• Tidak ada hasil yang ditemukan

KASMIANI A1B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KASMIANI A1B"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI

METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK

B TK WULELE SANGGULA II KENDARI

OLEH

KASMIANI

A1B6 12 029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017

(2)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK B

TK WULELE SANGGULA II KENDARI Oleh:

Kasmiani A1B612029 Pembimbing: I. Drs. Ratulangi, M.Pd

II. Muamal Gadafi, S.Ag., M.Pd ABSTRAK

Kasmiani (2016). “Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari”.Jurusan Pendidikan Guru-Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo. Pembimbing I Bapak Ratulangi dan Pembimbing II Bapak Muamal Gadafi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran pada anak kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari? Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran pada anak kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilakukan dalam dua siklus. Tahap-tahap dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan anak pada kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari yang berjumlah 16 orang anak yang terdiri atas 7 anak perempuan dan 9 anak laki-laki dengan rentang usia 5-6 tahun.

Berdasarkan analisis data hasil observasi aktivitas mengajar guru dalam meningkatkan keterampilan sosial melalui metodebermain peran pada siklus I dari 14 aspek yang diamati diperoleh persentase ketercapaian sebesar 78,57% dan ketidaktercapaian sebesar 21,43%,dan aktivitas belajar anak pada siklus I dari 14 aspek yang diamati diperoleh persentase ketercapaian sebesar 71,43% dan ketidaktercapaian sebesar 28,57%. Kemudian aktivitas mengajar guru mengalami peningkatan pada siklus II dari 14 indikator yang diamati diperoleh persentase ketercapian sebesar 92,86% dan ketidaktercapaian sebesar 7,14% dan aktivitas belajar anak juga mengalami peningkatan pada siklus II dari 14 aspek yang diamati diperoleh persentase ketercapaian sebesar 85,71% dan ketidaktercapaian sebesar 14,29%.

Sedangkan hasil evaluasi belajar anak dalam meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran menunjukkan adanya peningkatan, hal ini dapat ditunjukkan pada hasil observasi awal sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Sebelum tindakan dari 16 orang anak yang diamati diperoleh persentase ketercapaian sebesar 37,5% hal ini menunjukkan bahwa hasil tindakan masih

(3)

kurang dari indikator yang ditentukan. Pada siklus I mengalami peningkatan yaitu diperoleh persentase ketercapaian sebesar 68,75%, namun belum mencapai indikator yang ditentukan dan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu diperoleh persentase ketercapaian sebesar 87,5% dan telah mencapai indikator yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial anak dapat ditingkatkan melalui metode bermain peran.

Kata kunci: keterampilan sosial, metode bermain peran.

ABSTRACT

Kasmiani (2016). "The Improving of Children Social Skills through Role

Play Methods at Group B TK Wulele Sanggula II Kendari". Department of Teacher Education-Early Childhood Education. The Faculty of Education Halu Oleo University. The first adviser by Mr Ratulangi and the second adviser by Mr. Muamal Gadafi.

The problem form in this research is how to improving of children social skills through role play methods at group B TK Wulele Sanggula II Kendari? This study aims to improving of children social skills through role play methods at group B TK Wulele Sanggula II Kendari. The research was conducted in the first semester of the academic years in 2016/2017.

This research is a classroom action research. The study was conducted in two cycles. The stages in this classroom action research are: (1) planning, (2) implementation, (3) observation, and (4) reflection. The subjects in this study were teachers and children in group B TK Wulele Sanggula II Kendari totaling 16 children consist of 7 girls and 9 boys at aged of 5-6 years.

Based on data analysis observation of teachers teaching activities through role play methods in the first cycle in 14 aspects at the achievement was obtained percentage by 78.57%, and inaccessibility of 21.43%, and children learning activities in the first cycle in 14 aspects was obtained percentage the accessibility by 71,43%, and inaccessibility of 28.57%. Then the teacher's teaching activity increased in the second cycle in 14 indicators was obtained the accessibilitypercentage of 92.86% and amounted to 7.14% and the children's learning activity increased in the second cycle of 14 aspect was obtained by 85 percentage accessibility by 71%, and inaccessibility by 14.29%.

