1 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
ANALISIS LETAK DAN ARAH RUNWAY BANDARA
KUALANAMU
Ir. Charles Sitindaon, MT Email: [email protected]
Dosen Fakultas Teknik Universitas Katolik Santo Thomas Medan Abstrak
Perkembangan penerbangan telah meningkat pesat dan kemungkinan akan timbulnya reaksi masyarakat yang tidak menyenangkan karena banyak pesawat terbang yang menimbulkan kebisingan bagi ketenangan masyarakat. Pesawat terbang dengan ukuran dan kecepatan yang lebih besar telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan landasan pacu, sementara peningkatan dari mesin-mesin pesawat mengakibatkan peningkatan kebisingan yang hampir tidak dapat dihindarkan.Maksud penelitian adalah memahami tata letak dan arah runway lapangan terbang.Tujuan penelitian adalahmenganalisis letak dan arah runway adalah agar pesawat terbang melakukan gerakan mendarat (landing) dan lepas landas (take off) harus mengikuti jalur dan menggunakan peraturan yang diberikan ICAO (International Civil Aviation Organitation).Arah angin pada perencanaan lapangan terbang diperoleh dari kecepatan angin dengan persentase kecepatan angin dan diagram wind rosemenghasilkan arah angin yang dominan. Hasil analisa diperoleh letak dan arah landasan pacu(runway) dengan arah angin (win rose) yang dominan sebesar 99,90 % dengan posisi Timur-Timur Laut – Barat Barat Daya dengan azimut 700-2500. Dimana penomoran landasan pacu dengan arah 700
-2500(nomor 07-25) dan penempatan nomor untuk ujung landasan pacu sebelah
Timur-Timur Laut digunakan nomor landasan pacu “25” dan untuk ujung ladasan pacu sebelah Barat Barat Daya digunakan landasan pacu “07”.
Kata Kunci: Runway, Wind Rose 1. Pendahuluan
Untuk pengembangan berbagai komponen sistem lapangan terbang sangat tergantung pada masa depan, dengan menggunakan fasilitas yang dibutuhkan pesawat terbang secara umum dalam lapangan terbang. Pesawat terbang yang digunakan dalam operasional mempunyai kapasitas yang bervariasi banyaknya penumpang.
Penerbangan umumnya mempunyai fungsi pengangkutan yang serupa dengan mobil angkutan. Dari berbagai pesawat terbang membentuk armada perusahan penerbangan yang memberikan secara singkat karakteristik utama yang dinyatakan dalam ukuran, berat, kapasitas dan kebutuhan panjang landasan pacu. Dalam perencanaan lapangan terbang, berat pesawat terbang penting untuk menentukan landasan pacu, landas-hubung (taxiway) dan apron.Berat pesawat mempengaruhi panjang landasan pacu untuk mendarat dan lepas landas dalam melakukan penerbangan. Kapasitas mempunyai peranan penting dalam menentukan fasilitas-fasilitas dengan bangunan terminal dan berpengaruh sebagai tingkat pelayanan terhadap penerbangan, penumpang, pengirim barang dan masyarakat.
Perkembangan yang terjadi dalam transportasi udara telah menimbulkan masalah baru. Berkembangnya penerbangan telah meningkat pesat dan kemungkinan akan timbulnya reaksi masyarakat yang tidak menyenangkan karena banyak pesawat terbang yang menimbulkan kebisingan bagi ketenangan masyarakat. Pesawat terbang dengan ukuran
2 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
dan kecepatan yang lebih besar telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan landasan pacu, sementara peningkatan dari mesin-mesin pesawat mengakibatkan peningkatan kebisingan yang hampir tidak dapat dihindarkan.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian adalah memahamitata letak dan arah runway lapangan terbang.Sedangkan tujuan penelitian untuk menganalisis letak dan arah runwayagar pesawat terbang melakukan gerakan mendarat (Landing) dan lepas landas (take off) harus mengikuti jalur dan menggunakan peraturan yang diberikan ICAO (International Civil Aviation Organitation).
3. Kajian Pustaka 3.1 Bandara Udara
Perkembangan yang terjadi dalam transportasi udara telah menimbulkan masalah baru. Berkembangnya penerbangan telah meningkat pesat dan kemungkinan akan timbulnya reaksi masyarakat yang tidak menyenangkan karena banyak pesawat terbang yang menimbulkan kebisingan bagi ketenangan masyarakat. Pesawat terbang dengan ukuran dan kecepatan yang lebih besar telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan landasan pacu, sementara peningkatan dari mesin-mesin pesawat mengakibatkan peningkatan kebisingan yang hampir tidak dapat dihindarkan. Sketsa suatu lapangan terbang sederhana.
