• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII PENUTUP. meningkatkan daya saing institusi,melakukan reformasi sistem pendidikan tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII PENUTUP. meningkatkan daya saing institusi,melakukan reformasi sistem pendidikan tinggi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII PENUTUP

Internasionalisasi di banyak negara Asia, dianggap sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing institusi,melakukan reformasi sistem pendidikan tinggi dan mengubah budaya organisasi. Internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia diselenggarakan untuk mendukung pembentukan masyarakat intelektual dunia yang memiliki solidaritas dan kesepahaman dalam menjaga dan meningkatkan perdamaian dunia melalui kerjasama dan mobilitas akademik lintas negara dengan tetap menjaga dan memperkuat identitas, budaya dan karakter nasional agar nilai-nilai kebhinekaan atau keragaman sistem pendidikan tinggi di negara-negara lain dapat diinternalisasi secara cerdas dan tidak sekedar larut dalam berbagai pengaruh global.

Internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia telah mengalami transformasi dan diinisiasi dalam berbagai variasi program. Fakta tersebut menjadi fokus disertasi ini. Disertasi ini diakhiri melalui Bab Penutup yang terdiri dari 2 bagian, yaitu Kesimpulan dan Implikasi Penelitian yang terdiri dari Implikasi Praktis, Implikasi Teoritis dan Implikasi Metodologi.

A. Kesimpulan

A.1. Pemetaan Variasi Internasionalisasi Pendidikan Tinggi

Pemetaan internasionalisasi menghasilkan 4 (empat) variasi bidang yaitu: 1) Akreditasi Internasional; 2) Penelitian, terdiri dari: a) joint research dan b) joint

(2)

publication; 3) Pendidikan, terdiri dari: a) degree yaitu : joint degree, international class dan full study scholarship, b) non degree yaitu credit transfer system dalam bentuk summer/winter course/sit in, sedangkan non credit transfer system dalam bentuk sandwich program, joint supervisor, exchange student, exchange lecture (guest lectureship,visiting professor),short course, exchange staff (staff visit), clinical learning program, field study/field visit/KKL, international conference/ seminar, dan international student competition; serta 4) Pengabdian.

Penggunaan strategi internasionalisasi dalam mempromosikan internasionalisasi tidak mempunyai pengaruh terhadap variasi internasionalisasi yang berhasil diinisiasi universitas. Pilihan strategi internasionalisasi lebih didasarkan pada pertimbangan kemampuan anggaran dan regulasi pemerintah yang menekankan aliansi strategis.

Temuan penelitian atas pola tahapan pelaksanaan internasionalisasi terdapat kecenderungan lebih bersifat trial and error sehingga tidak ditemukan pola baku tahapan internasionalisiasi yang menggambarkan siklus berkesinambungan. Pola tahapan yang berkesinambungan menunjukkan komitmen universitas terhadap internasionalisasi.

A.2. Tingkat Internasionalisasi Pendidikan Tinggi

Tingkat internasionalisasi dari hasil pemetaan dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu: Tinggi, Sedang dan Rendah. Suatu universitas dikategorikan mempunyai tingkat internasionalisasi Tinggi apabila telah melaksanakan 4 (empat) bidang internasionalisasi hasil pemetaan dalam penelitian ini yaitu Akreditasi Internasional, Penelitian, Pendidikan, dan Pengabdian. Universitas dikategorikan

(3)

Sedang apabila telah melaksanakan sedikitnya 3 (tiga) bidang internasionalisasi dari 4 (empat) bidang yang telah dipetakan, sedangkan dikategorikan Rendah apabila hanya melaksanakan 1(satu) bidang internasionalisasi dari 4 (empat) bidang yang telah dipetakan.

