ANALISIS VEGETASI BAMBU DI SUNGAI BATANG
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU
KARYA ILMIAH
OLEH
ZULFITRA YUNDIKA
NIM. 1603110426
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
1
ANALISIS VEGETASI BAMBU DI KECAMATAN RETEH
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU
Zulfitra Yundikaa1, Khairijon2
1
Mahasiswa Program Studi S1 Biologi
2
Dosen Bidang Ekologi Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
Zyundika@gmail.com Khairijon@yahoo.com
ABSTRACT
Bamboo is a plant that belongs to the tribe of Poaceae (grass-herbaceous). bamboo in Indonesia has a high biodiversity. Vegetation analysis is a method to study the composition of the type and shape or structure of vegetation. This research has been conducted in the district Sungai Batang District Indragiri Hilir from October 2019 to March 2020. Purpose of this research was to know the diversity and analyze the bamboo vegetation in Sungai Batang District, Indragiri Hilir District, Riau Province. This study used survey method. Data were collected directly from the field followed by data analysis. Results found six species of bamboo namely Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var. Striata, Dendrocalamus asper, Bambusa heterostachya, Bambusa
glaucophylla, Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var. Vulgaris, Bambusa blumeana, Gigantochloa apus, dan Bambusa multiplex. In addition, the important value Index
(INP) of the Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var. Striata showed the greatest degree of dominance.
Key words: Analysis of vegetation, Bamboo, Sungai Batang Indragiri Hilir.
ABSTRAK
Bambu merupakan tanaman yang termasuk suku Poaceae (rumput - rumputan). Keanekaragaman jenis bambu di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang cukup tinggi. Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Penelitian tentang analisis vegetasi bambu telah dilakukan di Kecamatan Sungai Batang Kabupaten Indragiri Hilir pada Oktober 2019 - Maret 2020. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman dan menganalisis vegetasi bambu di Kecamatan Sungai Batang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Metode yang digunakan adalah survey. Data dikumpulkan langsung dari lapangan kemudian dilakukan analisis data. Hasil penelitian menemukan enam spesies Bambu yaitu Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var.
Striata, Dendrocalamus asper, Bambusa heterostachya, Bambusa glaucophylla, Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var. Vulgaris, Bambusa blumeana, Gigantochloa apus, dan Bambusa multiplex. Hasil analisis Indeks Nilai Penting (INP) spesies Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var. Striata dapat dinyatakan tingkat
dominansinya paling besar.
2
PENDAHULUAN
Bambu merupakan tanaman yang termasuk suku Poaceae (rumput-rumputan). Keanekaragaman jenis
bambu di Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati (biodiversity) yang cukup tinggi. Tumbuhan ini bisa diolah untuk berbagai kebutuhan, selain itu juga memiliki peran penting menyelamatkan lingkungan, secara ekologis bamboo dapat menjaga sistem hidrologis sebagai pengikat tanah dan air, sehingga mampu mengurangi erosi, sedimentasi, dan longsor (Huzaenah et al 2016). Secara ekonomis bambu dapat dijaikan sebagai bahan baku industri. manfaat secara social ekonomi merupakan point penting dalam pemanfaatannya (Widnyana 2014). Vegetasi didefinisikan sebagai suatu sistem pada sekelompok besar tumbuhan yang tumbuh dan menghuni suatu wilayah atau keseluruhan tumbuhan dari suatu wilayah. Vegetasi berfungsi sebagai penutup lahan, seperti herba, perdu, dan pohon (Widjaja 2001).
Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan, komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Satuan vegetasi dipelajari dalam analisis berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies yang menempati suatu habitat. Hasil analisis vegetasi tumbuhan disajikan secara deskriptif komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies tetapi juga oleh jumlah
individu dari setiap spesies organisme (Maridi 2015).
Kecamatan Sungai Batang
merupakan wilayah daratan rendah, yaitu daerah endapan sungai dan daerah rawa tanah gambut serta memiliki ketinggian rerata ketinggian ± 0 - 4 meter di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan hal tersebut, Kecamatan Sungai Batang dipengaruhi oleh pasang surut, kondisi fisiografisnya tanah tersebut terbagi oleh sungai dan terusan (BPS Indragiri Hilir 2018). Sedikitnya informasi tentang bambu maka perlu dilakukanlah penelitian mengenai analisis vegetasi bambu di Kecamatan Sungai Batang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman dan
menganalisis vegetasi bambu serta diharapkan dapat dijadikan data dasar untuk masyarakat secara umum, dan pihak - pihak yang membutuhkan terkait dengan Vegetasi Bambu di Kecamatan Sungai Batang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Kajian mengenai Analisis vegetasi bambu di kawasan ini penting dilakukan karena dapat memberikan informasi dasar mengenai daftar jenis suatu golongan tumbuhan dan dapat memberikan informasi mengenai analisis vegetasi bambu. Namun kajian mengenai analisis vegetasi bambu di Kecamatan Sungai Batang belum pernah dilaporkan, sehingga perlu dilakukan kajian ini.