While the results of evaluation the children's learning activity in social skills through role-play method showed an increased, it can be shown on the results of pre-observations before the procedure and after the action. Before the action of 16 children was obtained percentage by 37.5% accessibilityof this case shows that the result of the action is still less than the specified indicators. In the first cycle increased the percentage of achievement that is obtained by 68.75%, but has not reached the specified indicators and on the second cycle increased accessibility is obtained by percentage of 87.5% and has reached an accessibility indicators. Based on observations, we can conclude that children social skills can be improving through role-play method.

(4)

Pendahuluan

Dalam Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1

angka 14 menyebutkan bahwa

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Anak usia dini ialah kelompok anak yang berada dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan

yang bersifat unik. Yaitu pola

pertumbuhan dan perkembangan

(koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan

spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan

komunikasi yang khusus sesuai

dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan (Fadlillah, 2012: 19).

Aspek perkembangan anak

meliputi aspek perkembangan

kognitif, bahasa, fisik motorik dan

sosial emosional. Semua aspek

perkembangan tersebut sangat

penting untuk dikembangkan agar dapat berkembang secara seimbang antara aspek yang satu dengan aspek

yang lainnya, khususnya

perkembangan sosial anak.

Salah satu aspek

perkembangan sosial yang penting dikembangkan sejak dini adalah keterampilan sosial. Keterampilan sosial dapat diperoleh anak melalui proses sosialisasi dengan lingkungan

sekitarnya. Proses sosialisasi

(5)

mempelajari nilai-nilai dan perilaku

yang diterima dari masyarakat,

Hildayani dkk (2011: 10.3).

Keterampilan sosial sangatlah penting dikembangkan bagi anak sedini mungkin karena akan sangat membantu anak dapat diterima di

lingkungan sekitarnya, sehingga

kelak menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang bertanggung jawab, bertingkah laku sosial, bersama-sama menyelesaikan konflik, menghargai perbedaan pendapat, bersikap ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan sekitarnya.

Secara umum, hasil observasi

awal keterampilan sosial anak

kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari berada pada taraf mulai berkembang (MB). Dari 16 orang anak terdapat 10 orang anak atau sekitar 62,5% yang memiliki kriteria MB dengan rincian 7 orang anak

yang mempeoleh bintang (**) atau Mulai Berkembang (MB) sekitar

43,75% dan 3 orang anak

memperoleh nilai bintang (*) atau belum Berkembang (BB) sekitar 18,75% dan hanya 6 orang anak atau sekitar 37,5% yang memiliki kriteria BSH dengan rincian 1 orang anak memperoleh bintang (****) atau Berkembang Sangat Baik (BSB) sekitar 6,25% dan 5 orang anak memperoleh bintang (***) atau Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sekitar 31,25%.

Keterampilan sosial adalah

kemampuan individu untuk

berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun

nonverbal. Keterampilan sosial

merupakan bentuk perilaku,

perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan

(6)

sosial menurut Gunarti, dkk (2008: 114) merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri.

Menurut Susanto (2011: 138).

Keterampilan sosial merupakan

kecakapan dalam penyesuaian sosial yang memungkinkan anak dapat

bergaul denagn teman-temannya.

Agar dapat diterima di kelompok sosial, anak harus berperilaku sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan serta dapat menyesuaikan diri dengan

aturan dalam kelompok sosial

tersebut.

Goleman (1996: 159)

mengatakan bahwa salah satu kunci kecakapan sosial adalah seberapa

baik atau buruk seseorang

mengungkapkan perasaannya sendiri. Lebih lanjut Paul Ekman (Goleman,

1996: 159-160) menggunakan istilah

tatakrama tampilan untuk konsensus

sosial mengenai perasaan-perasaan mana saja yang dapat diperlihatkan secara wajar pada saat yang tepat. Hal ini dipengaruhi oleh budaya yang berlaku dimasyarakat.

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan sosial anak antara lain faktor internal, faktor eksternal, dan faktor eksternal dan

internal. Natawidjaya (dalam

Setiasih, 2006:13-14) dalam

(Adistyasari 2013: 14-15)

menjelaskan bahwa faktor internal merupakan faktor yang dimiliki

manusia sejak dilahirkan yang

meliputi kecerdasan, bakat khusus,

jenis kelamin, dan sifat-sifat

kepribadiannya. Faktor luar yaitu yang dihadapi oleh individu pada waktu dan setelah anak dilahirkan serta terdapat pada lingkungan seperti

(7)

keluarga, sekolah, teman sebaya, dan

lingkungan masyarakat. Faktor

internal eksternal adalah faktor yang terpadu antara faktor luar dan dalam yang meliputi sikap, kebiasaan, emosi dan kepribadian.