Hasil penelitian menemukan baik univeritas yang mempunyai tingkat internasionalisiasi tinggi, sedang maupun rendah, membebankan biaya program kepada mahasiswa sebagai peserta yang besarnya ditentukan oleh universitas penyelenggara. Program tersebut utamanya bidang Pendidikan dan Pengabdian. Bidang pendidikan Degree maupun Non Degree. Degree Program yang berbiaya yaitu Joint Degree dan International Class, sedangkan Non Degree Program seluruhnya berbiaya. Fakta ini menunjukkan bahwa pembiayaan program internasionalisasi tidak lagi berbasis pada kemampuan pemerintah tetapi pada kemampuan individu. Kondisi tersebut menunjukan adanya praktek komodifikasi internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia.

A.3. Faktor Pendorong Tingkat Variasi Internasionalisasi

Universitas yang berada pada tingkat variasi internasionalisiasi Tinggi didorong oleh faktor Ownership-specific Advantages dan faktor Location-specific Advantages secara bersama-sama. Indikator Ownership-specific Advantages yang menjadi faktor pendorong meliputi : a) reputasi sebagai citra produk/jasa, b) lokasi sebagai citra produk/jasa, c) kekhususan bidang keilmuan, d) kapabilitas pemasaran/network. Faktor Location-specific Advantages meliputi indikator : a) kemampuan pasar dan b) kebijakan PT Mitra di LN. Universitas yang mempunyai tingkat variasi internasionalisasi Sedang, tidak seluruh indikator

(4)

specific Advantages dan Location-specific Advantages dimiliki. Faktor Ownership-specific Advantages terdiri dari 2-4 indikator yang bervariasi, sedangkan faktor Location-specific Advantages hanya terdiri dari 1 indikator. Adapun perguruan tinggi yang mempunyai tingkat variasi internasionalisasi Rendah faktor Location-specific Advantages dominan menjadi faktor pendorong terutama indikator kebijakan PT Mitra di LN.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elkin dkk (2005) menemukan bahwa keberhasilan universitas dalam internasionalisasi didukung oleh: a) pemimpin/ inovator yang kuat dalam memberikan dorongan bagi perubahan dan b) kemampuan institusi dalam menyediakan sumber daya staf dan anggaran yang diperlukan. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, penelitian ini juga menemukan universitas yang mempunyai tingkat variasi internasionalisasi Tinggi selain didorong oleh faktor Ownership-specific Advantages dan Location-specific Advantages didukung pula oleh: a) pemimpin yang mempunyai komitmen terhadap perubahan, pengembangan dan pencapaian target internasionalisasi secara berkesinambungan, b) institusi yang didukung oleh staf dan sumberdaya anggaran yang memadai.

B. Implikasi Penelitian

B.1. Implikasi Praktis

B.1.1. Implikasi Pada Pola Tahapan Internasionalisasi

Kecenderungan trial and error dalam pola tahapan internasionalisasi berimplikasi terhadap variasi program yang berhasil dilaksanakan. Berbasis pada

(5)

Internationalisation Cycle: From Innovation and Institutionalization pola tahapan internasionalisasi yang dikembangkan oleh Knight dan hasil penelitian disertasi ini maka peneliti mengajukan Pola Internasionalisasi Berkelanjutan yang terdiri dari 7 (tujuh) tahap dan berkesinambungan sifatnya. Adapun tahapan tersebut meliputi: 1) Membangun Komitmen Internasionalisasi. Komitmen sangat penting dalam memelihara dan menjaga keberlangsungan program dan pencapaian target. Komitmen yang tidak dijaga secara bersama dalam organisasi akan penghalang dalam mencapai tujuan dan target yang telah ditentukan. 2) Perumusan Tujuan, tujuan internasionalisasi yang dirumuskan dengan jelas dan terukur dan mempertimbangkan budaya universitas akan memudahkan dalam mencapainya. 3) Melakukan identifikasi Ownership-specific Advantages dan Location-specific Advantages yang dimiliki oleh universitas dan unit-unit pelaksana di bawahnya. 4) Menentukan target Internasionalisasi yang akan dicapai dengan berpegang pada prinsip realistis dan dirumuskan berdasarkan Ownership-specific Advantages dan Location-specific Advantages yang dimiliki oleh universitas. 5) Implementasi Internasionalisiasi. 6) Melaksanakan review secara teratur dan tidak bersifat formalitas, karena diharapkan dapat memberikan masukan untuk perbaikan program di tahap selanjutnya. 7) Reinforcement yaitu tahapan universitas memberikan pengakuan atas prestasi dan keberhasilan berbagai pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan internasionalisasi dalam mencapai target. Reinforcement sangat penting dalam memelihara komitmen para pihak yang terlibat dalam program internasionalisasi.