Hangar
Take Off Landing
Runway
Apron ATC
Bangunan Teminal //////////////////////////
////////////////////////// C.P
Gambar 1. Sketsa Lapangan Terbang Sederhana
Keterangan Gambar di atas:Runwayadalah Satu jalur tempat pesawat Take Off dan Landing; Taxiway adalah Satu jalur penghubung Runway dan Apron tempat pesawat terbang; Apronadalah Suatu daerah tempat pesawat terbang parker;Bangunan Terminal adalah Bangunan tempat pemrosesan penumpang; C.P (Car Park) adalah Areal yang dipakai kendaraan biasa; Hangar adalah Suatu bangunan tempat menservis pesawat; ATC (Air Traffic Control) adalah Fasilitas mengatur lalu lintas udara
3.2 Jenis Dan Karakteristik Pesawat Terbang
Jenis pesawat yang dilayani suatu lapangan terbang juga sangat berpengaruh pada panjang pendeknya suatu runway dari lapangan terbang tersebut. Demikian juga dengan masalah karakteristik kemampuan pesawat, berpengaruh langsung untuk menentukan panjang runway. Sedangkan informasi kemampuan pesawat tidak dipublikasikan secara
3 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
terbuka. Bagi perencana untuk mendapat informasi ini kadang-kadang sering mengalami kesulitan dan juga kesulitan dalam pengertian bahasa penerbangan.
Yang dimaksud dengan Karakteristik pesawat Terbang adalah : 1. Berat pesawat (weight) untuk perencanaan tebal perkerasan
2. Ukuran pesawat (size) :Lebar bentang sayap (wingspan) dan panjang pesawat (length)
3. Kapasitas pesawat (capacify) adalah Jumlah tempat duduk
4. Panjang Runway yang dibutuhkan (necessary runway length) diperlukan untuk mengetahui pesawat pada waktu beroperasi atau sedang Landing dan Take Off. Bagian-bagian berat pesawat yaitu :
1. Operating Weight Empty (OWE) :Berat pesawat kosong + alat-alat navigasi + berat crew
2. Berat bahan bakar ketika sedang Take Off
3. Pay Load/ Muatan misalkan Berat penumpang, surat dan barang
4. Maximum Structural Take Off Weight (MSTOW) :Berat maksimum pesawat yang diizinkan pada waktu take off. Dimana :Berat Pesawat Take Off = point 1 + 2 + 3 dan Berat Pesawat Take Off< MSTOW
5. Makximum Struktural landing Weight( MSLW ) : Berat maksimum pesawat yang diizinkan waktu mendarat :Berat Take Off> Berat Landing; denganSyarat : Berat Landing < MSLW
3.3 Kapasitas Lapangan Terbang
Kapasitas lapangan terbang adalah banyaknya pesawat yang dapat mendarat dan lepas landas yang mampu dilayani oleh lapangan terbang dalam batas waktu tertentu. Biasanya untuk mengukur batas waktu ini dipakai dalam waktu satu jam.Untuk satu kali lepas landas (take off) disini telah diperhitungkan satu gerakan (movement) dan begitu juga sebaliknya untuk satu kali mendarat (landing) berarti satu gerakan (movement). Dalam melakukan penerbangan pada saat landing dan lepas landas maka diperlukan bantuan dari ATC (untuk mengatur lalu lintas udara) sebagai berikut :
a. VFR (Visual Flight Rule) berlaku dalam keadaan cuaca baik, agar pilot dapat melihat kondisi lapangan terbang. Kondisi ini keselamatan penerbangan tanggung jawab pilot.
b. IFR (Instrument Flight Rule) diperlukan dalam keadaan cuaca jelek, pilot tidak dapat melihat kondisi lapangan terbang, maka pesawat diatur dengan instrument. Dalam hal ini keselamatan penerbangan tanggung jawab pilot.
Nomor Runway
Garis Marka (Threshold)
Gambar 2. Sketsa Arah Runway
Bila pesawat terbang dari suatu tempat ke tempat yang lain, harus mengikuti jalur (rute) tertentu.Bagian – bagian dari ATC antara lain :
a. ATCT (Air Traffic Control Tower) adalah Bagian ini bertugas mengawasi dan monitor gerakan pesawat di Airport dan diudara s/d jarak 5 mil dari Airport.
4 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
b. ACF (Approach Control Facility) adalah Bagian yang bertugas mengontrol lalu lintas udara (datang dan berangkat), mulai dari batas control tower s/d 50 mil dari Airport.
c. ARTCC (Air Route Traffic Control Centers) adalah Bagian yang bertanggung jawab mengontrol movemenselama penerbangan.
Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi kapasitas dari suatu lapangan terbang adalah: a. Jumlah landasan pacu (tunggal atau ganda) dan lain-lain, jarak antara runway dan
orientasinya.
b. Bentuk dan jumlah taxiway.
c. Operasi pesawat, misalnya satu runway untuk mendarat dan lepas landas atau dua runway untuk mendarat dan lepas landas.
d. Keadaan cuaca, terutama penglihatan dimana pada cuaca baik menguntungkan pendaratan yang dapat dipengaruhi kapasitas. .
e. Angin, dimana kondisi angin kadang-kadang mengakibatkan pemakaian seluruh runway yang memperlambatkan pesawat keluar dari runway.
f. Suara bising (Noise)juga sisa membatasi tipe operasi
g. Jumlah pesawat yang datang dengan pesawat yang berangkat relatif yang paling banyak, maka pesawat yang datang diberikan prioritas pertama dari pesawat yang hendak berangkat.
3.4 Landasan Pacu (Runway)
Landasan pacu mempunyai pengaruh yang besar terhadap operasional pesawat perbang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas. Sedangkan taxiway adalah komponen dari lapangan terbang yang digunakan untuk berjalannya pesawat dari landasan pacu ke tempat parkir (apron) atau keterminal building menurunkan dan menaikkan penumpang dan barang.
Secara umum runway dan taxiway harus diatur sedemikian rupa sehingga: a. Memberikan pemisahan yang secukupnya dalam pola lalu lintas udara.
b. Memberikan keterlambatan dan gangguan sekecil mungkin dalam operasi pendaratan, gerakan dilandasan mendarat dan lepas landas.
c. Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal menuju ujung landasan pacu.
d. Memberikan jumlah landas hubung yang secukupnyasehingga pesawat yang mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin dan mengikuti jalur yang paling pendek kedaerah terminal.
Umumnya pada lapangan terbang yang sibuk, direncanakan areal tunggu (holding) atau areal pemanasan (apron run up) yang perbatasan dengan ujung runway guna siap untuk lepas landas, dan juga dapat melayani pesawat-pesawat yang berukuran besar bila mendarat di lapangan terbang tersebut.
3.5 Konfigurasi Runway
Klasifikasi dalam konfigurasi landasan pacu (runway)ini kesemuanya merupakan kombinasi dari berbagai bentuk konfigurasi dasar yaitu:
a. Runway tunggal adalah bentuk konfigurasi lapangan terbang yang paling sederhana dan umumnya bentuk ini paling banyak di Indonesia.Hasilpenelitian bahwa kapasitas runway berkisar 45-100 gerakan (movement) bila kondisi lapangan terbang VFR (Visual Flight Rute) dan kapasitas akan menjadi antara 40-45 gerakan (movement) bila kondisi lapangan terbang IFR (Instrument Flight Rute ).
5 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
Gambar 3. Runway Tunggal
b. Runway Paralel adalah jumlah runway dan pemisahan antara dua runway. Suatu lapangan terbang sering mempunyai dua atau empat paralel runway, jarang ada empat runway. Dalam pengaturannya sangat rumit, dan ruang udara yang dipergunkan untuk holding sangat luas.Antara dua Paralel Runway sangat bermacam-macam dan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:Berdekatan (Close); Menengah (Intermediate) dan Jauh (Far). Jarak antara paralel runway pariasinya besar sekali, dan biasanya kapasitas operasi penerbangan untuk berdekatan menengah dan jauh adalah seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Jarak antara Paralel Runway Kondisi
Kapasitas operasi penerbangan tiap jam Jarak Paralel Runway
Close Intermediate Far
VFR IFR 100 – 200 50 – 60 100 – 200 75 – 80 100 – 200 85 – 105 Sumber : Selintas Pelabuhan Udara, Akhmad Zainuddin, BE
Panjang runway tergantung tingkat ketergantungan antara dua runway dalam kondisi IFR.
1. Paralel Runway berdekatan (Close) degan jarak sumbu maksimum 700ft = 213 m (untuk lapangan terbang transportasi) sampai 3500 ft (1.067 m). Dalam kondisi IFR operasi penerbangan pada satu runway tidak tergantung yang lainnya.
2. Paralel Runway jarak menengah (Intermediate) dipisahkan dengan jarak 3500 ft sampai 5000 ft. Dalam kondisi IFR landing pada satu runway tergantung kepada keberangkatan runway lain.
