• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stainless Steel

Stainless steel adalah baja paduan yang memiliki sifat ketahanan korosi (karat), sehingga secara luas digunakan dalam industri kimia, makanan dan minuman, industri yang berhubungan dengan air laut dan semua industri yang memerlukan ketahanan korosi. (Raharjo, 2015)

Stainless steel didapat dengan menambahkan unsur Chromium (Cr) pada baja, minimum sejumlah 12%. Unsur Cr ini akan bereaksi dengan oksigen yang ada di udara (atmosfer) dan membentuk lapisan Cr-oksida yang sangat tipis. Lapisan ini kedap dan kuat sehingga berfungsi sebagai pelindung permukaan logam dibawahnya, lapisan tersebut akan mencegah proses korosi (karat) berkelanjutan. Lapisan ini dapat dikatakan permanen, karena jika lapisan tersebut rusak misalkan akibat goresan, maka akan segera terbentuk lapisan Cr-oksida yang baru. ( INC0,1963)

Stainless steel 316-L sudah secara luas digunakan pada dunia rekayasa material (Material Engineering) dan dunia industri. Stainless steel tipe SS 316-L mempunyai kandungan karbon yang rendah sehingga memiliki nilai ketahanan korosi, akan tetapi memiliki ketahanan lelah yang rendah. SS 316-L mengandung unsur chromium (Cr) sehingga mampu bertahan dari oksidasi yang menyebabkan terjadinya karat. SS 316-L sangat sering digunakan pada dunia ilmu biomedik karena memiliki katahanan korosi yang tinggi dan sangat cocok untuk bahan implan (bahan yang ditanamkan kedalam tubuh). (Azar,V., Hashemi,2010)

Penggunaan stainless steel didunia semakin meningkat dikarenakan karakteristiknya yang menguntungkan. Terdapat penambahan dari karakteristik material untuk industri konstruksi dimana stainless steel agar material berpenampilan menarik (attractive). Tahan korosi (corrosion resistance), rendah perawatan (low maintenance) dan berkekuatan tinggi (high strength). Banyak lagi industri yang mengadopsi logam stainless steel untuk alasan yang sama sebagaimana faktanya bahwa stainless steel tidak memerlukan perlakuan tambahan, seperti surface treatment, pengecatan, pelapisan dan lain sebagainya untuk sifat karakteristik fungsionalnya. Stainless steel ini cukup mahal dibandingkan dengan baja karbon biasa (plain carbon steel). (Defrasnc, 2013)

(2)

Stainless steel merupakan salah satu logam ferro dari klasifikasi logam baja (Fe3C) dan dari klasifikasi logam baja paduan tinggi (high alloy) yang unsur paduan diatas 8-10%. Sedangkan stainless steel memiliki unsur paduan utamanya adalah sebagian Chromium (Cr) dan Nickel (Ni). Meskipun semua stainless steel tergantung pada presentase unsur Chrome dan Nikel, elemen paduan lainnya juga sering ditambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat stainless steel tersebut menjadi lebih baik lagi. (Seitovirta, 2013)

2.2 AusteniticStainless Steel

Austenitic stainless steel pada dasarnya memiliki struktur FCC(Face Centered Cubic) dan bersifat non magnetik. Stainless steel yang digunakan untuk implan medis adalah tipe austenitic 316-L terutama karena ketahanan terhadap korosi, sifat fisik, sifat mekanik, dan permukaan yang mudah dibersihkan. Baja tahan karat 316-L memiliki beberapa kelebihan antara lain tahan terhadap lingkungan yang bersifat korosif, biocompatible, dan mudah dibentuk (Ige, dkk, 2009). Komposisi kimia dari stainless steel tipe 316L telah dikembangkan untuk memperoleh struktur austenit yang stabil yang memiliki banyak keuntungan, yaitu:

1. Rasio kekuatan luluh dan kekuatan tarik yang sangat rendah serta cold working dan successive aging treatment dapat diterapkan untuk meningkatkan kekuatan.

2. Stainless steel austenit lebih unggul dari stainless steel feritik dalam ketahanan terhadap korosi karena kepadatan atom kristalografi yang lebih tinggi. Austenitic mengandung sedikitnya 16% Krom dan 6% Nikel yang membuat stainless steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah.