(6)

B.1.2. Implikasi Pada Faktor Pendorong Tingkat Variasi Internasionalisasi Faktor Ownership-specific Advantages yang merupakan competitive advantage melahirkan hubungan yang setara/ simetri sehingga dapat mengembangkan variasi bidang kerjasama program internasionalisasi dan sebaliknya faktor Location-specific Advantages yang dominan melahirkan hubungan asimetri sehingga kurang dapat mengembangkan variasi program internasionalisasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa universitas yang mempunyai tingkat variasi internasionalisasi Tinggi tidak cukup didorong oleh Ownership-specific Advantages sebagai competitive advantage tetapi juga ditopang kepemimpin yang tidak hanya cakap dalam mengelola sebuah universitas tetapi juga seorang pemimpin yang mempunyai komitmen nyata dalam memahami perubahan. Pemimpin tersebut mempunyai ciri-ciri:

 Memiliki kemampuan untuk menyederhanakan kerumitan kebijakan internasionalisasi ke dalam aksi yang lebih sederhana dan mudah dipahami oleh berbagai pihak terkait. Kerumitan kebijakan dapat melahirkan stagnasi dalam inisiasi program yang berdampak pada terhambatnya inovasi dan kreasi para pelaksana.

 Mampu memberi penghargaan terhadap setiap pencapain target yang telah ditentukan. Penghargaan tidak harus dalam bentuk imbalan material tetapi dapat juga dalam bentuk pengakuan atas prestasi yang dicapai karena penghargaan merupakan bentuk apresiasi pemimpin terhadap sebuah capaian.

(7)

 Mampu menjadi agen perubahan yang menggerakan dan mendorong dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi berbagai pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring program. Sebagai agen perubahan pemimpin harus mampu bersinergi sehingga lebih mudah melakukan perubahan. Kemampuan melakukan mobilisasi atas kekuatan sinergi yang dibangunnya akan melahirkan perubahan. Internasionalisasi sebagai respon globalisasi mesyaratkan kesediaan dan kemampuan melakukan perubahan cara berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

Mampu membangun, mengembangkan dan memelihara networking dengan berbagai pihak terkait. Networking dalam pelaksanaan internasionalisasi melalui aliansi strategis adalah suatu keharusan, karena mengembangkan networking bermakna : 1) berbagi ide dan informasi untuk saling belajar terhadap keminatan yang sama, dan 2) menyatukan pengalaman dan sumber daya para pihak untuk meningkatkan impak positif baik yang bersifat kolektif maupun individual. Terbangunya networking yang baik memberikan manfaat dalam : 1) membangunan rasa percaya diri diantara para pihak yang terlibat dalam kerjasama, 2) meningkatkan kerjasama dan koordinasi baik di tingkat universitas maupun di tingkat nasional, 3) memberi pengakuan atas keberhasilan suatu program berbasis budaya lokal, 4) meningkatkan aktivitas dan sinergitas program.

 Mampu mengkomunikasikan gagasan internasionalisasi sebagai kebutuhan institusi. Pemimpin yang berhasil mengkomunikasikan gagasannya adalah pemimpin yang horizontal dan hands on (Kertajaya; 2013:38). Horizontal

(8)

berarti memperlakukan bawahan sebagai teman, sikap ini untuk mendapatkan dukungan atas gagasan yang disampaikan. Hands on berarti mau turun tangan ke lapangan dan bersedia membantu menggerakan tim di lapangan. Pola komunikasi ini merupakan bagian dari perubahan.

