PEDOMAN TEKNOLOGI
PENANGANAN PASCAPANEN
JAMUR
KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN
SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2011
PENGARAH : Dr. Ir. Yul Harry Bahar Direktur Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura
PENYUSUN : Ir. Ndarie Indartiyah Ir. Irma Siregar
Ir. Yogawati Dwi Agustina Kudrat S
Dedi Suyerman Budi Hartono,SP.,MSi. Dina M.Susilawati, SSi. Weni Fika, STP. Darsini
Sri Mulatmi
ISBN : 978-602-8591-15-7
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa seizin penerbit.
KATA PENGANTAR
Dewasa ini terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat, dimana sebagian masyarakat cenderung untuk lebih selektif dalam memilih makanan, dalam hal ini terkait dengan kandungan gizi dan manfaatnya bagi kesehatan. Masyarakat juga cenderung ke produk pangan nabati yang diproduksi secara ramah lingkungan.
Jamur merupakan salah satu bahan pangan sehat yang bergizi tinggi, yang juga banyak digunakan sebagai bahan baku obat. Disamping itu, proses produksi jamur bebas bahan kimia dan pestisida lainnya, sehingga dipromosikan sebagai sayuran sehat dan organik yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Agribisnis jamur memiliki peluang usaha besar, harga baik dan proses masih jauh dari jenuh.
Buku Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur ini disusun dengan maksud untuk memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan (petani, pelaku usaha, perguruan tinggi, dan lain-lain) tentang penanganan pascapanen jamur yang baik, mengenai perubahan fisiologis pascapanen jamur, tahapan penanganan pascapanen dan upaya peningkatan daya saing lainnya.
Buku Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur diharapkan berguna bagi semua pihak, terutama dalam pengembangan agribisnis jamur, dan juga dapat membantu pelaku usaha dalam mengatasi permasalahan dalam penanganan pascapanen jamur sehingga dapat memperpanjang masa simpan dan meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan daya saing produk.
Kami menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan pedoman ini. Informasi yang dipaparkan ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan masukan untuk kelengkapannya sangat diharapkan. Semoga buku ini banyak manfaatnya bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Jakarta, Mei 2011 Direktur
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Maksud ... 4 C. Tujuan ... 4 D. Sasaran ... 5 E. Ruang Lingkup ... 5 F. Pengertian ... 5
BAB II PERUBAHAN FISIOLOGIS PASCAPANEN JAMUR ... 11
A. Penurunan Kadar Air ... 11
B. Perubahan Warna (Discoloration) 12 C. Penyimpangan Aroma ... 13
D. Proses Respirasi ... 14
E. Pemekaran Tudung ... 15
BAB III TAHAPAN PENANGANAN PASCAPANEN JAMUR ... 17
A. Jamur dengan Media Serbuk Kayu 17 1. Jamur Tiram (Pleurotus sp.) ... 17
2. Jamur Kuping (Auricularia sp.) . 36 B. Jamur dengan Media Kompos ... 49
PENUTUP ... 65
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu jenis komoditas sayuran eksotik yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan dalam skala komersial. Peluang pasar produk jamur saat ini cukup tinggi, kebutuhan pasar lokal sekitar 35% dan pasar luar negeri 65%. Setiap tahun permintaan akan jamur dalam negeri maupun luar negeri mengalami kenaikan antara 10î20%, baik untuk jamur segar maupun jamur olahan.
Menurut penelitian ada sekitar 600 jenis jamur yang dapat dikonsumsi. Dari 600 jenis tersebut, lebih dari 200 jenis telah dikonsumsi manusia dan 100 jenis diantaranya telah dicoba untuk dibudidayakan. Dari 100 jenis tersebut, 35 jenis telah berhasil dibudidayakan secara komersial, dan hanya 8 jenis jamur saja yang dapat dibudidayakan secara industri. Berdasarkan jenis media tumbuhnya, jamur dapat digolongkan menjadi jamur dengan media jerami, media serbuk kayu, dan media campuran. Jamur dengan media jerami yaitu jamur merang
(Volvariella volvaceae) yang banyak dibudidayakan di dataran rendah. Jamur dengan media serbuk kayu antara lain jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur tiram (Pleurotus sp.).
Beberapa keunggulan jamur bila dibandingkan dengan produk pertanian lainnya adalah pembudidayaannya yang cepat (1-3 bulan) sehingga perputaran modal menjadi lebih cepat. Jamur juga dikenal sebagai salah satu komoditas sayuran organik yang tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimiawi sehingga aman untuk dikonsumsi dan membantu dalam menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu, limbah media tumbuh jamur dapat digunakan sebagai pupuk organik yang sangat baik bagi peningkatan kesuburan tanah.
Sebagai salah satu sayuran segar, nonpestisida, higienes, dan berkhasiat bagi kesehatan, produk sayuran ini sangat mudah rusak dan rapuh baik pada saat panen maupun pascapanen dengan rata-rata kerusakan mencapai 40-60%, dan dapat mencapai 80-100% untuk negara beriklim tropis.
Seiring meningkatnya permintaan terhadap kualitas dan kuantitas produk jamur, perlu diimbangi dengan peningkatan
produksi dan mutu bahan baku. Pemenuhan mutu yang sesuai permintaan pasar tidak terlepas dari dukungan sektor yang saling terkait mulai sektor hulu hingga hilir. Di sektor hilir penerapan penanganan pascapanen yang baik/Good Handling Practices (GHP) adalah merupakan salah satu persyaratan yang harus dilakukan dan dipenuhi dalam penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan.
Pascapanen merupakan bagian integral dari pengembangan agribisnis, menjelaskan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai siap dikonsumsi dan/atau diolah sampai pemasaran produk akhir. Peran kegiatan pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu sub-sistem agribisnis. Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk segar agar tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan hasil karena adanya penyusutan atau kerusakan, memperpanjang daya simpan dan daya ekonomis suatu produk sehingga dapat meningkatkan nilai tambah serta daya saing produk yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahtera-an petkesejahtera-ani.
B. Maksud
Pedoman Teknologi Penanganan Pasca-panen Jamur Asal Tanaman Yang Baik
(Good Handing Practices) ini digunakan sebagai panduan umum dalam pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen jamur secara baik sehingga menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi.
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan Pedoman Teknologi Penanganan Pasca Panen Jamur Asal Tanaman Yang Baik (Good Handing Practices) adalah :
1. Menekan kehilangan/kerusakan hasil; 2. Memperpanjang daya simpan;
3. Meningkatkan daya guna, nilai tambah, daya saing;
4. Mempertahankan kesegaran dan mutu produk;
5. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana;
6. Memberikan keuntungan yang optimum bagi petani dan pelaku usaha;
7. Mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan.
D. Sasaran
Seluruh pemangku kepentingan di bidang pascapanen dan pengolahan jamur.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur meliputi sortasi awal, pembersihan, penirisan, pengeringan, sortasi akhir (lanjutan), penimbangan, pengemasan, pelabelan, dan penyimpanan.