Menurut Depdiknas (2006: 13) Metode bermain peran adalah cara memberikan pengalaman kepada anak melalui bermain peran, yaitu anak diminta memainkan peran tertentu, misalnya: bermain jual beli sayur di pasar, bermain menolong anak yang jatuh, bermain menyayagi keluarga dan sebagainya. Sedangkan

menurut Gilstrap dan Martin

(Gunarti, dkk 2008: 10.9) bermain

peran adalah memerankan

karakter/tingkah laku dalam

pengulangan kejadian yang diulang

kembali, kejadian masa depan,

kejadian masa kini atau situasi imajiatif. Dalam kegiatan bermain

peran, anak-anak mencoba untuk

menjadi orang lain dengan

memahami dan menghayati tokoh

yang diperankan sesuai dengan

karakter tokoh yang telah ditentukan. Nurbiana Dhieni, dkk (2010: 7.34) menyatakan langkah-langkah dalam bermain peran yaitu:

a. Guru telah menyiapkan naskah, alat, media, dan kostum yang akan digunakan dalam bermain peran.

b. Guru menerangkan teknik

bermain peran dengan cara yang sederhana, guru memberi contoh satu persatu.

c. Guru memberi kebebasan bagi anak untuk memilih peran yang disukainya.

d. Jika bermain peran untuk pertama kalinya, sebaiknya guru sendirilah yang memilih siswa yang kiranya dapat melaksanakan tugas itu.

(8)

e. Guru menetapkan peran pendengar (anak didik yang tidak

turut melaksanakan tugas

tersebut).

f. Guru menetapkan dengan jelas masalah dan peranan yang mereka harus mainkan.

g. Guru menyarankan kalimat

pertama yang baik diucapkan oleh pemain untuk memulai.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang

digunakan adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Classroom Action

Research). Menurut Iskandar (2009:

21) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu kegiatan penelitian

ilmiah yang dilakukan secara

rasional, sistematis dan empiris

reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru atau dosen (tenaga pendidik), kaloborasi (tim peneliti) yang sekaligus sebagai

peneliti, sejak disusunnya suatu

perencanaan sampai penilaian

terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Lokasi penelitian ini

bertempat di TK Wulele Sanggula II Kendari pada kelompok B yang berjumlah 16 orang dan terdiri dari 9 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Penelitian ini dilaksanakan di dalam kelas. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil pada tahun ajaran 2016/2017 yaitu

pada bulan Agustus sampai

September.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari.

(9)

Adapun faktor-faktor yang diteliti dan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor anak didik kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari,

yang melakukan aktivitas

peningkatan keterampilan sosial melalui metode bermain peran. 2. Faktor guru, mengamati atau

memperhatikan aktivitas guru

yang mempersiapkan segala

sesuatu yang dibutuhkan dalam upaya meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran pada anak kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari.

Prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus memuat tiga kali pertemuan. Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto dalam (Dimyati,

2013:122) bahwa dalam penelitian tindakan kelas ada empat tahap yang dilalui, yakni (a) perencanaan, (b)

pelaksanaan, (c)

pengamatan/observasi dan (d)

refleksi. Adapun rincian tahapan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Adapun kegiatan yang

dilakukan pada tahap ini meliputi: a. Membuat skenario pembelajaran

berupa rencana pelaksanaan

pembelajaran harian (RPPH) yang

mengacu pada peningkatan

keterampilan sosial melalui

metode bermain peran pada anak. b. Menyiapkan media pembelajaran

berupa balok dan alat-alat dapur

mainan serta perlengkapan

lainnya yang digunakan dalam bermain peran.

(10)

c. Membuat lembar observasi aktivitas guru dan anak selama proses pembelajaran.

d. Membuat alat evaluasi siklus I 2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini meliputi

pelaksanaan tindakan yang

dilakukan oleh peneliti sedangkan

guru (kolaborator) bertindak

sebagai pengamat.

3. Observasi atau Pengamatan Pada tahap ini meliputi pengamatan yang dilakukan oleh

peneliti agar diperoleh data

tentang peningkatan keterampilan sosial anak dengan menggunakan lembar observasi/pengamatan. 4. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk

melihat proses pelaksanaan

tindakan hasil belajar anak didik.

