• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DISPLAY, KEPERCAYAAN MEREK, KEAKRABAN MEREK, PERSEPSI HARGA TERHADAP INTENSI PEMBELIAN DAN PEMBELIAN TAK TERENCANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DISPLAY, KEPERCAYAAN MEREK, KEAKRABAN MEREK, PERSEPSI HARGA TERHADAP INTENSI PEMBELIAN DAN PEMBELIAN TAK TERENCANA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 261

PENGARUH DISPLAY, KEPERCAYAAN MEREK, KEAKRABAN

MEREK, PERSEPSI HARGA TERHADAP INTENSI PEMBELIAN

DAN PEMBELIAN TAK TERENCANA

Adrian Hartanto1 Jony Oktavian Haryanto2

Abstract

For the last 10 to 15 years, big retail stores have started to sell their own private brand or store brand products. These products have become a popular choice among the majority of buyers. Buyers seem to have developed brand trust on store brand products as an alternative to the more expensive well-known brand products.

The objective of this study is to find out how significant the influence of display, brand trust, brand familiarity, and price perception are on the buying intention and impulsive buying of private brand products. The study involved 150 respondents from the customers of Indomaret Salatiga, using factor analysis and multiple regression analysis.

The study shows that display and brand familiarity significantly influence the buying intention of store brand products while brand trust and price perception have no significant influence on buying intention of the store brand products. This study also found that buying intention and price perception significantly influenced the impulsive buying of the store brand products while display have no significant influence on impulsive buying.

The result of the study therefore suggested that in order to increase display, brand trust and price perception, which significantly influences the customers’ buying decision, Indomaret should give more attention to product familiarity in order to build a clear and strong brand image.

PENDAHULUAN

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, maka dunia usaha berkembang semakin luas, kompleks, dan bervariasi. Salah satu usaha yang menarik dan sering berinovasi adalah usaha ritel. Usaha ritel atau eceran dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan untuk penggunaan bisnis (Utami, 2006). Usaha ritel memberikan harga produk yang relatif murah, display produk yang selalu terlihat segar, jenis produk yang lengkap dan tempat yang luas dalam berbelanja. Dengan swalayan, konsumen dapat langsung memilih apa yang mereka perlukan tanpa harus menunggu lama untuk dilayani oleh penjual (Utami, 2006).

Usaha ritel di Indonesia adalah sesuatu hal yang menarik untuk diteliti karena meskipun perekonomian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun usaha ritel modern di Indonesia tidak terkendala bahkan masih menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal itu dikarenakan potensi pasar di Indonesia masih cukup besar dan menguatnya usaha kelas menengah dan kecil. Menurut Susilo (2011), pertumbuhan

1

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

(2)

262 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 omzet dari sektor ritel modern sepanjang tahun 2010 diperkirakan tak lebih dari 9% dibandingkan 2009. Pertumbuhan sektor ritel masih menjanjikan namun, ada beberapa yang menjadi masalah dari daya beli konsumen. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan sektor ini pada bulan Januari 2010 yang hanya berkisar 5%. Data pada tahun 2011, usaha ritel akan tumbuh 13-15% karena pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita di atas US$ 3.000. Selain itu, daya beli konsumen juga masih bagus dan inflasi masih terkontrol 6-6,5%.

Banyak inovasi yang dilakukan para peritel mulai dari tempat, produk dan juga merek. Inovasi pada merek salah satunya adalah dengan private label. Private label adalah merek produk yang dibuat dan hanya tersedia untuk dijual oleh ritel (Utami, 2006:188). Banyak pendapat para ahli yang mengungkapkan bahwa private label telah ada dari seratus tahun yang lalu, namun tidak ada yang tahu pasti kapan dimulai dan dimana awal mula terjadinya. Ada beberapa pendapat ahli seperti pada abad kesembilan belas, ada pengecer bernama Macy dan Wanamaker mulai memproduksi produk mereka sendiri atau mengontrak produk yang akan diproduksi dengan pemasok yang mereka anggap memiliki standar yang tinggi untuk memastikan kualitas produk yang mereka jual. Tidak hanya memiliki barang yang diproduksi dengan nama mereka, tetapi kepuasan atas produk juga dijamin (Free Library, 2011).

Sejak awal, produk private label diproduksi untuk menjamin kualitas dan kepuasan pelanggan. Selama 10 sampai 15 tahun terakhir ini, produk private label telah muncul sebagai pilihan yang lebih disukai sebagian besar konsumen dan penawaran strategis pengecer besar. Menurut studi yang dilakukan oleh Meloche (2011) di US, konsumen yang membeli private

label mengalami peningkatan dari 12% pada tahun 1991 menjadi 41% pada tahun 2006.

Penggemar private label di Indonesia diperkirakan juga telah mulai terus mengalami peningkatan terutama untuk jenis produk tissu dan minyak goreng (Santoso, 2011). Menurut Kotler (2009), private label diperkirakan sebagai ancaman terbesar bagi merek nasional dan merek global dan diperkirakan juga bahwa suatu saat nanti, rantai supermarket akan menampung 50% private label.

Perkembangan private label ini menjadi fenomena menarik di Indonesia, yakni konsumen justru membeli produk dengan percaya akan kualitas dari merek toko yang mereka percaya bukan lagi konsumen membeli produk yang mahal dan dengan merek yang terkenal, sehingga perlu penelitian lebih lanjut sebenarnya faktor apakah yang menumbuhkan minat beli pada private label di usaha ritel dan faktor apa pula yang mendorong terjadinya pembelian tak terencana pada produk private label tersebut.

Pada penelitian ini, penulis mengambil Indomaret sebagai contoh kasus yang ingin diteliti. Indomaret merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari dengan luas penjualan kurang dari 200 m2. Indomaret telah mempunyai berbagai macam produk private label yang dipasarkan di setiap cabang Indomaret seperti kapas, cotton buds, tisu, air minum dalam kemasan, gula, pembalut, handuk, lap, snack, beras, pembersih, lampu, lilin, tusuk gigi, sikat, korek api, dll yang sudah mulai dijual tahun 2000. Hal ini sudah menandakan produk private label Indomaret sudah menjangkau hampir semua kebutuhan sehari-hari namun belum belum selengkap pengecer besar seperti Carrefour dan Hypermart yang manjangkau bahkan sampai popok bayi, minyak goreng, dll. Dalam Indomaret inipun terjadi fenomena yang menarik. Harga produk private label yang

(3)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 263 seharusnya dipersepsikan murah oleh konsumen namun kenyataan hanya berbeda sedikit lebih murah dibanding dengan merek terkenal, hal ini berbeda dengan private label yang ada di Carrefour yang dapat setengah dari harga produk terkenal. Sehingga dalam penelitian ini Indomaret dapat dianggap sesuatu hal yang menarik, apakah private label yang mulai disukai konsumen tersebut terjadi disini. Indomaret yang diteliti adalah kasus Indomaret di Jalan Pattimura dan Dr. Moewardi Salatiga. Hal ini dikarenakan lokasinya adalah di daerah perumahan dan dekat pusat kota serta masih dekat dengan pusat belanja yang lain seperti ADA BARU dan RAMAYANA, sehingga diharapkan dapat menemukan responden yang benar-benar berminat berbelanja di Indomaret. Usaha ritel Indomaret ini dirasa menarik untuk dilakukan penelitian studi lapangan mengenai private label yang ada di Indomaret serta faktor-faktor seperti display, kepercayaan merek, keakraban merek dan persepsi harga dapat berpengaruh terhadap Intensi pembelian pada private label kasus di Indomaret Salatiga dan apakah faktor dari display, intensi pembelian dan persepsi harga dapat berpengaruh terhadap pembelian tak terencana pada private label itu sendiri.

PERSOALAN PENELITIAN

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan tujuh masalah penelitian yaitu:

1. Apakah display berpengaruh terhadap intensi pembelian pada produk private label? 2. Apakah kepercayaan merek berpengaruh terhadap intensi pembelian pada produk private

label?