F. Pengertian
Dalam Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur, yang dimaksud dengan : 1. Jamur adalah kelompok besar jasad hidup yang termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil), hidupnya sapropit, dapat menjadi sumber pangan;
2. Produk bermutu adalah produk yang mempunyai nilai manfaat dan kegunaan sesuai dengan kebutuhan konsumen;
3. Good Handling Practices yang selanjutnya disebut GHP merupakan pedoman penanganan pascapanen hasil
pertanian asal tanaman yang baik sesuai dengan UU RI No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan dijelaskan lebih rinci dalam Permentan No. 44/Permentan/OT.140/10/2009 dengan ruang lingkup meliputi penanganan pascapanen, standardisasi mutu, lokasi, bangunan, peralatan dan mesin, bahan perlakuan, wadah dan pembungkus, tenaga kerja, Kemanan dan Keselamatan Kerja (K3), pengelolaan lingkungan, pencatatan, pengawasan, penelusuran balik, sertifikasi, pembina-an dpembina-an pengawaspembina-an;
4. Penanganan pascapanen merupakan bagian dari Good Handling Practices
yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai siap dikonsumsi dan/atau diolah dan kegiatan ini hanya dapat dilakukan di bangsal pascapanen atau di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi (UU RI No 13 tahun 2010), meliputi kegiatan perontokan, pembersihan, pengupasan, trimming, sortasi, perendaman, pencelupan, pelilinan, pelayuan, pemeraman, fermentasi, penggulunan, penirisan, perajangan, pengepresan, pengawetan,
pengkelas-an, pengemasan, penyimpanan, standarisasi mutu dan pengangkutan hasil pertanian asal tanaman. Tujuan pengananan pascapanen diantaranya menekan kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang daya simpan, mem-pertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, meningkatkan nilai tambah, meningkatkan efisiensi peng-gunaan sumberdaya dan sarana, meningkatkan daya saing, memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan;
5. Sortasi merupakan kegiatan pemilahan hasil panen yang baik dari yang rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit dan benda asing lainnya. Sortasi harus dilakukan dengan hati-hati agar hasil panen tidak rusak. Sortasi dapat menggunakan alat dan/atau mesin sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman;
6. Pembersihan merupakan kegiatan menghilangkan kotoran fisik, kimiawi dan biologis dengan menggunakan alat dan/atau mesin sesuai sifat dan karakteristik hasil, yang didalamnya
juga mencakup pencucian, peren-daman, pengelapan.
7. Penirisan merupakan kegiatan untuk menghilangkan air yang menempel dipermukaan produk yang berasal dari perendaman, pencelupan atau pencucian dengan menggunakan alat dan/atau mesin dengan jenis dan spesifikasi sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman;
8. Pengeringan merupakan kegiatan untuk menurunkan kadar air sampai kadar air mencapai keseimbangan sehingga aman untuk disimpan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau pengering buatan;
9. Penimbangan merupakan kegiatan untuk mengetahui berat produk setelah dilakukan pengeringan dengan menggunakan alat penimbang;
10. Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan. Penge-masan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak rusak. Bahan kemasan
dapat berasal dari daun, kertas, plastik, kayu, karton, kaleng, aluminium foil dan bambu. Pengemasan dapat menggunakan alat dan/atau mesin dengan jenis dan spesifikasi sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman. Bahan kemasan tidak boleh menimbulkan kerusakan, pencemaran hasil panen yang dikemas dan tidak membawa OPT;
11. Pelabelan merupakan kegiatan untuk memberikan label pada kemasan untuk mengetahui isi kemasan produk yang isinya antara lain tertera : nama produk, tgl kadaluarsa, izin depkes, dan lain-lain;
12. Penyimpanan merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memper-panjang masa penggunaan produk. Penyimpanan dilakukan pada ruang dengan suhu, tekanan dan kelembaban udara tertentu sesuai dengan sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman.
BAB II
PERUBAHAN FISIOLOGIS PASCAPANEN JAMUR
Komoditas jamur umumnya bersifat
perishable (mudah rusak) sehingga harus ditangani secara baik dan benar serta hati-hati agar penurunan mutu dan kehilangan hasil dapat ditekan. Setelah panen jamur masih melakukan proses respirasi sehingga sering terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang menyebabkan jamur tidak layak dikonsumsi. Perubahan-perubahan yang terjadi diantaranya adalah pengerutan, pemekaran, pencoklatan (browning), berair, kehilangan air, perubahan tekstur, aroma dan flavor. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena proses metabolisme, reaksi-reaksi kimia, atau pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang terus berlangsung dalam jaringan selama penyimpanan.
Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya mutu jamur pascapanen, antara lain adalah :
A. Penurunan Kadar Air
Jamur memiliki kandungan air yang tinggi yaitu antara 85% sampai 95% sehingga
penurunan lebih dari 5-10% setelah panen akan sangat berpengaruh pada kualitas produk. Kehilangan air akan menjadi sangat cepat dengan adanya respirasi dan transpirasi. Laju kehilangan air tergantung pada : 1) struktur dan kondisi jamur; 2) suhu dan kelembaban lingkungan; dan 3) gerakan udara dan tekanan udara. Kehilangan air cepat pada udara kering dan hangat, dan sangat dipercepat oleh pergerakan udara, kecuali bila udara yang bergerak jenuh air. Air lebih mudah menguap pada tekanan rendah, dan laju evaporasi berbanding terbalik dengan tekanan udara. Pengaruh utama kehilang-an air adalah kelayukehilang-an dkehilang-an pengerutkehilang-an, tekstur menjadi liat, berkurangnya rasa dan akhirnya tidak dapat dimakan.
B. Perubahan warna (discoloration) Perubahan warna pada jamur dapat diakibatkan oleh kerusakan mekanis pada saat panen, pengupasan, pencucian, kelayuan (senescense) atau pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri pembusuk. Seperti halnya sayuran dan buah-buahan lainnya, maka jamur juga dapat mengalami pencoklatan (browning) akibat kerusakan jaringan dengan adanya O2
selama pengupasan. Jamur jika didiamkan begitu saja dalam ruangan terbuka, lama kelamaan akan berubah warna menjadi coklat karena pada jamur terdapat enzim polifenol oksidase, sehingga kehadiran O2 dan substrat akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat, kemudian bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan enzymatic browning.
Reaksi ini dapat dikontrol dengan penginaktifan enzim oleh panas, SO2 atau perubahan pH dengan penambahan asam. Reaksi pencoklatan jamur juga dapat dikontrol dengan penyimpanan pada suhu rendah. Jamur tiram apabila disimpan di tempat yang terbuka lama-kelamaan akan berubah menjadi coklat. Kondisi CO2 yang tinggi di dalam kemasan dapat pula menyebabkan perubahan warna (penguningan jamur).
C. Penyimpangan Aroma
Penyimpangan aroma jamur tiram selama penyimpanan dapat diakibatkan oleh oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tak jenuh, oksidasi protein, dan berkembangnya
organisme pembusuk. Munculnya mikro-organisme yang menyerang jamur tergantung dari Aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikro-organisme bagi pertumbuhannya. Mikro-organisme yang umumnya menyerang jamur, khususnya jamur tiram adalah bakteri dan kapang (nilai Aw > 0,8). Kapang yang banyak dijumpai adalah
Fusarium sp., Trichoderma sp., Penicillium
sp., dan Tricholecium sp. Sedangkan bakteri yang banyak umum adalah
Flavobacterium sp., Pseudomonas sp.,
Humicola languinosa, Bacillus substilis. Apabila jamur disimpan pada kondisi di bawah optimal (penghilangan O2) akan mengakibatkan terjadinya metabolisme anaerobik yang menghasilkan etanol, sehingga mempercepat terjadi penyim-pangan aroma jamur.