Teknik pengumpulan data

merupakan bagian yang terpenting

dalam suatu penelitian, bahkan

merupakan suatu keharusan bagi seorang peneliti, dalam peneliti ini

menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data, yaitu sebagai berikut :

1. Observasi/pengamatan

Menurut Sukardi, (2013: 50) observasi atau pengamatan

adalah tindakan atau proses

pengambilan informasi, atau data

melalui media pengamatan.

Dalam melakukan observasi,

peneliti menggunakan sarana

utama indera penglihatan,

kemudian mencatat dalam nota lapangan atau merekam dengan

tape recorder, sebagai materi

utama untuk dianalisis 2. Wawancara

Menurut Sukardi (2013:

49) wawancara merupakan

(11)

direncanakan antara pewawancara dan yang diwawancarai untuk saling bertukar pikiran, guna

memberikan atau menerima

informasi tertentu yang

diperlukan dalam penelitian. 3. Dokumentasi

Menurut Sukardi (2013:

47) sumber informasi

dokumentasi ini memiliki peran yang sangat penting, dan perlu mendapat perhatian bagi para peneliti. Data observasi memiliki objektifitas yang tinggi dalam memberikan informasi kepada guru sebagai peneliti.

Teknik analisis data yang

digunakan adalah dengan

menggunakan analisis deskriptif.

Metode analisis deskriptif adalah

metode yang menjelaskan atau

menggambarkan fenomena penelitian secara objektif. Dalam menganalisis

data dan memberi penilaian pada setiap indikator aspek pengamatan,

peneliti menggunakan kriteria

penilaian yang selama ini digunakan oleh guru taman kanak-kanak untuk menilai keterampilan sosial anak dalam kegiatan pembelajaran melalui

metode bermain peran pada

kelompok B TK Wulele Sanggula II Kendari.

Pengolahan data dalam

penelitian ini disesuaikan dengan teknik penilaan di TK yaitu dengan menggunakan tanda sebagai berikut: * = belum berkembang (BB), ** = mulai berkembag (MB), *** = berkembang sesuai harapan (BSH), **** = berkembang dengan baik (BSB) (Depdiknas, 2004: 26).

Adapun rumus yang

digunakan yaitu, sebagai berikut: 1. Keberhasilan anak didik secara

(12)

Berdasarkan rumus

tersebut, maka keberhasilan

secara individual dapat

dikelompokkan sebagai berikut: Tabel 3.1 Kategori Keberhasilan secara Individual

Interval Kategori Simbol

Bintang 3,50 – 4,00 Berkembang Sangat Baik (BSB) **** 2,50 – 3,49 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) *** 1,50 – 2,49 Mulai Berkembang (MB) ** 0,01– 1,49 Belum Berkembang (BB) * (Depdiknas, 2004: 26)

2. Untuk mengetahui persentase keberhasilan anak didik secara klasikal, dengan rumus:

Berdasarkan rumus diatas, maka keberhasilan secara klasikal

dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

Tabel 3.2 Kategori Keberhasilan secara Klasikal

Persentase Kategori Simbol Bintang 95% - 100% Berkembang Sangat Baik (BSB) **** 85% - 94% Berkembang Sesuai Harapan (BSH) *** 75% - 84% Mulai Berkembang (MB) ** < 75% Belum Berkembang (BB) * (Depdiknas, 2004:26)

3. Untuk mengetahui persentase keberhasilan aktivitas guru dan anak dalam meningkatkan

keterampilan social anak

yaitu: a. Guru

persentase keberhasilan aktivitas guru=jumlah aspek yang dicapai jumlah aspek yang diamati

b. Anak

persentase keberhasilan aktivitas anak=jumlah aspek yang dicapai jumlah aspek yang diamatix 100%

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah indikator proses dan indikator hasil.

1. Indikator Proses

Skenario pembelajaran

dengan menggunakan metode

bermain peran dikatakan

terlaksana dengan baik apabila

Jumlah anak yang memperoleh nilai

BSB dan BSH”

Persentase Keberhasilan = x 100% Klasikal Jumlah anak

( jumlah nilai BSB ) + ( jumlah nilai BSH ) +

( jumlah nilai MB ) + ( jumlah nilai BB )

Presentase keberhasilan = x100% individual Jumlah seluruh indikator penilaian

(13)

minimal keberhasilannya mencapai ≥75%.