3. Paralel Runway jauh (far) dipisahkan dengan jarak 4.300 ft atau lebih. Dalam kodisi IFR, dua runway dapat dioperasikan tanpa tergantung satu dengan yang lainnya baik mendarat maupun lepas landas.
c. Runway Dua Jalur adalah dua yang dipisahkan berdekatan 700 ft-2.499 ft dengan exit taxiwaysecukupnya, Meskipun kedua runway dapat dioperasikan untuk penerbangan campuran, namun hendaknya dapat diatur dengan semestinya. Runway yang berdekatan dengan terminal building untuk keberangkatan pesawat terbang dan runway terjauh dari terminal building untuk kedatangan pesawat terbang.Diperkirakan dengan menggunakan runway dua jalur ini dapat melayani sekitar 70% lalu lintas penerbangan lebih banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR, dan sekitar 60%
Gambar 2.7 : Runway Tunggal
Runway
Taxiway Taxiway
6 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
lebih banyak lalu lintas penerbangan dari pada runway tunggal dalam kondisi IFR.Dengan ini kenyataan bahwa kapasitas runway untuk mendarat dan lepas landas tidak berpengaruh terhadap pemisahan sumbu runway antara dua runway bila pemisahan antara 1.000-2.499 ft. Maka disini dianjurkan untuk pemisahan runway ini tidak kurang dari 1.000 ft, jika digunakan untuk melayani pesawat-pesawat komersil.Dengan jarak ini diharapkan memperhentikan pesat di taxiway antara dua runway tanpa mengganggu operasi pergerakan pesawat lainnya di runway.Guna memperlancar, bisa juga dibangun taxiway sejajar, namun terlalu pokok.
d. Runway Berpotongan adalah penggunaan runway ini jika pada lokasi lapangan terbang tersebut bertiup angin kencang lebih satu arah. Yang nantinya akan mengakibatkan tiupan angin berlebihan bila runway mengarah kesalah satu arah mata angin. Bila nantinya angin bertiup kencang satu arah maka hanya dipergunakan satu runway dari dua runway yang bersilangan. Ini dapat mengakibatkan berkurangnya kapasitas lapangan terbang. Tetapi bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots), maka kedua runway bersilangan tersebut dapat digunakan bersama-sama.Kapasitas dua runway bersilangan tergantung sepenuhnya dibagian mana runway tersebut persilangan ditengah, di ujung atau dimana saja serta cara operasi penerbangan yang sesuai dari sistim mendarat dan lepas landas.
Dengan strategi penerbangan tadi akandidapat kapasitas dari lapangan terbang tersebut. Maka kapasitas operasi penerbangan tiap jam dapat dilihat kondisi VFR (Visual Fligh Rule) dan kondisi IFR (Instrument Fligh Rule).
Tabel 2.VFR dan IFR Kondisi
Kapasitas operasi penerbangan / jam Runway (a ) Runway (b ) Runway (c ) VFR IFR 70 – 175 60 – 70 60 – 100 40 – 100 50 – 100 45 – 60 Sumber : Selintas Pelabuhan Udara, Akhmad Zainuddin, BE .
Untuk perencanaan runway, bila keadaan tidak memaksa sekali, maka perlu dihindari adanya runway persilangan ini. Karena sangat sukar dalam pengaturan lalu lintas penerbangan.
e. RunwayV Terbukaadalah runway yang bisa dipergunakan konfigurasi yang dinamakan V terbuka (Openning V) dan meninggalkan V (divergent) yang tidak saling perpotongan satu dengan yang lainnya. Pada perencanaan runway juga dikarenakan bertiupnya angin kencang dari banyak arah, sehingga diharuskan merencanakan dua runway dengan dua arah yang tidak berpotongan tetapi berbentuk “V“. Ketika angin bertiup kencang maka hanya dipergunakan satu runway saja. Tetapi bila angin bertiup lemah, bisa digunakan kedua runway secara bersama-sama strategi pemakaian runway “V“ terbuka
7 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
Tabel 3. Runway “V“Kondisi VFR dan IFR Kondisi
Kapasitas operasi penerbangan tiap jam Runway ( a ) Runway (b ) VFR IFR 80 –200 60 – 70 50 – 100 50 – 60 Sumber : Selintas Pelabuhan Udara, Akhmad Zainuddin, BE 3.6 Perbandingan Dari Berbagai Konfigurasi
Konfigurasi runway tunggal baik dari segi kapasitas maupun dari carapengaturan lalu lintas penerbangan jauh lebih effisien dan paling disukai.Operasi dari dua arah akanmenghasilkan kapasitas yang sama serta pengaturan yang sama, konfigurasi ini menghasilkan kapasitas terbanyak bila dibandingkan dengan konfigurasi lainnya.Bagi pengaturan lalu lintas udara mengarahkan pesawat terbang dengan arah tunggal jauh lebih sederhana dari pada banyak arah. Jika kita perbandingkan konfigurasi diverge, runway “V” terbuka lebih disukai dari pada runway dengan konfigurasi runway perpotongan. Karena pada runway “V”terbuka strategi operasinya dengan rute pesawat membuka “V” menghasilkan kapasitas lebih banyak dari pada operasi dengan konfigurasi runway persilangan. Bila kita hendak merancang dan merencanakan runway perpotongan itu tidak bisa dihindarkan, maka diusahakan berpotongan sedekat mungkin. Dan mengoperasikan pesawat dengan menjauhi perpotongan dari pada sebaliknya. 3.7 Taxiway