Membangun kepemimpinan dengan berbagai syarat kemampuan tersebut membutuhkan kompetensi seorang pemimpin. Tanggungjawab pemerintah adalah menyusun regulasi syarat-syarat pemimpin universitas yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ditimbulkan oleh gelombang globalisasi dalam wujud program-program internasionalisasi. Pemimpin yang mampu merealisasi target-target yang direncanakan pemerintah dalam mencapai rangking world class university.

B.2. Implikasi Teoritis

B.2.1. Implikasi Pada Tipe Internasionalisasi

Merujuk pada hasil penelitian Foskett (2010) di beberapa negara Eropa yang mengembangkan konsep internasionalisasi dalam sebuah model berbasis strategi internasionalisasi menjadi 5 (lima) kategori yaitu Domestic Universities, Imperialist Universities, Internationally Aware Universities, Internationally Engaged Universities dan Internationally Focused Universities, maka berdasarkan hasil penelitian ini universitas di Indonesia yang telah melaksanakan program internasionalisasi peneliti kategorikan dalam 3 (tiga) tipe. Kategori tipe disusun berdasarkan atas tingkat variasi program yang telah diinisiasi dan faktor pendorong yang dimiliki oleh universitas. Tiga tipe tersebut adalah: 1) Internationally Eminance Universities yaitu universitas yang memiliki variasi internasionalisasi

(9)

Tinggi karena didukung seluruh indikator Ownership-Specific Advantagesse dan Location-Specific Adavantages serta kepemimpinan yang mempunyai komitmen terhadap pengembangan internasionalisasi. 2) Internationally Moderate Universities yaitu universitas yang memiliki variasi internasionalisasi Sedang karena universitas tidak mempunyai seluruh indikator Ownership-Specific Adavantages dan Location-Specific Adavantages sebagai pendukung, dan 3) Internationally Inisiate Universities yaitu universitas yang memiliki variasi internasionalisasi Rendah karena hanya melaksanakan 1 bidang internasionalisasi dan kurang atau tidak memiliki indikator Ownership-Specific Adavantages sebagai competitive advantage dan cenderung bergantung pada indikator Location-Specific Adavantages terutama indikator kebijakan universitas mitra.

Menggunakan konsep internasionalisasi Knight (2004) dan Gafur (2009) yang melakukan kategorisasi internasionalisasi pendidikan tinggi melalui pendekatan konteks kegiatan yang meliputi : a) internationalization at home (soft structure) yaitu internasionalisiasi yang beroroinetasi pada perubahan di di dalam universitas melalui kegiatan memberikan dimensi internasional pada kurikulum dan proses pembelajaran, b) Internationalization Abroad (Hard Structure Activities) yaitu kegitan yang berbasis hubungan kerjasama dengan PTLN, maka model Internationally Eminance Universities dan Internationally Moderate Universities dapat mengutamakan pengembangkan Internationalization Abroad (Hard Structure Activities) yang berbasis pada penguatan internationalization at home (soft structure), sedangkan model Internationally Inisiate Universities diutamakan

(10)

melakukan pengembangkan internationalization at home (soft structure) sebelum melaksanakan Internationalization Abroad (Hard Structure Activities)

B.2.2. Implikasi Pada Pengembangan Ownership-specific Advantages dan Location-specific Advantages sebagai Faktor Pendorong

Ownership-specific Advantages merupakan competitive advantage yang dapat diupayakan secara internal untuk mendorong keberhasilan internasionalisasi. Location-specific Advantages merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dalam pengembangan internasionalisasi sehingga diperlukan pemetaan kedua faktor pendorong tersebut. Pemetaan sangat penting untuk: a) menentukan bidang dan program internasionalisasi yang sesuai dengan kemampuan dan budaya universitas dan b) menghindarkan internasionalisasi dari praktek komodifikasi.

