• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. untuk mengetahui sejauhmana penelitian mengenai masalah pengembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. untuk mengetahui sejauhmana penelitian mengenai masalah pengembangan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang berguna untuk mengetahui sejauhmana penelitian mengenai masalah pengembangan pariwisata sebagai daya tarik wisata telah dilakukan oleh para peneliti atau penulis. Penelitian sebelumnya dianggap relevan dengan penelitian yang diteliti di Timor-Leste antara lain seperti, Hale (2014), Fernandes (2013), Gama (2013), Godinho (2013), dan Carvalho (2012).

Hale (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Tantangan Pengembangan Potensi Wisata Pantai Haerliu sebagai Objek Wisata di Aldeia Cikara, suku Com, Subdisrik Lautem, Distrik Lautem” menjelaskan bahwa tantangan pengembangan potensi pantai Haerliu terbukti bahwa yang menjadi tantangan terbesar adalah belum adanya kemauan atau pengetahuan baik dari masyarakat dalam kegiatan wisata seperti Snorking. Relevansi dari penelitian ini yaitu sama-sama tertuju pada satu lokasi penelitian, namun Hale (2014) memaparkan salah satu potensi wisata di desa Com yang ada di distrik Lautem yang berbedah dengan lokasi penelitian peneliti.

Fernandes (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Pengembangan Pariwisata di Distrik Lautem Timor Leste”, mendeskripsikan bahwa (1) Potensi wisata distrik Lautem beranekaragam, baik secara fisik maupun non fisik, yang

(2)

dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Potensi tersebut memiliki, keindahan pantai, hutan primer dan hutan rawa yang masih utuh, serta merupakan hutan terluas di Timor Leste, flora dan fauna, sejarah dan budaya, adat istiadat masyarakat lokal, bangunan peninggalan kolonial portugis dan belanda, lukisan –lukisan kuno pada dinding gua (Ili kere-kere). (2) Persepsi masyarakat di Distrik Lautem bahwa mayoritas masyarakat memilih sikap sangat setuju 81% dan 16% setuju jika distrik lautem dikembangkan sebagai daerah pariwsata. (3) Strategi yang disusun diwujudkan dengan program-program pengembangan meliputi program pemetaan potensi wisata, program inventarisasi objek dan daya tarik wisata, program promosi potensi wisata, program pembuatan paket wisata, program pelaksanaan siskamling dan kerjasama pihak keamanan, program pembangunan pos-pos penjagaan, program pembentukan kelembagaan dan pendidikan di bidang pariwisata, dan program penyeluhan sadar wisata.

Relevansi penelitian ini yaitu sama-sama tertuju pada lokasi yang diteliti, Fernandes (2013) memaparkan mengenai pengembangan pariwisata Distrik Lautem yang mengarahkan pada pembangunan pariwisata mulai dari pembangunan sarana dan prasarana pariwisata dan meningkatkan sumber daya manusia di bidang pariwisata. Dikaitkan dalam penelitian, peneliti tertuju pada salah satu desa di Distrik Lautem dalam strategi pengembangan pariwisata sebagai destinasi wisata.

Gama (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Persepsi Wisatawan tentang Pengembangan Pariwisata di Suco Com, SubDistrik Lautem, Distrik Lautem” menegaskan bahwa persepsi wisatawan tentang pengembangan pariwisata,

(3)

membuktikan bahwa persepsi wisatawan sebanyak 38 responden yaitu dari 73,68% yang mengatakan Suco Com memiliki potensi alam berupa pantai yang indah, sedangkan 44,74% menjawab bahwa untuk pengembangan fasilitas akomodasi sangatlah buruk. Relevansi penelitian ini yaitu tertuju pada Distrik yang sama, namum Gama (2013) memaparkan tentang pengembangan pariwisata di Pantai Com sebagai suatu daya tarik wisata.

Godinho (2013), tesisnya berjudul “Pengembangan Destinasi Ekowisata Air Panas Marobo di Desa Ilat Laut, Kecamatan Bobonaro, Kabupaten Bobonaro, Timor-Leste” mengatakan bahwa air panas maroboh memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi ekowisata. Informan yang diwawancara, mengatakan sangat mendukung terhadap pengembangan kawasan air panas maroboh untuk dijadikan sebagai destinasi ekowisata. Dengan demikian disimpulkan bahwa mayoritas responden sangat setuju dan mendukung, supaya daya tarik ekowisata air panas maroboh dikembangkan sebagai destinasi wisata dengan strategi sehingga dapat dibuat program-program antara lain: a) inventarisasi potensi wisata dan memperbaiki sarana dan prasarana; b) pembangunan pos penjagaan dan pos Kamling; c) mendirikan industry perhotelan dan tour and travel; d) penyuluhan rasa sadar wisata, peningkatan mutu sumber daya manusia dan promosi. Prinsip dan kriteria pariwisata belum diimplementasikan dalam manajemen distinasi karena kurangnya data dan lemahnya sumber daya.