Fungsi utama dari taxiway adalah sebagai jalan keluar dan masuk pesawat dari runway ke terminal building dan demikian sebaliknya atau dari runway ke hanggar.Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan bagi operasi penerbangan di runway lapangan terbang, maka taxiway harus diatur sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru saja mendarat tidak mengganggu pesawat siap menuju ke ujung runway.Pada setiap lapangan terbangan yang sibuk dimana operasi lalu lintas pesawat diperkirakan bergerak sama banyak dari dua arah, maka harus dibangun paralel taxiway terhadap runwayuntuk taxiway satu arah, agar menghindarkan terjadinya hambatanyang perlu diperhitungkan jarak yang terpendek dari terminal building ke ujung runway untuk tiap lepas landas.Segi pendaratannya pembangunan taxiway harus bisa dipergunakan oleh pesawat agar secepatnya keluar dari runway, sehingga runway bisa dipergunakan oleh pesawat lainnya tanpa menunggu terlalu lama. Taxiway ini disebut “Exit Taxiway “. Dan perlu juga diperhatikan untuk menghindarkan sejauh mungkin membangun taxiway dengan melintasi jarak runway aktif.
Ketika pesawat yang harus dilayani runway berkesinambungan kapasitas yang tergantung sepenuhnya kepada cepatnya pesawat mendarat dapat keluar dari runway. Sebuah pesawat baru mendaratakan menunda pesawat berikutnya untuk mendarat sampai runwaybebas dari pesawat-pesawat lain.Lazimnya pada lapangan terbang taxiway dibangun dengan sudut terhadap runway, maka pesawat yang hendak mendarat harus memperlambat pesawat sampai kecepatannya rendah sebelum belok ke taxiway. Ini sangat menghambat pesawat yang hendak lepas landas dan juga bisa mengurangi kapasitas lapangan terbang.
8 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
Untuk mengindarkan kejadian ini, maka hendaknya sudut belokan pada taxiway direncanakan bukan 90o (siku-siku) tetapi dibangun menyerong sekitar30o.Gunanya
mempermudah setiap pesawat yang baru mendarat mempermudakan taxiway ke terminal building. Dan dan begitu juga pesawat yang baru keluar dari terminal building langsung ke taxiway dan masuk ke runway dengan cepat langsug lepas landas.Hal ini memudahkan pengaturan operasi lalu lintas udara (PLLU) atau ATC (Air Traffic Control) memberi waktu atau jarak yang lebih effisien dari pesawat dengan pesawat yang lain sehingga dapat menambah kapasitas runway. Atau juga dapat memanfaatkan waktu pesawat yang akan lepas landas bisa ditempatkan diantara ua pesawat berurutan yang akan mendarat.
3.8 Holding Apron
Pada ujung runway dan taxiway sering dibangun agak lebar ini dinamakan Holding apron, dan sisanya ini terdapat pada lapangan terbang yang sibuk.Holding apron dibangun jauh lebih lebar dari jalur taxiway, disini pesawat berhenti untuk menanti bebasnya runway yang akan dipakai, Luas holding apron ini direncanakan agar bisa dipergunakan untuk 4-5 pesawat yang dapat saling menyelip pesawat lain. Setelah runway bebas dari pesawat dan ada perintah dari PLLU start lepas landas maka pesawat yang berada di holding apron dapat dengan segera lepas landas.Jadi holding apron ini memungkinkan untuk pesawat “Checking up” terakhir dan perbaikan-perbaikan kecil pada pesawat yang akan lepas landas.Cara sederhana dalam menentukan luas holding apron dengan melalui pesawat model dengan skala tertentu dan juga tergantung dari ukuran pesawat yang akan melayani. Biasanya diukur dari pesawat terbesar atau lebar sayapnya.Pesawat yang sedang holding apron ditempat disedemikian rupa sehingga tidak memancarkan kejalur sehingga ini bisa lebih aman untuk lalu lintas pesawat lainnya
Beberapa lapangan terbang sibuk, volume lalu lintas pada waktu puncak melebihi kapasitas holding apron, mengasilkan pesawat antri di taxiway menunggu giliran start lepas landas, dengan adanya holding apron pesawat dapat menyelip pesawat lain.Runway yang tanpa holding apron, pesawat yang tidak bisa lepas landas harus disingkirkan dengan berjalannya ke runway, meluncur keluar melalui exit taxiway untuk memberikan kesempatan kepada pesawat yang antri, masuk runway dan lepas landas. Prosedur ini terlalu lama (memakan waktu lama) dan akan mengurangi kapasitas dari lapangan terbang.Holding apron adalah tempat terakhir untuk berhenti guna mencheck- up atau memberi kesempatan kepada pesawat lain untuk memakai runway sebelum lepas landas.
