman Dwlayah Bal Tahun 2000 – 2014, Dt Intelkam Polda Bal, Denpasar.

Data Kasus Konflik Sosial Bulan Maret Tahun 2014, Bro Operas Polda Bal, Denpasar.

Referensi

Dokumen terkait

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO”, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen

Berdasarkan data hasil uji pada Tabel 4.6, dihasilkan hubungan linearitas waktu yang terukur pada timer dengan input waktu pada alat Negative Pressure Wound Therapy (NPWT)

Pompa hidram terdiri dari beberapa komponen yang membentuk suatu sistem, yang meliputi klep buang, klep tekan, tabung udara, pipa masuk / penghantar, pipa keluar

Menurut Wursanto (2005: 288) lingkungan kerja non fisik adalah kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisikis dari lingkungan kerja. Perusahaan perlu memfasilitasi

Hasil penelitian ini adalah terwujudnya perangkat lunak server pengisian ulang pulsa otomatis berbasiskan web yang dapat diaplikasikan sebagai server yang melayani pembelian

Bab ini merupakan pokok dari pembahasan penulisan penelitian yang penulis lakukan yakni meliputi bagaimana algoritma hisab gerhana Bulan kitab Nūr al-Anwār berbasis web

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mengkaji lebih lanjut tentang sifat-sifat pelabelan cordial dan e-cordial pada beberapa jenis graf sederhana,

Jika untuk setiap pasangan titik pada suatu graf terdapat lintasan yang menghubungkannya, maka graf tersebut disebut graf terhubung.. Graf terhubung yang setiap titiknya