Relevansi penelitian ini yaitu berbedah pada lokasi penelitian. Namun, Godinho (2013), memaparkan pengembangan dan strategi daya tarik ekowisata air

(4)

panas maroboh di Timor-Leste untuk dijadikan sebagai destinasi wisata yang merelevansikan penelitian peneliti mengenai suatu strategi pengembangan pariwisata di Timor-leste sebagai suatu daya tarik wisata yang berkelanjutan.

Carvalho (2012), tesisnya berjudul “Pengembangan Parque Nacional Nino Konis Santana sebagai Daya Tarik Ekowisata di Desa Tutuala SubDistrik Tutuala Distrik Lautem Timor-Leste” menjelaskan bahwa potensi ekologi dan non ekologi yang memiliki PNNKS Tutuala, dapat dikembangkan menjadi daya tarik ekowisata yang berbasis masyarakat. Hal ini ditunjang dari hasil kuesioner yakni sebagian besar masyarakat Tutuala mengambil sikap sangat setuju apabila desa mereka dikembangkan sebagai DTE. Berdasarkan persepsi wisatawan, sebagian besar wisatawan mengatakan setuju dengan pengembangan PNNKS sebagai daya tarik ekowisata. Adapun alternatif strategi yang dihasilkan yaitu: strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat; strategi pengembangan paket atraksi wisata: wisata alam, sejarah dan budaya, dan wisata bahari; strategi pengembangan lembaga pengelola PNNKS; strategi penyuluhan sadar wisata, strategi pengembangan sarana dan prasarana dalam PNNKS Tutuala.

Relevansi penelitian ini yaitu peneliti sama-sama meneliti di lokasi atau distrik yang sama. Namun, penelitian Carvalho (2012) mengarahkan pada pengembangan pariwisata ekologi di taman PNNKS sebagai suatu daya tarik wisata, dan penelitian peneliti tertuju pada pengembangan pariwisata yang ditinjau dari sudut aspek: alam, sejarah, dan budaya.

(5)

2.2 Konsep Penelitian

Konsep merupakan kumpulan teori dan pandangan dari para ahli yang memberikan suatu gambaran serta ulasan tentang masalah dari suatu fenomena penelitian. Terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka konsep yang dikemukakan adalah konsep potensi wisata. Konsep potensi wisata diuraikan untuk memberikan gambaran mengenai potensi pariwisata yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata. Konsep pengembangan pariwisata dikemukakan untuk menguraikan tentang analisis SWOT terhadap pengembangan stategi dan program pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata dalam mencapai tujuan pengembangan.

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas berikut dikemukakan beberpa konsep yang terperinci, antara lain sebagai berikut.

2.2.1 Pengembangan Pariwisata

Dalam pengembangan pariwisata, baik pengembangan distinasi wisata maupun pengembangan daya tarik wisata pada umumnya merupakan bagian dari sebuah strategi dalam upaya memajukan, memperbaiki, dan meningkatkan kondisi kepariwisataan terhadap suatu daya tarik wisata yang diawali dengan perencanaan yang matang dan bersifat holistik dengan memperhatikan berbagai potensi dan kondisi riil daerah setempat, sehingga memberikan nilai tambah dan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, pemerintah daerah, dan wisatawan. Alwi, dkk (2005:538)

(6)

mendefinisikan pengembangan adalah suatu proses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik, maju sempurna dan berguna. Jadi pengembangan pariwisata merupakan suatu proses atau aktivitas memajukan pariwisata yang ditata sedemikian rupa dengan memajukan atau memelihara yang sudah ada agar menjadi menarik dan lebih berkembang.

Beberapa jenis pengembangan diuraikan sebagai berikut.

1. Keseluruhan dengan tujuan baru, membangun aktraksi di situs yang tadinya tidak digunakan sebagai atraksi.

2. Tujuan baru membangun atraksi pada situs yang sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi.

3. Pengembangan baru secara keseluruhan pada keberadaan atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan untuk membuat atraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebih luas, dengan meraih pangsa pasar yang baru. 4. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi bertujuan untuk meningkatkan

fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya pengeluaran sekunder oleh pengunjung.

5. Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan kegiatan yang berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yaitu kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa melalui suatu kegiatan pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, khususnya bagi pengembangan pariwisata di Tutuala diharapkan berbagai pihak-pihak yang terkait

(7)

dalam melakukan suatu pengembangan di Tutuala hendaknya mencermati faktor-faktor mengenai kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang dimiliki di Tutuala agar suatu program dan strategi yang dirancang dalam mengembangkan pariwisata di Tutuala sesuai dengan tujuan pengembangan pariwisata yang dituju.

2.2.2 Potensi Wisata

Pengertian potensi wisata menurut Mariotti dalam Yoeti (2008) adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut.

Yoeti (2008) potensi wisata adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah objek wisata. Dalam penelitian ini, potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu: potensi alam, potensi kebudayaan, dan potensi manusia.

1. Potensi Alam

Yang dimaksud dengan potensi alam adalah keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam suatu daerah, misalnya pantai dan hutan (keadaan fisik atau daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh alam jika dikembangkan dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya sehingga akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke objek tersebut.

2. Potensi Kebudayaan

Yang dimaksud dengan potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, baik berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian, maupun peninggalan bersejarah nenek moyang berupa bangunan, monumen, dll.

(8)

3. Potensi Manusia

Manusia juga memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat pementasan tarian/pertunjukan dan pementasan seni budaya suatu daerah.

Yoeti (2008) mendefinisikan potensi wisata adalah modal yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata, aspek wisata yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tidak mengesampingkan aspek sosial budaya. Daya tarik itu sengaja ditonjolkan dan mempunyai sifat atraksi wisata. Potensi wisata secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Site Attraction

Site attraction Yaitu suatu tempat yang dijadikan objek wisata seperti

tempat-tempat tertentu yang menarik dan keadaan alam.

2. Event Attraction

Event attraction yaitu suatu kejadian yang menarik untuk dijadikan moment

kepariwisataan, seperti pameran, pesta kesenian, upacara keagamaan dan konvensi. Dari beberapa definisi tersebut dapat dikaitkan bahwa, potensi wisata yang dimiliki oleh Tutuala hendaknya dibuat suatu studi/penelitian untuk mengindentifikasi berbagai jenis potensi yang dimiliki agar suatu pengembangan pariwisata yang dijalankan sesuai dengan strategi dan program yang dituju. Untuk merelevansikan pengertian tersebut potensi wisata desa Tutuala yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Potensi fisik, seperti potensi alam berupa kondisi geografis, keadaan alam, serta sarana dan prasarana yang dimiliki di desa Tutuala.

(9)

2. Potensi nonfisik, seperti potensi budaya yaitu potensi yang tumbuh dan

berkembang di masyarakat desa Tutuala berupa adat-istiadat, agama, mata pencaharian, kesenian dan kebiasaan serta cara hidup (The way of Life).

2.2.3 Destinasi Wisata

Destinasi wisata adalah area atau kawasan geografis yang berbedah dalam suatu atau lebih wilayah administrative yang di dalamnya terdapat unsure: daya tarik wisata, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, masyarakat serta wisatawan yang saling terkait dan melengkapi untuk mewujudnya kegiatan kepariwisataan (Sunaryo, 2013).

Menurut Gilbert (1998) yang di bahas oleh Sunaryo (2013:159) pengembangan destinasi pariwisata paling tidak harus mencakup komponen-komponen utama sebagai berikut:

1). Objek dan daya tarik wisata (Atractions) yang mencakup: daya tarik yang bisa berbasis utama pada kekayaan alam, budaya, maupun buatan/artificial, seperti event atau yang sering disebut sebagai minat khusus (special interest).

2). Aksesibilitas (Accessibility), yang mencakup dukungan system transportasi yang meliputi: rute atau jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan dan moda transportasi yang lain.

(10)

3). Amenitas (Amenities), yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata yang meliputi: akomodasi, rumah makan (food and baverage), retail, toko cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata, dan fasilitas kenyamanan lainnya.

4). Fasilitas pendukung (Anciliary services) yaitu ketersediaan fasilitas pendukung yang digunakan oleh wisatawan, seperti bank, telekomonikasi, pos, rumah sakit, dan sebagainya.

5). Kelembagaan (Institutions) yaitu terkait dengan keberadaan dan perang masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata termasuk masyarakat sebagai tuan rumah (host).