D. Proses Respirasi
Kegiatan respirasi terus berlangsung walaupun produk telah dipanen dan selalu mengakibatkan perubahan-perubahan fisiologis yang akhirnya menyebabkan kerusakan. Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks di dalam sel, seperti pati, gula, dan
asam-asam organik menjadi molekul yang sederhana seperti CO2 dan air bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk metabolisme. Laju respirasi dipengaruhi oleh umur panen, suhu penyimpanan, komposisi udara, adanya luka serta komposisi kimia bahan. Umumnya setiap peningkatan suhu 10oC maka laju respirasi meningkat 2 (dua) kali lipat, tetapi pada suhu diatas 35oC laju respirasi menurun karena aktivitas enzim terganggu yang mengakibatkan difusi oksigen terhambat. Golongan jamur tergolong produk yang memiliki laju respirasi tinggi sehingga setelah panen akan cepat mengalami kerusakan. Laju respirasi yang tinggi biasanya dihubungkan dengan umur simpan yang pendek dan menyebabkan mutu produk cepat menurun.
E. Pemekaran Tudung (untuk jamur merang)
Mekarnya tudung pada jamur merang terjadi akibat masih terus berlangsungnya aktivitas metabolisme setelah jamur dipanen yang menyebabkan kadar lemak dan serat meningkat sehingga tekstur dan cita rasa menjadi kurang disukai, dan nilai
energi yang dihasilkan jamur pun menjadi berkurang. Pemekaran tudung dapat terjadi karena suhu lingkungan sekitar yang tinggi, pencahayaan yang berlebih, dan juga kadar pH yang terlalu asam atau basa. Pemekaran tudung pada jamur merang harus dihindari karena dapat menurunkan mutu dan harga jualnya. Untuk menghindari pemekaran tudung, maka kondisi lingkungan harus dijaga, dan kegiatan pemanenan sebaiknya dilakukan di pagi atau sore hari.
BAB III
TAHAPAN PENANGANAN PASCAPANEN JAMUR
Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang hanya dapat dilakukan di bangsal pascapanen atau di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi (UU RI No 13 tahun 2010) dengan tahapan sebagai berikut :
A. Jamur dengan Media Serbuk Kayu 1. Jamur Tiram (Pleurotus sp.)
a. Penyiapan Peralatan dan Bahan Kemasan.
Peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan pascapanen jamur tiram, meliputi :
- Ember/keranjang plastik/bak atau tampah yang bersih untuk menempatkan jamur hasil panen; - Pisau yang tajam untuk
membersihkan/memotong
pangkal jamur tiram dari sisa media tanam yang terbawa; - Alkohol untuk mencuci tangan
- Wadah steam (uap air panas) untuk pemanasan pendahuluan (blanching) setelah pembersihan; - Alat pengering untuk
mengering-kan jamur tiram berupa oven biasa, microwave oven yang dilengkapi dengan blower;
- Timbangan untuk mengukur berat jamur tiram sebelum dan sesudah pengeringan;
- Alat penjemur berupa nampan, anyaman bambu, atau keranjang plastik untuk menjemur jamur hasil panen jamur tiram;
- Freezer atau dry ice sebagai media pembekuan jamur tiram untuk memperpanjang masa simpan;
- Bahan untuk kemasan berupa
styrofoam yang ditutup dengan plastik film (wrap plastic),
Polypropylene (PP), Polyetylene Low Density dan Polyetylene High Density;
- Label untuk melabel produk jamur tiram yang diletakkan menempel pada kemasan produk jamur tiram.
b. Penyediaan Air Pencucian
Air yang digunakan harus memenuhi standar persyaratan air bersih sesuai standar baku mutu air bersih.
c. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah badan buah jamur hasil panen yang cukup umur, yaitu tiga puluh hari sejak inokulasi atau seminggu setelah baglog dibuka atau 2-3 hari setelah munculnya primordia (pinhead/ gerombolan bakal jamur) dan memenuhi standar mutu baik untuk konsumsi. Bahan baku ini diletakkan pada tempat yang berlubang sehingga tidak mudah mengalami perubahan fisik/kimia.
d. Proses Pascapanen Jamur Tiram Segar
1) Sortasi
Jamur yang sudah dipanen harus ditangani dengan hati-hati agar mutunya tetap terjaga dan baik sampai ke tangan konsumen. Jamur umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis sayuran lain, karena
jika tidak segera diberi perlakuan, maka jamur tiram akan segera layu, mengeluarkan lendir dan jika terlalu basah akan berubah menjadi gelap. Langkah pertama yang dilakukan setelah panen jamur tiram adalah sortasi awal, yaitu untuk memisahkan jamur tiram dari kotoran-kotoran lainnya yang terbawa pada saat panen, seperti tanah, pasir, kerikil, daun, dan lain-lain. Umumnya kegiatan sortasi awal dilakukan bersamaan dengan pemanenan untuk menjaga kondisi jamur tiram agar tetap segar. Sortasi dilakukan dengan memisahkan jamur-jamur yang cacat ke dalam wadah yang terpisah, sedangkan jamur yang sehat dimasukkan ke dalam wadah lainnya, dimana wadah ini dapat menjaga jamur agar tetap mendapatkan aerasi yang baik dan mengurangi kelembaban yang dapat menyebabkan kerusakan jamur. Wadah yang
digunakan diusahakan jangan terlalu dalam untuk menghindari penumpukan jamur yang dapat mengakibatkan jamur rusak. 2) Pembersihan
Jamur tiram segar dibersihkan dari kotoran yang menempel pada bagian akar dan buah jamur sehingga daya simpan jamur akan lebih lama. Pembersihan dilakukan dengan memotong akar dan pangkal tangkai jamur dengan pisau tajam dan bersih, lalu kotoran, spora dan air media yang menempel pada permukaan tubuh buah dibersihkan.
3) Grading
Setelah dilakukan sortasi awal dan pembersihan, maka dilakukan grading berdasarkan kualitas hasil panen jamur tiram sebagai berikut :
No. Parameter Grade A Grade B Grade C 1 Diameter 10-15 cm 5-10 cm < 5 cm 2 Warna Putih bersih Abalon Putih bersih Abalon Putih bersih Abalon 3 Kandungan Air < 20% 21- 25% 30% 4) Penimbangan
Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat jamur tiram sebelum dipasarkan sesuai dengan keinginan konsumen. 5) Pengemasan dan Pelabelan
Secara umum tujuan utama dari pengemasan adalah :
- Mengumpulkan hasil produk dalam suatu unit sesuai pemanfaatannya;
- Menyimpan produk secara aman agar terhindar dari pencemaran atau kotoran; - Melindungi produk dalam
perjalanan/transportasi, pemasaran maupun penyimpanan;
- Mempermudah pengang-kutan atau pemindahan produk dari satu tempat ke
tempat lain;
- Pengemasan sebaiknya dilakukan sesuai grading produk dan diletakkan secara terpisah;
- Memudahkan pengontrolan produk.