3. Apakah keakraban merek berpengaruh terhadap intensi pembelian pada produk private

label?

4. Apakah persepsi harga berpengaruh terhadap intensi pembelian pada produk private

label?

5. Apakah display berpengaruh terhadap pembelian tak terencana pada produk private label? 6. Apakah intensi pembelian berpengaruh terhadap pembelian tak terencana pada produk

private label?

7. Apakah persepsi harga berpengaruh terhadap pembelian tak terencana pada produk

private label?

TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Intensi pembelian

Menurut Bansal, Taylor & St. James (2005, dalam Wibowo, 2008), intensi terbentuk ketika suatu individu membuat rencana untuk melakukan suatu perilaku di waktu yang akan datang. Menurut Soderlund & Ohman (2003), ada tiga jenis yang membentuk intensi, yang dimana selama ini orang hanya beranggapan bahwa ada satu saja konstruksi intensi. Konstruksi itu adalah intensi sebagai harapan, intensi sebagai rencana, dan intensi sebagai keinginan.

Terdapat beberapa definisi dari intensi pembelian, antara lain: Niatan seseorang untuk membeli sebuah produk, dan merupakan salah satu cara awal bagi pemasar untuk dapat mempelajari serta memahami perilaku konsumen (Lestari, 2008); Kemungkinan subjektif individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu (Bansal et al., 2005 dalam Wibowo, 2008);

(4)

264 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 Suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengadakan pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut (Anoraga, 2000 dalam Wibowo, 2008); Kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001 dalam Lestari, 2008); Kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Mehta, 1994: 66 dalam Lestari, 2008); Unit dasar dalam jaringan rencana yang akan muncul ketika individu melakukan aktivitas kognitif yang berorientasi ke masa depan, seperti perencanaan, berangan-angan, perenungan, simulasi mental (Soderlund & Ohman, 2003). Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensi pembelian adalah perilaku konsumen yang berorientasi ke masa depan cenderung berkaitan untuk melakukan pembelian.

Ferdinand (2002: 129, dalam Dwityanti, 2008) mengemukakan ada empat indikator dari minat beli, yakni: Indikator pertama adalah minat transaksional. Minat transaksional merupakan kecenderungan seseorang untuk membeli produk. Indikator kedua adalah minat refrensial. Minat refrensial yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain. Indikator ketiga adalah minat preferensial. Minat preferensial yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan prefrensi produknya. Indikator keempat adalah minat eksploratif. Minat eksploratif menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat sifat positif dari produk tersebut.

Menurut Kotler (2009), kebanyakan perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian diproses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat kompleks, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli. Sehingga, fenomena yang sekarang terjadi, para pemasar ingin mempengaruhi minat beli dari konsumen dan setelah itu akan berdampak pada pembelian berulang ataupun dampak lain karena minat beli tersebut, ataupun pembelian hanya mungkin akan terjadi sekali ataupun tidak ada dampak yang lebih lanjut.

Display

Promosi penjualan adalah program promosi ritel dalam rangka mendorong terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan (Utami, 2006:215). Pada usaha ritel ada banyak jenis promosi penjualan salah satunya adalah display yang ada di toko. Display mempunyai beberapa definisi yaitu keinginan membeli sesuatu, yang tidak didorong oleh seseorang tapi didorong oleh daya tarik, atau oleh penglihatan ataupun oleh perasaan lainnya (Foster, 2008:72). Display adalah penataan produk yang akan ditawarkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pengecer (Berger, 1990). Menurut Foster (2008) mengutip Schultz dalam Buchari (2004:189) menuliskan, display berarti usaha mendorong perhatian dan minat

(5)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 265 konsumen pada toko atau barang dan mendorong keinginan membeli melalui daya tarik penglihatan langsung (direct visual appeal).

Display berada di dalam promosi point of purchase. Utami (2006) mengemukakan

bahwa titik penjualan dapat dilaksanakan dengan cara memajang produk (display) di counter, lantai, dan jendela (window display) yang memungkinkan ritel untuk mengingatkan para pelanggan dan sekaligus merangsang pola perilaku belanja tak terencana. Adakalanya pemajangan pada sebuah ritel disiapkan oleh pemasok atau produsen produk. Menurut Beger (1989), ada beberapa macam display yang ada pada usaha ritel, yakni: Pertama, floor stand yaitu merupakan salah satu bentuk display yang digunakan di pasar-pasar swalayan atau

department store yang berupa penataan produk dalam rak khusus di area tertentu di dalam

toko yang mempunyai ruang cukup luas; Kedua, counter yaitu merupakan salah satu bentuk

display yang sesuai dengan produk kosmetik, obat-obatan, parfum atau barang-barang yang

tidak memakan banyak tempat dan cocok bagi toko atau ritel outlet yang mempunyai ruang terbatas; Ketiga, display stand in front of chasier yaitu jenis display biasanya di depan meja kasir untuk menata produk ringan.

Biasanya konsumen akan melihat dan memilih sehingga salah satu cara untuk menjual produk adalah dengan membiarkan calon yang akan membeli produk akan melihat, meraba, mencicipi, mengendarai, dan lain sebagainya (Foster, 2008:72). Dari stimuli yang diberikan dari display tersebut, maka akan tercipta minat dari orang tersebut untuk membeli. Display merupakan salah satu aspek penting untuk menarik perhatian dan minat konsumen pada toko atau produk dan mendorong keinginan untuk membeli melalui daya tarik penglihatan langsung. Sebagai contoh, agar konsumen merasa betah berbelanja, maka diperlukan display atau tata letak produk yang menarik dengan menciptakan daya tarik penataan ruang dan penyusunan produk pada ritel, sehingga timbul minat beli konsumen untuk membeli barang tersebut. Dengan demikian bahwa display, memiliki peran penting dalam intensi pembelian. H1: Display berpengaruh terhadap intensi pembelian.

Kepercayaan Merek

Reast (2005) menuliskan bahwa: Kepercayaan (trust) sering didefinisikan sebagai ekspetasi umum dari kepercayaan individu terhadap perkataan orang lain; tingkatan dimana seseorang berpegang teguh, dan berharap pada perkataan, tindakan, dan keputusan dari orang lain dan keunikan dari tindakan konsumen; kesediaan pada rata-rata konsumen untuk berharap pada fungsi merek yang ditampilkan. Kepercayaan didefinisikan sebagai keyakinan tentang sesuatu yang diinginkan, akan ditemukan pada orang lain, lebih baik dari apa yang dikhawatirkan (Deutsch, 1973 dalam Ballester & Alema´n, 2005).

Dalam penelitian Reast (2005), menuliskan beberapa hal mengenai kepercayaan yaitu: kepercayaan merek dapat dianggap sebagai bagian dari “kredibilitas merek” (Keller and Aaker, 1992); pokok perkembangan dari kesetiaan (Berry, 1993; Reicheld dan Schefter, 2000); kekritisan dalam kesuksesan memperhatikan hubungan antara agen dengan klien (Labahn dan Kohli, 1997); komponen dari ekuitas merek (Dyson et al, 1996); dan hal penting dalam membangun hubungan yang kuat dengan konsumen (Urban et al, 2000).

Kepercayaan pada merek (Brand Trust), menurut Reast (2005) sebagai ekspetasi, dapat didasarkan pada kepercayaan konsumen bahwa merek mempunyai kualitas yang spesifik yang membuatnya konsisten, kompeten, jujur, bertanggung jawab, dan masih banyak

(6)

266 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 lagi. Kepercayaan merek adalah merupakan kesediaan atau kemauan konsumen dalam mengahadapi resiko terhadap merek yang dibeli akan memberikan hasil yang positif atau menguntungkan (Lau & Lee, 1999). Chaudhuri & Holbrook (2001 dalam Hartanto, 2009) mendefinisikan kepercayaan terhadap merek adalah kemauan dari rata-rata konsumen untuk bergantung pada kemampuan dari sebuah merek dalam melakukan segala atau fungsinya. Kepercayaan pada merek mempunyai makna implisit bahwa ada kemungkinan atau harapan yang tinggi bahwa suatu merek mempunyai hasil yang positif bagi konsumen. Kepercayaan oleh karena itu didefinisikan sebagai kenyamanan yang ditemukan dari orang lain (Deutsch, 1973 dalam Ballester & Alema´n, 2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merek adalah kesediaan dan kemauan konsumen untuk percaya kepada produk yang dibeli dan menghadapi resikonya.