Dari definisi destinasi pariwisata tersebut dapat disimpulakan bahwa demi mewujudkan Tutuala sebagai destinasi wisata yang ada di Timor-Leste, diperlukan suatu perencanaan dari pihak-pihak terkait dalam mengembangkan pariwisata khususnya di Tutuala dengan melihat pada berbagai komponen-komponen yang belum tersedia di Tutuala sehingga dapat dirumuskan berbagai program pengembangannya agar Tutuala bisa menjadi salah satu destinasi wisata andalan Timor-Leste.

(11)

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan suatu kumpulan konsep, definisi dan variabel yang berkaitan satu sama lain sehingga dapat menjelaskan fenomena atau fakta-fakta secara lebih terperinci. Terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, teori yang akan dikemukakan adalah teori pengembangan potensi kawasan pariwisata, teori persepsi dan teori perencanaan.

2.3.1 Teori Pengembangan

Pengembangan berasal dari kata dasar kembang yang berarti menjadi bertambah sempurna. Kemudian mendapat imbuan pe- dan -an sehingga menjadi pengembangan yang artinya proses, cara atau pembuatan mengembangkan. Jadi pengembangan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan agar lebih sempurna dari pada sebelumnya (Swantoro,1997).

Menurut Butler, 1984 dalam Sukarsa (1999) ada enam tahap pengembangan pariwisata yang membawa implikasi serta dampak yang berbedah, secara teoritis diantaranya:

1. Tahap Exploration (eksplorasi, pertumbuhan spontan dan penjajakan). Pada tahap ini jumlah wisatawan pertualan relatif kecil. Mereka cenderung dihadapkan pada keindahan alam dan budaya yang masih alami di daerah tujuan wisata. Fasilitas dan kemudahan yang didapat wisatawan juga kurang baik. Atraksi di daerah wisata belum berubah oleh pariwisata dan kontak dengan masyarakat lokal relatif tinggi.

(12)

2. Tahap Involvement (keterlibatan). Pada tahap ini mulai ada inisiatif masyarakat lokal menyediakan fasilitas wisata, kemudian promosi daerah wisata dimulai dengan dibantu keterlibatan pemerintah. Hasilnya terjadi jumlah peningkatan kunjungan.

3. Tahap Development (pengembangan dan pembangunan). Pada tahap ini jumlah wisatawan yang dating meningkat tajam. Pada musim puncak wisatawan biasanya menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk lokal. Investor luar berdatangan memperbaharui fasilitas. Sejalan dengan meningkatnya jumlah popularitas daerah pariwisata, masalah-masalah rusaknya fasilitas mulai terjadi. Perencanaan dan kontrol secara nasional dan regional menjadi dibutuhkan, bukan hanya untuk memecahkan masalah yang terjadi tetapi juga untuk pemasaran internasional.

4. Tahap Consolidation (konsolidasi). Pada tahap ini tingkat pertumbuhan sudah mulai menurun, walaupun total jumlah wisatawan masih relatif meningkat. Daerah pariwisata belum berpengalaman mengatasi masalah dan kecenderungan terjadinya monopoli yang sangat kuat.

5. Tahap Stagnation (kestabilan). Pada tahap ini jumlah wisatawan yang dating pada puncaknya, wisatawan sudah tidak mampu lagi di layani oleh daerah tujuan wisata, ini disadari bhwa kunjungan ulangan wisatawan dan pemanfaatan bisnis serta komponen-komponen lain pendukungnya adalah dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjung.

(13)

6. Tahap Decline (penurunan kualitas) dan Rejuvenation (kelahiran baru). Pada tahap decline pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang diketahui semula dan menjadi resort baru. Resort menjadi tergantung pada sebuah daerah tangkapan secara geografi lebih kecil untuk perjalanan harian dan kunjungan akhir pekan. Kepemilikan berpeluang untuk berubah dan fasilitas-fasilitas pariwisata seperti, akomodasi akan berubah pemanfaatannya. Akhirnya pengambilan kebijakan mengakui tingkatan ini dan memutuskan untuk dikembangkan sebagai “kelahiran baru”. Selanjutnya terjadi kebijaksanaan baru dalam berbagai bidang, seperti pemanfaatan, pemasaran, saluran distribusi, dan meninjau kembali posisi daerah tujuan wisata tersebut.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan merupakan suatu proses dimana bisa merubah segala sesuatu sesuai dengan rencana yang dituju. Teori Butler digunakan dalam penelitian ini adalah suatu pengukuran untuk mengali berbagai potensi yang ada di Tutuala untuk bisa dikembangkan menjadi suatu destinasi wisata agar dapat memajukan pariwisata Tutuala dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dengan tujuan tetap menjaga keunikan dan keaslian sejarah dan budaya Tutuala.

