KEBIJAKAN SUBSIDI KESEHATAN BAGI RUMAH TANGGA MISKIN, KONSUMSI ROKOK DAN
PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2001 Dan 2004
Juanita, Laksono T, Ghufron A.M, Yayi S.P
Disampaikan pada Forum Nasional II Kebijakan Kesehatan di Makassar tgl 28 – 30 September 2011
Latar belakang
Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tinggi, 37,17 juta (16,58%) (BPS, 2007).
Berbagai program subsidi kesehatan telah dikucurkan pemerintah seperti JPS-BK (1998-1999), PPDSE-BK (2001), PKPS-BBM (2002-2004), JPK MM (2005).
Situasi Global :
WHO : memprediksi kematian akibat merokok di Asia akan meningkat hampir 4x lipat dari 1,1 juta tahun 1990 menjadi 4,2 juta tahun 2020 (World Bank, 1999).
Kematian akibat tembakau :
thn 2000 : 70 % di neg maju & 30 % neg berkembang, thn 2020 : 30 % neg maju & 70 % neg berkembang
Konsumsi tembakau turun di negara maju, tetapi naik pesat di negara berkembang, pertumbuhan jumlah perokok Indonesia tertinggi di dunia (Depkes, 2004).
Indonesia:
Jumlah batang rokok yang dikonsumsi no 5 di dunia Jumlah perokok no 3 di dunia (WHO, 2008) dengan 4.575 pabrik rokok (Dept Perindustrian, 2009),
perokok usia 15-19 th 13,2 % terbanyak (GYTS, 2007). Satu-satunya negara di Asia tidak menandatangani dan
belum meratifikasi FCTC
Regulasi terkait rokok masih lemah
Kebijakan Pengendalian Tembakau
WHO : Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) Konvensi Pengendalian Tembakau
Tujuan : melindungi generasi sekarang dan mendatang dari kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan, dan konsekuensi Ekonomi dari konsumsi tembakau serta paparan
asapnya (Komnas PMM, 2005). Indonesia :
UU No. 8/1999 : Perlindungan Konsumen
PP No. 81/l999PP No. 39/2003 PP No. 19/2003 Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
UU Kes 36/2009 - PP mendpt hambatan
Kebijakan lokal : Perda kawasan bebas rokok (Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya, Semarang, Surabaya).
Subsidi kes bagi rumah tangga miskin diberikan tanpa bersyarat harus berperilaku hidup sehat (tidak
merokok).
Di Mexico pemberian subsidi bagi rumah tangga miskin
(PROGRESA) dengan syarat khusus bagi penerima yaitu salah satunya harus berperilaku sehat (Gertler & Boyce, 2001).
• Indonesia akan memberlakukan askes secara menyeluruh,
perokok akan membebani pem dan merugikan peserta askes yg bukan perokok.
sumber biaya kes pajak (masy)
sbgian besar biaya kes untuk penyakit kronik ditanggung
Perumusan Masalah
apakah kebijakan pemberian subsidi kesehatan
berdampak pada perilaku merokok dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan pada
rumah tangga termiskin (kuintil 1) tahun 2001
dan tahun 2004?
Tujuan Penelitian
menganalisis dampak kebijakan pemberian
subsidi kesehatan bagi rumah tangga miskin
terhadap perilaku merokok dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan.
Manfaat Penelitian
•
Sebagai masukan bagi kebijakan kesehatan
dalam pencegahan peningkatan prevalensi
merokok, khususnya pada rumah tangga
miskin.
•
Sebagai masukan untuk perencanaan program
pemberian subsidi kesehatan bagi masyarakat
miskin.
•
Dapat memberikan sumbangan pengetahuan di
bidang kebijakan kesehatan masyarakat,
khususnya kebijakan pembiayaan kesehatan
bagi masyarakat miskin.
Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 5. Kerangka konsep penelitian
Variabel bebas : faktor sosiodemografi dalam perilaku merokok : - Pekerjaan - Pendidikan - Pendapatan - Jenis kelamin
- Lokasi tempat tinggal - Jaminan kesehatan
Kesehatan :
pemanfaatan faskes - Pola pencarian pelayanan kesehatan - Frekuensi ke rawat jalan - Frekuensi ke rawat inap - Jumlah biaya rawat jalan - Jumlah biaya rawat inap
Merokok : - Tipe perokok
- Pernah merokok sebnya - Jlh batang rokok
- Kebiasaan merokok di dalam rumah
- Usia mulai merokok - Biaya rokok
Kebijakan Subsidi Kes Gakin dan Kebijakan Pengendalian Tembakau Tahun 2001 dan 2004
Metode Penelitian
Jenis penelitian : kuantitatif dengan rancangan cross
sectional menggunakan data sekunder Susenas tahun 2001
dan 2004
Sampel : 69.166 RT (th 2001) dan 65.266 RT (2004)
Analisis data : Analisis univariabel dan Analisis bivariabel dengan program Stata
Pola merokok 2001 2004 KS Tdk KS Χ2 p KS Tdk KS Χ2 p Status merokok - Ya - Tidak 10,72 8,17 89,28 91,83 1,51 < 0,001 15,63 13,76 88,37 86,24 7,72 0,005 Merokok di rumah - Ya - Tidak 9,86 22,65 90,14 77,35 90,10 < 0,001 15,54 16,11 84,46 83,89 0,25 0,620
Tabel 2 Perbandingan status merokok tahun 2001 dan 2004
Pola Merokok Subsidi kesehatan ∆ Χ2 p Tidak subsidi ∆ Χ2 p 2001 2004 2001 2004 Status merokok - Ya - Tidak 901 367 1.233 604 36,85 5,41 <0,00 1 7.502 4.125 6.657 3.785 -11,26 1,42 0,234 Merokokdi rumah - Ya - Tidak 773 128 1.044 189 35,06 0,52 0,002 7.065 437 5.673 984 -19,70 313,37 < 0,001
Tabel . Pola pemanfaatan pelayanan kesehatan pada RT termiskin tahun 2001 dan 2004 Pola pemanfaatan pelayanan kesehatan 2001 2004 KS Tdk KS Χ2 p KS Tdk KS Χ2 p Mengobati sendiri - Ya Tidak
Jika mengobati sendiri* - Obat tradisional
- Obat modern - Obat lain - Buatan sendiri - Buatan pabrik
- Penjaja jamu gendong - Lain-lain 8,97 13,43 14,60 13,13 11,24 15,79 13,83 13,64 16,67 91,03 86,57 85,90 86,87 88,76 84,21 86,17 86,36 83,33 45,06 1,67 < 0,001 0,196 19,07 13,24 21,25 18,75 18,00 80,93 86,76 78,75 81,25 82,00 68,48 1,17 < 0,001 0,280 Rawat jalan: - Ya - Tidak Rawat inap: - Pernah - Tidak 13,26 9,39 8,03 9,85 86,74 90,61 91,97 90,15 22,21 0,51 < 0,001 0,476 19,42 13,56 24,79 14,87 80,58 86,44 75,21 85,13 60,15 8,96 <0,001 0,003
Jenis pengeluaran 2001 2004
KS (%) Tidak KS
(%)
KS (%) Tidak KS
(%) Tembakau dan sirih thd
non makanan 31,20 25,75 30,88 33,46 Pendidikan thd non makanan 5,60 6,53 3,33 2,86 Kesehatan thd non makanan 16,95 20,95 12,20 10,16
Tembakau dan sirih thd pendidikan
5,57 3,94 9,29 11,69
Tembakau dan sirih thd kes
1,84 1,23 2,53 3,29
Pembahasan
Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Kesehatan dengan Perilaku Merokok Kepala Rumah Tangga Termiskin
Program subsidi kesehatan yang diberikan belum terintergrasi dengan kebijakan pengendalian tembakau (perilaku tidak merokok). Di
Mexico pemerintah memberikan bantuan kepada rumah tangga
miskin dengan syarat harus berperilaku sehat (Gertler & Boyce, 2001). Pemberian subsidi bersyarat ini diharapkan dapat mengurangi
perilaku merokok rumah tangga miskin penerima bantuan.
Roberts et al. (2007) : mengusulkan reformasi sistem kesehatan dengan 5 Tombol Kendali (pembiayaan, pembayaran, organisasi,
Di Inggris, pemerintah memberikan insentif bagi warga yang tidak merokok dan bagi dokter yang menyadarkan asien untuk berhenti merokok (Chamim, 2007).