Kepercayaan merek terbagi menjadi dua dimensi (Ballester & Alema´n, 2005) yaitu dimensi realibilitas (reliability), kompetensinya didasarkan pada hal yang bersifat alamiah, meliputi kemampuan dan kesediaan untuk menepati janji dalam memuaskan kebutuhan konsumen. Dimensi kedua adalah minat (intention), yang terdiri dari atribut dari minat terhadap merek barang dalam hubungannya dengan keinginan dan kesejahteraan konsumen, sebagai contoh ketika masalah yang tidak diduga dengan kenaikan produk. Sebagai konsekuensinya, merek yang terpercaya adalah merek yang secara konsisten menjaga janji akan nilainya pada konsumen melalui berbagai cara pengembangan, produksi, penjualan, jasa, dan iklan pada produk.

Menurut Kotler (2009), konsumen membentuk pilihan terhadap merek dalam kumpulan yang dapat dipilih. Konsumen juga akan membentuk minat beli terhadap merek yang paling dia pilih. Kasus tersebut dapat dikatakan ada hubungan antara merek yang konsumen percaya terhadap minat beli pada suatu produk. Sebagai contoh, menurut Kotler (2009), dalam melaksanakan intensi membeli untuk mobil, konsumen mungkin akan membuat lima bagian keputusan yaitu brand, dealer, quantity, timing, dan payment method. Konsumen akan memilih merek terlebih dahulu dalam menentukan pembelian dan kebanyakan merek yang konsumen pilih adalah merek yang konsumen percaya. Konsumen akan memilih merek yang mendapat kepercayaan dari konsumen, maka diharapkan minat untuk membeli produk tersebut menjadi meningkat dan konsumen tidak ragu lagi dalam memilih merek yang dipercaya karena menurut penelitian Riana (2008), konsumen seringkali berinteraksi dengan merek seolah-olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian bahwa kepercayaan merek, memiliki peran penting dalam intensi pembelian.

H2: Kepercayaan merek berpengaruh terhadap intensi pembelian.

Keakraban Merek

Menurut Carrillat, Lafferty & Harris (2005), keakraban merek (brand familiarity) dapat diartikan sebagai tingkatan pengalaman langsung maupun tidak langsungnya pada konsumen terhadap suatu produk atau merek. Sehingga keakraban merek juga dapat diartikan seberapa akrab konsumen terhadap suatu merek. Pengetahuan konsumen tentang merek yang terkenal dikarakteristikkan dengan asosiasi terstruktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan mereka tentang merek yang kurang terkenal. Penelitian menunjukkan bahwa

(7)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 267 merek yang lebih familiar mempunyai kapasitas teori yang lebih dibutuhkan untuk memproses perkumpulan/asosiasi terdahulu yang berhubungan dengan suatu merek, dan konsekuensinya lebih sedikit sumber daya yang tersedia untuk memproses informasi baru.

Merek yang menjadi leader dari setiap produk memiliki kedekatan (keakraban) dan ditonjolkan dari proporsi pangsa pasar, karena konsumen akan lebih memilih merek ini ketika melakukan pembelian, dan hanya akan menjadikan merek lain sebagai cadangan.Walaupun keakraban merek tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan, kebanyakan pemasar masih mempertimbangkan tujuan utama yang diinginkan dari keakraban merek.

Menurut Johnson & Russo (1986), keakraban terhadap beberapa tingkatan produk mempunyai beberapa hasil yang berbeda yang mana dari tiap hal itu mungkin dapat mempengaruhi kemampuan dalam memproses informasi oleh konsumen dalam beberapa cara. Keakraban dapat memberikan keuntungan lebih daripada konsumen baru terhadap suatu produk. Seperti yang disarankan oleh Bettman & Park (1980 dalam Johnson & Russo, 1986), bahwa pengetahuan mereka tentang produk dapat mengurangi pencarian dari konsumen terhadap produk saat mereka mempertimbangkan beberapa alternatif yang ada.

Penelitian Khasawneh (2010), menuliskan hasil yang ditemukan di Yordania bahwa konsumen benar-benar mempertimbangkan merek sebagai isyarat penting bagi nama produk dan membuat keputusan pembelian mereka. Menurut studi lain yang ada pada konsumen di Yordania mereka menghargai produk dengan merek yang sudah mereka kenal kuat (akrab). Konsumen setuju bahwa produk lebih dapat dipercaya dan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk lain tanpa nama merek atau dengan tidak diketahui nama merek.

Suatu merek yang telah akrab kepada konsumen atau lebih dikenal diharapkan akan lebih dipilih oleh pembeli daripada merek yang tidak dikenal. Sebagai contoh penelitian Loginova (2009), menyatakan konsumen dibedakan dalam dua dimensi yaitu, konsumen yang sangat memilih macam produk dan yang lain mempunyai tingkat yang pasti dari pengetahuan sebuah kategori produk yang spesifik. Contoh kasus yang mendukung adalah saat pada awalnya, perusahaan memproduksi produk yang standar. Apabila perusahaan yang satu memberikan produk yang berbeda (customization). Setengah dari konsumen yang membeli dari perusahaan satu dan yang setengah lagi dari perusahaan lain. Konsumen yang akrab dengan produk (yang pernah membeli dari perusahaan ini pada waktu lalu) dapat dengan mudah mengenali kebutuhannya kepada karakteristik yang tepat dari merek tersebut. Konsumen yang tidak akrab dengan merek tersebut mempunyai kesulitan dalam menyatakan pilihannya. Pengetahuan dari kategori yang spesifik adalah penting sekali disini. Menurut Kania (2001 dalam Youl-Ha, 2004), keakraban terhadap perusahaan atau merek dapat menghasilkan kepercayaan yang lebih tinggi, kecuali konsumen memiliki persepsi negatif terhadap merek tersebut. Dengan demikian bahwa keakraban merek, memiliki peran penting dalam intensi pembelian.

H3: Keakraban merek berpengaruh terhadap intensi pembelian.

Persepsi Harga

Kotler (2009) mendefinisikan persepsi sebagai proses di mana individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Menurut Simamora (2003), adalah bagaimana orang melihat dunia sekitar.

(8)

268 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 Faktor harga pada suatu produk juga memainkan persepsi dari konsumen. Menurut Monroe (2007) dalam konteks ekonomi, harga umumnya dipandang sebagai jumlah uang yang harus dikeluarkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Monroe (2007), menjelaskan harga sebagai suatu perbandingan (rasio) formal yang mengindikasikan kuantitas uang (atau barang dan jasa) yang diperlukan untuk memperoleh suatu jumlah barang atau jasa. Persepsi harga adalah persepsi nilai konsumen mewakili suatu timbal balik antara kualitas atau manfaat yang mereka persepsikan dalam produk yang terkait dengan pengorbanan yang mereka persepsikan dengan membayar harganya (Monroe, 2007). Dalam penelitian tentang harga, konsumen ada yang memperhitungkan harga sebagai kriteria yang paling penting dalam memilih produk ada yang kurang memperhatikan (Foster, 2008:57).

Menurut Kotler (2009), konsumen semakin bergantung pada private brand, yang dapat menghemat biaya 30%. Sebagai contoh, rantai toko obat Walgreen di AS mengeluarkan merek Walgreen di hampir semua kategori dengan harga separuh dari merek nasional dan menjadi pilihan konsumen. Hal ini dapat dikatakan, persepsi dari konsumen terhadap harga yang lebih murah dari private label telah mempengaruhi minat beli dari konsumen. Sehingga persepsi tentang harga yaitu murah menjadi faktor yang penting dalam menentukan kosumen membeli sebuah produk dan perlu ditinjau seberapa pengaruhnya terhadap private label. Dengan demikian bahwa persepsi murah, memiliki peran penting dalam intensi pembelian. H4: Persepsi harga berpengaruh terhadap intensi pembelian.