3.9 Holding Bay
Holding bay adalah apron yang tidak begitu luas berlokasi dilapangan terbang untuk parkir pesawat sementara.Dibeberapa lapangan terbang jumlah yang disediakan mungkin tidak cukup untuk melayani pesawat-pesawat terbang yang datang dan juga akan berangkat, pada saat jam sibuk. Dalam hal ini PLLU akan menuntun pesawat tersebut parkir ke holding bay menunggu gate kosong dari pesawat lain.Holding bay tidak diperlukan bila kapasitas sebanding dengan permintaan, demikian rencana dimasa depan sangat sulit diramalkan.
9 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering 4. Analisa Data dan Pembahasan
Arah angin adalah dapat menentukan jurusan landasan pacu dengan arah angin yang dominan/terbanyak pada saat mendarat dan lepas landas.Arah landasan pacu ditentukan secara grafis dengan arah angin untuk jarak pengliatan dalam melakukan lamanya waktu kecepatan angin dan waktu persentase kecepatan angin setelah itu dimasukkan kedalam diagram wind rose maka dapat diketahui arah angin yang dominan.Banyaknya angin berhembus dapat berpengaruh pada landasan pacu dalam penerbangan yang mendukung secara karakteristik utama dalam ukuran, berat, kapasitas, kebutuhan panjang landasan pacu, landas-hubung dan tempat pesawat terbang parkir.
4.1 Batas Wilayah Bandara Kuala Namu
Perencanaan lapangan terbang Kuala Namu di Kabupaten Deli Serdang dan batas-batas wilayah tersebut disekitar daerah Lubuk Pakam dan Batang Kuis.Luas bandara yang direncanakan di Kuala Namu telah diketahui yaitu: panjang lapangan terbang 6.500 m, lebar lapangan terbang 2.100 m dan panjang landasan pacu 3.750 m diperoleh dari Dinas Perhubungan Udara Landasan Polonia Medan.
Arah dan Kecepatan Angin
Arah angin dapat menentukan jurusan landasan pacu dengan arah angin yang dominan pada saat mendarat dan lepas landas, pesawat terbang dapat melakukan manuver di atas landasan pacu sepanjang komponen angin yang tegak lurus arah bergeraknya pesat tidak berlebihan.Arah angin dapat diperhatikan pada jarak penglihatan dari yang terbaik sampai yang terburuk, menyatakan berbagai tingkat jarak penglihatan buruk dapat membutuhkan instrumen untuk mendarat. Adapun berguna untuk mengetahui kekuatan angin apabila jarak penglihatan terbatas ½ mil dan tinggi awan 200 kaki tiupan angin yang kecil, jarak penglihatan berkurang karena kabut dan asap.Pengambilan data arah dan kecepatan angin dipakai dengan alat Anemometer dan dapat dilakukan dalam 4 jam diamati 5 menit sekali selama 7 hari diperoleh dari Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika Polonia Medan, pada Tabel 4.
Saat putaran angin yang ditinjau waktu tiupan angin, maka dapat dihitung lamanya waktu kecepatan angin dan waktu persentase kecepatan angin, arah angin menunjukkan persentase untuk kecepatan angin sebagai arah landasan pacu (runway) dan dilihat pada diagram wind rose.Sesudah itu arah putaran yang ditinjau, maka dilihat hasil yang terbesar sampai diperoleh arah angin yang dominan (persentase wind coverage)
Kolom- kolom Tabel 4. untuk kecepatan angin dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kolom 1 : Untuk menentukan jalur dari arah mana angin berhembus, jalur ini digambarkan 2 garis tegak lurus saling berpotongan yaitu Utara – Selatan dan Timur – Barat. Sedangkan untuk menggambarkan arah yang lain, maka ke-4 sudut yang tegak lurus yang diambil 45o yaitu Tenggara, Barat Daya, Barat Laut, Timur Laut lalu diambil lagi sudut 22,5o, maka didapat lagi arah angin yang komplit yaitu
Timur Tenggara, Selatan Tenggara, Selatan Barat Daya, Barat Barat Daya, Barat Barat Laut, Utara Barat Laut, Utara Timur Laut, Timur Timur Laut
2. Kolom 2: Dapat menunjukkan jangka waktu/ lamanya waktu kecepatan angin selama hembusan angin mencapai kecepatan 4 –15 mil/jam.
3. Kolom 3 dan 4: Dapat menunjukkan jangka waktu/ lamanya waktu kecepatan angin selama berhembus mencapai lebih tinggi kecepatan 15 – 31 mil/jam dan 31 – 47 mil/jam.
10 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
4. Kolom 5: Penjumlahan total dari waktu kecepatan angin dari kolom 2,3dan 4 berhembus dari arah tertentu.
5. Mendapatkan angin pelan (Clam) waktu kecepatan angin 0 – 4 mil/jam adalah dalam melakukan pengamatan selama 4 jam 240 menit dikurang total waktu kecepatan angin.
Pengambilan data semua arah mata angin melakukan studi kasus di Kuala Namu dalam 4 jam diamati 5 menit sekali selama 7 hari.Dari Tabel di atas pengumpulan data waktu persentase kecepatan angin selama 7 hari dari semua mata angin.
Tabel 4. Hasil Waktu Persentase Kecepatan Angin Selama Tujuh Hari Arah angin
Persentase Kecepatan Angin
4 –15mil/jam 15-31mil/jam 31-47mil/jam Total
(1) (2) (3) (4) (5) =(2)+(3)+(4)
Utara
Utara Timur Laut Timur Laut
Timur -Timur Laut Timur
Timur Tenggara Tenggara
Selatan Tenggara Selatan
Selatan Barat Daya Barat Daya
Barat -Barat Daya Barat
Barat -Barat Laut Barat Laut Utara Barat Laut
0,6 2,67 10.12 21,43 16,96 10,42 4,76 4,17 2,98 1,79 0,89 0,60 - - - 0,29 - 0,29 0,60 4,17 1,79 0,89 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0,60 2,96 10,72 25,60 18,75 11,31 4,76 4,17 2,98 1,79 0,89 0,60 - - - 0,29 Total 77,68 7,74 - 85,42 Angin Pelan 0 – 4 mil/jam ( 240 35 x100%) 14,58 Total keseluruhan 100%
Tabel 4. menunjukkan lebih banyak ditempuh pada waktu persentase kecepatan angin 4 – 15 mil/jam dari arah Utara, Utara Timur Laut, Timur Laut, Timur-Timur Laut, Timur, Timur Tenggara, Tenggara, Selatan Tenggara, Selatan, Selatan Barat Daya, Barat Daya, Barat -Barat Daya, Utara Barat Laut dan arah angin yang lain persentase kecepatan angin tidak ada, waktu persentase kecepatan angin 15 – 31 mil/jam dari arah Utara Timur Laut, Timur Laut, Timur -Timur Laut, Timur, Timur Tenggara dan arah angin yang lain persentase kecepatan angin tidak ada, waktu persentase kecepatan 31 – 47 mil/jam persentase kecepatan angin tidak ada, dari semua kecepatan angin diketahui yang terbesar dari arah Timur -Timur Laut, Timur Tenggara dan Selatan Barat Daya, pada kecepatan angin 4 – 15 mil/jam. Maka dapat diperoleh waktu persentase kecepatan angin selama empat jam 7 hari adalah 85,42 % dan angin pelan (Calm) adalah 14,58 %. Setelah dapat dari semua arah mata angin, maka sesudah diperoleh hasil data waktu persentase kecepatan angin, kemudian angka-angka yang ada di dalam Tabel
11 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
dimasukkan ke Diagram Wind Rose supaya dapat mengetahui arah angin yang dominan (Persentase Wind Coverage). Untuk menentukan arah runway Kuala Namu.
Gambar 4. Total Waktu Persentase Kecepatan Angin Selama 7 hari
Berdasarkan Gambar 4.dan Tabel 4., semua arah angin telah diketahui dari waktu persentase kecepatan angin 4-15 mil/jam, 15-3 mil/jam dan 31- 47 mil/jam, maka total waktu persentase kecepatan angin yang terbesar adalah arah Timur- timur Laut adalah 25,6 %, dilakukan dalam satu kali lepas landas dan mendarat telah diperhitungkan satu gerakan pada saat pesawat terbang beroperasi, apabila angin bertiup atau berhembus lemah dan berkabut, maka PLLU (Peraturan Lalu Lintas Udara) dapat mengatur penggunaan runway untuk mendarat dan lepas landas.
