• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intoleransi Laktosa pada Bayi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Intoleransi Laktosa pada Bayi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Intoleransi Laktosa pada Bayi

Elike Oktorindah Pamilangan

102013412 C1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta

elikeoktorindah@gmail.com

Pendahuluan

Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.1

Skenario 8

Bayi laki-laki usia 6 bulan dibawa ibunya berobat ke klinik terdekat dengan keluhan diare sejak 3 hari yang lalu. Bayi masih mendapatkan ASI namun karena ibunya sibuk bekerja, bayi mulai diberikan susu formula. Menurut ibuny, sejak diberikan susu formula, frekuensi buang air besar menjadi 3x/hari, tidak ada darah maupun lendir.

Anamnesis

Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal.2

(2)

Anamnesis yang baik akan terdiri dari:

Identitas

Meliputi nama lengkap, alamat, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, dan nama orangtua.Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari

pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Biasanya dalam kasus ini menggunakan alo-anamnesis dengan bahasa orang tuanya karna anaknya masih belum dapat berbicara.

Riwayat Penyakit Sekarang

Merupakan cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai peristiwa penting seputar masalah

yang dihadapinya.

a. Kapan penyakitnya dimulai dan bagaimana frekuensi diarenya?b. Bentuk tinja ? Bagaimana perubahannya?

d. Keluhan lain yang menyertai diare?

e. Pemeriksaan dan pengobatan apa yang dilakukan?Riwayat Penyakit Dahulu

Untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang

pernah di derita dengan penyakitnya sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga

Anamnesis keluarga untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit

infeksi.

Riwayat Nutrisi

Hal yang harus ditanyakan berapa lama menggunakan ASI, bahan makanan pengganti selain

ASI. Makanan dapat menimbulkan diare melalui mekanisme osmotik yang berlebihan atau proses alergi. Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya intoleransi laktosa dan sindrom usus iritabel.2

Pemeriksaan Fisik

 Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala (untuk anak usia dibawah 2 tahun)

 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, dengan mengukur tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan,dan suhu tubuh.

(3)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Bayi dalam posisi terlentang, sebaiknya sedang tidur. Perhatikan perut bayi, buncit atau cekung, simetris atau tidak.

Palpasi : Palpasi pada bayi mudah dikerjakan karena bayi senang disentuh, peganglah dengan satu tangan kaki bayi dan buatlah fleksi pada lutut dan panggul sehingga bayi relaksasi. Raba hati dari bawah abdomen sebelah kanan. Pada perkusi ringan terdengar suara timpani, karena bayi sering menelan banyak udara. Namun bila suara timpani mengeras disertai dengan distensi abdomen, maka pikirkanlah kemungkinan adanya peritonitis

Auskultasi : Dengarkan bunyi peristaltik, mendengar suara musikal peristaltik tiap 10-30 detik. Bunyi peristaltik akan berubah menjadi tinggi pada obstruksi traktus gastrointestinal sedangkan frekuensinya akan bertambah pada gastroenteritis, serta berkurang atau bahkan menghilang pada perionitis atau ileus paralitikus.3

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium:

1. Pengukuran kadar pH feses. Jika kadar pH feses <6, maka memperkuat dugaan adanya intoleransi laktosa.

2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest” Normal tidak terdapat gula dalam tinja.

3. Laktosa loading (tolerance) test. Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.

4. Barium meal lactose. Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi.

5. Biopsi. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut.

6. Hydrogen breath test, merupakan pengujian kadar hidrogen dalam panas. Laktosa yang tidak terurai oleh laktase akan mengalami fermentasi oleh bakteri sehingga menghasilkan gas hidrogen didalam saluran cerna. Tes ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, lalu

(4)

mengukur kadar hidrogen udara dari napasnya, kemudian memasukkan laktosa 2g/kgBB lalu diukur kadar hidrogennya setelah 2-3 jam pemberian. Peningkatan kadar hidrogen udara dalam napas diatas 20ppm dapat dipastikan pasien menderita intoleransi laktosa.2,4

Diagnosis Kerja

Intoleransi laktosa didefinisikan sebagai timbulnya gejala-gejala pada saluran pencernaan sesudah makan atau minum bahan-bahan yang mengandung laktosa. Intoleransi laktosa terjadi karena adanya kerusakan pada mukosa usus halus yang menyebabkan defisiensi laktase tidak bekerja.3