Pembelian tak Terencana

Menurut penelitian Yusriyanti (2008), menuliskan perilaku konsumen yang tidak merencanakan sebelum membeli ini disebut dengan istilah impulsive buying. Pembelian

impulsive adalah sebagian dari pembelian yang tidak terencana, disebabkan oleh ekspose dari

rangsangan dan diputuskan langsung di lokasi belanja (Premananto, 2007 dalam Fitriani 2010). Konsumen dengan perilaku pembelian tak terencana tidak berpikir terlebih dahulu dalam memutuskan membeli suatu produk. Perilaku ini dapat dimanfaatkan peritel dengan promosi di dalam toko sebagai stimulus dengan menarik minat konsumen membeli produk. Dalam penelitian terdahulu oleh Tirmizi (2009), menuliskan penelitian Cobb & Hoyer (1986) yang mendefinisikan impulsive buying sebagai suatu pembelian tidak terencana dan definisi ini juga dapat ditemukan dalam penelitian Kollat dan Willett (1967). Beatty & Ferrell (1998) dalam Mulianingrum (2010) mendefinisikan pembelian tak terencana sebagai pembelian seketika itu juga, yang sebelumnya tidak memiliki tujuan untuk membeli suatu barang.

Menurut Koski (2004) mengungkapkan bahwa meskipun tradisi yang panjang terhadap pembelian tak terencana terjadi, masih saja terjadi beberapa kontroversi terhadap konsep pembelian tak terencana. Sebagai contoh, Piron (1991,511) dalam Koski (2004) mengidentifikasikan ada tiga belas dimensi yang berbeda atau elemen bagan dari definisi pembelian tak terencana ditambah satu dimensi pada saat itu pada daftar. Dimensi ini kurang lebih sekarang ada di dalam studi pembelian yang diselenggarakan pada 1945-1987. Dimensi tersebut adalah: pembelian tak direncana, menanggapi rangsang, perencanaan bebas untuk keuntungan yang ditawarkan, mencari sensasi, pembuatan keputusan seketika, hasil dari proses pertimbangan, tidak menanggapi masalah lampau, tidak ada prioritas, tindakan

(9)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 269 tiba dan spontan, bagian dari ketidak seimbangan psikologi, pengurangan evaluasi kognitif, tidak ada evaluasi akibat, dan on-the-spot” (Koski, 2004).

Menurut penelitian Fitriani (2010) mengutip Rook (1987 dalam Engel,et al., 1995), pembelian tak terencana mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik ini seperti; Pertama, spontanitas yaitu pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan; Kedua, kekuatan, tak terencana, dan intensitas, hal ini memungkinkan ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika; Ketiga, kegairahan dan stimulasi yaitu desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan, menggetarkan, atau liar.; Keempat, ketidakpedulian akan akibat yaitu desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Menurut Fitriani (2010), perilaku konsumen yang menarik di dalam toko ritel modern yaitu adanya perilaku pembelian tak terencana. Pembelian tak terencana adalah bagian dari sebuah kondisi yang dinamakan “unplanned purchase” atau pembelian yang tidak direncanakan yang kurang lebih adalah pembelanjaan yang terjadi ternyata berbeda dengan perencanaan pembelanjaan seorang konsumen. Mayoritas pembelian dipasar swalayan dilakukan dengan cara tak terencana, khususnya bila pemaparan sebelumnya terhadap iklan telah membangun semacam pengenalan mereka (Engel,et al., 1995) dalam Mulyaningrum (2010). Banyak faktor yang menyebabkan pembelian tak terencana salah satunya adalah

display. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga

konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut (Mulyaningrum, 2010).

Penelitian lain menurut Ping Liang (2008 dalam Mulyaningrum, 2010), menjelaskan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembelian tak terencana yaitu stimulus pemasaran yang disajikan oleh perusahaan seperti periklanan atau diskon daya pikat istimewa dari sebuah produk dan display produk. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa display dapat memungkinkan ritel untuk mengingatkan para pelanggan dan sekaligus merangsang pola perilaku belanja tak terencana (Utami, 2006). Sebagai contoh, display pemotongan harga 50% yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen dan akan menimbulkan pembelian tak terencana. Penelitian tersebut dapat menjelaskan bahwa display juga memiliki peranan yang penting terhadap keputusan pembelian tak terencana konsumen. Dengan demikian bahwa display, memiliki peran penting dalam pembelian tak terencana.

H5: Display berpengaruh terhadap pembelian tak terencana.

Pembelian tak terencana memiliki kecenderungan untuk membeli berdasar pada tindakan yang sangat kuat dan dorongan keras (Assael, 2001 dalam Tirmizi, 2009), serta penelitian lain oleh Rook (1987 dalam Fitriana, 2010) melaporkan bahwa pembelian tak terencana biasanya terjadi ketika seorang konsumen merasakan motivasi yang kuat yang berubah menjadi keinginan untuk membeli barang langsung.

Berdasarkan penelitian terdahulu dalam Fitriani (2010), beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukan pembelian tak terencana diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang ada pada diri seseorang yaitu pada suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah di dorong sifat

(10)

270 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 hedonis atau tidak. Dan faktor eksternal yang mempengaruhi pembelian tak terencana yaitu pada lingkungan toko dan promosi yang ditawarkan oleh toko.

Minat beli juga merupakan salah satu faktor internal yang ada pada diri konsumen karena minat beli merupakan karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan yang sangat komplek dan akan memotivasi konsumen untuk membeli yang sering disebut minat untuk membeli dan setelah itu akan berdampak pada pembelian tak terencana. Sebagai contoh, konsumen yang telah berminat pada produk A, pasti tanpa disadari tidak ragu untuk membeli produk A saat produk tersebut ia butuhkan. Dengan kata lain melalui intensi pembelian dapat memberikan rangsangan untuk membuat keputusan pembelian tak terencana.

H6: Intensi pembelian berpengaruh terhadap pembelian tak terencana

Beatty & Ferrel (1998 dalam Mulyaningrum, 2010), memberi definisi pembelian tak terencana adalah pembelian yang seketika yang tidak mempunyai tujuan atau sasaran sebelumnya untuk membeli komoditas serta Stern (1962 dalam Tirmizi et.al., 2009) menemukan bahwa produk dibeli tak terencana biasanya murah.

Dari definisi diatas, dapat dikatakan produk yang dapat dibeli secara tak terencana dapat dipengaruhi oleh faktor yang dapat memotivasi konsumen secara kuat dan ditemukanlah bahwa produk yang dibeli tak terencana biasanya murah. Persepsi murah dari suatu produk dapat menjadi dorongan untuk dibeli tanpa terencana. Sebagai contoh, orang tidak akan berpikir panjang apabila menghadapi harga diskon yang murah. Dengan demikian bahwa persepsi murah, memiliki peran penting dalam pembelian tak terencana.

H7: Persepsi Harga memiliki pengaruh positif terhadap pembelian tak terencana.

MODEL PENELITIAN

Model adalah representasi penyederhanaan dari hubungan antar konsep (Ghauri, 1995 dalam Supramono & Haryanto; 2005:42). Berdasarkan yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai pengaruh berbagai variabel, maka dirumuskan ke dalam model penelitian bahwa faktor display, kepercayaan merek, keakraban merek dan persepsi harga yang merupakan variabel independen dapat berpengaruh terhadap intensi pembelian yang merupakan variabel dependen. Selanjutnya faktor dari display, intensi pembelian dan persepsi harga dapat berpengaruh terhadap pembelian tak terencana.