(3)

Salah satu aplikasi logam ini pada dunia kedokteran dapat dilihat pada Gambar 1. Logam SS 316-L merupakan baja tipe austenitik yang memiliki ketahanan korosi yang tinggi sehingga banyak digunakan pada dunia kedokteran untuk menyambung tulang yang patah pada tubuh manusia atau yang lebih dikenal dengan bone plate I atau pen. (Javidi et al. 2008)

Penggunaan SS 316L sebagai penyambung atau pengganti tulang masih belum sempurna. Material ini masih belum memiliki biokampatibilitas yang tinggi dengan tubuh khususnya daging manusia sehingga penggunanya masih dalam waktu pendek atau sementara. (Javidi et al. 2008)

Tabel 1. Komposisi Kimia Stainless Steel 316-L

Sumber : AK Steel Data Sheet SS 316/SS 316-L, 2007

Pada tahun 1949 Anton Schaeffler menerbitkan diagram konstitusional atau diagram fasa yang menggambarkan efek pada komposisi dari struktur mikro. Dalam diagram Schaeffler, terdapat faktor dari berbagai elemen yaitu faktor yang menggambarkan kekuatan efek pada pembentukan ferit atau austenit. Unsur-unsur tersebut kemudian digabungkan menjadi dua kelompok untuk memberikan kromium dan nikel yang seimbang. Diagram ini membentuk sumbu x dan y untuk mengetahui komposisi baja tahan karat austenit dan proporsi fase yang akan ditentukan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

Unsur Komposisi (%) Carbon(C) 0,03 Manganese(Mn) 2,00 Phosphorus(P) 0,045 Sulfur(S) 0,03 Silicon(Si) 0,75 Chromium(Cr) 16,00 Nickel(Ni) 10,00 Molybdenum(Mo) 2,00 N2 0,10 Iron(Fe) 69,045

(4)

Gambar 2. Diagram Fasa Paduan Besi/Karbon

Fasa Austenit ini disebut gamma (γ) dan merupakan larutan padat interstisi karbon dengan sel satuan berupa kubik pemusatan sisi. Ruang antar atomnya lebih besar dibandingkan ferit dan fasa ini stabil pada temperatur tinggi, yaitu antara 912°C, pada besi murni. Kadar karbon maksimum gamma sebesar 2,14% pada temperatur 1147°C. Pada temperatur stabil austenit bersifat lunak dan liat sehingga mudah dibentuk. Austenit merupakan fasa penting sebagai dasar pembentuk fasa-fasa lainnya dalam proses perlakuan panas termasuk perlakuan panas pada permukaan baja. (Seitovirta, 2013)

2.3 Struktur SS 316-L

Stainless Steel 316-L memiliki struktur kristal FCC (face centered cubic). Contoh logam yang mempunyai struktur kristal FCC antara lain Fe , Al, Cu, Ni, Pb. Sel satuan FCC terdiri dari satu titik kisi pada setiap sudut dan satu titik kisi pada setiap sisi kubus. Setiap atom pada struktur kristal FCC dikelilingi oleh 12 atom, jadi bilangan koordinasinya adalah 12. Dari gambar di bawah sel satuan terlihat bahwa atom-atom dalam struktur kristal FCC tersusun dalam kondisi yang cukup padat.

(5)

Ini terbukti dengan tingginya harga APF (Callister,1994). Harga APF dari sel satuan FCC yaitu 74% dibandingkan dengan APF sel satuan BCC. Sel satuan FCC mempunyai 8 x 1/8 (pada sudut kubus) + 6 x ½ ( pada pusat sisi kubus) = 4 atom per sel satuan.

Gambar 3. Struktur Kristal FCC a) Penggambaran Satu Unit Sel Bola Pejal, b) Gambar Unit Sel dengan Ukuran Bola Pejal yang Sudah Diperkecil, c) Kumpulan dari Banyak Atom (Callister,2003)

Pada kristal FCC ini terdapat 8 atom yang menempati posisi titik sudut, dan 6 atom yang menempati posisi permukaan namun di antara atom yang terletak di sudut tidak ada yang bersinggungan. Hubungan antara panjang sisi kubus a, dengan jari-jari R dapat ditentukan dengan menggunkan formula :

2 a = 4R atau a = 4𝑅

2 (2.1)

Gambar 4. a) Struktur Kristal FCC, b) Keterkaitan antara Jari-jari R dengan Kisi Kristal a (Callister,2003)

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa atom-atom ini saling berhubungan secara diagonal sisi permukaan kubus sehingga besarnya sama dengan 4R.

