• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan (archipelago state), keberadaan pulau-pulau kecil sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang banyak, melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996). Sumberdaya alam di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental

services) (Dahuri, 2000). Kekayaan sumberdaya alam tersebut menimbulkan daya tarik

bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya dan berbagai instansi untuk meregulasinya (Ginting, 1998).

Salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Padaido. Padaido merupakan salah satu distrik (kecamatan) kepulauan di Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Distrik ini terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak kurang lebih 29 pulau dan 5 (lima) gosong karang yang dikelilingi oleh laut dalam serta berpenduduk sebanyak 3975 jiwa (BPS Biak Numfor, 2003). Secara tradisional, pulau-pulau kecil tersebut dikelompokkan atas dua gugusan pulau-pulau, yaitu gugus pulau-pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan gugus pulau-pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). Secara fisik, GPP Padaido Bawah merupakan pulau-pulau atol, sedangkan GPP Padaido Atas merupakan gugus pulau-pulau karang yang tidak berikat. Pulau yang dihuni secara permanen oleh masyarakat sebanyak 8 (delapan) pulau, sedangkan pulau-pulau lain dimanfaatkan sebagai tempat usaha penduduk dalam bidang perikanan tangkap, perkebunan kelapa dan jasa pariwisata serta sebagai tempat singgah bila cuaca buruk.

Gugusan pulau-pulau Padaido (GPP Padaido) memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam yang kaya dan beranekaragam. Sumberdaya pesisir dan laut terdiri dari terumbu karang, berbagai jenis ikan (ikan ekonomis penting dan ikan hias), mamalia laut (lumba-lumba), moluska (tiram mutiara, kima raksasa, kerang

(2)

bulu babi), tumbuhan laut (rumput laut jenis Eucheuma spp, dan lain-lain) (Hutomo, et al., (1996), Yayasan Hualopu (1997), Razak dan Marlina (1999), Wouthuyzen (1995), Yayasan Terangi dan LIPI-Biak (2000), COREMAP Reports (2001) dan COREMAP Reports (2003)).

Terumbu karang merupakan sumberdaya pesisir yang dominan dan memiliki keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Sumberdaya ini terdiri atas 4 (empat) tipe, yaitu terumbu karang cincin (Atoll), terumbu karang tepi (Fringging reef), terumbu karang penghalang (Barrier reef) dan terumbu karang goba (Flatform reef), dan terdiri atas lebih dari 90 jenis karang yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili, dan beberapa jenis karang lunak yang tergolong dalam 4 genera. Ikan karang terdiri atas lebih dari 150 jenis yang termasuk dalam 35 genera. Rumput laut terdiri dari 40 jenis, sejumlah jenis moluska yang berasal dari 13 genera serta beberapa jenis udang karang (lobster). Selain keragaman dan kekayaan jenis karang dan asosiasi biota lain, terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies endemik dan dilindungi seperti ikan Napoleon, kima raksasa (Tridacna), lola (Trochus), Nautilus dan ketam kenari. Karena letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, kawasan ini memiliki jenis karang yang berciri khas Samudera Pasifik Timur. Keunikan ini tidak dijumpai di kawasan lain di Indonesia sehingga perlu dijaga kelestariannya. (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997; COREMAP Reports, 2001; COREMAP Reports, 2003). Potensi sumberdaya terumbu karang tersebut akhir-akhir ini telah mengalami degradasi fungsi akibat maraknya kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan peledak/bom dan potassium.

Berdasarkan survei line transect yang dilakukan oleh P3O LIPI, penutupan karang hidup hanya tinggal sekitar 16,48% sedangkan sisanya adalah karang mati (COREMAP Reports, 2003). Nilai ini mengalami penurunan sekitar 62,95% dari kondisi terumbu karang hidup pada tahun 2001, yaitu 26,21% (COREMAP Reports, 2001). Hasil ini juga menunjukkan bahwa terumbu karang karang di perairan GPP Padaido Bawah memiliki penutupan karang hidup yang lebih rendah (12,11%) dibandingkan dengan terumbu karang di perairan GPP Padaido Atas (24,13%). Penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah penggunaan jaring di sekitar terumbu karang, penggunaan bom dan sianida, pengambilan karang serta terkena jangkar dan “bello” perahu (hasil survei tim MCS COREMAP tahun 2003). Penurunan kualitas terumbu karang hidup tersebut

(3)

secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas ikan dan biota lain yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang.

Untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut karena aktivitas manusia di sekitar terumbu karang, terutama penangkapan ikan, diperlukan upaya pengembangan matapencaharian alternatif.. Upaya yang dimaksud adalah pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam. Usaha ini dapat dilakukan mengingat GPP Padaido memiliki potensi lahan pesisir dan lautan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Namun, sebelum usaha ini dilakukan, diperlukan survei dan analisis kesesuaian lahan terlebih dahulu sehingga diketahui seberapa besar potensi lahan yang tersedia dan jenis-jenis usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam yang sesuai dikembangkan. Untuk maksud tersebut penelitian ini dilakukan.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kesesuaian sumberdaya lahan pesisir dan lautan untuk pengembangan usaha perikanan.

1.3 Sasaran

Sasaran penelitian ini adalah terbentuknya kawasan-kawasan pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam di GPP Padaido.

1.4 Keluaran

Keluaran dari hasil penelitian ini adalah peta-peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya untuk pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pekerjaan penelitian Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir dan Lautan Untuk Pengembangan Usaha Perikanan, antara lain meliputi kegiatan:

(1) Survei sumberdaya lahan pesisir dan lautan. Survei mencakup pengumpulan data tentang aspek fisik, biologi dan kimia; pemanfaatan lahan saat ini dan permasalahan pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan laut dalam. (2) Tabulasi dan analisis data

(4)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Gugus Pulau-Pulau Padaido terletak antara 0000’ - 1030’ Lintang Selatan dan 135000’ - 136045’ Bujur Timur. Kawasan terdiri atas kurang lebih 29 pulau-pulau karang dimana 8 (delapan) pulau dihuni oleh masyarakat secara permanen. Secara tradisional, Gugusan Pulau-Pulau Padaido terbagi atas Padaido Bawah dan Padaido Atas (Gambar :1).