Kriteria bahan pengemas yang baik adalah sebagai berikut : - Mampu melindungi produk
dari kerusakan mekanis (gesekan, tekanan, getaran), pengaruh lingkungan
(cahaya, temperatur, kelembaban, angin), dan pencemaran;
- Tidak mengandung zat kimia yang menyebabkan
perubahan bahan isi, warna, rasa, bau, tidak bersifat racun (toksin) dan kadar air produk; - Sesuai dengan keinginan
konsumen, tidak terlalu berat, praktis, ukuran dan
bentuknya menarik; - Mampu mencegah
penyerapan air atau menghindari kelembaban
karena dapat menyebabkan peningkatan kadar air produk;
- Memiliki daya lindung yang dapat diandalkan;
- Harga yang terjangkau/ ekonomis;
- Praktis untuk konsumen (pengemasan dalam skala kecil);
- Bahan pengemas harus kuat, sesuai dengan sifat dan kondisi produk yang dikemas dan lama penyimpanan/ pengangkutan
Setelah dilakukan pengemasan, maka dilakukan pelabelan produk dengan tujuan :
- Menerangkan cara penggunaan dan cara melindungi produk yang dikemas;
- Memudahkan identifikasi produk dan trace ability (daya telusur) demi keamanan pangan;
- Label umumnya berisi antara lain nama produk, tanggal
pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode
penyimpanan
Tujuan utama dari pengemasan, kriteria bahan kemasan yang baik, dan tujuan pelabelan di atas berlaku pula untuk jamur kuping dan merang, baik segar maupun kering (olahan).
Pengemasan jamur tiram segar jika hanya hendak dipasarkan di pasar tradisional, maka dilakukan dengan sistem curah di dalam keranjang atau wadah yang memiliki lubang yang memiliki daya simpan hanya beberapa jam saja atau juga dapat dimasukkan ke dalam plastik transparan biasa dengan jumlah tertentu. Namun jika ingin disimpan dan didistribusi-kan ke wilayah lain, harus dengan sistem cool to cool
dengan bentuk kemasan sebagai berikut :
- Diletakkan di dalam
styrofoam yang dibungkus plastik dengan jarak lubang perforasi 4 cm x 4 cm yang berdiameter 1 mm guna mempertahankan kadar air, susut bobot, derajat putih, pH dan tekstur dan dapat mempertahankan kesegaran jamur hingga 10 hari.
- Diletakkan di dalam plastik
Polypropylene (PP) 0,33 mm pada suhu 5oC dapat mempertahankan kesegaran jamur tiram selama 17-20 hari, sedangkan pada suhu 10oC hanya 8-10 hari.
- Diletakkan di dalam plastik dengan jenis film Polyetylene Low Density dan Polyetylene High Density dengan kondisi suhu yang sama dengan penyimpanan di dalam plastik polypropylene dapat mempertahankan kesegaran jamur kurang dari 8 hari. Permeabilitas film kemasan merupakan sistem dinamis
dimana akibat proses respirasi jamur akan terjadi perembesan gas O2 dan CO2 di dalam dan keluar kemasan sampai terjadi keseimbangan masa gas. Dalam pemilihan bahan kemasan, perlu diperhatikan koefisien permea-bilitas terhadap O2 dan CO2, umumnya bernilai kurang dari 6 untuk produk jamur.
Setelah dilakukan pengemasan, maka dilakukan pelabelan produk dengan memberikan stiker/kertas/plastik bertulisan di atas kemasan dengan cara ditempel, digantung atau dapat pula hanya berupa tulisan yang telah menempel pada plastik kemasan. Label umumnya berisi antara lain nama produk, tanggal pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode penyim-panan.
6) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya
guna suatu produk, dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Jamur tiram sendiri sangat mudah rusak karena kadar air tinggi (90-93%) dan rapuh, dan memiliki laju respirasi yang tinggi. Daya simpan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh interaksi jenis film kemasan, suhu, dan waktu penyimpanan, dimana ketiganya saling berinteraksi dan sangat nyata mempengaruhi susut bobot, perubahan tekstur, dan warna jamur tiram. Daya simpan juga dipengaruhi secara simultan oleh kriteria panen, perlakuan pascapanen, dan rasio berat jamur per kemasan. Teknik penyimpanan jamur tiram segar yang telah dikemas dengan baik antara lain :
- Penyimpanan jamur tiram segar di dalam wadah tertutup pada suhu kamar (25oC - 28oC) hanya bertahan selama beberapa jam saja;
- Penyimpanan jamur tiram segar yang sudah dikemas dalam plastik biasa di dalam ruang pendingin (1-5oC) dapat mempertahankan mutu jamur hingga 3 hari; - Penyimpanan jamur tiram
segar yang sudah dikemas di dalam styrofoam yang dibungkus plastik dengan jarak lubang perforasi 4 cm x 4 cm yang berdiameter 1 mm pada suhu dingin (10oC) dan dapat mempertahankan kesegaran jamur tiram hingga 10 hari
- Penyimpanan jamur tiram segar yang sudah dikemas di dalam plastik Polypropylene
(PP) 0,33 mm pada suhu 5oC dapat mempertahankan kesegaran jamur tiram selama 17-20 hari, sedangkan pada suhu 10oC hanya 8-10 hari.
- Penyimpanan jamur tiram segar yang sudah dikemas di dalam plastik jenis film
Polyetylene High Density
dengan kondisi suhu yang sama dengan penyimpanan di dalam plastik poly-propylene (PP) dapat mempertahankan kesegaran jamur kurang dari 8 hari. Perlu diketahui pula bahwa kemasan jamur jika hendak didistribusikan, maka harus dilengkapi dengan fasilitas pendingin.
e. Proses Pascapanen Jamur Tiram Kering
Bila produk yang diinginkan dalam bentuk jamur kering atau olahan, maka ada beberapa tahapan pascapanen tambahan setelah sortasi awal dan pembersihan jamur tiram segar, yaitu :
1) Blanching
Merupakan kegiatan pemanas-an pendahulupemanas-an ypemanas-ang biaspemanas-anya diberikan pada tanaman sayuran dan buah setelah dilakukan pembersihan atau
pemotongan. Blanching dapat dilakukan dengan air panas atau uap air panas (steam). Jika dilakukan dengan air panas, dapat mengurangi kemung-kinan terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air (mengurangi kontak dengan udara). Blanching dilakukan pada suhu sekitar 70 – 100 oC. Tujuan pemanasan ini adalah untuk menginaktifkan enzim-enzim yang dapat merusak warna, aroma, dan tekstur jamur pada saat pengeringan sehingga masa simpan dapat lebih lama. Lama blanching bervariasi, tergantung pada kondisi jamur.