(6)

2.4 Sistem Kristal

Sebuah material kristalin merupakan material zat padat yang dapat di klasifikasikan berdasarkan keteraturan dimana atom terletak dalam susunan yang berulang dalam jarak atomik yang besar dan tersusun secara teratur antara atom yang satu dengan yang lainnya. Seperti pada saat terjadi proses pemadatan (solidifikasi) atom-atom akan menempatkan diri ke dalam pengulangan pola tiga dimensi di mana masing-masing atom terikat dengan atom tetangga terdekat. (Kittel,1996)

Pada kristal yang sangat sederhana satuan penyusunnya adalah atom tunggal seperti pada tembaga, perak, emas, besi dan logam-logam alkali. Semua struktur kristal dapat dijelaskan dalam istilah kisi (lattice) dan basis. Kisi dapat didefinisikan sebagai sebuah susunan titik-titik yang teratur dan periodik di dalam ruang. Sedangkan basis dapat didefinisikan sebagai sekumpulan atom dengan jumlah atom dalam sebuah basis dapat bernilai satu atom atau lebih. Struktur kristal yang terbentuk saat basis atom ditambahkan pada setiap titik kisi. Struktur kristal yang paling sederhana adalah kisi kubus sederhana, seperti yang terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. (a) Kisi kristal (b) Sel Satuan (Cullity,1976)

Pada gambar 5 (a) ketiga sumbu yang tegak lurus satu sama lain ditempatkan sembarang melalui salah satu sel sudut. Bidang dan arah kristalografi akan ɤditetapkan terhadap sumbu ini menurut indeks Miller. Sebuah kristalografi ditetapkan oleh panjang perpotongannya pada ketiga sumbu yang diukur dari titik awal sumbu koordinat. Karena semua sel dari kristal adalah identik , maka kisi kristal dibagi dalam sel satuan. Sel satuan mempunyai volume terbatas, masing-masing memiliki ciri yang sama dengan kristal secara keseluruhan. Ukuran sel satuan dapat dijelaskan oleh tiga vektor a,b, dan c yang ditarik dari suatu sudut sel sebagai awalnya. (Cullity,1976).

(7)

Vektor-vektor ini menyatakan sel dan disebut sebagai sumbu kristalografi dari sel. Selain itu, sel satuan dapat dinyatakan dalam panjang (a,b,c) dan sudut antaranya (α,β,γ). Panjang dan sudut ini sebagai konstanta kisi sel. Pada gambar 5 (b) Pola kristal identik dalam ketiga arah tegak lurus, sel satuan ini berbentuk kubus dan a adalah konstanta kisi dalam ketiga arah koordinat. Dalam kristal berbentuk kubus, konstanta kisinya sama dalam ketiga arah koordinat (a=b=c) dan sudut antara ketiga sisinya sama besar yaitu 90° (α = β = γ =90°) .

Dalam kristal bukan kubus, konstanta kisi berbeda dalam ketiga arah koordinat. Jarak yang berulang ini yang disebut konstanta kisi dalam pola jangkau panjang kristal yang menentukan ukuran sel satuan. Jarak bidang kristal merupakan panjang garis yang diambil secara tegak lurus antara 2 bidang kristal yang sama dalam sebuah kristal. Penentuan jarak antara bidang kristal bergantung pada sistem kristal, karena setiap sistem kristal memiliki rumus jarak yang berbeda (Vlack,1989). Pada tahun 1880, seorang ilmuwan bernama Auguste Bravais memperkenalkan suatu konsep mengenai kisi ruang. Ketika sistem kristal dikombinasikan maka akan terbentuk kisi bravais. Kisi Bravais menggambarkan susunan geometri dari titik – titik kisi dan simetri kristal dengan letak pusat kisi. Pusat – pusat kisi tersebut adalah :

1. Pusat primitif (P): titik kisi hanya terdapat pada sudut sel. 2. Pusat badan (I): ada satu tambahan titik kisi pada pusat sel.

3. Pusat muka (F): ada satu tambahan titik kisi pada pusat tiap – tiap muka sel. 4. Terpusat pada muka tunggal (pusat A, B, atau C): ada satu tambahan titik kisi pada pusat salah satu muka sel.

5. R hanya untuk sistem rhombohedral.

Kristal dilukiskan oleh sel satuannya dan bentuk sel satuan ditentukan besar sumbu kristal a,b,c serta sudut kristal α,β,γ. Kristal kubik ini memiliki pola yang sama sepanjang ketiga sumbu tegak lurus: a1=a2=a3. Kristal bukan kubik terjadi bila pola ulangnya tidak sama dalam ketiga arah koordinatnya atau sudut antara ketiga sumbu kristal tidak sama dengan 90°. Ada tujuh sistem kristal yang memiliki bentuk sel satuan yang berbeda dan dibentuk dari parameter-parameter yang dikenal sebagai sel satuan konvensional dan bila dikombinasikan dengan posisi atom khusus akan menghasilkan 14 kisi bravais dengan karakteristik geometrinya seperti di tabel 2.

(8)

Tabel 2. Geometri sel satuan pada tujuh sistem kristal (Callister,2003) Sistem

Kristal

Panjang sumbu Sudut sumbu Kisi Bravais

Kubik a = b = c α =β =γ= 90° - Simple - Face centered - Body centered Heksagonal a = b ≠ c α= β= 90°; γ= 120° - Simple Tetragonal a = b ≠ c α=β = γ= 90° - Simple - Body centered Rombohedral (Trigonal) a = b = c α =β =γ≠ 90° - Simple Ortorombik a ≠ b ≠ c α =β= γ= 90 - Simple - Face centered - Body centered - Base centered Monoklinik a ≠ b ≠ c α =γ= 90°≠β - Simple - Base centered Triklinik a ≠ b ≠ c α ≠β ≠γ= 90° - Simple

2.5 Arah dan Bidang Kristal 2.5.1 Arah Kristal

Arah kristal sangat penting dalam mempelajari sifat dan struktur kristal karena banyak sifat berubah dengan arah. Arah kristal biasanya diberi indeks sesuai berkas yang berasal dari titik asal melalui titik dengan indeks utuh terkecil. Tanda kurung persegi uvw untuk menyatakan arah kristal, dan uvw untuk kelompok arah. Digunakan huruf u,v, dan w yang berasal dari tiga arah sumbu utama.

Arah-arah yang sejajar selalui mempunyai indeks yang sama,sedangkan arah negatif ditandai dengan garis datar diatas angka. Misalnya 𝑢𝑣𝑤 maka 𝑤 menyatakan arah negatif dalam arah sumbu z. Karena arah-arah yang sejajar selalu mempunyai 𝑢𝑣𝑤 yang sama dalam kubus arah-arah 111 , 111 , 11 1 , 111 , 11 1 , 1 11 , 111 adalah identik, kecuali jika di pilih arah x,y,z pada sumbu yang

(9)

berlainan, dinyatakan dengan kelompok arah 111 . Konstanta kisi berlaku untuk analisa struktur guna menentukan orientasi bidang. Untuk perpotongan pada titik tak hingga, nilai indeks yang dimiliki adalah 0.

Gambar 6. Indeks untuk beberapa bidang pada kristal kubus

Indeks untuk beberapa bidang pada kristal kubus dapat dilihat pada Gambar 6. Indeks (hkl) dapat menggambarkan sebuah bidang atau bidang-bidang sejajar. Jika suatu bidang memotong sumbu pada sisi negatif dari titik acuan, maka indeksnya bernilai negatif, diindikasikan dengan tanda negatif di atas indeks: (hkl).

Sisi kubus dari kristal kubus adalah (100), (010), (001), (100), (010), dan (001). Bidang-bidang yang ekuivalen karena kesimetrian didenotasikan dengan kurung kurawal di sekitar indeks dari sisi kubus adalah {100}. (Callister,2003)

Indeks [uvw] dari arah sebuah kristal adalah seperangkat angka bulat terkecil yang memiliki rasio komponen-komponen vektor pada arah yang diinginkan, berdasar kepada sumbu. Sumbu 𝑎1 adalah arah [100]; sumbu 𝑎2 adalah arah [010]. Pada kristal kubus, arah bidang kristal [hkl] tegak lurus dengan bidang (hkl) mempunyai indeks yang sama, akan tetapi tidak benar untuk sistem kristal lainnya.

2.5.2 Bidang Kristal

Suatu kristal mempunyai bidang-bidang atom, dan hal ini mempengaruhi sifat dan perilaku bahan. Orientasi bidang dalam kristalografi ditentukan oleh indeks Miller. Indeks Miller adalah kebalikan dari perpotongan suatu bidang dengan ketiga sumbu biasanya dinyatakan den bilangan utuh bukan pecahan atau kelipatan bersama. Dalam sistem ini di pilih tiga sumbu x,y,z yang masing-masing sejajar rusuk sel satuan. Dalam sistem kubus arah (hkl) selalu tegak lurus terhadap bidang (hkl) pada indeks yang sama. (Vlack,1989)

(10)

Untuk menentukan suatu sistem bidang kristal, harus dicari dulu perpotongan terhadap sumbu x,y,z kemudian diambil kebalikannya lalu disamakan penyebutnya. Untuk bidang yang memotong sumbu negatif, indeksnya adalah negatif dengan mencantumkan garis datar di atas angka bidang yang memotong sumbu negatif. Gambar 7 menerangkan tentang indeks Miller.