2.3.2 Teori Persepsi

Definisi presepsi menurut Assael (1994 :720 dalam Suradnya dkk 2002 : 2), diartikan sebagai;

“The process by which people select, organize, and interpret sensory stimuli into a meaningful and coherent picture” atau dengan kata lain “the way consumers view an object (e.g. their mental picture of a brand or the traits the the attribute to the brand)”.

(14)

Artinya bahwa, presepsi seseorang akan sangat tergantung kepada masing-masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Atau dengan lain persepsi bersifat subjetif, dalam arti bahwa wisatawan yang berbedah di hadapkan stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan yang diambilnya akan berbedah pula.

Pendapat ini serupa dengan pendapat Robbins dan Judge (2008: 175), yang mendefinisikan persepsi sebagai proses yakni individu mengatur dan mengintrepretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbedah dari realitas objektif, walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul. Sejumlah faktor berperanan dalam membentuk bahkan terkadang mengubah persepsi, antara lain adalah : a) faktor yang terletak dalam diri pembentukan presepsi, b) faktor dalam diri objek atau target yang diartikan dan c) faktor sistuasi di mana persepsi tersebut dibuat.

Teori ini dipakai untuk merujuk pada pertanyaan/pengukuran sikap para wisatawan pada suatu hal atau objek yang diteliti. Maka dari itu, teori persepsi dipakai untuk mengukur pernyataan para wisatawan dan informan terhadap pengembangan pariwisata Tutuala sejauh mana persepsi atau pandangan terhadap seluruh potensi fisik dan potensi nonfisik yang ada di Tutuala, sehingga akan dirumuskan berbagai strategi dan program pengembangannya.

(15)

2.3.3 Teori Perencanaan

Perencanaan adalah proses menetapkan tujuan, mengembangkan strategi, dan menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa sebuah planning atau perencanaan adalah merupakan proses menuju tercapainya tujuan tertentu. Atau dalam istilah lain merupakan persiapan yang terarah dan sistematis agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien (Sukarsa, 1999).

Perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam perencanaan utama, teori dipahami sebagai pedoman untuk praktek (Friedmann, 1987: 446) dengan latar belakang ini, teori perencanaan mampu mengatasi berbagai macam masalah. Definisi perencanaan? Substantif apa yang kita ketahui tentang apa yang kita rencanakan, dan yang cocok untuk siapa kita merencanakan untuk ulang. Normatif yang bagaimana dalam merencanakan, dan dengan apa alasan untuk perencanaan.

Teori perencanaan ini dipakai untuk mengkaji lebih mendalam terhadap upaya pengembangan pariwisata di desa Tutuala. Teori perencanaan ini memiliki tujuan untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat teridentifikasi letak kunci permasalahan apa saja yang perlu diatasi dan direncanakan untuk mewujudkan strategi pengembangan pariwisata desa Tutuala.

(16)

2.4 Model Penelitian

Untuk menjawab masalah yang telah dirumusakan dalam penelitian ini, diperlukan suatu kerangka berpikir atau model penelitian. Penelitian ini diawali dengan pariwisata di distrik Lautem telah mengalami fluktuasi karena berbagai peristiwa, baik faktor internal maupun eskternal. Pemerintah harus berusaha menggiatkan kegiatan pariwisata hingga menyentuh desa-desa di Lautem, salah satunya adalah Subdistrik Tutuala yang terletak di Distrik Lautem, Sebagai salah satu daya tarik wisata yang relatif baru di Distrik Lautem, Tutuala memiliki berbagai obyek dan nilai sejarah tersendiri yang bisa dinikmati oleh para pengunjung selama ini. Namun, dalam perjalanannya kegiatan pariwisata ternyata belum membuahkan hasil seperti diharapkan sebab masih menjadi kendala di Tutuala. Banyak daya tarik wisata berupa alam, budaya dan sejarah, dan fasilitas yang ditinjukkan untuk wisatawan kondisinya saat ini kurang baik atau masih minim. Dari pemikiran itu maka dirumuskan permasalahan yaitu dengan menelitinya bagimana potensi Desa Tutuala sebagai salah satu daya tarik wisata yang relatif baru di Distrik Lautem. Disamping itu, bagaimana sejarah dan keberadaan budaya Tutuala bila dilihat dari perspektif wisatawan yang berkunjung, khususnya presepsi wisatawan terhadap desa Tutuala. Demikian, apa upaya yang mesti dilakukan oleh pemerintah setempat mengenai kendala yang dihadapi untuk mengembangkan pariwisata di Distrik Lautem pada umumnya dan Desa Tutuala pada khususnya.