Gambar 2. Model Penelitian H1 H2 H3 Display Intensi Pembelian Kepercayaan Merek Keakraban Merek Persepsi Harga H4 Pembelian tak terencana H7 H5 H6

(11)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 271

METODE PENELITIAN

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah judgment sampling yaitu penelitian berdasarkan kriteria tertentu untuk memilih sampel yang diharapkan memiliki informasi yang akurat (Supramono & Haryanto, 2005). Berdasarkan pertimbangan aspek praktis seringkali penentuan besaran sampel mengacu pendapat ahli tertentu. Menurut Roscoe (1975 dalam Supramono & Haryanto, 2005) mengajukan rules of thumb sebagai ukuran sampel yang layak adalah berkisar antara 30 – 500 dan dalam multivariat analisis (termasuk regresi berganda), sehingga penulis mengambil sampel 150 karena dianggap dapat memenuhi jumlah responden yang dibutuhkan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, yaitu data mengenai display, kepercayaan merek, keakraban merek, dan persepsi harga terhadap intensi pembelian serta pengaruh lain dari display, intensi pembelian dan persepsi harga terhadap pembelian tak terencana. Sumber data primer penelitian ini adalah responden laki-laki maupun perempuan yang kebetulan bertemu di Indomaret Salatiga saat sedang membeli produk private label Indomaret.

TEKNIK ANALISIS

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Teknik analisis regresi adalah metode statistik yang digunakan untuk menentukan kemungkinan bentuk hubungan antar variabel. Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda , dengan penyelesaian menggunakan program SPSS versi 15,0. Analisis regresi berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel dependen bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi yang mana variabel independen dalam regresi berganda harus lebih dari dua. Penelitian ini menggunakan analisis regresi pada tingkat signifikan 0,05 atau 5. Model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Rumus I:

Y1= α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + е

Dimana

Y1= Intensi pembelian , X1= Display, X2= Kepercayaan Merek, X3= Keakraban Merek, dan

X4= Persepsi Harga

Rumus II:

Y2= α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + е

Dimana:

Y2= Pembelian tak Terencana, X1= Display, X2= Intensi Pembelian, dan X3= Persepsi Harga

ANALISIS DATA

Sebelum penyebaran kuisioner yang sebenarnya, dilakukan penyebaran pra-kuesioner sebanyak 30 responden. Dari hasil penyebaran itu, telah menghasilkan indikator yang baik dalam penelitian karena yang tidak valid dapat dibuang dan diperbaiki. Dari hasil penyebaran

(12)

272 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 kuesioner yang telah diberikan kepada 150 orang responden, yaitu potential consumer private

label Indomaret, maka diperoleh data yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan alat atau instrumen yang digunakan untuk menganalisis beberapa variabel dari sebuah penelitian yang dititikberatkan pada teori dan kenyataan sesungguhnya serta menganalisis hubungan (interkorelasi) antar variabel tersebut untuk mengetahui apakah variasi-variasi yang muncul berasal atau berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variasi yang ada pada variabel. Dalam penelitian ini, indikator masing-masing konstruk harus memiliki factor loading yang signifikan terhadap konstruk yang diukur maka dalam penelitian ini pengujian validitas instrument yang digunakan adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan SPSS FOR WINDOWS versi 15.0, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor

loading yang lebih dari 0,5 (Hair et al., 2002). Dalam CFA juga harus melihat output dari rotated component matrix yang harus dapat ekstrak secara sempurna. Jika masing-masing

item pertanyaan belum ekstrak secara sempurna, maka proses pengujian validitas dengan faktor analisis harus diulang dengan cara menghilangkan item pertanyaan yang memiliki nilai ganda (Hair et al., 2002). Indikator empirik yang valid tersebut selanjutnya yang boleh dianalisis lebih lanjut yaitu dengan analisis regresi (melala, 2006).

Analisis Regresi Berganda

Pengaruh display, kepercayaan merek, keakraban merek dan persepsi harga terhadap intensi pembelian dan pengaruh intensi pembelian, display dan persepsi harga terhadap pembelian tak terencana.

Tabel. 4 Hasil Penelitian

Hipotesis Pernyataan Hipotesis Sig.

Signifikan / Tidak Signifikan

H1

Display berpengaruh terhadap intensi

membeli produk private label .000 Signifikan

H2

Kepercayaan merek berpengaruh terhadap

intensi membeli produk private label .091 Tidak Signifikan

H3

Keakraban merek berpengaruh terhadap

intensi membeli produk private label .000 Signifikan

H4

Persepsi harga berpengaruh terhadap

(13)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 273

H5

Display berpengaruh terhadap pembelian

tak terencana produk private label .078 Tidak Signifikan

Hipotesis Pernyataan Hipotesis Sig.

Signifikan / Tidak Signifikan

H6

Intensi pembelian berpengaruh terhadap pembelian tak terencana produk private

label

.006 Signifikan

H7

Persepsi harga berpengaruh terhadap pembelian tak terencana produk private

label

.000 Signifikan

Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh Display Terhadap Intensi Membeli Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa display berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk private label Indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0,000 yang berada di bawah batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H1 didukung oleh data.

Dalam display Indomaret penataan produk merek indomaret telah dapat menarik minat konsumen, hal ini juga didukung oleh keadaan penataan toko yang telah rapi seperti ciri khas ritel modern dan menawarkan kenyamanan belanja seperti bersih. Hal tersebut membuat konsumen dapat dengan lama memilih produk dalam hal ini, produk merek Indomaret yang kebanyakan ditempatkan berjajar di bagian belakang toko Indomaret di semua cabang penempatan yang sama berada di bagian belakang Indomaret namun juga ada yang ditempatkan disebelah produk sejenisnya. Dengan penataan tersebut, ternyata telah membuat timbulnya minat pada produk merek Indomaret tersebut. Konsumen akan memilih produk yang mereka butuhkan, saat konsumen menjumpai produk merek Indomaret di bagian belakang toko ataupun di antara produk sejenis, konsumen akan memegang dan memilih sehingga lama-kelamaan konsumen akan tertarik dan timbul minat untuk membeli karena produk Indomaret juga telah dianggap produk yang sudah cukup baik.

Hal ini didukung dengan teori Foster (2008) mengutip Schultz dalam Buchari (2004:189) menuliskan, display berarti usaha mendorong perhatian dan minat konsumen pada toko atau barang dan mendorong keinginan membeli melalui daya tarik penglihatan langsung (direct visual appeal). Biasanya orang akan melihat - lihat menjadi salah satu cara untuk menjual barang ialah dengan membiarkan calon yang akan membeli produk akan melihat, meraba, mencicipi, mengendarai, dan lain sebagainya (Foster, 2008:72). Sehingga dari konsumen yang melihat secara langsung dan penataan yang produk Indomaret secara langsung tersebut dan lama-kelamaan akan tercipta minat pada produk merek Indomaret tersebut karena setelah dilihat dapat mendapat persepsi bahwa produk merek Indomaret itu juga bagus. Hal ini juga didukung oleh pernyataan konsumen seperti:

(14)

274 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 “Saya sering melihat produk merek Indomaret yang ada di Indomaret saya rasa

bagus juga untuk dibeli”. (Efendi, 52 tahun)

“Saya rasa minuman merek Indomaret dan merek Aqua rasanya sama saja jadi saya rasa bagus juga merek Indomaret” (Junaidi, 50 tahun)

Dengan demikian, pada kasus private label Indomaret ini menyatakan bahwa

display dari Indomaret sendiri cenderung mempengaruhi intensi membeli produk private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan dan didukung

oleh data.

2. Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Intensi Membeli Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kepercayaan merek berpengaruh tidak signifikan terhadap intensi membeli produk private label Indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0,091 yang berada di atas batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H2 tidak didukung oleh data.

Dalam penelitian ini, responden tidak terpengaruh untuk membeli produk private label Indomaret. Indomaret belum berhasil membangun kepercayaan dari produk merek mereka. Seharusnya dengan private label, produk langsung dikenal dan dipercaya masyarakat (Irawan, 2009). Namun jika harus dibandingkan dengan kesuksesan Carrefour, 90% private label Carrefour merupakan industri rumahan. Private label ini kualitasnya terjamin karena telah melalui serangkaian proses yang ketat sebelum masuk ke toko, mulai dari proses sebelum produksi sampai pemeriksaan kualitas produk secara berkala yang melibatkan analisa independen. Pemeriksaan ini berguna untuk menjaga mutu produk (Kadarman, 2009).