Gambar 7. (a) Indeks Miller (111) (b) Indeks Miller (200) (c) Indeks Miller (220)

Pada gambar 7(a) memperlihatkan suatu bidang yang memotong sumbu x,y,z pada 1,1,1 sehingga kebalikannya adalah 1/1, 1/1, dan 1/1. Jadi penulisan indeks Miller-nya adalah (111). Pada gambar 7 (b) memperlihatkan suatu bidang yang memotong sumbu x,y,z pada 2,0,0 sehingga kebalikannya adalah 1/2,0,0. Jadi penulisan indeks Miller-nya adalah(200). Dan gambar 7(c) memperlihatkan suatu bidang memotong sumbu x,y,z pada 1/2, 1/2,0 sehingga kebalikannya adalah 2,2,0. Sedangkan penulisan indeks Miller-nya adalah (220). (Vlack, 1989)

2.6 Tekstur

Tekstur adalah keadaan yang dicapai oleh bahan polikristal yang sebagian besar memiliki butir(grain) dengan orientasi kristal yang tidak acak tetapi mengarah ke suatu orientasi tertentu. Tekstur juga disebut sebagai preferred orientation atau orientasi pilihan. (Cullity,1976)

Tekstur kristalografi dapat ditentukan secara kuantitatif dengan koefisien tekstur. Koefisien tekstur didefinisikan sebagai perbandingan antara harga dari bidang-bidang yang bertekstur dengan bidang-bidang refleksi yang dianggap tidak bertekstur atau sampel random dari bahan yang sama. (Winegar,1977).

(11)

Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar yang sering disebut primitif atau texel (texture element).

Syarat-syarat terbentuknya tekstur setidaknya ada dua, yaitu:

1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih tekstur. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk.

2. Pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya. (Santoso,2011)

Gambar 8. Contoh Tekstur (a) Halus (b) Kasar (c) Teratur (d) Tak Teratur

Pengukuran tekstur dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengukuran makrotekstur dan pengukuran mikrotekstur. Pengukuran makrotekstur menggunakan metode difraksi neutron dan metode difraksi sinar-X mempunyai perbedaan ditinjau dari sifat interaksi materi dengan berkas neutron dan berkas sinar-X. (Engler, 2010)

2.7 Metode Gambar Kutub (Pole Figure)

Pole figure adalah proyeksi stereografi dua dimensi dengan orientasi kristal yang relatif terhadap spesimen geometri, yang menunjukkan variasi pole density dengan orientasi pole bidang kristal {hkl}, lebih tepatnya berada diposisi bidang normal. Tekstur kristalografi secara kuantitatif telah diuji untuk melakukan pengukuran menggunakan tiga pole figure {111}, {200}, dan {220}dengan metode difraksi neutron. (S.Suwas, 2008)

Untuk transparansi yang lebih baik, orientasi sering ditampilkan dalam indeks Miller (hkl)<uvw>, dimana (hkl) menjelaskan bidang kristalografi yang sejajar dengan permukaan lembaran kristal dan<uvw> adalah arah kristal yang sejajar dengan RD (rolling direction). Berikut ini adalah tiga pole figure {111}, {200}, dan {220} menggunakan perangkat lunak MAUD dari material batang tembaga.

(12)

Gambar 9. Pole Figure tembaga dalam bentuk batang. (Tri Hardi, 2007) Dari gambar 9, pole figure terlihat ke arah kristalografi dan diorientasikan sejajar dengan sumbu rod (wire axis) berada pada arah <110>, sedangkan arah fiber texture berada disekitar sumbu ini yaitu pada arah <111> dan <100> .

Fungsi distribusi orientasi f(g)merepresentasikan kerapatan volume dari kristalit yang terorientasi (dg) yang diukur dalam satuan m.r.d (multiple of a random distribution) . Normalisasi nilai f(g) =1m.r.d adalah untuk cuplikan tanpa preferred orientation. Nilai ini disebut kerapatan distribusi orientasi, dan nilai f(g) mempunyai nilai dari 0 (tanpa orientasi kristalit dalam dg disekitar g) ke tak berhingga.