(17)

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi dan sasaran untuk menangani permasalahan yang ada, serta dapat mendukung pengembangan Wisata Desa Tutuala di masa yang akan datang.

Gambar 2.1

Model penelitian pengembangan pariwisata di Subdistrik Tutuala.

Penelitian ini menjelaskan bahwa distrik Lautem merupakan salah satu dari 13 distrik di Timor-Leste yang memiliki potensi pariwisata yang beranekaragam berupa alam, budaya dan sejarah. Salah satu daya tarik yang dimiliki oleh Distrik Lautem

Subdistrik Tutuala Konsep : 1. Pengembangan pariwisata 2. Potensi wisata 3. Destinasi wisata Teori : 1. Teori Pengembangan 2. Teori Persepsi 3. Teori Perencanaan Analisis SWOT

1. Apa saja potensi wisata yang dimiliki oleh SubdistrikTutuala?

2. Bagaimana persepsi wisatawan terhadap pengembangan pariwisata di Subdistrik Tutuala?

3. Bagaimana strategi dan program yang digunakan untuk mengembangkan potensi pariwisata di Subdistrik Tutuala?

Pariwisata Lautem

Strategi dan Program Pengembangan desa Tutuala

Eksternal Internal

(18)

adalah Subdistrik Tutuala merupakan desa yang memiliki akan nilai-nilai sejarah peninggalan zaman pra-sejarah seperti, lukisan-lukisan serta potensi wisata alam lainnya yaitu pulau jaco, pantai valu, taman nasional, goa ili kere-kere, dan monumen bersejarah.

Dari potensi pariwisata yang dimiliki oleh Tutuala tersebut munculah berbagai permasalahan dalam pokok bahasan yang perlu dibahas di antaranya, apa saja potensi yang dimiliki yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, dan apa pengaruhnya terhadap persepsi wisatawan, baik itu domestik maupun mancanegara, serta strategi apa yang dilakukan para stakeholder.

Ketiga pokok masalah tersebut sangatlah memerlukan berbagai teori dan konsep yang perlu mendukung dalam memecahkan persoalan tersebut, maka dari itu, teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kunci atau tolak ukur sebagai mata pisau guna mendapatkan solusi untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini dengan menggunakan Analisis SWOT dalam mengkaji faktor internal dan eksternal untuk mengetahui program strategi pengembangan pariwisata di Tutuala untuk masa depan, apa yang mesti perlu dikembangan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjelaskan strategi pengembangan pariwisata di Tutuala terhadap potensi yang ada sebagai daya tarik wisata. Menjelaskan potensi pariwisata yang dimiliki di Desa Tutuala, menjelaskan persepsi wisatawan terhadap pengembangan Tutuala sebagai daya tarik wisata serta mendeskripsikan strategi pengembangan pariwisata di Tutuala sebagai daya tarik

(19)

wisata. Hasil tersebut dapat direkomendasikan kepada pihak-pihak yang terkait guna mendukung pembangunan pariwisata di Timor-Leste, khususnya pariwisata di Distrik Lautem pada umumnya, dan di Tutuala pada khususnya.

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan operasional ini diwujudkan dalam berbagai bentuk program antara lain: (1) kebijakan pengelolaan limbah industri komponen alat berat (PLIKAB) sebagai landasan

Menganalisis akurasi metode non-parametrik CTA dengan teknik data mining untuk klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra Landsat-8 OLI serta menerapkan hasil dari KDD

Bidang adalah Bidang-Bidang pada Dinas Daerah Kabupaten Buleleng yang dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui

Secara yuridis penodaan agama merupakan bagian dari delik agama yang memang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia. Pengaturan

Sebagai kesimpulan dari beberapa defenisi tentang pariwisata tersebut dapatlah disebutkan bahwa pariwisata adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang- orang dalam perjalanan ke

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

Batas toleransi kadar Aflatoksin, sebagaimana telah tercantum pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Pakan maupun perubahannya, pada Persyaratan Mutu Bahan Baku Pakan dan pada

Simulasi kasus bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap snort dalam mendeteksi penyusup atau serangan yang melakukan tindak kejahatan pada web server target