Gambar 1. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini berlangsung sejak September sampai Nopember 2005 yang dilakukan dalam tiga tahap :

(1) Studi pustaka, bertujuan untuk memperoleh data dan informasi sekunder. Kegiatan ini berlangsung selama 1 bulan, (2) Survei lapangan, bertujuan untuk memperoleh data

$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ x x x x x x x x x x $ $ $ karang Wundumimas karang Kasinampia karang Urbinai karang Insarorki Biak Auki Rarsbar Pulau ka ran g Pulau Karang Yumni Wundi Pai Nusi Urev Mansurbabo

gos ong Wararasowe

Pakreki Padaid ori Yeri Yeri Kecil Mbromsi Pasi M an gg ua nd i Kebori Rasi Workbondi Samakur NukoriPulau Karang

Dauwi Wamsoi Runi Wurki Pu lau ka rang karang Mansawayomni 1° 21 '3 0" L S 1° 16 '00" L S 1° 10' 3 0 " L S 1° 5 '00 " L S 136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT Distr ik Bia k Tim ur Distrik Pad aido U 0 5 10 K i l o m e t e r WILAYAH PENELITIAN KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO Pulau Bi ak Kabuapat en Bi ak N umf or

Dist ri k Pad aido

Selat Yapen 1° 00 ' 0° 30 ' 135°30' 136°30' 0 30 60 Kilometer 136°00' 0 300 Kilometer 600 PROV IN SI PAPU A Se lat Ya pe nDis tr ik Pa da id o Ka bu ap at en B ia k N u mf or Pu lau B ia k 6° 00 ' 3°0 0 ' 0°0 0 ' 133°00' 136°00' 139°00'

WILAYAH YANG DIPETAKAN PETUNJUK LETAK PETA

Area Penel itian Karang Dalam Laguna dan Atol Wundi Pulau Lamun Rataan Terumbu Pasi r Rawa Batas Distrik Batas Desa Batas Kawasan Padai do

Padaido Bawah

Padaido Atas

K E T E R A N G A N

Mangrove

$

x Stasion Kualitas Air

(5)

primer, berlangsung selama 2 minggu. Kegiatan ini mencakup pengamatan dan pengumpulan data biogeofisik dan (3) Analisis data dan penulisan laporan.

2.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 2.2.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari survei lapangan dan wawancara (berkuesioner) dengan responden (masyarakat). Data sekunder adalah data yang belum atau telah diolah oleh suatu instansi dan hasil pengolahannya didokumentasikan dalam bentuk laporan. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data yang Dibutuhkan Dalam Penelitian

2.2.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data profil sumber daya pesisir dan laut dan sosial ekonomi dan budaya dengan melibatkan partisipasi masyarakat digunakan metode pengkajian sumber daya pesisir dan laut secara partisipasi (Participatory Coastal Resources

Assessment, PCRA) (Walters, et al., 1998).

No Jenis Data Metode Keterangan

I Data Primer

1 Komponen BioGoeFisik :

(Luas pulau, topografi, kemiringan pantai, tipe pantai, lebar pantai, panjang pantai, material pantai, penutup lahan, ketersediaan air tawar, pasang surut, kedalaman perairan, kecepatan dan arah arus, kecerahan, kualitas air, jenis tutupan).

Survei lapangan Institusi terkait dan survei insitu : pulau-pulau ber penduduk dan tidak berpendu-duk.

II Data Sekunder

(Batas wilayah, monografi desa, batas kelola desa adat, hasil-hasil penelitian di lokasi (terumbu karang, lamun dan mangrove), aktivitas masyarakat, kegiatan pemerintah dan non-pemerintah yang pernah dan sedang dilaku-kan di lokasi penelitian)

Penelusuran doku-men hasil penelitian dan dokumentasi pada perpustakaan kantor daerah dan instansi lain terkait.

Desa dan kantor Distrik Padaido, Pesisir Biak Timur, Biak Kota,

Coremap serta Instansi terkait lain di luar Kab. Biak Numfor.

(6)

Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan gugusan pulau, yaitu Gugusan Pulau-Pulau Padaido Bawah dan Gugusan Pulau-Pulau Padaido Atas. Pengambilan data dilakukan pada stasion penelitian yang ditetapkan, sedangkan data kondisi terumbu karang diperoleh dari hasil survei Coremap 2003. Penentuan stasion penelitian dilakukan secara “purpossive” mencakup seluruh lokasi penelitian.

Pengumpulan data primer (biofisik dan sosekbud) menerapkan pencatatan langsung, dan wawancara, sedangkan pengumpulan data sekunder menerapkan metode penelusuran informasi yang terdokumentasi di berbagai lembaga, pemerintah dan masyarakat (Tabel 2).

Tabel 2. Metode Pengumpulan Data Penelitian

No Jenis Data Metode Keterangan

I 1

2

3

Data Primer

Profil SDA pesisir dan lautan : - Terumbu karang - Rumput laut - Ikan Karang - Lamun - Mangrove

Profil pantai dan perairan

Sosekbud

Pengamatan / Pengukuran langsung di lapangan

- Transek intersep linear (LIT)

- Transek kuadrat linear - Sensus

- Transek kuadrat linear - Pengamatan langsung - Pengamatan langsung - Analisis citra + SIG Wawancara : - PCRA - Individu - Kelompok - Insitu - Coremap,2003 - Coremap,2003 - Coremap,2003 - Insitu - Insitu - Insitu - Lab. SIG - Distrik Padaido

II Data Sekunder - Penelusuran dokumen

dan laporan hasil kajian instansi terkait.

- Distrik Padaido - Biak kota - Wilayah lain.

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara langsung dan tidak langsung di lapangan. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

(7)

Tabel 3. Parameter kualitas air yang akan diukur dalam penelitian

Parameter Metode Keterangan

Fisika: Posisi Arus (m/det) Kecerahan (m) Suhu GPS Current meter Secchi disk Termometer In situ In situ In situ In situ Kimia: pH Salinitas (ppm) Oksigen terlarut (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) Amonia (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Orthophospat (mg/l) pH-meter, Horiba Refraktometer, Horiba Titrasi

Botol sampel, titrasi Botol sampel, titrasi

Botol sampel, spectrofotometer Botol sampel, spectrofotometer Botol sampel, spectrofotometer Botol sampel, spectrofotometer

In situ In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium 2.2.3 Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dikelompokkan berdasarkan lokasi dan kepentingan analisis untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Kerangka analisis data potensi dan kesesuaian lahan Gugusan Pulau-Pulau Padaido disajikan pada Gambar 2.