3
METODE PENELITIAN a. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan dari
Oktober 2019 – Maret 2020.
Pengekplorasian sampel dilakukan di Kecamatan Sungai Batang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Pengamatan lebih lanjut dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Botani Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau.
Gambar 1. Peta Lokasi penelitian di
Kecamatan Sungai Batang, Kabupaten Indragiri Hilir
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning
System (GPS), pancang, tali, meteran,
alat tulis, label, buku catatan lapangan, pH meter, kamera dan thermometer, hygrometer. Objek penelitian yang digunakan adalah jenis bambu yang ada di Kecamatan Sungai Batang Kabupaten Indragiri Hilir.
Pengambilan sampel dilakukan melalui analisis vegetasi bambu dengan membuat plot sampel yang ditentukan dengan cara purposive sampling
menggunakan metode stratified random
sampling, Kemudian plot dibuat berdasarkan luasan daerah komunitas
bambu dengan ukuran masing - masing 10 m x 10 m. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah rumpun setiap spesies bambu setiap plot yang mana satu rumpun adalah sebagai satu spesies bambu. Penetapan individu atau rumpun bambu pada setiap jarak antar rumpun ± minimal 2 m. Kemudian Setiap sampel yang didapat setelah diamati lalu data tersebut dicatat pada
tally sheet untuk dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Habitat
Kondisi habitat di Kecamatan Sungai Batang memiliki kondisi tanah yang sebagian besar terdiri dari tanah rawa gambut sehingga daerah ini digolongkan sebagai daerah beriklim tropis basah dengan udara agak lembab. Kecamatan Sungai Batang merupakan daerah daratan rendah di bagian pesisir Pulau Sumatra yaitu daerah endapan sungai dan daerah rawa dengan tanah gambut dengan rerata ketinggian lebih kurang 0 - 4 meter dari permukaan laut. Kondisi seperti ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selain itu, fisiografi daerah ini terdiri dari tanah yang terbelah oleh terusan sungai seperti sungai batang, terusan batang, dan terusan patah parang (BPS 2018). Hasil penelitian ini sesuai dengam penelitian yang dilakukan Kartodihardjo (1997) yaitu bambu dapat hidup pada temperatur mulai dari 9° C sampai dengan 36°C dengan curah hujan 1000 mm. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan bahwa habitat bambu di Asia Tenggara ditemukan mulai dari wilayah dataran rendah
4
hingga dataran tinggi, dengan iklim tropis basah sampai kering, daerah kritis, rawa, serta pinggiran sungai baik yang tergenangi banjir maupun kering.
Kondisi abiotik dalam penelitian ini mencakup kelembaban udara, pH tanah, suhu tanah dan udara yang mendukung kehadiran suatu tumbuhan bambu. Pada penelitian ini dilakukan
pengukuran faktor lingkungan.
Pengukuran faktor lingkungan ini dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Hasil penelitian identifikasi parameter abiotic, untuk suhu tanah berkisar antara 28°C - 29°C, suhu udara 26°C - 28°C, kelembapan 58% - 71%, serta pH 5.13 – 6.21.
Nilai produktivitas bambu dipengaruhi oleh kondisi abiotik habitatnya. Spesies B. multiplex yang dominan habitatnya di tepi parit atau anakan sungai, akibatnya pasokan air dapat lebih optimum. Hasil pengamatan pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pada Kecamatan Sungai Batang menanam bambu di parit atau anakan sungai. Tujuan penanaman tersebut untuk menahan tanah tepian agar tidak terkikis oleh arus parit atau anakan sungai saat air sungai sedang pasang. Erizal (1997) menyatakan bahwa produktivitas rumpun bambu dihitung berdasarkan dua hal yaitu : jumlah rebung yang dihasilkan setiap tahun dan jumlah batang serta LBDS total batang yang ada pada setiap rumpun. Perhitungan mengenai kemampuan produksi batang atau buluh dapat dilakukan berdasarkan jumlah batang dan berdasarkan LBDS (Luas Bidang Dasar) setiap jenis bambu. LBDS dapat
didekati melalui diameter pangkal batang dan jumlah batang. Variabel lainnya seperti tebal batang dan tinggi batang tidak digunakan karena belum
ada ketentuan mengenai batas
pengukuran tinggi batang bambu yang dapat dipakai untuk memperkirakan produktivitas. (Widyaningtyas 2006).