Sehingga dari penjelasan berikut itu, produk merek Indomaret masih belum mendapat kepercayaan yang kuat dibanding merek lain yang telah terkenal karena penyajian produk yang dirasa kurang seperti pengemasan yang kurang menarik. Sehingga hal ini juga didukung oleh pernyataan Kotler (2009), dalam melaksanakan intensi membeli untuk mobil, konsumen mungkin memilih merek terlebih dahulu dalam menentukan pembelian dan kebanyakan merek yang konsumen pilih adalah merek yang konsumen percaya. Merek Indomaret dalam hal ini tidak mendapat kepercayaan konsumen sehingga minat mereka terhadap merek tersebut juga tidak tercipta.

Pernyataan – pernyataan responden tentang produk merek Indomaret adalah saat dibandingkan dengan merek yang sudah terkenal, responden masih menyukai merek yang terkenal karena kebanyakan di Indonesia konsumen percaya nama besar merek sebagai tolak ukur produk tersebut bagus dan Indomaret masih dianggap kualitas lokal dan Carrefour kualitas impor. Dan berikut ini adalah pernyataan responden yang mendukung :

“Kalau disuruh memilih produk merek Indomaret minuman merek Indomaret dan Aqua, saya masih percaya kualitas merek Aqua karena saya memilih Indomaret

(15)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 275 “Saya suka beli tissue indomaret karena lebih murah tetapi ya kalau untuk muka ya

tetap saya pilih yang bagus bukan indomaret (Lisa, 20 tahun)

Kepercayaan merek cenderung tidak mempengaruhi intensi membeli produk

private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak signifikan

dan tidak didukung oleh data.

3. Pengaruh Keakraban Merek Terhadap Intensi Membeli Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa keakraban merek berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk private label Indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0,000 yang kurang dari batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H3 didukung oleh data.

Menurut studi pada konsumen di Yordania oleh Khasawneh (2010), konsumen menghargai produk dengan merek yang sudah mereka kenal kuat. Konsumen setuju bahwa produk itu lebih dapat dipercaya dan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk lain tanpa nama merek atau dengan tidak diketahui nama merek. Suatu merek yang telah akrab (familiar) kepada konsumen atau lebih dikenal akan lebih dipilih oleh pembeli daripada merek yang tidak dikenal. Sehingga dapat disimpulkan, Indomaret telah membuat merek mereka telah dikenal oleh banyak orang dan kepercayaan merek akrab di benak konsumen. Walaupun produk merek Indomaret belum dipercaya lebih oleh konsumen sebagai merek lokal yang mempu bersaing namun merek toko tersebut telah akrab dibenak masyarakat. Sehingga dapat pula terkadang menjadi pilihan konsumen dibandingkan merek pabrik lain yang tidak mereka kenal. Menurut survey, 90% orang telah mengetahui produk merek Indomaret. Dan berikut ini adalah pernyataan responden yang setuju.

“Saya sering membeli produk Indomaret, terutama produk cairan pembersih. Karena keluarga saya sering pakai dan saya rasa juga bagus.” (Ida, 35 tahun).

Saya dan teman-teman saya suka belanja di indomaret dan produk merek indomaret ya saya juga sering jumpai, saya rasa bagus juga (Venny, 20 tahun) Dengan demikian, pada kasus private label Indomaret ini menyatakan bahwa keakraban merek mempengaruhi intensi membeli produk private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan dan didukung oleh data.

4. Pengaruh Persepsi Harga Terhadap Intensi Membeli Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Persepsi Harga berpengaruh secara tidak signifikan terhadap intensi membeli produk private label indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0,679 yang berada di atas batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H4 tidak didukung oleh data.

Persepsi murah terhadap produk merek Indomaret belum tercipta di benak konsumen dikarenakan merek masih berperan penting dalam pembelian. Banyak berpendapat bahwa Indomaret adalah toko yang sebenarnya mahal dibanding ADA BARU ataupun

(16)

276 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 Ramayana, sehingga konsumen juga mempersepsikan bahwa merek toko mereka juga murah yang bohong. Seharusnya persepsi murah pada private label terjadi yaitu menurut Kotler (2009), konsumen semakin bergantung pada private brand, yang dapat menghemat biaya 30%. Serta dari komentar beberapa responden dapat dilihat bahwa konsumen tidak terpengaruh persepsi murah seperti berikut :

“Coba bandingkan aqua botol kecil ini dengan minuman merek Indomaret ini, hanya botolnya saja yang kelihatan besar namun ternyata lebih sedikit isinya

dibanding aqua, ya mending pilih aqua.”(Yanto,45 tahun).

“Apabila saya suruh pilih aqua yang lebih mahal atau minuman merek Indomaret yang lebih murah tetap saya pilih aqua karena saya rasa lebih enak.” (Robin, 20 tahun) Karena kurang setuju dengan hasil ini, penulis mencoba membandingkan dengan harga private label di Carrefour, namun benar bahwa Carrefour dapat mengeluarkan harga produk merek toko mereka benar-benar murah sehingga inilah yang membedakan persepsi murah di Carrefour benar terjadi dan di Indomaret belum terjadi. Dengan demikian, pada kasus private label Indomaret ini menyatakan bahwa persepsi harga cenderung tidak mempengaruhi intensi membeli produk private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak signifikan dan tidak didukung oleh data.

5. Pengaruh Display Terhadap Pembelian Tak Terencana Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa

display tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian tak terencana produk private label indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan

tingkat signifikan sebesar 0,078 yang berada di atas batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H5 tidak didukung oleh data.

Penataan produk merek Indomaret tidak mempengaruhi pembelian tak terencana konsumen. Setelah ditinjau ulang di toko Indomaret dirasa memang kurang menarik apabila dilihat secara sepintas karena dari pengemasan produk Indomaret yang kurang menarik juga menjadi hal yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan konsumen. Kemasan yang terasa kurang baik tersebut menjadi pengaruh pilihan konsumen, sehingga disamping display produk yang kurang terlihat dan jarang ditonjolkan, kemasan juga membuat persepsi orang yang melihat menjadi langsung melewatkan untuk melihat lebih jauh produk merek Indomaret. Hal ini didukung pula dengan survey yang mencoba membandingkan dengan keberhasilan Carrefour. Carrefour ternyata banyak sekali menonjolkan produk merek toko mereka, bahkan di depan kasir dengan iklan LCD.

Hal ini didukung dengan penelitian menurut Ping Liang (2008 dalam Mulyaningrum, 2010), menjelaskan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembelian tak terencana yaitu stimulus pemasaran yang disajikan oleh perusahaan seperti periklanan atau diskon daya pikat istimewa dari sebuah produk dan display produk seperti display pemotongan harga 50% yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen dan akan menimbulkan pembelian tak terencana. Sehingga dalam hal ini, display yang kurang

(17)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 277 ditonjolkan pada produk merek Indomaret menjadi kunci bahwa pembelian tak terencana ini tidak terjadi.

Biasanya pemilihan produk saat konsumen berbelanja di swalayan adalah dengan scanning dan apabila produk kurang ditonjolkan maka seringkali tidak akan terjadi produk terpilih untuk dibeli. Sehingga penataan produk merek Indomaret tidak berhasil membangkitkan keinginan tiba-tiba dalam pembelian. Dari komentar beberapa responden dapat dilihat bahwa konsumen terpengaruh terhadap display produk merek Indomaret seperti berikut :

“Saya sering melihat produk merek Indomaret namun saya rasa biasa saja seperti terkesan barang murah.” (Minah, 37 tahun).

“Saya punya waktu sedikit untuk belanja, saya ambil barang yang di depan saja, kalau merek Indomaret belakang-belakang jadi malas ” (Maria, 43 tahun)

Sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan penataan yang kurang ditonjolkan atau kurang terlihat tidak membuat konsumen langsung membeli produk merek Indomaret Dengan demikian, pada kasus private label Indomaret ini menyatakan bahwa display cenderung tidak mempengaruhi pembelian tak terencana produk private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak signifikan dan tidak didukung oleh data.

6. Pengaruh Intensi Pembelian Terhadap Pembelian Tak Terencana Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa intensi pembelian berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian tak terencana produk private

label indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat

signifikan sebesar 0,006 yang berada di atas batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H6 didukung oleh data.

Menurut Fitriani (2010), beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukan pembelian tak terencana diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Minat beli dapat menjadi dorongan yang sangat kuat dalam konsumen membeli barang tak terencana yang dikategorikan dari faktor internal. Dan minat beli dari produk merek Indomaret telah tercipta, dalam hal ini, Indomaret telah menjelma menjadi toko yang dikenal masyarakat dan konsumen Indomaret cukup banyak, sebagian besar ibu-ibu yang membeli kebutuhan seperti gula, sabun, ataupun mahasiswa yang membeli tissu atau minuman dan banyak lagi. Konsumen yang telah berminat terhadap merek Indomaret tersebut sering kali tanpa terencana langsung membeli produk merek Indomaret karena mereka sebelumnya telah mempunyai minat oleh produk-produk tersebut dari. Apabila membutuhkan suatu jenis produk, apabila konsumen yang sudah memiliki minat terhadap Indomaret itu sendiri, mereka secara tidak sadar sering membeli produk merek Indomaret tersebut. Dari komentar beberapa responden dapat dilihat bahwa konsumen terpengaruh terhadap Intensi Pembelian produk merek Indomaret seperti berikut :

“Saya kesini beli mie instant namun sekalian membeli gula merek Indomaret karena saya teringat butuh gula sekalian dan sudah biasa beli.” (Dewi, 42 tahun)

(18)

278 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 “Saya suka belanja di indomaret, ya menurut saya produk yang mereknya Indomaret ya saya sering beli juga terkadang ya tanpa rencana.” (Diah, 54 tahun) Dengan demikian, pada kasus private label Indomaret ini menyatakan bahwa Intensi Pembelian cenderung mempengaruhi pembelian tak terencana produk private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil signifikan dan didukung oleh data.

7. Pengaruh Persepsi Harga Terhadap Pembelian Tak Terencana Produk Private Label Indomaret.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa persepsi harga berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian tak terencana produk

private label indomaret. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan

tingkat signifikan sebesar 0,000 yang berada di atas batas maksimum toleransi kesalahan, yaitu 0,05 atau 5%. Dengan demikian H7 didukung oleh data.

Persepsi murah berpengaruh terhadap pembelian tak terencana dikarenakan apabila ada rangsangan harga yang murah tiba-tiba seperti potongan harga ataupun beli 1 dapat 2, konsumen tanpa berpikir panjang pasti akan membeli harga promosi tersebut. Hal ini didukung oleh Stern (1962 dalam Tirmizi et.al., 2009) yang menemukan bahwa produk dibeli tak terencana biasanya murah. Dari sinilah, produk merek Indomaret sering menonjolkan bahwa merek mereka murah yang terkadang membuat konsumen tanpa berpikir panjang langsung membelinya sebagai contoh: Aqua botol dan merek Indomaret 1,5 Lt yang dipajang bersebelahan, dapat menimbulkan persepsi bahwa Indomaret lebih murah sehingga konsumen langsung membeli. Seringkali, konsumen yang membutuhkan produk yang murah, tanpa sadar akan langsung memilih produk Indomaret. Produk Indomaret juga sering melakukan promo untuk produk baru mereka agar konsumen mau memilih produk Indomaret. Komentar responden dapat dilihat bahwa konsumen terpengaruh terhadap persepsi harga murah produk merek Indomaret seperti:

“Saya langsung membeli produk handuk merek Indomaret karena bisa dapat potongan langsung 10.000 waktu promo.” (Adi, 20)

“Saya suka membeli tissu indomaret yang harganya saat promo setengah dari harga tissu yang lain.” (Lea, 21 tahun)

Dengan demikian, pada kasus private label Indomaret ini menyatakan bahwa Persepsi Harga cenderung mempengaruhi pembelian tak terencana produk private label Indomaret karena hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan dan didukung oleh data.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan hasil analisis yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Display dan keakraban merek berpengaruh signifikan terhadap intensi membeli produk

private label. Hasil ini mendukung hipotesis awal peneliti yang diajukan dalam penelitian

(19)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 279 2. Kepercayaan merek dan persepsi harga tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi membeli produk private label. Hasil ini tidak mendukung hipotesis awal peneliti yang diajukan dalam penelitian ini.

3. Display tidak berpengaruh signifikan terhadap pembelian tak terencana produk private

label. Hasil ini tidak mendukung hipotesis awal peneliti yang diajukan dalam penelitian

ini.

4. Intensi pembelian dan persepsi harga berpengaruh signifikan terhadap pembelian tak terencana produk private label. Hasil ini mendukung hipotesis awal peneliti yang diajukan dalam penelitian ini.

Implikasi Manajerial

1. Dalam pemasaran produk merek Indomaret, perlu didukung penataan produk yang tepat seperti diberikan label ataupun perlu promo lebih yang besar ataupun ditempatkan di lokasi dekat pintu yang sering dilewati konsumen sehingga dapat mempengaruhi sikap atau tanggapan konsumen yang positif terhadap produk tersebut, setelah terpengaruh, merasa ingin dan senang kepada produk, maka apabila konsumen mempunyai kemampuan untuk membeli pada akhirnya akan melakukan pembelian terhadap produk yang diinginkan.

2. Perusahaan harus melakukan promosi dan pembangunan kepercayaan konsumen terhadap produk merek Indomaret seperti selebaran seperti Carrefour yang memasang iklan besar untuk merek mereka. Sehingga merek Indomaret yang masih kurang dipercaya dibanding merek terkenal lain disejajarkan dengan merek terkenal lainnya.

3. Perusahaan perlu melakukan evaluasi penetapan harga, karena harga produk merek toko yang seharusnya murah namun masih dipersepsikan mahal oleh konsumen. Seperti contoh perbedaan harga yang sedikit dibanding merek yang terkenal yang membuat konsumen lebih memilih merek yang sudah terkenal. Dan apabila terlalu murah pun persepsi konsumen bahwa kualitas produk jelek.

4. Perusahaan perlu lebih menonjolkan produk merek Indomaret tersebut karena penataan diharapkan dapat menimbulkan konsumen membeli produk tanpa terencana, dibandingkan dengan penataan produk yang sembarangan dan tidak terlihat menjadikan produk tidak dipilih oleh konsumen. Sehingga perlu adanya pentaan yang lebih inovatif dan lebih menarik lagi seperti disusun dengan bentuk yang unik ataupun ditempatkan di depan toko agar konsumen lebih mengenal sehingga konsumen akan memilih produk merek Indomaret.

5. Perusahaan perlu memberikan penawaran harga yang lebih menarik melalui promo dan potongan harga untuk meningkatkan penjualan. Karena salah satu faktor yang sangat mungkin dikendalikan oleh perusahaan adalah dari harga sehingga perlu diperhatikan agar penetapan harga tersebut menjadi tepat.

(20)

280 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012

DAFTAR PUSTAKA

Ballester, Elena Delgado & Alema´n, Jose´ Luis Munuera. 2005. “Does Brand Trust Matter To Brand Equity?”. Journal of Product & Brand Management, Volume 14 · Number 3

· 2005 · 187–196.

Berger, Karen A. 1989. “The Rising Importance of POP in Marketing Mix”. Manajemen Usahawan No.4, Tahun XXIX, April 2000.

Bogart, Leo & Lehman, Charles. 1973. “What Makes A Brand Name Familiar”. Journal of

Marketing Research: Vol. X (February 1973), 17-22.