Tabel 5. Persentase Wind Coverage Arah Operasi
Angin (derajat)
Persentase Wind Coverage
0-4mil/jam 4-15mil/jam 15-31mil/jam 31-47mil/jam Total
10o - 190o 14,48 77,68 0,89 - 93,05 20o - 200o 14,48 77,68 0,89 - 93,05 30o - 210o 14,48 77,68 5,06 - 97,22 40o - 220o 14,48 77,68 5,06 - 97,22 50o - 230o 14,48 77,68 6,85 - 99,01 60o - 240o 14,48 77,68 6,85 - 99.01 70o - 250o 14,48 77,68 7,74 - 99,90 80o - 260o 14,48 77,68 7,45 - 99,61 90o- 270o 14,48 77,68 7,45 - 99,61
Perencanaan lapangan terbang di Kuala Namu untuk menentukan letak arah runway telah diperoleh dari hasil persentase wind coverage (arah angin yang dominan) yaitu pada azimut 700 2500.Data arah dan kecepatan angin direncanakan untuk arah runway, maka hasil yang diperoleh dari persentase wind coverage arah runway dengan posisi Timur-Timur Laut – Barat-Barat Daya dengan azimut 70o – 250o untuk perencanaan
12 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
arah runway lapangan terbang di Kuala Namu.Melakukan penerbangan dengan posisi arah 70O – 250O, maka di peroleh nomor runway 07 – 25 dan penempatan nomor ini
adalah untuk ujung untuk runway sebelah Timur -Timur Laut digunakan nomor runway ”25“ sedangkan untuk ujung runway sebelah Barat Barat Daya dipergunakan runway “07“, dan perencanaan lapangan terbang di Kuala Namu telah diketahui panjang lapangan terbang 6.500 m, lebar lapangan terbang 2.100 m dan panjang landasan pacu (runway ) 3.750 m diperoleh dari Dinas Perhubungan Udara dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Arah Runway Kuala Namu
Keterangan Gambar di atas :R arah Runway sebelah kanan; Larah runway sebelah kiri 6. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
Menentukan letak dan arah runway Kuala Namu.
1. Arah angin pada perencanaan lapangan terbang diperoleh dari kecepatan angin dengan persentase kecepatan angin dan diagram wind rosemenghasilkan arah angin yang dominan.
2. Hasil analisa diperolehletak dan arah landasan pacu(runway)dengan arah angin (win rose)yang dominansebesar 99,90 % dengan posisi Timur-Timur Laut – Barat Barat Daya dengan azimut 700-2500.
3. Landasan Pacu dengan posisi arah 700-2500dengan nomor 07-25 dan penempatan nomor untuk ujung landasan pacu sebelah Timur-Timur Laut digunakan nomor landasan pacu “25” sedangkan untuk ujung ladasan pacu sebelah Barat Barat Daya digunakan landasan pacu “07”.
6.2 Saran
1. Perencanan lapangan terbang harus diperhatikan keadaan sekeliling bandara seperti adanya gunung, bangunan yang tinggi dan kabut supaya tidak mengganggu dalam melakukan penerbangan.
13 ATDS SAINTECH - Journal of Engineering
2. Letak dari pada landasan pacu yang direncanakan, bila dihubungkan ke taxiway dan apron harus benar-benar diperhatikan agar supaya jangan mengganggu penerbangan pada saat mendarat dan lepas landas.
3. Penomoran landasan pacu pada ujung-ujung landasan supaya dibuat untuk mempermudah pilot dalam melakukan pendekatan pada waktu mendarat
Daftar Pustaka
1. Aerodromes Design Manual (1984), Part 1, Runway.
2. Aerodromes Design Manual (1983), Part 2, Taxiways, Apron and Holding Bays. 3. Aerodromes Design Manual (1983), Part 3, Pavements.
4. Aerodromes, (1983), Annex 14.
5. Akhmad Zainuddin, BE, Selintas Pelabuhan Udara
6. Basuki, H, (1986), Merancang Merencanakan Lapangan Terbang, Bandung.
7. Horonjeff, R & McKelvey, FX (1983), Planning and Design of Airports, McGraw-Hill Book Company.
8. ICAO (1977)
9. Sipangkar D, I dan Sitindaon, Charles, Kajian Pemilihan Moda Transportasi Rute Bandara Kuala Namu-Medan, Jurnal Rekayasa Konstruksi Mekanika Sipil, Vol.No.2. Agustus 2018, ISSN 26145707
RIWAYAT PENULIS
Ir. Charles Sitindaon, MT., lahir di Simalungun tanggal 19 Desember 1967. Staf Pengajar Bidang Keahlian Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unika St. Thomas SU Medan. Sarjana Teknik Sipil diperoleh dari Unika St.Thomas SU Medan tahun 1994 dan Magister Teknik Sipil dari ITB tahun 2001.