2) Pendinginan
Setelah dilakukan blanching, maka dilakukan pendinginan dengan membiarkan jamur di wadah asalnya dalam beberapa menit sehingga jamur dianggap sudah tidak mengandung uap air lagi
3) Pengawetan
Pengawetan jamur tiram dilakukan dengan menambah-kan sedikit larutan garam (NaCl) dengan jumlah yang disesuaikan dengan jumlah jamur tiram segar yang sudah di
blanching dan didinginkan sehingga dapat memperpanjang masa simpan dan kesegaran jamur tiram.
4) Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air suatu bahan sampai tingkat kadar air tertentu, dimana jamur, enzim, mikroorganisme, dan serangga yang bersifat merusak tidak dapat aktif lagi dan kelembab-an jamur pun akkelembab-an berkurkelembab-ang. Pengeringan jamur biasanya dalam bentuk slices (irisan-irisan), dapat dikeringkan dengan sinar matahari selama 3-4 hari dengan meletakkannya diatas anyaman bambu atau plastik. Untuk mempercepat
proses penjemuran, maka dilakukan pembalikan jamur. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan oven gelombang mikro (microwave oven) dengan menggunakan suhu sekitar 60 – 70oC dengan daya 80 Watt dengan waktu 200-240 menit, dimana waktu pengeringan ini tergantung pada kualitas jamur tiram itu sendiri, jika jamur sudah mengalami penyimpanan yang sudah cukup lama di udara bebas maka waktu pengeringan yang dibutuhkan lebih lama dan hasilnya pun berkurang mutu kualitasnya.
5) Sortasi lanjutan
Dilakukan apabila diperlukan untuk memisahkan hasil pengeringan jamur tiram berdasarkan mutu ataupun gradingnya. Mutu yang baik diletakkan di dalam wadah yang terpisah dengan mutu yang kurang/tidak baik.
6) Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat jamur sebelum dan sesudah dikering-kan sehingga dapat diketahui kandungan air dalam jamur. 7) Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan dilakukan pada media kemas yang kedap udara untuk menghindari kontak dengan udara sekitarnya yang dapat mempercepat pembusuk-an jamur, mencegah pertum-buhan kapang dan jamur serta mikroorganisme lainya yang dapat mengurangi mutu jamur. Bentuk kemasan jamur tiram kering atau olahan biasanya di dalam plastik kemas ataupun kaleng, dan dilakukan pelabelan produk dengan memberikan stiker/kertas/plastik bertulisan di atas kemasan dengan cara ditempel, digantung atau dapat pula hanya berupa tulisan yang telah menempel pada plastik kemasan. Label umumnya berisi
antara lain nama produk, tanggal pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode penyimpan-an.
8) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya guna suatu produk, dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Daya simpan juga dipengaruhi secara simultan oleh kriteria panen, perlakuan pascapanen, dan rasio berat jamur per kemasan. Teknik penyimpanan jamur tiram kering/olahan dapat dilakukan pada media tertutup pada suhu ruang ataupun ruang pendingin dengan lama penyimpanan bisa sampai 6 bulan.
Untuk eksport, biasanya dilakukan dengan meletakkan jamur tiram pada bahan penyimpanan yang sudah
dilengkapi dengan fasilitas pendingin.
2. Jamur Kuping (Auricularia sp.) a. Penyiapan Peralatan dan Bahan
Kemasan
Peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan pascapanen jamur kuping, meliputi :
- Ember/keranjang plastik/bak atau tampah yang bersih untuk menempatkan jamur hasil panen; - Pisau yang tajam untuk
membersihkan/memotong
pangkal jamur kuping dari sisa media tanam yang terbawa; - Alkohol untuk mencuci tangan
dan pisau;
- Wadah steam (uap air panas) untuk pemanasan pendahuluan (blanching) setelah pembersihan; - Timbangan untuk mengukur
berat jamur kuping sebelum dan sesudah pengeringan;
- Alat penjemur berupa nampan, anyaman bambu, atau keranjang plastik untuk menjemur jamur hasil panen jamur kuping;
- Alat pengering berupa oven atau pemanas yang dilengkapi dengan blower;
- Bahan untuk kemasan berupa
styrofoam yang ditutup dengan plastik wrap;
- Label untuk melabel produk jamur kuping yang diletakkan menempel/digantung pada kemasan produk jamur kuping. b. Penyediaan Air Pencucian
Air yang digunakan harus memenuhi standar persyaratan air bersih sesuai standar baku mutu air bersih.
c. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah badan buah jamur yang sudah maksimal yang ditandai dengan tepi tubuh buah yang tidak rata atau kira-kira 3-4 minggu setelah calon jamur muncul. Perlu diperhatikan bahwa teknik pemanenan sangat mempengaruhi mutu jamur kuping, sehingga disarankan pemetikan dilakukan dengan mencabut tubuh buah
jamur sampai ke akarnya dengan menggunakan tangan. Bahan baku hasil panen diletakkan pada tempat yang sejuk dan bersih untuk menjaga kesegarannya, dapat diletakkan pada wadah berlubang. d. Proses Pascapanen Jamur Kuping
Segar 1) Sortasi
Sortasi awal bertujuan untuk memisahkan jamur kuping dari kotoran-kotoran lainnya yang terbawa pada saat panen, seperti tanah, pasir, kerikil, daun, dan lain-lain. Umumnya kegiatan sortasi awal dilakukan bersamaan dengan pemanenan untuk menjaga kondisi jamur agar tetap segar. Agar kualitas jamur merang tetap terjaga, hasil petikan ditampung, sebab walaupun jamur sudah dipetik, jamur masih tetap aktif melakukan proses pernapasan.
Setelah dipanen kemudian dikumpulkan ditempat pengumpulan/penampungan, kemudian dilakukan grading untuk memudahkan dalam menentukan keseragaman antara yang super dan yang tidak super (Bs) dalam pemasarannya.
2) Pembersihan
Jamur kuping dibersihkan dari kotoran atau serbuk gergaji yang menempel pada bagian akar jamur. Pembersihan dilakukan dengan memotong akar dan pangkal tangkai jamur dengan pisau tajam dan bersih, lalu kotoran, spora dan air media yang menempel pada permukaan tubuh buah dibersihkan. Dalam pembersihan tidak boleh menggunakan air. 3) Pencucian
Dilakukan untuk jamur merang yang ingin dipasarkan dalam bentuk kering saja
supaya bersih dan selanjutnya dilakukan pemanasan jamur di dalam air mendidih selama 4 menit untuk mencegah pembusukan di dalam jamur. 4) Penirisan
Penirisan merupakan kegiat-an untuk menghilkegiat-angkkegiat-an air yang menempel dipermukaan produk yang berasal dari pencucian dengan membiar-kan jamur kuping sebentar sampai dirasa sudah cukup kering; terhampar mengguna-kan alat dan/atau mesin dengan jenis dan spesifikasi sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman. 5) Grading
Setelah dilakukan sortasi awal dan pembersihan, maka dilakukan grading jamur, biasanya dilakukan dengan melihat daerah pemasaran-nya. Jika untuk ekspor, maka syarat kualitasnya adalah jamur yang tidak terlalu
keriting, lunak, tidak begitu lebar dan tebal.
6) Penimbangan
Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat jamur tiram sebelum dipasarkan sesuai dengan keinginan konsumen.