2. Indikator Hasil

Penilaian terhadap

keterampilan sosial anak yang diperlihatkan melalui evaluasi

mengacu pada pedomam

pemberian nilai dalam satuan pendidikan taman kanak-kanak, yaitu bintang (*) = Belum Berkembang (BB), bintang (**) = Mulai Berkembang (MB), bintang (***) = Berkembang Sesuai Harapan (BSH), bintang (****) = Berkembang Sangat Baik (BSB), (Depdiknas, 2004: 26).

Selanjutnya dilakukan

penjumlahan kategori di atas yang diperoleh setiap anak berdasarkan hasil evaluasi, lalu disesuaikan dengan indikator keberhasilan yang digunakan yaitu minimal

secara klasikal keterampilan

sosial anak dengan menggunakan metode bermain peran pada kelompok B TK Wulele Sanggula

II Kendari dikatakan tuntas

apabila telah mencapai 75 % dari 16 anak didik dimana hasil dari

pembelajaran bermain peran

untuk meningkatkan keterampilan sosial anak.

Pembahasan

Pelaksanaan penelitian ini

terdiri dari dua siklus, dimana setiap siklus terdiri atas dua kali pertemuan sesuai prosedur penelitian yang sudah

dirancang sebelumnya. Pada

pelaksanaan pembelajaran tiap

pertemuan menggunakan metode

bermin peran yang didukung dengan media berupa media yang menunjang jalannya suatu kegiatan bermain peran.

Hasil yang diperoleh terhadap peningkatan keterampilan sosial anak

(14)

melalui metode bermain peran pada observasi awal, jika dibandingkan dengan pelaksanaan siklus I terlihat adanya peningkatan. Namun belum mencapai indikator yang diharapkan sehingga perlu dilaksanakan siklus II. Hal ini disebabkan pada pelaksanaan siklus I terdapat beberapa kelemahan guru dalam proses pembelajaran

dengan menggunakan metode

bermain peran, sehingga perlu

dilakukan suatu perbaikan pada siklus II agar indikator kinerja yang diharapkan dapat tercapai maksimal. Kelemahan yang terdapat pada siklus I antara lain:

1. Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru tidak melaksanakan

pengelolaan kelas

3. Guru tidak bertanya tentang masalah˗masalah yang dihadapi

oleh anak dalam kegiatan bermain peran

Berdasarkan hasil refleksi

tersebut kemudian dilakukan

langkah-langkah perbaikan pada

Siklus II sebagai berikut:

1. Guru sudah menyampaikan tujuan

pembelajaran, sehingga anak

lebih serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

2. Guru sudah melaksanakan

pengelolaan kelas

3. Guru sudah bertanya tentang masalah-masalah yang dihadapi

oleh anak dalam kegiatan

bermain, sehingga anak dapat melaksanakan kegiatan bermain dengan baik.

Setelah dilakukan perbaikan-perbaikan dalam siklus II, ternyata hasil yang diperoleh mengalami peningkatan yang cukup signifikan

(15)

pada aspek perkembangan keterampilan sosial anak

Berdasarkan data yang

diperoleh pada siklus I dan siklus II, dapat diketahui perbandingan jumlah anak yang memiliki keterampilan sosial dengan kriteria berkembang sangat baik (BSB) dan berkembang

sesuai harapan (BSH), sebelum

tindakan atau observasi awal

sebanyak 6 anak, setelah pelaksanaan siklus I mengalami peningkatan menjadi 11 anak dan siklus II meningkat lagi menjadi 14 anak,

maka dapat dilakukan analisis

keberhasilan tindakan secara klasikal dan diperoleh hasil seperti tampak pada diagram berikut ini:

Gambar 4.5. Rekapitulasi Hasil Analisis pengembangan

keterampilan sosial Anak Melalui metode bermain peran

Selama kegiatan penelitian berlangsung, data hasil temuan yang diperoleh sebagaimana dideskripsikan pada halaman sebelumnya, dapat

diasumsikan bahwa kegiatan

pembelajaran dalam mengembangkan keterampilan sosial anak melalui

metode bermain peran yang

dirancang, disusun dan dilaksanakan secara baik dan optimal oleh peneliti yang bekerjasama dengan guru pada setiap pertemuan siklus I dan siklus II sangat memberikan manfaat pada anak dengan pengalaman langsung, serta perkembangan keterampilan

sosial anak menunjukkan

peningkatan. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada siklus I dan siklus II dapat di simpulkan bahwa 37,5% 68,75% 87,5% 62,5% 31,25% 12,5% 0 20 40 60 80 100 Observasi awal Siklus I Siklus II Tercapai Tidak tercapai