Carrillat A, François; A. Lafferty, Barbara; & Harris Eric, G. “Investigating sponsorship effectiveness: Do less familiar brands have an advantage over more familiar brands in single and multiple sponsorship arrangements?”. Henry Stewart Publications

1350-231x Brand Management Vol. 13, No. 1, 50–64.

Chaudhuri, Arjun & Holbrook, Morris B. “The Chain of Effects from Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty”. Journal of Marketing; Apr

2001; 65, 2; ABI/INFORM Global Pg 81.

Dwityanti, Esthi. 2008. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen Terhadap Layanan Internet Banking Mandiri (Studi Kasus Pada Karyawan Departemen Pekerjaan Umum Jakarta)”. Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pasca

Sarjana Universitas Diponegoro Semarang (dipublikasikan)

Fitriani, Rahma. 2010. “Studi Tentang Impulse Buying Pada Hypermarket Kota Semarang”.

Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang (dipublikasikan).

Foster, Bob. 2008. “Manajemen Ritel”. Bandung: Alfabeta.

Hartanto, Fani Dwi. 2009. ”Analisis Pengaruh Trust in Brand Terhadap Brand Loyalty (Survey Pada Pengguna Kartu Prabayar XL di Salatiga)”. Skripsi Program S1

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).

Johnson, Eric J. & Russo J. Edward. 1984. “Product Familiarity and Learning New Information”. Journal of Consumer Research (Pre-1986), ABI/INFORM GLOBAL

(pg. 542).

Kadarman, Irawan D. 2009. “Carrefour Berdayakan Produk Lokal dan UKM Dengan Private

Label”. http://indocashregister.com/2009/03/30/carrefour-berdayakan-produk-lokal-dan-ukm-dengan-private-label-mesin-kasir/. Diunduh Mei 2011

Khasawneh, Khaled & Baset I. Hasouneh, Abdel. 2010. “The Effect of Familiar Brand Names on Consumer Behaviour: A Jordanian Perspective”. International Research Journal of

Finance and Economics - Issue 43.

Koski, Nina. 2004. “Impulse Buying on the Internet: Encouraging and Discouraging Factors“.

Frontiers Of E-Business Research: University of Tampere, nina.koski@uta.fi.

Kotler, Philip., Keller, Kevin Lane., Ang, Swe Hoon., Leong, Siew Meng., & Tan, Chintiong. 2009. Marketing Management an Asian Perspective (fifth adition). South Asia: Prentice Hall.

(21)

Pengaruh Display - Adrian hartanto & Jony Octavian 281 Lau, Geok Then & Sook Han Lee. 1999. “Consumer Trust in a Brand and the Link to Brand

Loyalty”. Journal of Market and Focused Management.

Lestari, Arkhemi Suci. 2008. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Beli Produk Ramah Lingkungan (Intention to Buy Environmentally Safe Product)”. Skripsi Program

S1 Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Jogjakarta (dipublikasikan).

Loginova, Oksana. 2009. “Brand Familiarity and Product Knowledge in Customization”.

Journal Department of Economics, University of Missouri-Columbia, 118 Professional Building, Columbia, MO 65211-6040.

Malhotra, Naresh K. 2002. “Basic Merketing Research”. New Jersey: Pearson Education. Melala, Efni Rahma. 2006. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penyebab

Menunggaknya Pinjaman di Swamitra (Studi Kasus di Swamitra DKI Jakarta: Blok A dan Tebet Barat). Thesis Program Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor

(dipublikasikan).

Meloche, Martin. 2011. “Memanfaatkan Label Pribadi: Private Label Memiliki Sejarah Panjang Membantu Membangun Kepercayaan Konsumen Pengecer.”

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F%2Fwww. escp-. Diunduh Januari 2011.

Monroe, Kent B. 2007. “Pricing, Making Profitable Decisions”. McGraw-Hill.

Mulianingrum, Wikartika. 2010. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impulse

Buying Pada Merek Super T-Shirt (Studi pada Pengunjung Matahari Department Store

Singosaren)”. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta (dipublikasikan).

Reast, Jon D. 2005. “Brand trust and brand extension acceptance: the relationship”. Journal of

Product & Brand Management, Volume 14 · Number 1 · 2005 · 4–13.

Riana, Gede. 2008. “Pengaruh Trust In A Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua di Kota Denpasar.” Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana,

Denpasar, Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008.

Santosa, Handaka. 2011. “Produk Private Label Makin Digemari”. http://www.detikfinance

.com/read/2008/03/25/141139/912999/4/produk private label makin digemari. Diunduh

Januari 2011.

Simamora, Bilson. 2003. “Membongkar Kotak Hitam Konsumen”. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Sonderlund, Magnus & Ohman Niclas., 2003. “Behavioral Intentions In Satisfaction Research Revisited”. Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction, and Complaining

Behavior, 14:53-56.

Suhermin. 1997. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. http://www.suhermin/blogspot/

ujirealibiltas-. Diunduh Maret 2011.

Supramono & Haryanto, Jony. 2005. “Desain Proposal Penelitian Studi Pemasaran”. Yogyakarta: Andi.

Susilo, Nielsen Yongky. 2011. “Persaingan Ritel Asing dan Lokal 'Memanas' di 2011”.

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://popsop.com/3 0015. Diunduh Januari 2011.

(22)

282 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012 Tirmizi, Muhammad Ali., Rehman, Kashif Ur., & Saif, M. Iqbal. 2009. “An Empirical Study

of Consumer Impulse Buying Behavior in Local Markets”. European Journal of

Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.28 No.4 (2009), pp.522-532.

Utami, Christina Whidya. 2006. Manajemen Ritel. Salemba Empat:Jakarta.

Wibowo, Grace Christanti. 2010. “Analisis Pengaruh Positioning, Brand Personality Fit dan Self Concept Terhadap Intensi Membeli Sepeda Motor Honda Beat”. Skripsi Program

S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).

Youl-Ha, Hong. 2004. “Factors Influencing Consumer Perceptions Of Brand Trust Online”.

Journal of Product & Brand Management. Volume 13 · Number 5 · 2004 · pp. 329– 342.

Yusriyanti, Ade. 2008. “Pengaruh In-Store Promotion Terhadap Keputusan Impulse Buying Pada Konsumen Giant Hypermarket”. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi dan

Gambar

Gambar 2.   Model Penelitian  H1  H2  H3 Display  Intensi  Pembelian Kepercayaan Merek  Keakraban Merek  Persepsi Harga  H4  Pembelian tak terencanaH7 H5 H6

Referensi

Dokumen terkait

MoU dengan beberapa perusahaan dan Lembaga pemerintah, diantaranya, GIZ Jerman, Perguruan Tinggi (ITS, Unity Malaysia, BSI, UNY), industri rumah tangga di sekitar

Menyatakan bahwa laporan Karya Tugas Akhir berjudul “Perancangan Buku Digital Cerita Bergambar ‘Trapsila’ Sebagai Media Pembelajaran Untuk Berpendapat Berdasarkan

Berhubung kekuatan (mirrah) dalam hadith ini yang didatangkan secara mutlak, ia di’kait’kan (muqayyad) dengan hadith ke 3 yang mengaitkan kekuatan itu dengan kekuatan

Melalui tiga kegiatan tersebut akan dapat dilakukan pemetaan dalam bentuk jaring-jaring klaster kerajinan yang terintegrasi dengan wisata sehingga terbangun model

sehingga dapat memberikan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai keruhanian yang luhur bagi pribadi seseorang. Pada umumnya pengajian atau majlis ta’lim adalah lembaga

Selain membeli rempah-rempah, bangsa Cina datang ke Nusantara juga untuk menjual sutra khas Cina yang menjadi produksi utama bangsa Cina pada masa lalu. Dapat dikatakan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat Sistem Informasi Pengadaan dan Penjualan Barang KPRI Kamboja SMKN 8 Surabaya yang mencakup beberapa macam aktifitas yang

Form dialog open digunakan untuk memanggil atau membuka file dengan format .txt, .rtf, .doc., yang nantiya akan ditampilkan pada komponen RichEdit pada aplikasi