Diagnosis Banding

1. Intoleransi protein susu sapi

Keadaan ini merupakan diagnosis klinis yang dibuat bila ditemukan gejala baik akut maupun kronik yang timbul berkaitan dengan mengonsumsi susu sapi. Reaksi akut setelah memakan sejumlah kecil susu di antaranya muntah, diare, urtikaria, stridor dan spasme bronkus. Bila reaksi akut terjadi, kaitannya dengan asupan susu jelas terbukti. Efek kronik seperti kegagalan pertumbuhan, perdarahan rectum, anemia dan hepatosplenomegali sebagai akibat reaksi terhadap protein susu, lebih sulit untuk dibuktikan. Penelitian imunologis menunjukkan adanya berbagai mekanisme. Bayi-bayi yang rentan mungkin mengalami peningkatan absorpsi jumlah antigen laktoglobulin pada awal masa bayi dan hal ini dapat berhubungan dengan defisiensi IgA sementara atau terjadi setelah gastroenteritis. Biopsi jejenum menunjukan pendataran vili yang bervariasi. Gangguan ini biasanya bersifat sementara dan dapat ditangani dengan penyesuaian diet. Protein diberikan dalam bentuk kasein hidrolisat, daging ayam atau protein kedelai.5

2. Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat pada umumnya merupakan malansorbsi laktosa yang terjadi karena defisiensi laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang diabsorbsi oleh usus halus.6

(5)

Keracunan makanan adalah penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh racun baik akibat dari ada faktor lain yang menyebabkan kehadiran racun tersebut didalam makanan atau racun tersebut berasal dari salah satu bahan makanan. Gejala keracunan makanan identik dengan ganguan pencernaan yang berarti gejala-gejala yang terlihat seperti mual, sakit perut, muntah, dan atau diare. Beberapa jenis racun dapat menganggu sistem syaraf. Keracunan makanan biasanya juga dikenal sebagai bakterial gastroenteritis.7

Epidemiologi

Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu, penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di Amerika terdapat lebih dari 50 juta orang menderita intoleransi laktosa. Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa.4

Sejak lahir dan selama masa bayi, mikrovili akan membentuk laktase sebagai akibat rangsangan laktosa yang terdapat dalam ASI atau susu formula. Namun selanjutnya sesudah anak disapih terjadi perbedaan antara anak di negeri berkembang dengan anak di negeri maju, yaitu karena pada anak di negeri berkembang biasanya tidak diberikan susu terus menerus lagi, sehingga rangsangan terhadap mikrovili untuk membentuk laktase juga berkurang.4

Intoleransi laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa (khususnya bayi-bayi prematur).4

Etiologi

Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut. Defisiensi enzim

(6)

disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa.1,8

Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu mamalia. Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (β-galactosidase) yang terdapat di brush border mukosa usus halus, menjadi glukosa dan galaktosa, yang kemudian akan diserap oleh tubuh di usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian luar pada brush border mukosa usus halus, dan jumlah yang sedikit.1,9 Intoleransi laktosa dapat bersifat primer atau sekunder. Intoleransi laktosa

primer dapat merupakan akibat dari alaktasia kongenital dan intoleransi laktosa kongenital. Intoleransi laktosa sekunder biasanya merupakan kelainan yang bersifat sementara sebagai kelanjutan dari diare akut, atau berhubungan dengan intoleransi protein susu sapi, sindrom usus pendek, dan penyakit seliak.10

Patogenesis

Intoleransi laktosa timbul bila tubuh mengalami difesiensi salah satu atau lebih enzim disakarida dan atau adanya gangguan absorbsi serta pengangkutan monosakarida ke dalam usus. Jadi ada dua faktor yang mempengaruhi timbulnya intoleransi laktosa yaitu faktor pencernaan dan faktor absorbsi. Gangguan kedua jenis faktor ini dapat bersifat bawaan (kongenital) atau didapat (sekunder). Pada primer, penyebabnya adalah karena genetik, sedangkan pada sekunder dapat karena produksi enzim yang tidak sempurna, pasca operasi, malnutrisi energi protein.4