7) Pengemasan dan Pelabelan Pengemasan jamur kuping basah dapat dilakukan dengan cara :
- Dengan plastik transparan biasa dengan jumlah tertentu (0,25 kg;0,5 kg; dan 1 kg di tiap kemasan); - Dikemas dalam wadah
styrofoam yang ditutup dengan plastik selofan; - Dikemas dalam plastik
boks, yaitu kotak plastik untuk tempat kue yang dijual di toko-toko/pasar tradisional;
- Tidak dianjurkan disimpan di dalam kardus, karung atau
tempat lain yang tertutup rapat
Setelah dilakukan pengemas-an, maka dilakukan pelabelan produk dengan memberikan stiker/kertas/ plastik bertulisan di atas kemasan dengan cara ditempel, digantung atau dapat pula hanya berupa tulisan yang telah menempel pada plastik kemasan. Label umumnya berisi antara lain nama produk, tanggal pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode penyimpanan.
8) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya guna suatu produk, dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Penyimpanan dan penge-pakan jamur dilakukan dengan memasukkan ke
dalam keranjang plastik persegi atau wadah yang berlubang atau berongga. e. Proses Pascapanen Jamur Kuping
Kering
Bila produk yang diinginkan dalam bentuk jamur kering, maka ada beberapa tahapan pascapanen tambahan setelah sortasi awal, pembersihan, pencucian, dan penirisan jamur kuping segar, yaitu :
1) Blanching
Merupakan kegiatan pema-nasan pendahuluan setelah dilakukan pembersihan atau pemotongan. Blanching
dapat dilakukan dengan air panas atau uap air panas (steam). Jika dilakukan dengan air panas, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air (mengurangi kontak dengan udara).
Blanching dilakukan pada suhu sekitar 70 – 100 oC.
Tujuan pemanasan ini adalah untuk menginaktifkan enzim-enzim yang dapat merusak warna, aroma, dan tekstur jamur pada saat pengeringan sehingga masa simpan dapat lebih lama. Lama blanching
bervariasi, tergantung pada kondisi jamur kuping.
2) Pendinginan
Setelah dilakukan blanching, maka dilakukan pendinginan dengan membiarkan jamur kuping di wadah asalnya dalam beberapa menit sehingga jamur dianggap sudah tidak mengandung uap air lagi.
3) Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air suatu bahan sampai tingkat kadar air tertentu, dimana jamur, enzim, mikroorganis-me, dan serangga yang bersifat merusak tidak dapat
aktif lagi dan kelembaban jamur pun akan berkurang. Pengeringan jamur kuping dilakukan dengan sinar matahari. dengan mengham-parkan jamur kuping di tempat yang beralaskan plastik atau anyaman bambu sehingga mudah untuk diangkat apabila terjadi hujan. Untuk mempercepat pengeringan dilakukan pem-balikan. Pengeringan dilakukan selama 3 hari, dan tetap menjaga bentuk keringnya supaya tidak terlalu kecil dan tidak mudah pecah.
Bila jumlah yang dikeringkan dalam jumlah banyak maka disarankan menggunakan alat pengering. Alat ini dapat berupa sebuah kotak yang dilengkapi dengan pemanas atau blower, dimana alat ini dpat diatur suhunya. Dengan menggunakan alat ini, maka
diharapkan pengeringkan dapat berjalan lancar, bersih dan tidak bergantung waktu dan cuaca. Pengeringan dilakukan dengan melihat kondisi jamur cukup kering dengan kadar air kira-kira 10% yang ditandai dengan tampilan fisik keras, tetapi tidak mudah patah, umumnya konsumen lebih suka yang dikeringkan dengan matahari (terkait dengan rasa dan aroma). Jamur yang telah dikeringkan dapat bertahan hingga waktu 2 tahun. Untuk jamur konsumsi, sebelum digunakan, jamur yang telah dikeringkan direndam dalam air terlebih dahulu sehingga bentuk jamur akan mengembang kembali seperti semula. 4) Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat jamur sebelum dan sesudah
dikeringkan sehingga dapat diketahui kandungan air dalam jamur.
5) Pengemasan dan Pelabelan Pengemasan jamur kuping kering dapat dilakukan dengan cara memasukkan pada kantong plastik dan ditutup rapat untuk menjaga jamur tetap kering. Wadah kemasan jangan terlalu dalam agar jamur kuping tidak terlalu banyak menumpuk karena mengaki-batkan jamur pecah.
Setelah dilakukan pengemas-an, maka dilakukan pelabelan produk dengan memberikan stiker/kertas/ plastik bertulisan di atas kemasan dengan cara ditempel, digantung atau dapat pula hanya berupa tulisan yang telah menempel pada plastik kemasan. Label umumnya berisi antara lain nama produk, tanggal
pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode penyimpanan.
6) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya guna suatu produk, dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Penyimpanan jamur kering dilakukan dalam plastik dan dirapatkan agar jamur tidak basah, lalu diletakkan di dalam box yang terbuat dari kertas tebal yang rapat (kardus) dimana di tengahnya diberi satu botol kecil Carbon Bisulfida (CS2) yang disumbat dengan kapas untuk mencegah/menghindari serangan hama.
B. Jamur dengan Media Kompos
Jamur yang masuk dalam kategori jamur dengan media kompas adalah jamur merang (Volvariellavolvaceae).
1. Penyiapan Peralatan dan Bahan Kemasan
Peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan pascapanen jamur merang, meliputi :
- Ember/keranjang plastik/bak atau tampah yang bersih untuk menempatkan jamur hasil panen; - Pisau yang tajam untuk
membersihkan/memotong pangkal jamur tiram dari sisa media tanam yang terbawa;
- Alkohol untuk mencuci tangan dan pisau;
- Wadah steam (uap air panas) untuk pemanasan pendahuluan (blanching) setelah pembersihan;
- Alat pengering untuk mengeringkan jamur tiram berupa oven biasa,
microwave oven yang dilengkapi dengan blower;
- Timbangan untuk mengukur berat jamur merang sebelum dan sesudah pengeringan;
- Alat penjemur berupa nampan, anyaman bambu, atau keranjang plastik untuk menjemur jamur hasil panen jamur merang;
- Freezer atau dry ice sebagai media pembekuan jamur merang untuk memperpanjang masa simpan;
- Bahan untuk kemasan berupa
styrofoam yang ditutup dengan plastik film;
- Label untuk melabel produk jamur tiram yang diletakkan menempel pada kemasan produk jamur tiram. 2. Penyediaan Air Pencucian
Air yang digunakan harus memenuhi standar persyaratan air bersih sesuai standar baku mutu air bersih.
3. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah badan buah jamur yang sudah berukuran sebesar telur puyuh hingga sebesar telur ayam dan belum mekar, yaitu kancing dan dalam stadium telur (hari ke 8-10). Jamur dengan kondisi demikian disukai oleh konsumen. Perlu diperhatikan bahwa teknik pemanenan sangat mempengaruhi mutu jamur
merang, sehingga disarankan pemetikan dilakukan dengan memutus bagian pangkal tubuh buah jamur dengan menggunakan ujung ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Biarkan pangkal tubuh buah jamur tertinggal sedikit di atas media dan pada saat memetik, ketiga jari tangan tersebut tidak boleh menekan atau seperti meremas jamur yang akan dipetik dan usahakan jari manis dan jari kelingking tidak menyentuh media yang ditumbuhi jamur yang masih kecil-kecil. Bahan baku ini diletakkan pada tempat yang berlubang/keranjang bersih sehingga tidak mudah mengalami perubahan fisik/kimia. Hasil panen dapat jangan disimpan di lemari es karena bias meleleh, cukup diangin-anginkan atau ditaruh dalam wadah yang berlubang dan dikumpulkan di atas lantai beralas plastik bersih, tidak terkena sinar matahari langsung.
4. Proses Pascapanen Jamur Merang Segar a. Sortasi awal
Langkah pertama yang dilakukan setelah panen adalah sortasi awal, yaitu untuk memisahkan jamur dari
kotoran-kotoran lainnya yang terbawa pada saat panen, seperti tanah, pasir, kerikil, daun, dan lain-lain. Umumnya kegiatan sortasi awal dilakukan bersamaan dengan pemanenan untuk menjaga kondisi jamur agar tetap segar.
Agar kualitas jamur merang tetap terjaga hasil petikan ditampung, sebab walaupun jamur sudah dipetik, namun jamur masih tetap aktif melakukan proses pernapasan. Setelah dipanen kemudian dikumpulkan ditempat pengum-pulan/penampungan, kemudian dilakukan grading untuk memudah-kan dalam menentumemudah-kan keseragam-an keseragam-antara ykeseragam-ang super dkeseragam-an ykeseragam-ang tidak super (Bs) dalam pemasarannya. b. Pembersihan
Jamur dibersihkan dari kotoran yang menempel pada bagian akar dan buah jamur sehingga daya simpan jamur akan lebih lama. Pembersihan dilakukan dengan memotong akar dan pangkal tangkai jamur dengan pisau tajam
dan bersih, lalu kotoran, spora dan air media yang menempel pada permukaan tubuh buah dibersihkan. Dalam pembersihan tidak boleh menggunakan air.
c. Grading
Setelah dilakukan sortasi awal dan pembersihan, maka dilakukan grading jamur merang segar berdasarkan kualitas hasil panen jamur merang sebagai berikut :
No. Parameter Grade A Grade B Grade C
1 Bentuk Bulat telur
Keras Bulat telur Keras Bulat telurKurang Keras 2 Diameter 1,5 – 2 cm 1 – 1,5 cm < 1 cm
3 Warna Putih bersih
Putih keabu-abuan Putih bersih Putih keabu-abuan Putih bersih Putih keabu-abuan 4 Kebersihan Tidak ada
kotoran Selaput utuh Belum mekar Tidak Cacat Ada kotoran Selaput utuh Belum mekar Tidak cacat Ada kotoran Selaput utuh Belum mekar Tidak cacat 5 Bobot Tubuh buah 7 – 10 gr 4 – 7 gr < 4 gr
d. Penimbangan
Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat jamur tiram sebelum dipasarkan sesuai dengan keinginan konsumen.
e. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan jamur merang dapat dilakukan dengan cara :
- Jamur merang yang akan dipasarkan langsung dapat dikemas dengan rinjing plastik yang berongga, ditutup dengan koran/daun pisang, dan jangan sampai terkena benturan ataupun sinar matahari sehingga mengakibatkan rusak/cepat mekar.
- Dapat pula dikemas di dalam kain batis (cheese cloth) yang selanjutnya disimpan dalam refrigerator pada suhu 150oC. - Dikemas dalam kotak styrofoam
yang bagian dasarnya diberi es - Dikemas dalam peti kayu yang
dindingnya dilapisi es yang dibungkus plastik
- Dikemas dalam keranjang bambu yang diberi dry ice yang
dibungkus kertas. Pengemasan jamur merang dengan cara di atas dapat mempertahankan kesegaran jamur merang hingga 4-5 hari.
Setelah dilakukan pengemasan, maka dilakukan pelabelan produk untuk memudahkan identifikasi produk dan trace ability (daya telusur) demi keamanan pangan. Label umumnya berisi antara lain nama produk, tanggal pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode penyimpanan. Pengemasan jamur merang kering dapat dilakukan dengan menggunakan kantong plastik dan ditutup rapat atau dimasukkan ke dalam kaleng kedap udara, dan dapat bertahan sampai 6 bulan.
f. Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya guna suatu produk, dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Penyimpanan dan
pengepakan jamur dilakukan dengan memasukkan ke dalam keranjang plastik persegi atau wadah yang berlubang atau berongga.
Beberapa teknik penyimpanan jamur merang antara lain :
- Untuk konsumsi rumah tangga, maka jamur merang segar dimasukkan dalam ruang pendingin dengan suhu kurang dari 10oC selama 1x24 jam atau dijemur dan diberi larutan garam1% selam 15-25 menit, lalu dikeringanginkan. Dengan cara ini, daya tahannya mencapai 2-4 hari
- Penyimpanan dalam refrigerator pada suhu 150oC hanya bertahan selama 3-4 hari
- Tidak dianjurkan menyimpan jamur merang segar dalam karung, kardus, atau tempat yang tertutup rapat
- Penyimpanan jamur merang segar dapat berupa jamur merang dikupas dan yang tidak dikupas dengan komposisi
perpaduan gas terbaik yang mampu mempertahankan mutu jamur merang segar yang tidak dikupas adalah 4-8% O2 dan 13-17% CO2, sedangkan untuk jamur merang yang dikupas adalah 4-8% O2 dan 8-12% CO2. Berkaitan dengan itu maka jenis film kemasan yang sesuai pada suhu 10oC adalah white stretch film untuk jamur merang yang tidak dikupas dan stretch film untuk jamur merang yang dikupas dengan menggunakan trayfoam
dengan luas permukaan kemasan sekitar 247 cm2, dan berat jamur rata-rata di dalam kemasan adalah 150 gram dengan kriteria kekerasan 0,75 kg/mm dengan masa simpan 6 hari untuk jamur merang yang tidak dikupas dan 4 hari untuk jamur merang yang dikupas.
- Penyimpanan jamur merang dalam bentuk kering dapat bertahan hingga 6 bulan, dengan dilakukan pengeringan terlebih dahulu, baik dengan matahari atau oven.