Konsumsi rokok memiliki potensi menjebak orang
miskin dalam lingkaran setan kemiskinan dan kesehatan yang buruk (John, 2005).
Beberapa hasil kajian di beberapa negara menyatakan bahwa jika pengeluaran rokok dialihkan pada makanan dapat meningkatkan kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi dan dapat
meningkatkan taraf hidup (Hu, 2002; Hu et al., 2005; Wang et al., 2006; Djibuti, 2007).
Teori ekonomi : perokok akan mengurangi konsumsi rokok, jika semua biaya menjadi tanggungan mereka, bila sebagian biaya dibebankan pada bukan perokok, maka mereka akan mengkonsumsi lebih banyak lagi (WB, 04).
Perokok miskin yang mendapat jaminan kesehatan, tidak menanggung beban biaya di masa depan akibat pilihan yang diambilnya.
Negara-negara dengan kondisi kesehatan dan pendidikan yang rendah, menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan
Masih rendahnya komitmen pemerintah dalam hal
penanganan dampak tembakau bagi kesehatan, dapat dilihat dalam Roadmap Indistri Hasil Tembakau, yaitu :
• Jangka pendek (2007-2010), pengembangan industri
hasil tembakau bertumpu pada pengembangan kesempatan kerja, penerimaan negara, dan
pemeliharaan kesehatan.
• Jangka menengah (2010-2015), prioritas pada
penerimaan negara, aspek kesehatan, dan penerimaan
tenaga kerja.
• Jangka panjang (2015-2020), prioritas pada kesehatan,
penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan negara (Departemen Perindustrian, 2009).
Cara pandang pemerintah yang lebih berpihak
pada aspek ekonomi dibandingkan kesehatan
masyarakatya, dapat disebut sebagai
kebijakan
bersifat myopik
, tidak melihat jauh ke depan
dampak dari kebijakan yang ada saat ini.
Pada jangka pendek, cukai rokok merupakan
sumber penerimaan pemerintah.
Namun, untuk jangka panjang, konsumsi rokok,
akan berdampak pada timbulnya berbagai
Rekomendasi Kebijakan Yang Diusulkan
1. Kebijakan Jaminan Kesehatan dikaitkan dengan Kebijakan Perilaku sehat.
2. Penerapan Kebijakan Pengendalian Tembakau lebih
ketat bagi daerah Bukan Penghasil Tembakau dan Tidak ada Industri Rokok
Kesimpulan
Ada perbedaan proporsi merokok pada rumah tangga
yang menerima subsidi kesehatan dan tidak menerima
subsidi kesehatan. Perbedaan ini secara statistik signifikan. Pemberian subsidi kesehatan berdampak pada proposi
merokok kepala rumah tangga.
Ada perbedaan pemanfaatan pelayanan rawat jalan pada
rumah tangga yang menerima subsidi kesehatan dan tidak menerima subsidi kesehatan.
Pada rumah tangga penerima subsidi kesehatan, ada peningkatan pemanfaatan rawat jalan pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 2001, dan secara statistik signifikan.
Ada perbedaan mean pengeluaran rokok pada rumah tangga yang menerima subsidi kesehatan dan tidak.
• Pengeluaran rokok > pengeluaran non makanan (proksi
dari kemampuan membayar).
Artinya, pengeluaran rokok melebihi kemampuan membayar rumah tangga untuk pelayanan kesehatan.
• Pengeluaran rokok > pengeluaran pendidikan dan
kesehatan.
Hal ini dapat memperburuk kemiskinan yang ada,
karena hilangnya kesempatan untuk berinvestasi pada sektor pendidikan dan kesehatan yang diharapkan
dapat mengeluarkan keluarga dari lingkaran kemiskinan.
Saran
Kebijakan jaminan kesehatan bagi rt miskin dikaitkan dengan isu merokok.
Perlu meningkatkan kesadaran di masyarakat bahwa tidak merokok adalah investasi, baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun negara melalui kegiatan penyuluhan di masyarakat, di sekolah-sekolah maupun di pelayanan kesehatan.
Layanan dukungan untuk berhenti merokok, dapat berupa penyediaan klinik bantuan konseling bagi perokok yang ingin menghentikan kebiasaan
merokoknya yang disediakan di puskesmas maupun di rumah sakit,