Proses pencernaan disempurnakan oleh suatu enzim dalam usus halus. Banyak diantara enzim-enzim itu terdapat pada brush border usus halus dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. Enzim laktose adalah enzim yang memecahkan laktosa (disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida) pada brush border, sehingga absorbsi dapat berlangsung. Bila laktosa tidak dihidrolisis masuk usus besar, dapat menimbulkan efek osmotik yang menyebabkan penarikan air ke dalam lumen kolon. Bakteri kolon juga meragikan laktosa yang menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang merangsang kolon, sehingga terjadilah peningkatan pergerakan kolon. Diare disebabkan oleh peningkatan jumlah molekul laktosa yang aktif secara osmotik yang tetap dalam lumen usus menyebabkan volume isi usus meningkat. Kembung dan flatulens disebabkan oleh produksi gas (CO2 dan H2) dari sisa disakarida di dalam colon.4,9

(7)

Gejala Klinik

Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukkan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat frekuen, cair, bulky, dan berbau asam, meteorismus, flatulens, dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.4

Komplikasi

Intolerasi laktosa bila tidak ditangani akan berakibat dehidrasi berat karna diare yang terus-menerus, anoreksia, hipokalemia, hipoglikemia, anemia, malnutrisi mengakibatkan bayi jadi gizi buruk.5

Penatalaksanaan

Pada bayi yang mengalami intoleransi laktosa pengobatan dilakukan dengan pemberian susu bebas laktosa. Tujuannya adalah supaya frekuensi diare berkurang. Pengobatannya adalah menghentikan susu dari diet. Preparat laktase (Lactasid) sudah ada; bila ditambahkan ke dalam susu. Preparat ini memungkinkan pemakaian susu dalam jumlah yang sedang tidak bergejala, bila susu tersebut telah diinkubasi dengan penambahan enzim ini. Kapsul dengan aktivitas laktase dapat juga diberikan bersama dengan makanan. Yogurt biakan hidup mengandung bakteri yang memproduksi enzim laktase dengan demikian ditoleransi oleh orang dengan defisiensi-laktase. Susu kedelai pada bayi diatas umur 6 bulan.11

Prognosis

Pada kelainan primer (kongenital) prognosisnya kurang baik, sedangkan pada kelainan didapat (sekunder) prognosisnya baik. 4

(8)

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan penunjang serta teori-teori yang sudah dijelaskan, bisa disimpulkan bahwa bayi tersebut menderit intoleransi laktosa. Karena kemungkinan intoleransi lemak bisa disingkirkan dengan pemeriksaan tinja. Kemudian untuk kemungkinan alergi bisa dibedakan dengan menggunakan beberapa tes seperti pemeriksaan IgE pada pasien. Dan untuk tatalaksanaannya bisa dengan menggunakan susu yang rendah laktosa atau tidak ada laktosanya sama sekali, kemudia mencegah adanya dehidrasi pada bayi karena ada gejala diarenya.

Daftar Pustaka

1. Egayanti, Yusra. Kenali Intoleransi Laktosa Lebih Lanjut dalam InfoPOM vol. 9. No. 1. Januari 2008, hal.1-3.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5, jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-45,477,534-47.

3. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC; 2008.h. 162-3.

4. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FK UI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Edisi ke-11. Jakarta: Info medika; 2007. h. 298-9.

5. Suraatmaja S. Kapita selekta Gastroenterologi anak. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 107.

6. Wijoyo Y. Diare: pahami penyakit dan obatnya. Yogyakarta: PT Intan Sejati; 2013. h. 18.

7. Wong DL et al. Buku ajar keperawatan pediatrik volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 447.

8. Baas, Atan. Intoleransi Laktosa. dalam Majalah Kedokteran Nusantara volume 39. No 4. Desember 2006, hal.424-9.

9. Berhman E, Arvin AM, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h.1355-8.

10. Surjono A. Vade-mecum pediatri. Ed 13. Jakarta: EGC; 2009.

Referensi

Dokumen terkait

bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihin 2.500 milieter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan

Nilai potensial korosi logam yang telah dilapisi pada umumnya pada angka -320 mV, tetapi pada waktu pelapisan 30 menit diperoleh nilai potensial korosi yang paling

Berdasarkan dari perhitungan kapasitas produksi setiap stasiun kerja UKM Aneka Karya Glass yang telah dilakukan, maka dapat diketahui stasiun yang memiliki kapasitas

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara

[r]

75 Aswar (35) selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan Manggala.. hukum dan dasar hukum yang jelas, sehingga memungkinkan bermasalah dikemudian hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan senyawa urea dan amonium yang ter- kandung dalam limbah selama treatment dalam range waktu tertentu adalah urea

Pada penelitian ini, terdapat perbedaan yang bermakna terhadap penurunan kadar SGOT tikus Wistar antara kelompok tikus Wistar yang hanya diberi parasetamol