5. Proses Pascapanen Jamur Merang Kering Bila produk yang diinginkan dalam bentuk jamur kering atau olahan, maka ada beberapa tahapan pascapanen tambahan setelah sortasi awal dan pembersihan jamur merang segar, yaitu : a. Pemanasan
Pemanasan jamur dilakukan di dalam air mendidih selama 4 menit untuk mencegah pembusukan di dalam jamur setelah dilakukan pembersihan dengan waktu yang bervariasi, tergantung pada kondisi jamur.
b. Pendinginan
Setelah dilakukan pemanasan, maka dilakukan pendinginan dengan membiarkan jamur di wadah asalnya dalam beberapa menit sehingga jamur dianggap sudah tidak mengandung uap air lagi. c. Pengawetan
Pengawetan merupakan suatu cara untuk membuat jamur lebih tahan lama. Membuat jamur lebih awet tidak harus menggunakan bahan
kimia yang justru membahayakan kesehatan tubuh. Pengawetan dapat diberikan pada jamur segar ataupun jamur yang sudah mengalami proses pengeringan. Pengawetan dalam bentuk segar dapat dilakukan dengan pembe-kuan yang merupakan proses menghilangkan panas pada produk pangan dan mempertahankan suhu penyimpanannya di bawah titik beku. Pembekuan ini memiliki pengaruh yang menguntungkan pada produk pangan, yaitu dengan penurunan suhu akan memperlambat reaksi biokimia serta menghambat pertumbuhan mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penurunan mutu seperti reaksi oksidasi lemak, denaturasi protein, atau aktivitas enzim hidrolitik. Pembekuan juga dapat mengurangi penggunaan pengawet dalam memperpanjang masa simpan bahan pangan. Untuk jamur merang, maka pembekuan dilakukan dengan menggunakan dry ice atau freezer. Jika menggunakan
freezer, maka pembekuan dilakukan dalam waktu 30 menit. Jamur merang merupakan produk yang
perishable sehingga apabila dibekukan, dibutuhkan pembekuan dengan laju yang cepat untuk mempertahankan mutu warna, kekerasan, dan bobot dengan tetap mempertahankan kandungan proteinnya. Jika menggunaka dry ice, maka dapat dilakukan dengan cara :
- Jamur dikemas di dalam
Styrofoam yang bagian dasarnya diberi dry ice
- Jamur dikemas dalam peti kayu yang dindingnya dilapisi dry ice yang dibungkus plastik
- Jamur dikemas dalam keranjang bambu, lalu bagian atasnya diberi dry ice yang dibungkus kertas
Dengan pembekuan ini, maka jamur merang diasumsikan dapat dipertahankan hingga 4-5 hari. Pengawetan dalam bentuk kering dapat mempertahankan mutu
jamur merang hingga 6 bulan. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau oven. Memanfaatkan sinar matahari untuk mengeringkan jamur adalah cara yang paling sederhana, mudah, dan ekonomis.
d. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air suatu bahan sampai tingkat kadar air tertentu, dimana jamur, enzim, mikro-organisme, dan serangga yang bersifat merusak tidak dapat aktif lagi dan kelembaban jamur pun akan berkurang.
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air suatu bahan sampai tingkat kadar air tertentu, dimana jamur, enzim, mikro-organisme, dan serangga yang bersifat merusak tidak dapat aktif lagi dan kelembaban jamur pun akan berkurang.
Pengeringan jamur merang dapat dilakukan dengan sinar matahari dan juga oven dengan cara :
- Jamur dicuci terlebih dahulu dengan air bersih
- Jamur dibelah memanjang atau dipotong-potong untuk memper-cepat pengeringan
- Masukkan potongan jamur ke dalam air mendidih selama 4 menit untuk mencegah pembusukan akibat enzim dalam jamur yang masih aktif - Jemur jemur di bawah sinar
matahari dengan lamanya 3-4 hari (tergantung suhu, cuaca dan kelembaban) dengan meletak-kannya diatas anyaman bambu atau plastik
- Bila menggunakan oven, panaskan jamur hingga kering (mengalami penyusutan 10% dari berat basah) dengan temperatur 40oC selama 8 jam
e. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat jamur sebelum dan sesudah dikeringkan sehingga
dapat diketahui kandungan air dalam jamur.
f. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan jamur kuping kering dapat dilakukan dengan cara memasukkan pada kantong plastik dan ditutup rapat untuk menjaga jamur tetap kering. Wadah kemasan jangan terlalu dalam agar jamur kuping tidak terlalu banyak menumpuk karena mengakibatkan jamur pecah.
Setelah dilakukan pengemasan, maka dilakukan pelabelan produk dengan memberikan stiker/kertas/ plastik bertulisan di atas kemasan dengan cara ditempel, digantung atau dapat pula hanya berupa tulisan yang telah menempel pada plastik kemasan. Label umumnya berisi antara lain nama produk, tanggal pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, dan metode penyimpanan.
g. Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya guna suatu produk, dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Penyimpanan jamur kering dilakukan dalam plastik dan dirapatkan agar jamur tidak basah, lalu diletakkan di dalam box yang terbuat dari kertas tebal yang rapat (kardus) dimana di tengahnya diberi satu botol kecil Carbon Bisulfida (CS2) yang disumbat dengan kapas untuk mencegah / menghindari serangan hama.
BAB IV PENUTUP
Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen jamur ini dibuat sebagai bahan informasi sekaligus acuan/pedoman bagi pelaku usaha dalam pengembangan agribisnis jamur, khususnya pengolahan jamur. Diharapkan melalui pedoman ini, maka dapat menekan kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan daya saing guna memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan usaha pascapanen yang berkelanjutan.
Penanganan pascapanen ini dapat diterapkan pada seluruh daerah, namun perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi dan permasalahan setempat, baik bahan baku, bahan tambahan ataupun sarana yang akan digunakan.
Penerapan penanganan pascapanen jamur berpedoman pada Good Handling Practices
(GHP) produk hortikultura memerlukan pelatihan yang berkesinambungan terutama dalam penerapan pada setiap tahapan proses penanganan sehingga akan diperoleh mutu
produk sesuai dengan permintaan pasar/ konsumen sehingga mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional.
Penanganan pascapanen merupakan suatu rangkaian kegiatan agribisnis, sebagai lanjutan proses budidaya yang saling terkait satu sama lain. Karena itu pihak-pihak yang menangani budidaya supaya sekaligus dapat mengerti dan menerapkan pascapanen yang baik, sehingga dapat meningkatkan mutu, penampilan dan daya tahan produk.
DAFTAR PUSTAKA
[Ditjen Bina Produksi Hortikultura] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman. 2003. Hasil Olahan Jamur. Jakarta : Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal
Hortikultura, Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2006. Profil Jamur. Jakarta : Ditjen Hortikultura.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2008. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Jamur Kuping. Jakarta : Ditjen Hortikultura.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2009. Profil Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Jamur Merang. Jakarta : Ditjen Hortikultura.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Jamur Kuping. Jakarta : Ditjen Hortikultura.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Jamur Tiram. Jakarta : Ditjen Hortikultura.
Fatimah, Y. 2006. Pengeringan Jamur Tiram (Pleurotus osreatus) Menggunakan Oven Gelombang Mikro (Microwave Oven).
[skripsi]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Maulani, RR. 2003. Perubahan Fisiologis Jamur Tiram (Pleurotus osreatus) Segar Selama Penyimpanan dalam Kemasan Polietilen dan Polipropilen Berferforasi. [thesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Muchrodji, Cahyanan. 2006. Budidaya Jamur Kuping. Jakarta : Penebar Swadaya.
Pasaribu, T. 2005. Aneka Jamur Unggulan yang Menembus Pasar. Jakarta : PT. Grasindo Indonesia.
Suharjo, E. 2006. Budidaya Jamur Merang Dengan Media Kardus. Jakarta : Penebar Swadaya.
Widiyastuti, B. 2009. Budidaya Jamur Kompos.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Yusanto. 2001. Penyimpanan Jamur Merang dalam Larutan Garam dengan Kemasan Gelas Plastik. [thesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.