Komodifikasi terjadi karena biaya yang dibayar mahasiswa bukanlah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi tetapi lebih untuk membiayai peningkatan kualitas mutu lulusan, dan pemerintah yang seharusnya bertanggungjawab menjaga kualitas pendidikan tidak mampu menyediakan biaya tersebut. Penyelenggaraan internasionalisasi yang berdampak terhadap lahirnya komodifikasi juga didorong oleh tanggungjawab universitas sebagai sebuah organisasi dalam mempertahankan eksistensinya terhadap tekanan-tekanan dari luar untuk menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan melalui proses coercive isomorphism, mimetic isomorphism dan normative isomorphism (Di Maggio & Powell 1991). Coercive isomorphism, dilakukan sebagai bentuk kepatuhan dalam melaksanaan kebijakan pemerintah untuk mensejajarkan diri dengan universitas lain di dunia melalui kebijakan pencapaian rangking WCU. Mimetic isomorphism dilakukan karena adanya

(11)

keinginan untuk mengikuti universitas yang dipandang telah berhasil melaksanakan internasionalisasi, dan normative isomorphism dilakukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan internasionalisasi di universitas.

B.3. Implikasi Metodologi

Strategi studi kasus terjalin unit multi analisis yang peneliti pergunakan dengan teknik pengumpulan data yang sangat bervariasi mempunyai keuntungan dapat menangkap berbagai perbedaan maupun persamaan di masing-masing perguruan tinggi dalam melaksanakan internasionaliasi secara lebih mendalam. Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan meliputi: indepth interview, penelusuran informasi melalui website, mass media, laporan tahunan, survey, Fokus Group Discussion (FGD), keikutsertaan dalam lokakarya/workshop, wawancara tidak langsung melalui email, telpon, dan terlibat langsung dalam inisiasi program internasionalisasi. Banyaknya informasi yang diperoleh membutuhkan kecermatan dalam melakukan pemilahan data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Terdapat implikasi metodologis pada penelitian selanjutnya, yaitu banyaknya kasus dalam penelitian selayaknya dibatasi sehingga dapat fokus dan mendalam pada analisis per kasus sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. Penggunaan metode kualitatif memerlukan keketatan dan konsistensi di dalam mengungkap fenomena untuk menghindari meluasnya ketertarikan peneliti pada fenomena baru yang mungkin saja muncul dan dianggap relevan sebagai fokus penelitian. Metode kualitatif menuntun peneliti untuk memperbaharui teori yang diyakini sejak awal dianggap mampu untuk menangkap fenomena.

Referensi

Dokumen terkait

Mereka mempersiapkan diri dan mengantisipasi problem-problem yang mungkin akan timbul; mereka mengkonfirmasi peluang yang ada, dan apa yang diperlukan untuk meraih keberhasilan;

Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis Ciri Nanopartikel Kitosan dan Pengaruhnya Pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penyalutan Ketoprofen adalah karya Saya dengan

Dapat dilihat dari perbandingan tersebut hasil perhitungan dengan menggunakan Metode Fuzzy sama dengan perhitungan rata-rata karena nilai input yang di proses pada setiap

Dalam tahun kedua penerbitan laporan keberlanjutan ini, Bank BTPN memberanikan diri untuk melaporkan kinerja keberlanjutannya secara komprehensif, dengan tujuan untuk

Pada lengan tangan biasanya menggunakan kelat bahu dan pada patung ini tidak, juga pergelangan tangan orang Jawa biasanya memakai gelang keroncong, tetapi pada patung ini

Proses pembelajaran mingguan dalam perkuliahan TAKSONOMI TUMBUHAN TINGKAT RENDAH yang telah dirancang pada poin B.7 diharapkan dapat memotivasi mahasiswa untuk

Maka dalam penulisan tugas akhir ini Jembatan Kali Pepe direncanakan ulang sebagai jembatan cable stayed asimetris dengan meggunakan box girder beton

Menunjukkan bahwa terdapat 13 responden yang mengalami beban berat dan memiliki kemampuan tidak baik dalam merawat pasien perilaku kekerasan.. Hasil uji