(16)

metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dengan jumlah anak didik 16 anak yang terdiri dari 9 orang anak

laki-laki dan 7 orang anak

perempuan. Hal ini ditunjukkan pada pencapaian aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai persentase sebesar 78,57% dan meningkat pada siklus II mencapai presentase sebesar 92,56%. Dan aktivitas belajar anak pada siklus I mencapai persentase sebesar 71,43% dan meningkat pada siklus II mencapai persentase 85,71% hasil belajar anak pada observasi awal

memperoleh persentase sebesar

37,5%. atau 5 orang anak yang memperoleh nilai bintang (***) atau Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan 1 orang anak didik yang memperoleh nilai bintang (****) atau Berkembang Sangat Baik (BSB). Kemudian pada siklus I diperoleh

persentase sebesar 68,75% yang dicapai oleh 11 orang anak didik.

Dimana 3 orang anak didik

memperoleh nilai bintang (****) atau Berkembang Sangat Baik (BSB) dengan persentase 18,75% dan 8 orang anak memperoleh nilai bintang

(***) atau Berkembang Sesuai

Harapan (BSH) dengan persentase 50%. Pada siklus II diperoleh

presentase sebesar 87,5% yang

dicapai oleh 14 orang anak didik.

Dimana 8 orang anak didik

memperoleh nilai bintang (****) atau Berkembang Sangat Baik (BSB) dengan persentase 50% dan 6 orang anak didik memperoleh nilai bintang

(***) atau Berkembang Sesuai

Harapan (BSH) dengan persentase 37,5%.

Daftar Pustaka

Adistyasari, Ria. 2013. Meningkatkan

Keterampilan Sosial Dan

Kerjasama Anak Dalam

(17)

Semarang: Universitas Negri Semarang (Skripsi Publikasi) http://lib.unnes.ac.id/18768/1/ 1601910003.pdf di akses pada 16 Januari 2016 Depdiknas. 2006. Pedoman Pembelajaran Di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas. Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan

Menengah

Depdiknas. 2004. Pedoman Penilaian

di Taman Kanak-Kanak.

Jakarta: Depdiknas.

Dimyati, Johni. 2013. Metode

Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya Pada Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.

Kencana Prenada media Grup Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain

Pembelajaran Anak Usia Dini. Sleman. Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media

Hildayani, Rini, dkk. 2011. Psikologi

Perkembangan Anak. Jakarta:

Universitas Terbuka

Iskandar, 2009. Penelitian Tindakan

Kelas. Ciputat: Gaung Persada

(GP) Pres

Goleman, Daniel. 1996. Emotional

Intelligence. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama Nurbiana Dhieni, dkk. (2010).

Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Susanto, Ahmad. 2012.

Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sukardi. 2013. Metode Penelitian

Pendidikan Tindakan Kelas:

Implementasi dan

Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Tabel  3.1  Kategori  Keberhasilan  secara Individual
Gambar 4.5. Rekapitulasi Hasil Analisis  pengembangan

Referensi

Dokumen terkait

Dikatakan pula oleh Siagian bahwa pembangunan itu dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang

Fuad bin Osman yang juga merupakan Guru Kanan Mata Pelajaran Bahasa Arab, beliau menyatakan bahawa kursus-kursus yang dianjurkan oleh Jabatan Agama Johor tidak menjurus

tahu. Stabilitas harga kedelai sangat penting untuk keberlangsungan produksi tahu. 2) Dengan metode steam boiler mampu menekan biaya bahan bakar dalam biaya

Japfa Comfeed Indonesia Tbk Cirebon ternyata kedisiplinan kerja para pegawai dan kompensasi yang diberikan terhadap pegawai diduga masih dirasakan belum memadai.Faktor

Selain melakukan deteksi outlier dengan menggunakan keseluruhan data, dapat dilakukan dengan cara pemodelan window time yaitu memodelkan dengan semua data in sampel

Seterusnya yakinlah yang anda sekarang telah dibenteng dengan nur wirid dan tidak da sesuatu yang dapat mendatangkan mudharat kepada anda dengan izin Allah s.w.t..

Selain alat dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46, satuan tugas Polhut yang berada pada SPORC, sekurang-kurangnya dilengkapi dengan 1 (satu)

Dimana tanah yang dijadikan barang jaminan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil dan sistem bagi hasil ini yang harus