(8)

Gambar 2. Kerangka Analisis Kesesuaian Lahan GPP Padaido

Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan metode ArcView, yaitu sistem informasi spasial menggunakan komputer yang melibatkan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakaian data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisa dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial. Proses penyusunan zonasi Gugusan Pulau-Pulau Padaido dengan menggunakan SIG disajikan pada Gambar 3. KAWASAN GUGUSAN PULAU - PULAU PADAIDO INTERPRETASI CITRA SATELIT PENGUMPULAN DATA PRIMER PENGUMPULAN DATA SEKUNDER PENYUSUNAN BASIS DATA SPASIAL &

TUBULAR ANALISIS SIG

KESESUAIAN LAHAN PESISIR DAN LAUT GUGUSAN

PULAU-PULAU PADAIDO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN

(9)

DATA COLECTION

A N A L I S I S

S Y N T H E S Y S

Gambar 3. Proses Penyusunan Kesesuaian Lahan GPP Padaido

KAWASAN GPP PADAIDO

DATA PRIMER

KRITERIA

KESESUAIAN LAHAN PESISIR DAN LAUT SURVEY LAPANGAN BASIS DATA PETA TEMATIK 1 PETA TEMATIK 2 PETA TEMATIK KE - N PETA DASAR DATA SEKUNDER PETA KOMPOSIT ANALISIS SPASIAL DAN TUBULAR

PETA KESESUAIAN LAHAN GUGUSAN PULAU-PULAU PADAIDO

OVERLAY PETA

(10)

2.2.4 Analisis Kesesuaian Lahan GPP Padaido

Analisis kesesuaian lahan pesisir dan laut GPP Padaido untuk berbagai peruntukkan; pariwisata pesisir, budidaya rumput laut, budidaya teripang, budidaya ikan dalam keramba jaring apung, daerah penangkapan ikan karang, dan ikan pelagis dilakukan dengan teknik yang sama. Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan skoring. Untuk masing-masing peruntukkan, penetapan persyaratan tidak sama. Parameter yang menentukan diberikan bobot terbesar sedangkan kriteria (batas-batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi. Kedua, penghitungan nilai peruntukkan lahan. Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot (B) dan skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dikalikan 100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Dalam penelitian ini kelas lahan dibagi dalam empat kelas yang didefinisikan sebagai berikut :

Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap kegiatan atau produksi hasil.

Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable)

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.

Kelas S3 : Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable)

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas atay produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukkan yang diperlukan.

Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh masing-masing lahan, lahan kelas S1 dinilai sebesar 80 -100%; S2 dinilai sebesar 70 –

(11)

pembatas dan peluang keberhasilan atau produksi suatu lahan, semakin besar pula nilainya. Keempat, memadankan (membandingkan) nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan. Dengan cara ini, kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu diperoleh. Kelima, pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView 3.3.

2.3 Pariwisata Pesisir

Kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir dianalisis dengan menggunakan parameter dan kriteria lahan dari Suharsono dan Leatemia, 1995. Parameter, pembobotan dan skoring kriteria kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4.

Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Pariwisata Pesisir

Skor (S)

No Parameter Sat Bobot

(B) 1 3 5

I Kondisi Alam :

1 Jenis pantai 3 pasir lumpur pantai karang pasir putih & karang

2 Tutupan lahan

pantai 1 hutan, semak semak, kelapa kelapa, semak, hutan

3 Kejernihan air m 2 < 5 5 - 10 > 10

4 Temperatur air OC 1 < 24 24 - 28 > 28

5 Bentuk tubir 2 landai < 45oC > 45oC

6 "Rugousity" 1 rata lorong-lorong gua-gua

7 Tutupan karang 3 Rendah Sedang Tinggi

8 Jenis live form jenis 3 < 6 6 - 9 > 10

9 Jenis ikan karang jenis 3 < 60 61 - 119 > 120

10 Jenis lamun jenis 3 < 3 4 - 5 > 6

11 Jenis mangrove jenis 3 < 3 4 - 5 > 6

12 Estetika 3 rendah sedang tinggi

13 Kemudahan 2 rendah sedang tinggi

14 Keselamatan 2 rendah sedang tinggi

15 Cuaca tenang bln 2 1 - 2 3 - 5 > 5

II Fasilitas :

1 Transportasi 1 kurang cukup baik

2 Air tawar 3 kurang cukup baik

3 Pondok wisata 2 kurang cukup baik

4 Listrik 1 kurang cukup baik

5 Telekomunikasi 1 kurang cukup baik

(12)

2.4 Budidaya Rumput Laut

Kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut dianalisis menggunakan persyaratan (parameter dan kriteria) yang dikemukakan dalam DKP, 2002. Matriks parameter, skor dan bobot sistem penilaian kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5.

Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Rumput Laut

Skor (S) No Parameter

1 3 5

Bobot (B) 1 Keterlindungan Kurang Sedang Baik 2 2 Gelombang (cm) > 30 10 – 30 < 10 1 3 Arus (cm/det) < 10 & > 40

10-20 &

30-40 20 – 30 2

4 Kedalaman air (m) < 0,5 & > 5 1 – 2,5 2,5 - 5 2 5 Dasar perairan Pasir/lumpur Pasir karang mt,

makro alga, pasir 1 6 Salinitas (ppm) < 30 & > 34 30 - 32 32 - 34 2 7 Suhu (0c) < 20 & > 30 20 - 24 24 - 30 2 8 pH < 7,3 & 8,2 7,3 – 7,8 7,8 – 8,2 2 9 Kecerahan (cm) < 30 30 - 60 60 - 110 1 10 Kesuburan perairan Kurang Cukup Baik 3 11 Ketersediaan benih Kurang Sedang Banyak 1 12 Sarana penunjang Kurang Cukup Baik 1 13 Pencemaran Tercemar Sedang Tidak ada 2

14 Keamanan Kurang Cukup Aman 1

Sumber: DKP,2002.

2.5 Budidaya Teripang

Kesesuaian lahan untuk budidaya teripang dianalisis menggunakan persyaratan yang dikemukakan oleh Sutaman (2003). Parameter, bobot, skor sistem penilaian lahan untuk budidaya teripang disajikan pada Tabel 6.

(13)

Tabel 6.

Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Teripang Skor (S)

No Parameter Yang Diukur

1 3 5 Bobot

(B) 1 Faktor penunjang

a). Keterlindungan Kurang Cukup Baik 3 b). Pencemaran Ada Sedikit Tdk ada 1 c). Keamanan Kurang Sedang Baik 1 d). Sarana penunjang Kurang Cukup Baik 1 2 Faktor utama

a). Dasar perairan Pasir/lumpur

Pasir & lumpur

Pasir & patahan

karang 2 b). Kedalaman air (m) saat

surut > 1 < 0,5 0,5 – 1 2

c). Ketersediaan tanaman

air Tidak ada Jarang Padat 2

d). Ketersediaan sumber

benih Dekat Jauh Sgt jauh 2

e). Kecerahan air (cm) < 50 50 – 100 100 – 150 1 f). Salinitas (ppm) < 26 27 – 30 31 – 34 1 g). Suhu air laut (OC) 22 – 25 26 – 29 30 – 32 1 h). Oksigen terlarut (mg/l) < 4 4 – 6 6 – 9 1 I). pH < 7,5 7,5 – 8,0 8,1 – 8,6 1 Sumber: Sutaman, 2003.

2.6 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung (KJA)

Kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung dianalisis menggunakan persyaratan yang dikemukakan oleh Tiensongrusmee et al., (1986). Parameter, bobot, skor sistem penilaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) disajikan pada Tabel 7.

(14)

Tabel 7.

Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Budidaya Ikan dengan KJA Skor (S) No Parameter 1 3 5 Bobot (B)

1 Keamanan Kurang Cukup Baik 2

2 Faktor Ekologi

a. Tinggi air pasang < 0.5 0.5 - 1.0 > 1.0 2 b. Arus (m/dt) < 0.05 0.05 - 0.2 0.2 - 0.4 2 c. Dalam Air dari Dasar

Jaring (m) < 4 4 - 10 > 10 2 d. Oksigen terlarut (ppm) < 3 3 - 5 > 5 2 e. Kadar garam (ppt) < 20 20 - 30 > 30 2 f. Perubahan cuaca Sering Sedang Jarang 2

3 Faktor Pendukung

a. Sumber listrik Kurang Cukup Baik 1 b. Sumber pakan Kurang Cukup Baik 1 c. Tenaga kerja Kurang Cukup Baik 1 d. Ketersediaan Benih Kurang Cukup Baik 1 4 Pencemaran Ada Sedikit Tidak ada 2 Sumber: Tiensongrusmee et al., 1986.

2.7 Daerah Tangkapan Ikan Karang

Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan karang dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada Tabel 8. Parameter kedalaman perairan, topografi dasar, perubahan cuaca, kondisi terumbu karang dan kelimpahan ikan target diboboti terbesar karena menentukan lokasi atau lahan sebagai daerah tangkapan ikan karang.

Tabel 8.

Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah Tangkapan Ikan Karang

Skor (S) No Parameter 1 3 5 Bobot (B) 1 Kedalaman perairan (m) < 3 3 - 5 > 5 2 2 Topografi dasar perairan Landai Landai-curam Curam 2 3 Kecerahan perairan (m) < 5 5 - 10 > 10 1

4 Perubahan cuaca Sering Sedang Jarang 2 5 Kondisi terumbu karang Buruk Sedang Baik 2 6 Pencemaran Ada Sedikit Tidak ada 1

7 Kelimpahan ikan target

(15)

2.8 Daerah Tangkapan Ikan Pelagis

Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan pelagis dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada Tabel 8. Parameter dipilih berdasarkan tingkah laku distribusi dan kondisi oseanografi dari jenis-jenis ikan pelagis. Suhu dan perubahan cuaca memiliki bobot terbesar karena menentukan lahan atau lokasi sebagai daerah tangkapan ikan pelagis.

Tabel 9.

Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah Tangkapan Ikan Pelagis

Skor (S) No Parameter 1 3 5 Bobot (B) 1 Suhu (OC) < 20 20 - 29 > 29 2 2 Salinitas (ppt) < 25 25 - 29 > 30 1 3 Kedalaman (m) < 50 50 - 100 > 100 1 4 Oksigen terlarut (mg/l) < 3 3 - 5 > 5 1 5 Kecerahan perairan (m) < 20 20 - 30 > 30 1 6 Perubahan cuaca Sering Sedang Jarang 2

7 Pencemaran Ada Sedikit Tidak ada 1

(16)

BAB 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah

Kepulauan Padaido merupakan kumpulan pulau-pulau kecil sebanyak 32 pulau yang terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Secara administratif pemerintahan, kepulauan ini masuk dalam dua wilayah distrik (kecamatan) yaitu Distrik Biak Timur dan Distrik Padaido. Distrik Biak Timur meliputi wilayah Pulau Biak Bagian Timur dan 3 pulau, yaitu Pulau Owi, Pulau Rurbasbeba dan PulauRurbasbedar, sedangkan 29 pulau lain masuk dalam wilayah Distrik Padaido yang merupakan wilayah kajian dari penelitian ini. Dalam uraian selanjutnya, ke-29 pulau-pulau tersebut disebut sebagai Gugusan Pulau-Pulau Padaido (GPP Padaido).

Secara geografis, Distrik Padaido terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak dengan posisi astronomi 1o7’ – 1o22’ LS dan 136o10’ – 136o46’BT. Luas wilayah GPPP sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Distrik Padaido berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Distrik Biak Timur di sebelah utara, dengan Distrik Biak Timur di sebelah barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Timur dan dengan Selat Yapen di sebelah selatan. Secara tradisional, GPP Padaido dikelompokkan atas dua wilayah, yaitu wilayah Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). GPP Padaido Bawah terletak berdekatan dengan Pulau Biak dan terdiri dari pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi, Warek, Yumni dan pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau tersebut merupakan pulau atol, kecuali pulau Warek. GPP Padaido Atas terdiri dari pulau-pulau Padaidori, Mbromsi, Pasi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi, Samakur dan pulau-pulau kecil lainnya. Diantara GPP Padaido Atas dan GPP Padaido Bawah terdapat Pulau Pakreki yang dianggap sebagai pembatas, namun secara budaya (adat) Pulau Pakreki dimasukkan kedalam GPP Padaido Atas (Gambar 4).

(17)

Gambar 4. Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido-Biak Numfor, Papua.

3.2 Lingkungan BioGeoFisik Terestrial 3.2.1 Topografi dan Relief Pantai

GPP Padaido memiliki konfigurasi permukaan tanah relatif datar dan bergelombang dengan kemiringan antara 0 – 5%. Topografi datar dijumpai pada daerah pesisir pantai, sedangkan konfigurasi sedikit bergelombang dijumpai pada bagian tengah-utara pulau, kira 200 – 300 m dari pantai. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar antara lain pulau-pulau Wundi, Nusi, Urev, Mansurbabo, Rarsbar, Warek, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan Samakur. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar dan sedikit bergelombang adalah pulau-pulau Auki, Pai, Pakreki, Padaidori, Mbromsi, Pasi dan Mangguandi.

Pantai merupakan kawasan daratan yang berbatasan dengan laut. Pantai selalu mengalami perubahan terutama disebabkan oleh proses pengendapan padatan-padatan tersuspensi, proses pengikisan (abrasi) dan proses transportasi sedimen dari suatu tempat ke tempat lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat hubungannya dengan parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus, pasang surut dan angin.

(18)

Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adalah pantai berpasir, pantai berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan langsung dengan laut dalam.

GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain. Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan pulau Samakur memiliki topografi pantai curam.

3.2.2 Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode waktu yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di Kabupaten Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo Biak, iklim di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan antara 2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas 150 mm/bulan dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya. Jumlah jam penyinaran matahari rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara rata-rata tiap bulan 27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin bertiup rata-rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan.

Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim, yaitu :

(19)

1) Musim Barat

Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan transportasi laut ke dan dari Pulau Biak.

2) Musim Timur

Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama, perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak.

Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara curah hujan dan hari hujan. Bila curah hujan di suatu tempat tinggi dan hari hujan juga tinggi (menyebar dalam sebulan), dampak yang ditimbulkan pada tempat tersebut tidak terlalu nyata. Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya dimana curah hujan tinggi dan hari hujan rendah, dampak yang ditimbulkan pada lokasi tersebut sangat nyata. Banjir atau banjir bandan merupakan contoh dari kejadian tersebut. Pada lokasi-lokasi yang tidak luas, seperti pulau-pulau kecil, jatuhnya hujan dengan volume yang besar berdampak luas terhadap kondisi setempat. Pulau-pulau dengan daerah tangkapan hujan yang kecil akan menerima volume air hujan yang banyak dalam satu satuan waktu dan merusak

(20)

lahan pertanian maupun lahan pemukiman dalam perjalanannya menuju laut. Masuknya air hujan tersebut ke laut akan berdampak negatif jangka pendek dan panjang terhadap kehidupan biota laut yang hidup disitu karena mengubah kondisi lingkungan. Karang akan terganggu kehidupannya karena sedimen-sedimen daratan yang masuk ke laut dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.

Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido dan Sekitar Pulau Biak tidak dapat diprediksi secara tepat dari tahun ke tahun karena selalu berubah-ubah. Hal ini terlihat pada data cuaca selama 7 (tujuh) tahun terakhir (1995 – 2001). Namun demikian, arah angin menunjukkan pola agak teratur pada bulan-bulan Nopember – Maret dimana angin bertiup dari arah Barat, Barat Laut dan Utara. Fenomena ini dikenal sebagai Musim Barat. Pola yang teratur juga diperlihatkan pada bulan-bulan Juni–Agustus dimana angin bertiup dari arah timur dan timur laut. Kejadian ini umumnya dikenal sebagai Musim Timur. Pada September, Oktober, April dan Mei, arah angin berubah-ubah. Keadaan ini tersebut Musim Pancaroba (Tabel 10).

Tabel 10.

Keadaan Cuaca Di Kepulauan Padaido

Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan Suhu Udara Rata-Rata (Celcius) Penyinaran Matahari Rata-Rata (%) Kelembaban Udara Rata-Rata (%) Arah dan Kecepatan Angin Rata-Rata (%) Januari 219.0 27 26.8 60 87 270/03 Februari 126.0 19 27.0 62 85 270/03 Maret 164.7 26 27.2 61 83 270/04 April 172.9 21 27.2 45 85 270/04 Mei 250.8 16 27.4 77 84 270/04 Juni 295.6 22 27.2 38 84 090/06 Juli 111.5 10 27.4 78 83 090/04 Agustus 200.0 7 27.3 63 81 225/06 September 155.4 14 27.1 76 83 270/04 Oktober 126.7 8 27.5 74 82 315/04 November 198.2 16 27.2 99 85 270/04 Desember 194.9 21 26.8 40 84 270/04 Rata-Rata 192.96 17.3 27.2 64.4 83.8 240/04 Jumlah 2315.7 207 326.1 773 1006 2001 3350.2 285 26.9 58 88 090/04 2000 3167.5 256 26.8 33 85 270/05 1999 3416.0 270 26.6 50 85 270/04 1998 4381,0 256 27.1 49 88 045/05

(21)

3.3 Geologi

3.3.1 Tipe dan Asal Pembentukan Pulau

GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat

lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah.

GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral (formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki, Yumni, Warek, Mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya.

GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan rawan gempa.

Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu periode 1965–1970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman < 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999).

Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya. Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama

(22)

pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 – 300 meter dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.

3.3.2 Tanah

Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak Numfor, 1995), yaitu :

1) Jenis tanah Regosol.

Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kandungan N rendah. Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi, Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan Workbondi.

2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning

Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori.

3) Jenis tanah Rendzina

Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan. Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur. Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada

(23)

4) Jenis tanah Sulfat Masam (Sulfaquent)

Jenis tanah ini berwarna kelabu yang berasal dari bahan induk Aluvium dengan relief datar, bertekstur lempung berpasir, berstruktur berbutir tunggal, berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan tanaman. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.

3.3.3 Air Tanah

Air tanah merupakan sumberdaya air utama dan sangat penting di GPP Padaido dalam menunjang kehidupan penduduk untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti rumah tangga, industri rumah tangga dan perkebunan. Di pulau-pulau berpenduduk, penduduk memanfaatkan air tanah melalui sumur gali baik yang digali sendiri oleh masyarakat maupun melalui bantuan projek pemerintah. Sumur gali di GPP Padaido berdasarkan penggunaannya, dibedakan atas 2 (dua) tipe yaitu :

1) Sumur Air Minum

Sumur ini diperuntukkan sebagai sumber air minum oleh penduduk desa/pulau. Letaknya agak jauh dari pantai ke arah hutan. Kedalaman sumur berkisar antara 1 – 2 meter, rata-rata 1.5 meter, dan berdimeter 1 meter. Kualitas airnya masih baik dan layak diminum. Tinggi permukaan air relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh gerakan pasang-surut air laut.

2) Sumur MCK

Sumur ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (mandi, cuci dan kakus), industri (minyak kelapa) dan pertanian (tanaman pekarangan). Sumur ini dibangun melalui proyek pemerintah dan terletak dalam area pemukiman penduduk serta relatif tidak jauh dari pantai. Kedalaman sumur 1 – 2 meter dan berdiamter 1,5 meter. Air sumur ini telah tercampur air laut. Tinggi permukaan air sumur sangat tergantung pada kondisi pasang-surut air laut. Bila air laut sedang pasang permukaan air sumur relatif tinggi. Demikian sebaliknya bila air laut sedang surut permukaan air sumur akan menurun pula.

(24)

3.3.4 Vegetasi

Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder, semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir, pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai

Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur

(Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus),

mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius), kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia

catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia),

beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram

(Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp),

biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera

manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima),

katang-katang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung

(Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia

biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan

Yeri.

Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter dan tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan Pulau Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan semak belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi, Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh dengan baik di hutan sekunder maupun primer.

Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemukan di GPP Padaido adalah pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia

esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong (Manihot uttilissima), keladi

(Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk

(25)

3.3.5 Fauna

Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut

(Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), kelelawar

(Dobsonia peroni), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons),

betet raja ambon (Alisterus amboinensis), merpati hutan (columba domestica), kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki. Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar. Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah satu tujuan wisata alam oleh masyarakat.

Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung, itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

3.4 Lingkungan Biofisik Perairan 3.4.1 Batimetri

GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam, berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada dibawah 500 meter (Gambar 5). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan berkisar antara 1 sampai 25 meter.

(26)

Gambar 5. Profil Batimetri Gugusan Pulau-Pulau Padaido

3.4.2 Suhu, Salinitas dan Kecerahan Perairan

Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian-kajian kelautan. Data suhu air dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan dan tumbuhan. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2002). Suhu permukaan di perairan GPP Padaido berkisar antara 28 – 30oC. Pada kedalaman 50 meter suhu berkisar antara 26 - 28 oC dan < 22 oC pada kedalaman 100 m (Hutahaean,

et al., 1995). Selama penelitian suhu permukaan berkisar pada nilai 29 – 300C.

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan perairan GPP Padaido berkisar pada nilai 27 - 34.5 ppm. Pada kedalaman 25 m salinitas berkisar antara 34 – 35 ppm tetapi mencapai nilai > 35 ppm pada kedalaman 50 – 100 meter (Hutahaean,

et al., 1995). Selama penelitian, salinitas permukaan perairan berkisar pada nilai 34

ppm, sedangkan kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter.

Lago on a tol W undi Auki Rarsbar Warek Yumni Wundi Urev Mansurbabo Gosong karang Nusi Pai Pakreki Mbromsi Pasi Mangguandi Padaidori Yeri Workbondi Samakur Nukori Dauwi Wamsoi Runi Kebori Rasi karang Wundumimas karang Kasinampia karang Urbinai karang Insarorki U 0 5 10 K i l o m e t e r B A T I M E T R I KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO 1 - 95 m 95 - 189 m 189 - 283 m 283 - 377 m 377 - 471 m 471 - 565 m 565 - 659 m 659 - 753 m Batimetri Kawasan Penelitian Kepulauan Padaido Karang Dalam Lagun Pulau Lamun Rataan Terumbu Pasir

Bat ime tri Lua s ( ha) 1 - 95 m 261 61. 498 0 189 - 283 m 361 14. 149 0 283 - 377 m 216 17. 147 0 377 - 471 m 200 59. 456 0 471 - 565 m 991 6.2 120 565 - 659 m 883 6.9 210 659 - 753 m 169 .32 30 95 - 1 89 m 314 18. 017 0 Pulau Bi ak Kabuapat en Bi ak N umf or

Dist r i k Pad aido

Selat Yapen 1° 0 0' 0° 3 0' 135°30' 136°30' 0 30 60 Kilometer 136°00' 0 300 Kilo meter 600 PROV IN SI PAPU A Se lat Ya pe nDis tr ik Pa da id o Ka bu ap at en B ia k N u mf or Pu lau B ia k 6° 0 0' 3° 00' 0° 00 ' 133°00' 136°00' 139°00'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN PETUNJUK LETAK PETA

Keterangan : 1° 21' 30" L S 1° 1 6 '0 0" L S 1° 1 0 '3 0" L S 1° 5 '00 " L S 136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT

(27)

3.4.3 Gelombang dan Arus

Gelombang yang terjadi di laut umumnya disebabkan oleh hembusan angin. Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: kuatnya hembusan angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Tinggi gelombang laut di perairan GPP Padaido berkisar antara 1.12 – 1.21 meter. Gelombang tinggi biasanya terjadi pada bulan Mei dan Juli, sedangkan gelombang rendah terjadi pada bulan September dan Maret (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut atau pasang surut (Nontji, 2002). Pada bulan Februari sampai Juli arus permukaan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 18 – 38 cm/det. Pada bulan Agustus sampai Januari kecepatan arus berkisar antara 24 – 75 cm/det dengan arah ke barat. Kecepatan arus pada bulan-bulan tersebut tergolong kuat (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

3.4.4 Pasang Surut

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Nontji, 2002). Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dibagi menjadi empat jenis,yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), campuran yang condong ke harian tunggal dan campuran yang condong ke harian ganda. Jenis pasang surut yang terjadi di perairan GPP Padaido adalah campuran harian ganda, yang berarti setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang berbeda dalam tinggi dan waktunya (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2003). Surut terendah terjadi pada bulan-bulan Juni, Nopember dan Desember, sedangkan pasang tertinggi terjadi pada bulan Mei. Rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1.5 - 2 meter.

3.4.5 Kimia Perairan

Kimia perairan merupakan salah satu unsur lingkungan perairan yang menunjang proses kehidupan di laut. Kondisi umum parameter kimia lingkungan perairan GPP Padaido adalah sebagai berikut: Pada lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6.76 mg/l sampai 3.39 mg/l. Konsentrasi fosfat berkisar pada nilai 0.210 sampai 0.936 μgat/l.

(28)

Konsentrasi nitrat berkisar pada nilai 0.460 μgat/l sampai 3.450 μgat/l. Nilai konsentrasi fosfat dan oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman sedangkan nilai konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50 meter (Hutahaean, et al., 1995).

Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l, konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.

3.4.6 Terumbu Karang

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis. Selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Komponen biota terpenting di suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang tergolong scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Selain memiliki nilai keindahan (estetika) dan fungsi sebagai pelindung pantai, terumbu karang menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, rumput laut, teripang dan jenis-jenis moluska terutama kerang mutiara. Formasi terumbu karang pada umumnya dibagi atas 4 golongan yakni: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin (Atol) dan terumbu karang gosong (terumbu karang yang tumbuh dan berkembang dari dasar laut yang belum mencapai permukaan).

Penelitian terumbu karang di GPP Padaido telah dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, perguruan tinggi maupun masyarakat (lembaga swadaya masyarakat) selama 6 tahun terakhir dengan skala dan kepentingan yang berbeda-beda. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa GPP Padaido memiliki 4 bentuk terumbu karang yaitu terumbu karang pantai, terumbu karang penghalang, terumbu karang atol dan terumbu karang gosong. Atol hanya terdapat di GPP Padaido Bawah yaitu atol Wundi. Terumbu karang penghalang hanya terdapat di GPP Padaido Atas yaitu dekat pulau Runi. Terumbu karang tepi terdapat di perairan pesisir pulau-pulau,

(29)

sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido Atas.

Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum,

Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah

Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido Bawah berkisar antara 0 – 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 – 25.9 % pada kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 – 70.7 % pada kedalaman 3 m dan 9.6 – 66.7 % pada kedalaman 10 m (Souhoka dan Lorwens, 2001; COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000).

Gambar 6. Kondisi Karang di GPP Padaido.

3.4.7 Ikan Karang

Ikan karang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang menghuni terumbu karang. Ikan karang umumnya dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yaitu ikan terget (konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (lainnya). Ikan target adalah jenis-jenis ikan karang yang dikelompokkan sebagai ikan konsumsi/pangan karena

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # Biak Auki Rarsbar Pula u k a rang Pulau Karang Yumni Wundi Pai Nusi Urev Mansurbabo gosong W ararasowe Pakreki Padaidori Yeri Yeri K ecil Mbromsi Pasi M an g gu an di Kebori Rasi Workbondi Samakur NukoriPulau Karang

Dauwi Wamsoi Runi Wurki Pulau k aran g karang Mansawayomni karang Wund umimas

karang Kasinampia karang Urbinai karang Insarorki 1° 21' 30" L S 1° 16' 00" L S 1° 10' 3 0" L S 1° 5' 00" L S 136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT 0 5 10 K i l o m e t e r U Pulau Bi ak Kabuapat en Bi ak N umf or

Dist r i k Pad aido

Selat Yapen 1° 00 ' 0° 30 ' 135°30' 136°30' 0 30 60 Kilometer 136°00' 0 300 Kilo meter 600 PROV IN SI PAPU A Se lat Ya pe nDis tr ik Pa da id o Ka bu ap at en B ia k N u mf or Pu lau B ia k 6° 0 0' 3° 00' 0° 0 0' 133°00' 136°00' 139°00'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN PETUNJUK LETAK PETA

KONDISI KARANG KEPULAUAN PADAIDO

DISTRIK PADAIDO

K E T E R A N G A N

% Karang Hidup (KH) % Karang Mati dengan Algae (KMA) % Karang Mati (KM)

(30)

memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae, Caesionidae, Carangidae, Ephipidae, Haemullidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Mullidae, Nemipteridae, Scaridae, Serranidae, Siganidae dan Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).

Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34 jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001; COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).

Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikan-ikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong Ikan-ikan hias. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae, Blennidae, Cirrhitidae, Diodontidae, Gobiidae, Holocentridae, Labridae, Monacanthidae, Ostraciidae, Pinguipedidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Pseudochromidae, Terodontidae dan Zanclidae. Di Perairan GPP Padaido terdapat kurang lebih 151 jenis di GPP Padaido Bawah dan 185 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001; COREMAP 2001 dan COREMAP 2003).

Gambar 7. Kondisi Ikan Karang di GPP Padaido

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # Biak Auki Rarsbar P ula

u karang Pulau Karang Yumni Wundi Pai Nusi Urev Mansurbabo gosong W ararasowe Pakreki Padaidori Yeri Yeri Kecil Mbromsi Pasi M an g gu an d i Kebori Rasi Workbondi Samakur NukoriPulau Karang

Dauwi Wamsoi Runi Wurki P ula u ka ran g karang Mansawayomni karang Wundumimas karang Kasinampia karang Urbinai karang Insarorki 0 5 10 K i l o m e t e r U Pulau Bi ak Kabuapaten Bi ak N umf or

Distri k Pad aido

Selat Yapen 1° 00' 0° 30 ' 135°30' 136°30' 0 30 60 Kilometer 136°00' 0 300 600 PROV IN SI PAPU A Se lat Ya pe n Dis tr ik Pa da id o Ka bu ap at en B ia k N u mf or Pu lau B ia k 6° 00' 3° 00' 0°0 0 '

WILAYAH YANG DIPE TAKAN PETUNJUK LETAK PETA

KONDISI IKAN KARANG

KEPULAUAN PADAIDO DISTRIK PADAIDO

K E T E R A N G A N

Kelompok Ikan Major Kelompok Ikan Indikator Kelompok Ikan Target

1° 21' 30" L S 1° 16' 00" L S 1° 10 '30" L S 1° 5' 0 0 " L S

(31)

Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target (konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali dengan mudah di sekitar terumbu karang.

3.4.8 Rumput Laut

Rumput laut merupakan alga berukuran besar (makroalga) yang hidup menancap atau melekat pada dasar laut yang keras, seperti karang mati atau fragmen karang yang bercampur dengan pasir. Rumput laut dikelompokkan dalam tiga kelas yakni

Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga

merah). Rumput laut telah dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas dalam berbagai industri, seperti industri makanan, obat-obatan, farmasi, kosmetik, bioteknologi dan mikrobiologi (Chapman, 1949; Okazaki, 1973; Atmadja, et al, 1990).

Di GPP Padaido, rumput laut tumbuh dan berkembang dengan luas karena tersedia substrat keras, seperti karang mati dan framen-fragmen karang. Kurang lebih 58 jenis rumput laut ditemukan di GPP Padaido dimana 11 jenis bernilai ekonomis penting, seperti jenis Euchema, Gracilaria, Hypnea, Laurencia, Gelidiella,

Halimenia, Caulerpa, Codium, Chaetomorpha, Sargassum dan Turbinaria (Papalia,

2001). Di Pulau Wundi dan Pulau Nusi rumput laut telah dibudidayakan oleh masyarakat yaitu jenis Euchema spinosum dan E. Cotinii. Usaha ini kurang berkembang karena kendala pemasaran dan kepastian harga.

3.4.9 Moluska, Echinodermata dan Krustasea

Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang terdiri atas lima kelas besar yakni

Amphineura, Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scaphopoda. Dari kelima

kelas tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu Gastropoda

(jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenis-jenis kerang) dan Chepalopoda (cumi-cumi, sotong dan gurita). Ketiga jenis ini ditemukan di GPP Padaido dan merupakan jenis yang selalu ditangkap oleh masyarakat. Daging moluska diambil dan dipasarkan ke

(32)

pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan.

Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi

dalam lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut

(Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut

(Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang

GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting. Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun).

Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus spp), rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenis-jenis krustase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap pada malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan kepiting dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami habitat hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus), udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus). Di pulau Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.

3.4.10 Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang mendiami suatu lapisan pelagis, yaitu lapisan air yang masih dapat dicapai oleh sinar matahari. Pada kondisi cuaca baik, kedalaman lapisan ini mencapai kedalaman 200 meter. Berdasarkan ukuran, ikan pelagis dibedakan atas ikan pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis besar adalah ikan pelagis yang berukuran besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol

(33)

jenis-ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp), make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp).

Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa-masa mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki, pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).

3.4.11 Lamun

Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome). Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun.

Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu

Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. Serullata,

Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium

isoetifolium,

Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.

3.4.12 Mangrove

Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian

(34)

barat dan timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove terdapat di pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi (bagian barat). Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis, yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba,

Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba.

Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi

tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Jenis mangrove yang rusak/mati adalah

Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis

tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama.

3.5 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya 3.5.1 Kependudukan

Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah penduduk GPP Padaido sebanyak 3.975 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 975 keluarga yang tersebar di 19 desa dalam 8 pulau. Penduduk laki-laki sebanyak 2.097 jiwa dan perempuan sebesar 1.978 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan desa dan pulau disajikan pada Tabel 10.

Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk GPP Padaido yang tamat sekolah menengah umum (SMU) sebesar 9.71%, yang tamat sekolah menengah pertama sebesar 20.13% dan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) sebesar 30.79%. Penduduk yang tidak sekolah sebesar 39.20% (Kabupaten Biak Numfor, 2001).

Tabel 11.

Kondisi Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido, Biak Numfor

Penduduk No Pulau Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Keluarga 1 Auki Auki 130 108 238 59 Sandidori 58 50 108 38 2 Wundi Wundi 154 129 283 70 Sorina 83 80 163 36 3 Nusi Nusi 167 156 323 71 Nusi Babaruk 140 89 229 55 4 Pai Pai 157 122 279 69 Imbeyomi 97 78 175 43 5 Padaidori Sasari 147 170 317 79 Mnupisen 51 56 107 29

(35)

6 Mbromsi Nyansoren 119 130 249 61 Saribra 124 106 230 49 Mbromsi 131 121 252 63 Karabai 18 14 32 16 7 Pasi Pasi 207 178 385 87 Samber Pasi 85 77 162 35 8 Mangguandi Mangguandi 72 75 147 36 Suprima 98 82 180 45 Jumlah 2097 1878 3975 975

Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

3.5.2 Sarana Sosial

Sarana sosial yang terdapat di GPP Padaido, Distrik Padaido, meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana perekonomian. Sarana pendidikan terdiri dari SD Impres sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Nusi, SD Negeri sebanyak 1 bangunan terletak di Pulau Auki dan SD Swasta sebanyak 9 bangunan terletak di Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Mangguandi, Pulau Pasi, Pulau Mbromsi dan Pulau Padaidori. Ini menunjukkan bahwa di pulau-pulau berpenduduk terdapat satu sekolah dasar. Sekolah Menegah Pertama (SMP) negeri hanya terdapat di Pulau Mbromsi, sedangkan Sekolah Menegah Umum (SMU) tidak dijumpai di Distrik Padaido.

Sarana kesehatan terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Puskesmas sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Wundi dan Pulau Pasi. Puskesmas pembantu sebanyak 2 bangunan, masing-masing terdapat di Pulau Mangguandi dan Pulau Padaidori, sedangkan Posyandu terdapat di seluruh kampung.

Sarana peribadatan seperti gereja dijumpai di setiap pulau yang berpenduduk, sedangkan sarana peribadatan lain tidak ada. Jumlah gereja yang terdapat di Distrik Padaido sebanyak 12 bangunan.

Sarana perekonomian yang ada di GPP Padaido berupa kios-kios penduduk. Kios-kios ini melayani kebutuhan utama penduduk, seperti supermie, rokok, gula, kopi, beras dan lain-lain. Paling sedikit terdapat satu kios di tiap desa/pulau yang berpenduduk.

(36)

Tabel 12.

Tingkat Pendidikan Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido. Pulau Kampung Tidak

Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Auki Auki Sandodori 112 92 60 37 Wundi Wundi Sorina 138 106 86 46 Nusi 110 82 59 27 Nusi Nusi Babaruk 94 71 48 25 Pai Pai Imbeyomi 145 127 73 36 Mangguandi Meomangguandi Supraima 113 89 58 26 Samber Pasi 59 45 22 2 Pasi Pasi 129 108 63 31 Nyansoren 85 63 47 21 Mbromsi Karabai 101 82 51 15 Mbromsi Saribra 78 62 40 18 Mnupisen Yeri 79 60 33 14 Sasari 114 79 57 28 Padaidori Jumlah 1357 1066 697 336 Prosentase 39.20% 30.79% 20.13% 9.71% Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001.

Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini dikelola oleh masyarakat.

Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa, kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergi-pulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas. Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000 - Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian.
Tabel 1. Jenis Data yang Dibutuhkan Dalam Penelitian
Tabel  2. Metode Pengumpulan Data Penelitian
Tabel 3.  Parameter kualitas air yang akan diukur dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa alih fungsi atau konversi lahan di daerah lahan pertanian yang sudah ditetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak boleh di alih fungsikan dengan tujuan untuk

Pemaparan di atas menjadi suatu dasar pemikiran bahwa penerapan strategi pembelajaran konflik kognitif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep kimia organik

Pada tahun 1985, Microsoft Word porting ke Macintosh yang dibuat lebih mudah oleh kenyataan bahwa Firman untuk DOS telah dirancang untuk digunakan dengan

Bahkan, dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat

Menurut Sugiyono (2010) Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh populasi tersebut.Sample dalam penelitian ini di ambil dengan metode

Implementasi yang dimaksud dalam Program Keluarga Harapan adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada

Judul skripsi : “Peranan Metode Bermain Sambil Belajar dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Anak Tunagrahita Sedang (Penelitian Tindakan Bersama Keluarga Anak