Berdasarkan wawancara pada masyarakat lokasi penelitian bambu dimanfaatkan untuk tiang listrik, penyangga kabel, pembuatan rumah, kandang hewan, pondikan di sawah, pengait dalam memetik buah, hiasan, pagar rumah, bangku, penangkap ikan (lukah, anco, dan tangguk), kandang ternakpengikat kayu, anyaman tikar, dan pengikat atap rumah. Menurut Husnil (2009) bambu adalah tanaman yang mampu menggunakan ruang tumbuh secara maksimal. Produktivitas biomasa bambu per satuan luas lebih tinggi dibanding dengan sebagian besar jenis tanaman lainnya, sehingga banyak negara yang memilih bambu sebagai sumber energi baru yang terbarukan. Rahmawati et al (2019) menyatakan bahwa bambu memilki kegunaan dan nilai struktural kualitas sedang, dan bagus untuk furnitur kualitas sedang, kerajinan tangan, alat musik, peralatan dan keranjang. Tunas atau rebung bambu tali dapat dimakan tetapi memiliki kualitas yang kurang bagus, rasanya sangat pahit. Berdasarkan jenis bambu tersebut yang banyak tumbuh di daerah Kalimantan Selatan yaitu bambu batung, bambu apus dan bambu buluh, tetapi hingga kini belum dimanfaatkan masyarakat secara optimal. Bambu memiliki sifat dasar kayu dan bukan kayu karena bisa digunakan untuk konstruksi rumah, jembatan, barang
5
kerajinan, bahan penghara industri alat musik, tirai, peralatan dapur, sumpit dan lain sebagainya. Penggunaan bambu oleh masyarakat masih terbatas, faktor yang sangat berpengaruh adalah sifat fisik dan mekanik, ketidak seragaman panjang ruas dan ketidak awetan terhadap
organisme perusak. Saat ini
ketergantungan kita semua terhadap energi tidak terbarukan sangatlah besar. Sehingga guna meringankan beban tersebut, pemerintah berupaya keras mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui, diantaranya energi biomassa. Biomassa merupakan energi terbarukan dalam bentuk energi padat
yang berasal dari tumbuhan
berlignoselulosa baik yang langsung digunakan atau diproses terlebih dahulu (Tampobolon 2008).
KESIMPULAN
Diperoleh delapan spesies bambu yaitu Bambusa vulgaris Schard. Ex Wendl. var. Striata, Dendrocalamus
asper, Bambusa heterostachya, Bambusa glaucophylla, Bambusa vulgaris Schard.
Ex Wendl. var. Vulgaris, Bambusa
blumeana, Gigantochloa apus, dan Bambusa multiplex. Kondisi lingkungan
hidup tumbuhan bambu pada lokasi penelitian yang tepat adalah untuk suhu tanah berkisar antara 28°C - 29°C, suhu udara 26°C - 28°C, kelembapan 58% - 71%, serta pH 5.13 – 6.21. Pemanfaatan bambu oleh masyarakat lokasi penelitian untuk tiang listrik, penyangga kabel, pembuatan rumah, kandang hewan, pondikan di sawah, pengait dalam memetik buah, hiasan, pagar rumah, bangku, penangkap ikan (lukah, anco, dan tangguk), kandang ternakpengikat
kayu, anyaman tikar, dan pengikat atap rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Dransfield, S dan E.A. Widjaya. 1995.
Plant Resources of South–East Asia no.7, Bamboos. Buku.
Prosea. Bogor. 189 hlm.
Erizal. 1997. Karakteristik Pertumbuhan Keanekaragaman Jenis Bambu
Di Arboretum Bambu IPB
Darmaga. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Husnil, Y. A. 2009. Perlakuan gelombang mikro dan hidrolisis enzimatik pada bambu untuk pembuatan bioethanol. Fakultas
Teknik UI. Departemen Teknik Kimia. Jakarta. Website: http://eprints. lib. ui. ac. id/3718/1/122682-T.
Huzaemah, Tri M., Evy A. 2016. Identifikasi Bambu pada Daerah
Aliran Sungai Tiupupus
Kabupaten Lombok Utara.
Jurnal Biologi Tropis. Vol 16 (2)
: 23-36.
Kartodihardjo, S. 1997. The State of Bambu and Rattan Development in Indonesia. [Electronic
document]. International
Network for Bambu and Rattan. Maridi, Saputra A, Agustina P, 2015.
Analisis Struktur Vegetasi di Kecamatan Ampel Kabupateb Boyolali. Bioedukasi. Vol 8 No 1 : 28-42.
6
Rahmawati, Baharuddin, Putranto B, 2019. Potensi dan pemanfaatan bambu tali (gigantochloa apus) di desa leu Kecamatan Bolo
Kabupaten Bima. Jurnal
perennial. Vol 15 no 1: 27-31 Tampobolon, A, P. 2008. Kajian
Kebijakan Energi Biomassa Kayu Bakar Study of Fuel wood Biomass Energy Policies. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan 5(1); 29 – 37. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Jurnal Selulosa, Vol. 4, No.1, 2014 Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis
Bambu Di Jawa. Bogor: