i
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS CERPEN SISWA KELAS VII SMPN 2 TAKALAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
NUR HADIDJAH HANAPI 105 331 101 616
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
ii
TAHUN 2020
ABSTRAK
Nur Hadidjah Hanapi, 2020. Meningkkatkan Hasil Belajar Menulis Cerpen Siswa Kelas VII SMPN 2 Takalar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerpen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Muhammad Akhir, dan pembimbing II Muhammad Dahlan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran
Discovery Learning dalam meningkatkan kemampuan apresiasi cerpen siswa
kelas VII di SMP Negeri 2 Takalar. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah penelitian tindakan kelas untuk mendapatkan gambaran umum atau deskripsi tentang apa yang diteliti melalui pengolahan data secara kualitatif dan kuantitatif. penganalisasian data dilakukan dengan cara yaitu observasi (pengamatan), survey, tes, wawancara, dokumentasi (foto) dikumpulkan lalu diadakan kategorisasi data dengan merangkum data-data kemudian disusun menjadi bagian-bagian untuk diperiksa dan disimpulkan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Takalar pada siklus I berdasarkan interval yang ditetapkan yaitu siswa yang memperoleh nilai 75 ke atas hanya 5 orang (16,7%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada siklus II, siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 mencapai 22 orang ( 73,33% ), siswa yang memperoleh ≤ 75 hanya 8 orang (26,7%). Angka indikator keberhasilan penelitian hasil siklus 1 siswa yang memperoleh ketuntasan KKM sebanyak 17%. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dalam penelitian pada siklus 1 disimpulkan belum berhasil (0%-20%). Kemudian angka indikator keberhasilan penelitian hasil siklus 2 siswa yang memperoleh ketuntasan KKM sebanyak 73,3%. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dalam penelitian pada siklus 2 sudah berhasil (61%-80%). Adapun peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen dari pretes pada tahap pratindakan sampai kepada tahap hasil tes tindakan siklus 2 adalah sebesar 22,4%. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Discovery dalam menulis cerpen dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
kelas VII SMP Negeri 2 Takalar.
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan ... 7
D. Manfaat ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
A. Kajian Pustaka ... 9
B. Kerangka Pikir ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
A. Metode Penelitian... 28
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 28
C. Desain Penelitian ... 28
D. Prosedur Penelitian... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ... 32
F. Instrument Penelitian ... 33
G. Teknik Analisis Data ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Kegiatan Pra Tindakan (Perencanaan) ... 37 B. Pelaksanaan Tindakan Kelas Pembeajaran Menulis Cerpen
iv
Menggunakan Discovery Learning ... 46
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 76
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 84
A. Simpulan ... 84
B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu genre sastra yang berbentuk prosa.Cerita yang ada di dalam cerpen dikemas dengan ringkas. Oleh karena itu, orang sering menyebut cerpen dengan istilah bacaan sekali duduk. Artinya, proses membaca cerpen tidak membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi intinya dapat langsung kita temukan. Pujiono (2006) mengatakan, “Sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa”. Dengan demikian, cerpen salah satu produk sastra memuat cerita berdasarkan kejadian-kejadian yang terkait dengan nilai-nilai sosial budaya yang sering terjadi dalam kehidupan nyata di dalam lingkungan masyarakat.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nuroh (2011 : 21-34) mengatakan, “Cerpen atau cerita pendek sebagai suatu karya seni berfungsi sebagai notulen kehidupan. Sebagai dokumentasi, cerpen bagaikan cermin yang memperlihatkan peristiwa tersebut”.
Banyak hal bisa diresapi dari hasil membaca cerpen, salah satunya adalah nilai-nilai kemanusiaan atau sosial yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Perenungan melalui nilai-nilai kehidupan yang ada dalam cerpen memberikan suatu amanat yang dapat dijadikan cerminan untuk kehidupan siswa.
2
Cerita yang ada di dalam cerpen sebagai besar adalah fiktif belaka, walaupun demikian, cerita yang ada di dalam cerpen mempunyai relevasi dengan kehidupan nyata, karena sumber cerita yang terjadi dalam cerpen sebagian yang bersumber dari kehidupan manusia. Pembaca dapat belajar banyak melalui alur cerita atau alur kehidupan yang ada di dalam cerpen tersebut dengan kemungkinan-kemungkinan akhir cerita yang bervariasi menurut Yasa (2012 : 23) mengatakan, “Sastra merefleksikan langsung berbagai segi sosial, hubungan keluarga, konflik kelas, dan mungkin cenderungan pemisahan susunan masyarakat”.
Pembelajaran apresiasi sastra disekolah diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta anak terhadap hasil karya sastra. Rasa cinta atau senang itu tumbuh ketika guru dapat membiasakan siswa untuk belajar dalam mengapresiasi karya sastra dan menciptakan suasana belajar yang kreatif.Senada dengan pendapat Endraswara (2003:16) bahwa “kegiatan pembelajaran sastra di sekolah harus kreatif seperti halnya menyelenggarakan kegiatan ziarah sastra, wisata sastra, kemping sastra, dan bengkel sastra dengan tujuan agar siswa mampu benar-benar memahami, menghayati, dan mencipta sastra”.
Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa pembelajaran sastra seharusnya diberikan oleh guru dengan cara merancangnya sedemikian rupa, sehingga tumbuh minat siswa terhadap karya sastra. Penciptaan suasana belajar yang kreatif menjadikan sebuah pembelajaran tidak menonton, justru sebaliknya akan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan.
3
Cerpen tidak hanya dapat dijadikan sebagai media untuk hiburan saja, tetapi juga dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk membentuk watak anak didik supaya lebih baik. Menurut Hakim (2005) mengatakan bahwa, “belajar adalah suartu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut di tampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, pemahaman, keterampilan dan lain-lain”. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran bukan hanya sekedar guru menyampaikan materi saja, tetapi ada tahapan-tahapan proses yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Menurut Rahmanto (1993: 17) mengatakan bahwa “ setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya.”
Pengajaran apresiasi sastra diharapkan mampu memberikan sumbangan pendidikan pada anak-anak bangsa Indonesia, karena di dalam pengajaran apresiasi sastra bukan hanya untuk memperlihatkan keindahan sebuah karya saja, tetapi membantu dalam memberikan sumbangan nilai pendidikan karakter. Rahmanto (1993:16) mengatakan bahwa “dalam pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu : membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak”.
4
Dari pernyataan tersebut, maka kita ketahui bahwa pengajaran sastra mencakup berbagai hal, baik itu keterampilan berbahasa, pengetahuan budaya, pengembangan cipta dan rasa serta pembentukan watak. Selama proses pembelajaran, siswa diarahkan supaya dapat menemukan pengalaman dari hasil membaca dan meresapi berbagai kejadian, lalu menuangkan hasil temuannya itu secara lisan atau tulisan. Hal tersebut dapat mengasah keterampilan siswa dalam kebahasaannya.Selain itu juga, proses pembelajaran apresiasi sastra (cerpen) melatih kepekaan siswa dalam menggunakan perasaannya untuk menginterprestasikan setiap makna yang terkandung dalam cerita.Dalam pembelajaran sastra, siswa di arahkan untuk belajar memaknai kehidupan, karena sesungguhnya di dalam sebuah sastra mengandung unsur-unsur yang sangat berguna.
Abidin (2012:209) mengemukakan bahwa “Isi karya sastra merupakan muatan yang terkandung dalam karya sastra yang akan memberikan pengalaman dan pengetahuan penting bagi pembaca. Pengalaman dan pengetahuan ini akan timbul karena pada dasarnya isi karya sastra dihasilkan pengarang melalui kompetensi sehingga di dalamnya terkandung berbagai unsur pemaknaan hidup yang sangat berguna bagi pengarang. Unsur pemaknaan hidup myang dimaksud adalah ajaran agama, nilai, norma, moral, pendidikan, psikologis, ekonomi, politik, dan dimensi sosial budaya lain yang menjadi isi karya sastra”.Untuk dapat mencapai keterampilan-keterampilan yang diharapkan dalam pembelajaran apresiasi sastra tersebut, maka dibutuhkan suatu modal pembelajaran yang tepat. Dengan penggunaan modul
5
pembelajaran yang tepat selama proses belajar, memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran yang di inginkan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, permasalahan tentang pembelajaran apresiasi cerpen ditemukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Takalar. Pada umumnya siswa belum mampu mengapresiasi cerpen dengan baik, mereka hanya sekadar mengetahui cerpen, tanpa memperhatikan hal-hal yang ada dalam cerpen itu sendiri. Hal ini menyebabkan tidak adanya motivasi dalam diri siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran apresiasi cerpen. Selain itu, siswa merasa jenuh karena metode pembelajaran guru yang monoton dan kurang kreatif.
Salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan adalah rendahnya prestasi belajar siswa. Penyebabnya adalah masih ada guru pada saat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa yang masih menggunakan cara pembelajaran yang tradisional dan siswa sering dianggap sebagai objek yang hanya menerima masukan dari guru saja. Penilaian lain juga masih ada guru kurang maksimal dalam memberikan motivasi belajar kepada siswa.
Persoalan didalam kelas yang dihadapi oleh pendidik tidak sedikit. Namun, yang harus disadari sedini mungkin adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat agar siswa memahami pelajaran dan tidak bosan terhadap materi yang diajarkan.Jika hal in didokumentasikan dengan baik maka memudahkan kegiatan peneliti bagi pelajaran berikutnya.
6
Pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning ini diharapkan mampu menambah pengetahuan atau pengalaman mereka mengenai penelusuran nilai-nilai kehidupan sosial budaya yang terdapat di dalam cerpen, dan siswa diberikan kemudahan di dalam melakukan proses pembelajarannya. Selain itu juga, diharapkan hasil penelaah yang dilakukan oleh siswa tidak hanya dijadikan sebagai pengisi kemampuan kognitifnya saja, tetapi juga dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk pengembangan efektif dan psikomotornya. Siswa tidak hanya pandai secara kognitifnya saja, akan tetapi mereka juga memiliki moral dan akhlak yang baik.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul (Meningkkatkan Hasil Belajar Menulis Cerpen Siswa Kelas VII SMPN 2 Takalar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerpen Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar) penelitian tindakan kelas (PTK) dalam dengan menganalisis Penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning pada Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerpen Pada
Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar ini di pilih karena peneliti memiliki pandangan bahwa Model Pembelajaran Discovery Learning pada Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerpen dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam mendalami atau mengahayati isi dari Cerpen sehingga para siswa mampu menemukan makna serta memahaminya secara utuh. Selain itu PTK pada Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerpen Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar
7
telah menjadi bagian penting dari profesi seorang guru yang telah terbiasa menghadapi masalah-masalah dalam pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. PTK ini nantinya dapat di manfaatkan oleh berbagai pihak sebagai metode untuk mengembangkan kurikulum, pengembangan keahlian mengajar atau meningkatkan profesionalisme guru, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah sebagai berikut : 1. Adakah peningkatan hasil belajar siswa dalam menulis cerpen dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Takalar
2. Adakah peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Takalar
C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian seperti yang diuraikan berikut ini :
1. Untuk mengetahui tingkat hasil belajar menulis cerpen siswa melalui model pembelajaran Discovery Learning siswa kelas VII SMPN 2 Takalar.
2. Untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa dalam cerpen melalui model pembelajaran Discovery Learning siswa kelas VII SMPN 2 Takalar. D. Manfaat
Manfaat ini terdiri atas bagi guru, sekolah, dan peneliti. Manfaat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
8
1. Manfaat bagi guru
a. Dapat memanfaatkan model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran apresiasi cerpen.
b. Dapat mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.
2. Manfaat bagi sekolah
Sekolah adalah satu lembaga untuk menyelenggarakan pendidikan, maka manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini bagi sekolah yaitu:
a. Menjadikan salah satu referensi model pembelajaran yang dapat dikembangkan bagi guru-guru mata pelajaran lainnya;
b. Mengetahui keunggulan penggunaan model pembelajaran Discovery
Learning, ketika diterapkan dalam sebuah mata pelajaran, khususnya
mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. 3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penggunaan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran apresiasi cerpen.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Nurham (2017) yang berjudul “penerapan model pembelajaran Discovery
Learning terhadap peningkatan kemampuan menulis cerpen siswa kelas x-1
SMA Negeri 4 Parepare”.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran menulis cerpen tahap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil menulis mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa model pembelajaran
Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa
kelas X-1 SMA Negeri 4 Parepare setelah dilaksanakan dalam dua siklus. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Iin Indriyani (2017) yang berjudul “pembelajaran apresiasi cerpen melalui model
Discovery Learning berbasis nilai-nilai karakter pada siswa kelas XI SMA N
16 Garut”. Temuan penelitian adanya keefektifan pembelajaran apresiasi cerpen melalui model Discovery Learning berbasis nilai-nilai karakter dapat diterima oleh siswa, itu terbukti dari hasil angket yang disebarkan oleh peneliti pada siswa kelas eksperimen. Begitu pun juga dengan guru observer yang memantau jalannya kegiatan pembelajaran apresiasi cerpen melalui model Discovery 190 Learning berbasis nilai-nilai karakter, ia mengakui bahwa model pembelajaran ini lebih mengaktifkan siswa dalam belajar, dan
11
guru hanya memantau dan mengarahkan kegiatan belajar siswa. Selain itu, kegiatan pembelajaran apresiasi cerpen melalui model Discovery Learning berbasis nilai-nilai karakter mampu membiasakan siswa untuk menerapkan karakter-karakter baik yang dapat diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari.
Moh. Amin (2018) dengan judul penelitian “Kemampuan Menemukan Unsur Instrinsik Cerpen melalui Model Discovery Learning teknik Cooperative Jigsaw”. Penggunaan model ini diduga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dalam menemukan unsur intrinsik cerpen. Berkaitan dengan masalah tersebut PTK ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan kemampuan menemukan unsur intrinsic cerpen. Berdasarkan hasil analisis PTK ini, diperoleh hasil tes individu siswa yaitu adanya peningkatan keterampilan siswa dalam menemukan unsur intrinsik cerpen dari 68,91 pada siklus 1 menjadi 80 pada siklus 2, atau terjadi kenaikan sebesar 11,09 poin atau sebesar 11,09 % setelah diadakan penelitian tindakan dan adanya perubahan tingkah laku siswa dalam pembelajaran menemukan unsur intrinsik cerpen. Perubahan tingkah laku ini dapat dibuktikan dari hasil pengamatan, dan wawancara. Sikap dan tingkah laku siswa mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, demokratis, terjadi saling memberi dan menerima informasi.
Penelitian-penelitian diatas relevan dengan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Apresiasi Cerpen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Takalar.Penelitian
12
12
tersebut relevan karena sama-sama menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning dengan harapan para siswa dapat lebih mudah memahami
pembelajaran yang diberikan oleh guru. Sedangkan perbedaannya terletak pada penerapan metode Discovery Learning pada kemampuan apresiasi cerpen dimana tindakan guru dalam sangat mempengaruhi dalam keberhasilan metode Discovery Learning ini. Selain itu penelitian ini juga lebih menitikberatkan pada penilaian terhadap manfaat dari metode Discovery
Learning pada Kemampuan Apresiasi Cerpen pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri 2 Takalar.
2. Sastra
Sastra merupakan karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khas. Selain sastra, terdapat juga kesusastraan atau susastra, yang merupakan sebuah tulisan yang baik. Menurut Usman Effendi, “kesusastraan ialah semua ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan yang dapat menimbulkan rasa keindahan.”
Zulfahnur (2014) mengemukakan, “Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra”Secara umum yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejalagejala yang diamati.Teori berisi konsep/ uraian tentang hukum-hukum umum suatu
13
objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu.Sastra merupakan suatu karya baik lisan atau tulisan dan juga karya fiksi yang memiliki pemahaman yang dalam, dan sebagai wujud kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Menurut Sugihastuti (2007:23) “karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya.” Berdasarkan teori ini, penulis mencoba menghubungkan pemikiran penulis dan imajinasinya untuk disampaikan kepada pembaca. Sastra tidak saja lahir karena suatu kejadian, tetapi juga dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif dan dapat juga lahir dari imajinasi penciptanya, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Teori lain dikemukakan oleh Wellek and Warren (1963:22), the term
literature seems best if we limit it to the art of literature, that is, to imaginative literature. Sastra merupakan suatu karya yang berasal dari
imaginasi pengarang yang tidak hanya merupakan kumpulan fakta atau fiksi, tetapi dapat berasal dari kejadian yang terjadi dalam dunia nyata.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa sastra adalah karya tulis yang dibuat oleh penciptanya berdasarkan imajinasi penciptanya atau kejadian nyata dalam kehidupan manusia, sastra dapat disajikan dalam berbagai macam bentuk seperti novel atau cerita pendek, dan dapat menggunakan bahasa formal atau non-formal.
14
14
Apresiasi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin
appreciation yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam
konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Lebih jauh lagi, menurut Squire dan Taba, proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluatif (Aminudin, 1995:34). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 62, apresiasi merupakan: (1) kesadaran terhadap nilai seni dan budaya; (2) penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu. Di dalam modul ini, istilah apresiasi diartikan sebagai kegiatan mengakrabi karya sastra secara sungguh-sungguh.
Karya sastra dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengenal, memahami, menghayati, menikmati, serta mengaplikasikan karya sastra ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta apresiasi yang baik serta mendalam terhadap karya sastra. Dengan demikian, karya sastra tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan pribadi apresiator. Apresiator dapat mengakrabi karya sastra melalui beberapa tahapan atau proses. Proses tersebut dimulai dari pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan setelah itu penerapan.
a. Pengenalan
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan sebuah karya sastra. Misalnya, dengan menyajikan contoh karya sastra dalam
15
pembelajaran di kelas, menyaksikan pembacaan puisi, menonton pertunjukan drama, ataupun dengan menonton film yang disadur dari novel-novel yang terkenal.
Setelah proses pengenalan tersebut, apresiator akan mulai menemukan ciri-ciri umum yang tampak pada karya sastra. Umpamanya, dia mengenal judul, pengarang, atau bentuk karya secara umum. Proses pengenalan ini juga dapat apresiator mulai dengan melihat hal-hal positif yang disukai dari suatu novel misalnya. Proses pengenalan yang menyenangkan, akan menimbulkan keinginan atau memotivasi apresiator untuk mengetahui lebih lanjut tentang karya tersebut lebih dalam lagi. b. Pemahaman
Pemahaman dapat dicapai secara mudah oleh apresiator tertentu, namun dapat juga agak susah. Hal tersebut disebabkan oleh pengalaman yang berbeda dari setiap apresiator. Apresiator yang sering melihat pembacaan puisi akan lebih mudah memahami isi puisi yang dibacanya. Bagi pembaca pemula, mungkin perlu membaca puisi secara berulang-ulang untuk memahami isi puisi tersebut. Jika hal ini yang terjadi, biasanya perlu ditempuh upaya-upaya untuk mencapainya. Umpamanya, dalam memahami puisi terlebih dahulu dicari penjelasan bagi kata-kata yang dianggap sulit, membubuhkan kata penghubung, membubuhkan tanda baca, termasuk tanda untuk enjambemen. Dengan demikian, pemahaman dapat tercapai.
16
16
Dalam pengertian penghayatan ada yang beranggapan bahwa sebelum menghayati perlu memahami terlebih dahulu. Ada pula yang beranggapan bahwa "menghayati" terlebih dahulu baru kemudian "memahami". Sebenarnya, kedua pendapat tersebut tidak bertentangan, selama penjelasan dari keduanya jelas. Jadi, bisa saja urutan itu berubah, baik dari pemahaman atau penghayatan terlebih dahulu. Hal yang penting dampaknya bagi apresiator.
Penghayatan dapat dilihat dari indikator yang dialami apresiator. Umpamanya, pada saat membaca (mungkin berulang-ulang), pembaca dapat merasakan sedih, gembira atau apa saja karena rangsangan bacaan tersebut: seolah-olah melihat, dan atau mendengar sesuatu. Hal ini terjadi karena apresiator sudah terlibat dengan karya yang sedang diapresiasinya itu. d. Penikmatan
Setelah apresiator menghayati karya sastra, ia akan masuk ke wilayah penikmatan. Pada wilayah ini, apresiator telah mampu merasakan secara lebih mendalam berbagai keindahan yang ditemui dalam karya sastra. Perasaan tersebut akan membantu menemukan berbagai nilai, baik yang bersifat sastrawi maupun nilai yang langsung berhubungan dengan kehidupan.
Sehubungan dengan kenikmatan yang lahir dari mengapresiasi sastra, Rusyana (1984:322) menyatakan bahwa "kemampuan mengalami pengalaman pengarang yang tertuang dalam karyanya dapat menimbulkan rasa nikmat pada pembaca". Selanjutnya, ia menyatakan bahwa "kenikmatan
17
itu timbul karena kita (1) merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain, (2) bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan dengan lebih baik; kekaguman akan kemampuan sastrawan dalam mengerahkan segala alat yang ada pada medium seninya sehingga ia berhasil memperjelas, memadukan, dan memberikan makna terhadap pengalaman yang diolahnya, dan (3) menikmati sesuatu demi sesuatu itu sendiri, yaitu kenikmatan estetik".
Selain rasa kagum, dapat juga membuat anda merasa terlepas dari beban, merasa sembuh, merasa ada teman karena nilai-nilai yang anda temukan sebagai hasil penikmatan tersebut. Begitulah antara lain indikator penikmatan terhadap karya sastra itu.
e. Penerapan
Penerapan merupakan wujud perubahan sikap yang timbul sebagai temuan nilai apresiator yang telah merasakan kenikmatan dari karya sastra. Memanfaatkan temuan tersebut dalam wujud nyata perubahan sikap dalam kehidupan. Hal ini terjadi karena apresiator merasa memperoleh manfaat langsung dari bacaan tersebut. Sebagai contoh, pembaca roman “Atheis”, menemukan betapa goyahnya seorang pemeluk agama yang tidak disertai penguasaan ilmu. Dari temuan ini, pembaca tersebut menemukan manfaat bagi dirinya. Ia kemudian berusaha melengkapkan agamanya dengan ilmu. Itulah proses yang semestinya terjadi dalam apresiasi sastra.
Sehubungan dengan proses tersebut, Sumarjo (1994: 174-175), Rusyana (1984: 322-323), menyatakan dalam bahasa yang hampir senada.
18
18
Sumarjo menyebut dengan istilah langkah-langkah mengapresiasi, sedangkan Rusyana menyebutnya dengan istilah tingkat-tingkat mengapresiasi, dengan rincian yang relatif sama. Mari kita lihat langkah atau tingkatan tersebut di bawah ini :
1) Tingkat pertama apresiasi terjadi apabila seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. la terlibat secara intelektual, emosional, dan imajinatif dengan karya.
2) Tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat.
3) Tingkat ketiga terjadi apabila pembaca telah mampu menemukan ada tidaknya hubungan antara karya yang dibacanya dengan kehidupan. Tingkat atau langkah ini pun dapat dijadikan indikator sudah atau belumnya kita memasuki kegiatan apresiasi sastra. Dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa mengapresiasi sastra bukan sekadar membaca saja, melainkan memang harus secara sungguh-sungguh. Pada tingkat pertama saja mungkin kita perlu membaca berulang-ulang untuk sampai pada keterlibatan seperti itu. Pada tingkat kedua, kita perlu melengkapi pengetahuan tentang kaidah-kaidah sastra.
Dengan demikian, kita dapat memperoleh kenikmatan atau kepuasan yang lebih meningkat dibanding tingkat sebelumnya. Dari rasa nikmat yang tinggi itu akan membawa kita pada tahap penemuan nilai, yang berhubungan dengan kehidupan nyata.
19
Wellek dan Warren (1995 : 3) mengatakan, “Sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah cabang seni. Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah karya imajinatif”. Badan Standar Nasional Pendidikan pada tahun 2006 menyempurnakan Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia bahwa “standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan mengapresiasi karya sastra. Menurut (Oemarjati, 1992), “Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai, baik dalam konteks individual, maupun sosial.” Sastra seharusnya tidak dikelompokkan ke dalam aspek keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis.
Walaupun demikian, pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa baik dengan ketrampilan menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara.Dalam praktiknya,
20
20
pengajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra, membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.
Berdasarkan hal di atas, pembelajaran sastra mencakup hal-hal berikut : (1) Menulis sastra : menulis puisi, menulis cerpen, menulis novel, menulis drama (2) Membaca sastra : membaca karya sastra dan memahami maknanya, baik terhadap karya sastra yang berbentuk puisi, prosa, maupun naskah drama (3) Menyimak sastra : mendengarkan dan merefleksikan pembacaan puisi, dongeng, cerpen, novel, pementasan drama (4) Berbicara sastra : berbalas pantun, deklamasi, mendongeng, bermain peran, berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi karya sastra, menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.
5. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran Sastra
Pemahaman model dapat dipahami dengan berbagai macam pengertian yang bermacam-macam. Secara etimologi, model berasal dari bahasa Italia yakni modello yang dapat diartikan dari berbagai dimensi, jika dari kata benda maka model diartikan sebagai jenis atau contoh, sedangkan dari kata sifat dapat dipahami sebagai teladan atau di ambil sebagai contoh dan yang terakhir dari kata kerja dipahami sebagai membuat dengan contoh. Dengan kata lain, model secara etimologi yakni sesuatu contoh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), model didefinisikan sebagai pola dari sesuatu yang dibuat atau yang dihasilkan atau barang tiruan.Maka dapat diambil kesimpulan, jika model dapat dipahami sebagai suatu jenis contoh
21
dari suatu pola (contoh, acuan, ragam dsb) yang dibuat untuk menghasilkan sesuatu.
Sedangkan Pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk memungkinkan terjadinya proses belajar yang dirancang, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut secara aktif, efektif dan inovatif.
Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Dari berbagai macam pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan model pembelajaran adalah suatu pola yang dijadikan pedoman dalam strategi mengajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
b. Ciri-ciri ataukarakteristik model pembelajaran Sastra
Pembelajaran bahasa Indonesia. bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra. dan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam perasaan siswa. Siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang
22
22
disampaikan secara lugas atau langsung, tetapi juga yang disampaikan secara terselubung atau secara tidak langsung. Siswa tidak hanya pandai dalam bernalar, tetapi memiliki kecakapan di dalam interaksi sosial dan dapat menghargai perbedaan balk di dalam hubungan antar individumaupun di dalam kehidupan bermasyarakat, yang berlatar dengan berbagai budaya dan agama.
Agar siswa mampu mengarangpembelajaran bahasa Indonesia haruslah diarahkan untuk membekali siswa terampil dalam mengarang baik secara lisan menyampaikan karangannya maupun menulis karangannya tersebut.. Siswa perlu dilatih untuk memperbanyak kosa katanya tidak hanya dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang sastra. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor. di antaranya: guru, siswa, media, model dan metode. teknik, suasana belajar. dan teknologi pembelajaran. Masing-masing unsur saling terkait dan secara bersama-sama akan berkolaborasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Namun. salah satu unsur yang sangat perlu mendapatkan perhatian adalah kemampuan guru dalam mengadopsi model pembelajaran khususnya model pembelajaran sastra.
Berdasarkan hal-hal yang telah di kemukakan di atas guru harus mengetahuiapa saja karakteristik maupun ciri-ciri model pembelajaran sastra. Hal ini bertujuan agar guru bisa mengetahuinya agar proses pembelajaran berjalan efektif dan inovatif. Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran sastra secara khusus diantaranya adalah :
23
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
6. Model Discovery Learning dalam Pembelajaran Apresiasi Cerpen
Sesuai dengan prinsip dari model pembelajaran Discovery Learning itu sendiri bahwa Discovery Learning,menurut Roestiyati (1998) adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagaiannya.
Dalam proses mental yang di lakukan oleh siswa itu, lalu di terapkan pula beberapa prinsip dasar yang berkaitan dan dengan nilai-nilai karakter seperti: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, tanggung jawab, dan nilai-nilai. Dengan adanya model pembelajaran Discovery Learning berbasis nilai-nilai karakter di harapkan yang dapat menggiring siswa dalam menggali pengetahuannya secara mandiri, juga di harapkan supaya siswa memperoleh pengalaman di dalam mengembangkan karakter-karakter positif selama proses pembelajaran.
24
24
Sebelum melakukan apresiasi, umumnya seseorang memiliki bentuk karya sastra atau jenis teks seni berbahasa yang di sukai, misalnya bentuk karya sastra prosa, puisi, drama, atau film. Kesukaan itu akan melangkah pada upaya seorang untuk mengetahui atau memahami lebih dalam karya yang dipilihnya.
Sebuah karya sastra dapat disukai dan di gemari oleh seseorang oleh karena karya tersebut dapat memberi kesan tersendiri yang menimbulkan empati bagi penggemarnya. Hal itu pada pembahasan proses penciptaan karya sastra meliputi hal-hal berikut ini.
1) Upaya mengeksplorasi jiwa pengarangnya yang di ejawantahkan ke dalam bentuk bahasa yang akan di sampaikan kepada orang lain. 2) Upaya menjadikan sastra media komunikasi antara pengarang atau
pencipta dan peminat sastra.
3) Upaya menjadikan sastra sebagai alat penghibur dalam arti merupakan alat pemuas hati peminat sastra.
4) Upaya menjadikan isi karya sastra merupakan satu bentuk ekspresi yang mendalam dari pengarang atau sastrawan terhadap unsur-unsur kehidupan dengan kata lain, merupakan hasil proses yang matang bukan sekedar di ciptakan. Untuk mengapresiasi karya sastra atau teks seni berbahasa, perlu di lakukan aktivitas berupa:
a) Mendengarkan atau menyimak. b) Membaca.
25 d) Mempelajari bagian-bagiannya. e) Menceritakan kembali.
f) Mengomentari. g) Meresensi.
h) Membuat paraf rasa.
i) Menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan karya tersebut. j) Merasakan seperti: mendeklamasikan (untuk puisi) atau
melakonkan (untuk drama).
k) Membuat synopsis untuk cerita, dan sebagian.
Selain aktivitas merespons karya sastra seperti di sebutkan di atas, langkah-langkah mengapresiasi sebuah karya sastra yang di minati secara umum meliputi hal-hal:
1) Menginterpretasi atau melakukan penafsiran terhadap karya sastra berdasarkan sifat-sifat karya sastra tersebut
2) Menganalisis atau menguraikan unsur-unsur karya sastra, baik unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya.
3) Menikmati atau merasakan karya sastra berdasarkan pemahaman untuk mendapatkan penghayatan.
4) Mengevaluasi atau menilai karya sastra dalam rangka mengukur kualitas karya tersebut.
5) Memberikan penghargaan kepada karya sastra berdasarkan tingkat kualitasnya.
26
26
Pemahaman guru terhadap kurikulum sangatlah penting, yang di dalamnya terdapat standar, kompetensi dasar, indikator, dan hasil belajar. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan sekolah dasar terutama pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra terdapat pembelajaran apresiasi puisi untuk itu pemahaman guru terhadap kurikulum benar-benar harus lebih mendalam, karena sebelum melaksanakan pembelajaran guru dituntut membuat perencanaan pembelajaran yang sistematis dan terprogram. Dalam perencanaan pembelajaran terdapat urutan skenario pembelajaran. Perencanaan pembelajaran merupakan acuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dalam proses belajar mengajar guru menemukan hambatan-hambatan yang dihadapinya baik dari kurikulum, kemampuan guru, dan keadaan siswa, guru dituntut untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam pembelajaran apresiasi cerpen tersebut.
Hasil pembelajaran apresiasi cerpen lebih menekankan pada sikap siswa terhadap cerpen itu sendiri. Dari proses belajar mengajar di harapkan siswa dapat memperoleh 4 (empat) kemampuan berbahasa dan menulis cerpen yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Secara singkat kerangka berfikir dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut :
27
Kerangka Pikir
Pembelajaran bahasa Indonesia
Penerapan Model Discovery Learning dalam kemampuan apresiasi cerpen
Penelitian Tindakan Kelas
Model Discovery Learning diharapkan dapat menggiring siswa
dalam menggali pengetahuannya secara mandiri
Model Pembelajaran Discovery Learning
meningkat
Model Discovery Learning sebagai cara dalam pembelajaran untuk
meningkatkan apresiasi cerpen
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Metode penelitian tindakan kelas atau (PTK) ini dipilih karena peneliti memiliki pandangan bahwa secara umum PTK telah menjadi bagian penting dari profesi seorang guru yang telah terbiasa menghadapi masalah-masalah dalam pembelajaran yang di laksanakan di kelas. Selain itu, PTK ini nantinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai metode untuk mengembangkan kurikulum, pengembangan keahlian mengajar atau meningkatkan profesionalisme guru, dan lain-lain.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 2 Takalar,Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Subjek Penelitian
Tabel : 1.1 Data Siswa Kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar
C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action
research). Suroro (2009: 30) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas, yaitu
penelitian yang bersifat reflektif yang melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Lebih lanjut Arikunto dkk. (2008: 3) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja di munculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Berdasarkan definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian reflektif dan kolektif melalui tindakan tertentu pada pembelajaran di kelas untuk memperbaiki atau meningkatkan proses maupun hasil pembelajaran. Pada umumnya, penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolokoratif antara peneliti dengan subjek yang di kaji melalui prosedur penelitian.
30
Model Penelitian Tindakan Kelas
D. Prosedur Penelitian
Penelitian di lakukan secara bertahap dan di sesuaikan secara kondisi di lapangan. Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan pada tahap ini, di rancang tindakan melalui yang meliputi survey ke sekolah yang bersangkutan, menentukan tujuan pembelajaran,
membuat RPP, instrument, dan penyamaan resepsi kolaborator. Langkah-langkah yang di lakukan adalah sebagai berikut.
1) Survey mengenai kondisi sekolah, kelas, siswa, sarana dan prasarana yang mendukung proses serta pendekatan yang di gunakan dalam pembelajaran.
2) Merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu untuk meningkatkan keterampilan, dengan penerapan metode latihan terbimbing.
3) Mempersiapkan RPP.
4) Membuat rancangan instrumen berupa lembar kerja, lembar catatan. 5) Lapangan, pedoman pengamatan, pedoman wawancara, dan angket. G 2. Pelaksanaan
Penelitian melakukan tindakan pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah di buat. Namun, perencanaan yang di buat bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan dalam pelaksaannya. Oleh Karena itu, penelitian bersifat tidak tetap dan dinamis, yang memerlukan keputusan cepat tentang apa yang perlu di lakukan. Pada tahap ini, guru kelas melaksanakan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pokok pembahasan mengapresiasi cerita pendek dengan menggunakan metode latihan terbimbing. Peneliti melaksanakan tindakan dalam dua siklus yaitu siklus 1 dan siklus 2. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.
3. Pengamatan/Evaluasi
32
pengamatan serta mencatat segala aktivitas dalam catatan lapangan. Tindakan dilakukan oleh guru bidang study Bahasa Indonesia kelas VII SMP NEGERI 2 TAKALAR. Selama kegiatan berlangsung, praktikan juga mendokumentasikan dalam bentuk gambar.
4. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan guru Bahasa Indonesia untuk melakukan tindakan selanjutnya melalui diskusi bersama. Dari hasil penelitian dapat di ketahui apakah siswa telah mampu mengatasi hambatan-hambatan yang di hadapi sebelumnya. Apabila tujuan akhir, yaitu keterampilan mengapresiasi cerpen siswa tercapai, maka penelitian ini di katakana berhasil. Namun, jika masih ada nilai siswa yang jauh dari harapan, maka perlu dilakukan perbaikan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah catatan lapangan (observasi) dan teks pengumpulan data di lakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Observasi
Penelitian melakukan observasi dengan melakukan pengamatan langsung kegiatan pembelajaran mengapresiasi cerita pendek pada siswa kelas VII. Selain melakukan pengamatan, penelitian juga melakukan pencatatan menggunakan lembar observasi. Melalui observasi, peneliti akan mengetahui kendala-kendala yang di hadapi oleh siswa dalam menulis cerita pendek.
2. Tes
Arikunto (2006:150) mengemukakan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang di gunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang di miliki oleh individu atau kelompok. Tes menulis cerita pendek akan di berikan secara individu kepada siswa di akhir setiap siklus. Tes yang digunakan oleh peneliti adalah untuk mengukur peningkatan keterampilan mengapresiasi cerita pendek siswa kelas VII SMP NEGERI 2 TAKALAR.
3. Dokumentasi
Arikunto (2006:158) mengemukakan bahwa dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Peneliti akan mengambil data dokumentasi berupa foto saat proses pembelajaran menulis cerita pendek, hasil karangan cerita pendek dan nilai hasil menulis cerita pendek.
F. Instrument Penelitian
Instrument penelitian berupa angket, catatan lapangan, wawancara, observasi, dan penilaian apresiasi cerpen.
1. Angket
Angket digunakan untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran mengapresiasi cerpen yang berlangsung pada siswa. Angket terdiri dari dua jenis, yaitu angket pratindakan yang di berikan sebelum
34
tindakan dilakukan untuk mengetahui pembelajaran apresiasi cerpen siswa sebelum diberi tindakan, serta angket pasca tindakan yang diberikan pada akhir penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi pembelajaran berbasis masalah dalam mengapresiasi cerpen siswa. 2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat kegiatan penelitian berupa persiapan, perencanaan, implementasi tindakan, pemantauan, dan refleksi. 3. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan mengapresiasi cerpen siswa dan kendala yang di hadapi oleh guru dalam pembelajaran mengapresiasi.
4. Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mendata, memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan mengapresiasi cerpen yang berlangsung di kelas.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian tindakan kelas ini mengandung data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk data kualitatif yang berupa hasil observasi lapangan, wawancara, angket, catatan lapangan. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap kegiatan berlangsung fungsi utama pengamatan adalah menemukan apakah pemanfaatan media berita dengan metode latihan terbimbing dapat meningkatkan keterampilan mengapresiasi cerpen siswa. Informasi yang diperoleh dan semua permasalahan
yang muncul dalam implementasi tindakan dibahas, diskusikan, dipelajari, dan dipecahkan bersama antara peneliti dan kolaborator. Hal tersebut dilakukan pada saat refleksi.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil apresiasi cerpen tiap siklus. Kata ini berupa skor keterampilan menulis cerpen. Nilai keterampilan menulis cerpen diperoleh dari total nilai skor yang diperoleh berdasarkan kriteria indikator skor penilaian menulis cerpen (lihat lampiran4). Penilaian dalam mengapresiasi cerpen ini menggunakan skor terendah 75. Aspek yang di nilai adalah isi, organisasi dan pengertian, serta bahasa.
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, maka perlu dibandingkan rata-rata nilai antara siklus I dan siklus II.
Rata-rata nilai kelas dapat dihitung menggunakan rumus:
= ∑ ∑𝑁 Keterangan :
= nilai rata-rata
∑X = jumlah semua nilai siswa ∑N = jumlah siswa
Sedangkan untuk menghitung presentase ketuntasan siswa yang mencapai KKM dapat dihitung menggunakan rumus:
Keterangan :
P = presentase ketuntasan siswa
∑ni = jumlah siswa yang mencapai KKM ∑𝑛𝑖
∑𝑛𝑜
𝑥 100% 𝑃 =
36
∑no = jumlah seluruh siswa (Sudjana, 2009:109)
Untuk mengetahui perubahan kemampuan siswa setiap siklusnya dengan cara membandingkan hasil dari rata-rata persentase skor kemampuan belajar antar siklus. Sehingga dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah ada peningkatan atau tidak keaktifan siswa. Dikarenakan nilai rata-rata persentase kemampuan siswa (P) diketahui dalam bentuk persentase sehingga perlu dilakukan konversi untuk mengetahui kriteria tingkat keaktifan siswa apakah tinggi, cukup atau rendah. Berikut merupakan tabel pedoman konversi menurut Suharsimi, dkk (2015: 245) sebagai pedoman konversi nilai “P”.
Tabel : 1.2. Pedoman Konversi Kemampuan Siswa
Angka indikator keberhasilan minimal ini berdasarkan pada pedoman konversi kemampuaan menulis cerpen siswa kelas VII. I SMP Negeri 2 Takalar berada diangka >61% yang berarti model pembelajaran Discovery pada penulisan cerpen dinyatakan berada pada kriteria „berhasil”. Sedangkan pada standar ketuntasan siswa dikatakan berhasil apabila nilai tes siswa mencapai 75.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kegiatan PraTindakan (Perencanaan)
Sebelum melakukan kegiatan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi dan survei awal. Observasi dan survei awal ini dimaksud untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran apresiasi cerita pendek serta kemampuan siswa dalam mengepresiasi cerita pendek pada siswa kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar. Gambaran awal ini akan menjadi acuan untuk menentukan tindakan apa saja yang akan dilakukan pada pembelajaran dalam siklus selanjutnya. Survei awal dilakukan pada hari Rabu tanggal 12 Februari tahun 2020 kemudian dilanjutkan pada hari Kamis tanggal 13 Februari tahun 2020. Pada hari Rabu tanggal 12 Februari 2020 diadakan observasi kelas dan wawancara dengan guru untuk memperoleh informasi. Sementara itu, pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2020 diadakan tes pratindakan.
Kegiatan pratindakan merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengawali penelitian tindakan kelas ini. Kegiatan pratindakan meliputi: (a) pembahasan tentang permasalahan dalam proses pembelajaran apresiasi cerita pendek, (b) pelaksanaan uji pratindakan, dan (c) pembahasan tentang upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran khususnya pada apresiasi cerita pendek.
38
1.1 Pembahasan tentang permasalahan dalam proses pembelajaran
apresiasi cerita pendek
Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, bahawa sebelum proses penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan survei awal. Survei awal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran cerita pendek dan mengetahui kemampuan awal siswa dalam memahami unsur intrinsik cerita pendek. Kondisi awal ini menjadi acuan untuk menentukan tindakan perbaikan. Survei awal hari pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Februari 2020 pukul 07.30 – 10.00. Survei awal pada hari pertama diawali dengan observasi proses pembelajaran apresiasi cerita pendek di kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar. Kemudian, dilanjutkan dengan wawancara pada guru pengampu dan siswa kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar.
Observasi dilakukan pada saat pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada materi pembelajaran apresiasi cerita pendek. Dalam observasi, peneliti berada di dalam kelas dengan mengambil posisi tempat duduk paling belakang. Peneliti mengambil tempat paling belakang agar tidak mengganggu proses belajar pembelajaran di kelas tersebut. Peneliti melakukan kegiatan pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung. Segala kejadian yang berlangsung pada jam pelajaran itu peneliti amati dan mencatatnya dalam lembar observasi. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas dan wawancara kepada siswa-siswa untuk mengetahui sejauh mana respon siswa-siswa terhadap pembelajaran cerita pendek yang telah berlangsung.
Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut:
1) Kedisiplinan dan kesiapan siswa mengikuti pembelajaran apresiasi
cerita pendek
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung, terungkap bahwa kedisiplinan dan kesiapan siswa kurang terhadap pelajaran. Hal ini terlihat dari adanya siswa yang masih bercanda dengan teman sebangkunya saat proses pembelajaran berlangsung. Ketidaksiapan siswa sangat terlihat pada waktu guru memulai pelajaran bahasa Indonesia di jam pertama, ada siswa yang belum menyiapkan buku dan ada beberapa siswa yang mengeluarkan buku mata pelajaran lain.
2) Minat dan kemampuan dalam mengikuti pembelajaran apresiasi
cerita pendek
Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa kurang berminat terhadap pelajaran apresiasi cerita pendek. Hal tersebut terindikasi dari sikap siswa selama mengikuti pelajaran, yaitu perhatian siswa banyak yang tidak fokus pada pelajaran, ada siswa yang sibuk dengan kegiatannya melipat kertas, ada yang berbicara dengan temannya, ada yang melamun, menunduk, menoleh-noleh, dan mengantuk.
Lemahnya minat siswa terhadap apresiasi cerita pendek (cerpen) juga dapat dilihat dari hasil pengisian angket oleh siswa . Berikut hasil pengukuran tingkat minat dan kemampuan siswa terhadap pembelajaran apresiasi cerita
40
pendek melalui jawaban berdasarkan angket/kuesioner yang telah dibagikan kepada 30 siswa kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar.
Tabel : 1.3 Minat dan Kemampuan Siswa Kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar dalam Pembelajaran Mengapresiasi Cerpen
(Sumber: Diolah berdasarkan hasil angket/kuesioner jawaban siswa)
Berdasarkan hasil angket tersebut, diketahui beberapa hal sebagai berikut: a. Siswa merasa kurang menyukai kegiatan apresiasi cerpen dengan cara
menulis cerpen.
b. Siswa jarang melakukan kegiatan apresiasi cerpen dengan cara menulis cerpen di sekolah.
c. Sebagian besar siswa jarang menulis cerpen di luar sekolah.
d. Siswa merasa guru kurang dalam mengajarkan proses apresiasi cerpen dengan cara menulis cerpen.
e. Siswa merasa kegiatan mengapresiasi dengan menulis perlu menggunakan model atau teknik pembelajaran tertentu.
f. Di sekolah belum dilakukan bimbingan secara intensif dalam mengapresiasi cerpen dengan cara menulis cerpen .
g. Siswa merasa senang jika di sekolah dilakukan bimbingan mengapresiasi cerpen dengan cara menulis cerpen.
h. Dalam proses pembelajaran mengapresiasi cerpen, terkadang siswa mengalami kesulitan.
Sesuai dengan data pada tabel tersebut di atas juga menunjukkan bahwa hanya 11 siswa atau 36% dari jumlah seluruh siswa yang menjawab menyukai
pembelajaran apresiasi cerpen dan menulis cerpen, 13 atau 43% menyatakan kadang-kadang, dan 6 atau 20% dari jumlah seluruh siswa menyatakan tidak menyukai. Kegiatan menulis cerpen memerlukan model atau teknik pembelajaran tertentu agar menarik perhatian siswa dan memunculkan minat siswa untuk menulis cerpen. Hasil kuesioner jawaban siswa pada pertanyaan nomor 6 (tabel 1.1) siswa sering diajarkan menulis cerpen dengan model atau teknik tertentu menunjukkan bahwa 6 siswa atau (20%) dari jumlah keseluruhan siswa mengungkapkan sering, kemudian 10 siswa atau (33,3%) dari jumlah keseluruhan siswa menjawab kadang-kadang, dan 14 siswa atau (46,67%) dari jumlah keseluruhan siswa memberikan jawaban tidak sering diajarkan menulis cerpen dengan menggunakan model atau teknik tertentu. Di kelas siswa belum dilakukan bimbingan secara intensif dalam kegiatan menulis cerpen. Hal tersebut berdasarkan dari jawaban sebanyak 53,33% dari jumlah sluruh siswa atau 16 orang siswa memberikan jawaban di kelas tidak dilakukan bimbingan secara intensif dalam menulis ceren pada pembelajaran apresiasi cerpen, 9 siswa atau sebanyak 30% dari keseluruhan jumlah siswa menjawab kadang-kadang, dan 5 siswa atau sebanyak 16,67% menjawab sering dilakukan bimbingan penulisan cerpen secara intensif.
3) Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran apresiasi cerita
pendek
Pada waktu proses pembelajaran berlangsung, peneliti menyimpulkan bahwa siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Hal ini terlihat dari sedikitnya siswa yang berani bertanya atau
42
menyampaikan pendapat/sikap secara individu kepada guru. Mereka hanya bisa mengeluh secara bersama-sama. Kekurangaktifan siswa juga terlihat saat mendapatkan pertanyaan dari guru tidak ada satu pun siswa yang angkat tangan untuk menjawab. Mereka hanya bergumam kepada teman sebangku. 4) Perhatian dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran
apresiasi cerita pendek
Perhatian dan kesungguhan siswa terhadap guru kurang selama proses pembelajaran berlangsung. Banyak siswa yang sibuk dengan kegiatan pribadinya, seperti bergurau dengan teman, tidak mendengarkan penjelasan guru, melihat keluar kelas saat dijelaskan materi, dan bermain kertas. Siswa juga tidak merespon stimulus yang diberikan guru. Mereka nampak bosan dengan proses pembelajaran yang berlangsung secara monoton ini. Ada beberapa siswa yang mengantuk.
5) Penggunaan media dalam Pembelajaran apresiasi cerita pendek
Berdasarkan hasil observasi pratindakan guru hanya menggunakan cerita pendek yang terdapat dalam buku paket siswa. Dengan kata lain, guru hanya mengandalkan materi yang terdapat dalam buku paket atau buku pegangan untuk menentukan materi cerita pendek bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan kurangnya referensi bagi siswa untuk memahami cerita pendek yang diajarkan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti diketahui bahwa pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional. Guru menggunakan metode ceramah yang merupakan sistem pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Interaksi yang dilakukan guru dengan siswa masih minim walaupun guru berusaha menghidupkan proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan pada siswa. Intensitas tanya jawab yang dilakukan dengan guru masih rendah, itu pun tidak ditanggapi siswa dengan antusias.
7) Penguasaan kelas
Posisi guru saat mengajar hanya di depan kelas. Guru tidak berkeliling kelas atau memantau siswa yang duduk di belakang sehingga banyak siswa yang duduk di belakang tidak memperhatikan pelajaran. Mereka dapat leluasa melakukan kegiatan pribadi, seperti bercanda dengan teman, bermain kertas, dan melamun. Guru berkeliling hanya pada saat siswa mencatat materi pembelajaran.
Dari wawancara dengan guru juga dikemukakan bahwa masih banyak siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Dari sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam apresiasi cerita pendek, hampir semua siswa merasa kesulitan dalam menceritakan kembali isi cerita pendek.
Dari hasil wawancara tidak terstruktur yang dilakukan kepada siswa diketahui bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek cenderung membosankan. Guru selalu menggunakan metode ceramah untuk
44
menyampaikan materi. Di akhir pembelajaran, guru selalu memberikan tugas sebagai evaluasi. Selain menimbulkan kejenuhan, metode tersebut juga menyulitkan siswa dalam memahami materi cerita pendek meskipun materi tersebut sudah diberikan secara berulang-ulang oleh guru.
Dari wawancara dengan siswa juga diketahui bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek merupakan materi yang sulit. Mereka merasa kesulitan dalam menceritakan kembali cerita yang dibaca. Hal ini membuat mereka merasa terpaksa dalam menyelesaikan tugas menceritakan kembali cerita pendek.
Berdasarkan angket yang diisi oleh siswa dapat diketahui bahwa mereka lebih suka pembelajaran bahasa Indonesia yang menyajikan materi kebahasaan dari pada materi sastra. Angket ini juga menunjukkan sebenarnya anak suka dengan pembelajaran apresiasi cerita pendek, mereka merasa pembelajaran apresiasi cerita pendek perlu diberikan tetapi mereka menganggap bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek cukup sulit. Kesulitan yang mereka hadapi dalam pembelajaran cerita pendek adalah mengenai menceritakan kembali isi cerita dan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita pendek. Hasil angket juga menunjukkan mereka merasa acuh jika diberi tugas untuk menceritakan kembali isi cerita. Selain itu, hasil angket juga menjelaskan bahwa guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek, sehingga membuat anak merasa bosan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek adalah metode pembelajaran yang digunakan kurang variatif. Hal ini mengakibatkan pembelajaran membosankan dan sulit untuk dipahami oleh siswa.
1.2 Pelaksanaan uji pratindakan
Pelaksanaan uji pratindakan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal terhadap 30 siswa kelas VII.I di SMP Negeri 2 Takalar tahun pelajaran 2020/2021. Uji coba dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Februari 2020. Adapun hasil pretes yang dilakukan pada uji pratindakan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.S
Tabel : 1.4 Hasil Menulis Cerpen Siswa Kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar Tahap Pratindakan
Keterangan:
1: Alur (Tahapan), 2: Alur (Konflik), 3: Alur (Klimaks), 4: Latar, 5: Tokoh, 6: Judul, 7: Sudut pandang, 8: Gaya dan Nada, 9: Penulisan huruf, 10: Penulisan kata, 11: Penerapan tanda baca.
Aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian penulisan cerpen hasil karya siswa pada tahap pratindakan ini meliputi lima aspek. Masing-masing aspek yang dinilai memiliki skor tersendiri. Aspek tersebut adalah aspek isi gagasan yang berupa fakta cerita, meliputi alur tahapan, memiliki skor maksimum 10; alur konflik memiliki skor maksimum 5; alur klimaks memiliki skor maksimum 5; latar memiliki skor maksimum 10; dan tokoh memiliki skor maksimum 10. Aspek sarana cerita, meliputi judul memiliki skor maksimum 10; sudut pandang memiliki skor maksimum 10; gaya dan nada memiliki skor maksimum 10. Aspek
46
tema memiliki skor maksimum 10, aspek ejaan yang meliputi penulisan huruf memiliki skor maksimum 5; penulisan kata memiliki skor maksimum 5; penerapan tanda baca memiliki skor maksimum 5; dan aspek paragraf memiliki skor maksimum 5. Jika ditotal, skor ideal praktik menulis cerpen dalam penelitian ini adalah 100.
Dari tabel di atas, diperoleh data tentang kemampuan awal siswa dalam menulis cerpen. Jumlah rata-rata hitung yang diperoleh siswa dari keseluruhan aspek yang dinilai adalah 53 atau jika diperesentasekan berjumlah 53%.
Berdasarkan hasil tes pratindakan ini, dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa pratindakan ini, dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar dalam menulis cerpen masih berkategori sangat kurang. Skor
rata-rata sebanyak itu masih di bawah keriteria ketuntasan minimal (KKM) pelajaran Bahasa Indonesia yaitu, 75 dan masih dibawah kriteria berhasil penelitian yaitu sama atau lebih dari KKM.
B. Pelaksanaan Tindakan Kelas Pembelajaran Menulis Cerpen Menggunakan
Model Discovery Learning
Discovery learning merupakan metode pembelajaran yang disajikan guru
dalam bentuk rangsangan untuk siswa menemukan penemuan sendiri. Rangsangan ini yang akan membuat gambaran dan pola pikir siswa terhadap materi yang akan dipelajari lebih optimal.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas menulis cerpen dengan model
dalam dua siklus. Dalam penelitian tindakan ini, mahasiswa peneliti bekerja sama dengan guru kelas mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah, yaitu Henni Kuswaty, S.Pd. Kegiatan pembelajaran dari siklus I sampai siklus II, dilaksanakan oleh guru kelas yang ada di sekolah. Sementara mahasiswa peneliti, mengamati jalannya proses pembelajaran dan membantu guru jika guru membutuhkan bantuan. Jadwal penelitian dibuat berdasarkan kesepakatan bersama antara mahasiswa peneliti dengan guru kelas di sekolah.
2.1 Pelaksanaan Tindakan Siklus I 1) Perencanaan
Perencanaan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri kemudian didiskusikan dengan guru kolaborator. Perencanaan dalam siklus I ini bertujuan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan saat pelaksanaan penelitian.Persiapan tersebut meliputi hal-hal berikut.
a.
Koordinasi dengan guru kolaborator untuk menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian dan ruangan tempat penelitian,b.
Menyiapkan materi pelajaran penulisan cerpen,c.
Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun mahasiswa peneliti atas persetujuan dan bimbingan guru,d.
Menyiapkan media yang diperlukan dalam pembelajaran menulis cerpen,e.
menyiapkan tes dan lembar kerja siswa yang akan digunakan oleh siswa,f.
menyiapkan instrumen penelitian, berupa angket, catatan lapangan,pedoman pengamatan, lembar penilaian menulis cerpen dan kamera foto sebagai dokumentasi.
48
2) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanan tindakan pada siklus I, yaitu dengan penerapan model pembelajaran discovery learning dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII.I SMP Negeri 2 Takalar. Pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu Senin, 17 Februari 2020 pada jam pertama dan kedua (07.00-08.20 WIB), dan Selasa, 18 Februari 2020 pada jam kelima dan keenam (10.10-11.40 WIB). Adapun deskripsi pelaksanaan tindakan siklus I pada tiap pertemuan adalah sebagai berikut.
a) Pertemuan Pertama (Senin, 17 Februari 2020)
Pada tahap pelaksanaan model pembelajaran discovery learning guru mempersiapkan kondisi kelas agar dapat terlaksana pembelajaran secara kondusif dan berjalan dengan lancar. Pengkondisian kelas ini dengan mempersiapkan setting kelas dan media pembelajaran yang akan digunakan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning. Kemudian guru memberikan pengantar materi kepada siswa sebelum melakukan penemuan untuk memperjelas apa yang akan dipelajari oleh siswa. Pada pertemuan pertama ini, guru bertanya mengenai kendala yang ditemukan siswa dalam menulis cerpen pada tahap pratindakan. Hal ini bertujuan agar siswa lebih paham dan mengerti tentang penulisan cerpen yang benar. Dari kesalahan-kesalahan sebelumnya dapat dilihat dalam hal apa siswa masih kurang pengetahuanya dalam menulis cerpen. Selanjutnya, guru menyampaikan materi tentang cerpen; menjelaskan unsur-unsur pembangun