2.7.1 Proyeksi Stereografi

Hubungan antara bidang, arah dan sudut kristal dapat digambarkan dengan lebih mudah pada diagram dua dimensi menggunakan geometri proyeksi. Proyeksi stereografik sering digunakan terutama dalam analisis tanda-tanda yang muncul pada butir-butir polesan sesuadah deformasi, yaitu garis-garis pergeseran (slip), kembaran (twin), retakan (crack) dan sebagainya dan dalam penentuan orientasi kristal tunggal atau kecenderungan orientasi butir-butir dalam agregat polikristalin.

Kristal diandaikan terletak di pusat sebuah bola, seperti tampak pada Gambar 10 (a) untuk sebuah kristal kubus, sedemikian sehingga bidang seperti (111) yang ditandai, boleh diwakili oleh sebuah titik P di permukaan bola yang disebut kutub dan merupakan perpotongan antara normal bidang (111) dengan permukaan bola.

Sudut antara dua kutub (001) dan (111) pada Gambar 10 (b) dapat diukur dalam satuan derajat melalui busur lingkaran besar antara kutub-kutub P dan P’. Dalam proyeksi setereografik, susunan kutub pada bola acuan, yang menyatakan bebagai bidang dalam kristal, diproyeksikan ke bidang ekuator. Pola kutub-kutub yang diproyeksikan ke bidang ekuator atau bidang primitif ini degan demikian merupakan proyeksi stereografik kristal. (Matthies, 1988)

(13)

Sebagaimana tampak pada Gambar 10 (c), kutub-kutub di belahan utara bola acuan diproyeksikan ke bidang ekuator dengan menghubungkan kutub P ke kutub selatan S, sementara yang di belahan selatan bola acuan, misalnya Q, diproyeksikan dengan cara sama ke arah kutub utara N. Gambar 10 (c) memperlihatkan proyeksi stereografik beberapa bidang kubus sederhana seperti {100}, {110} dan {111}, yang menunjukan bahwa bidang-bidang kristalografik dengan kutub-kutub di belahan selatan bola acuan dalam stereogram diberi notasi berupa lingkaran, sementara yang mempunyai kutub di belahan utara diberi notasi titik.

Gambar 10. Prinsip proyeksi stereografik, mengilustrasikan (a) kutub P ke bidang (111), (b) sudut antara dua kutub P, P’, dan (c) proyeksi stereografik kutub P, dan P’ ke bidang (111) dan bidang (001)

Dalam Gambar 10 (b), sudut antara dua kutub pada bola acuan sama dengan banyaknya derajat busur yang memisahkan keduanya pada lingkaran besar. Oleh sebab itu, sudut antara P dan P’ dapat diketahui dengan mudah dengan bantuan sebuah penutup transparan berpola lingkaran-lingkaran bujur dan lintang seperti yang digunakan untuk keperluan geografi. (Mangonon, 1999)

Sarana sejenis lain untuk itu adalah jala stereografik, yang biasa disebut jala Wulff. Jala Wulff seperti yang tampak dalam Gambar 11.

(14)

Bujur-bujur dalam proyeksi itu digambarkan dari atas ke bawah, sedangkan lintang-lintang dari kiri ke kanan. Jadi untuk mengukur jarak menyudut (angular distance) antara dua kutub dalam stereogram, jala di rotasikan terhadap pusat bola sampai kedua kutub terletak pada bujur yang sama, yang berhimpit dengan salah satu lingkaran besar pada bola acuan. Sudut antara kedua kutub tersebut adalah selisih lintang sepanjang bujur. (Bisbop,1999)

Gambar 11. Jaringan Wullf (dari jaringan yang disiapakan pada tahun 1888 oleh Admiral C.D sigsbee, seizing Hydrographic Dept., US navy

Dalam pembuatan stereogram baku untuk kristal sebaiknya diperhatikan dahulu unsur-unsur simetri dalam strukturnya. Sebagai contoh, pada kristal kubus yang mempunyai tiga belas sumbu, sembilan bidang dan sebuah pusat simetri, serta bahwa ketiga belas sumbu simetri terbentuk dari 3 sumbu lipatan-empat(tetrad axes), 4 sumbu lipatan-tiga (triad axes), dan 6 sumbu lipatan-ganda (diad axes). Sumbu simetri lipatan-n berfungsi sedemikian rupa sehingga sesudah rotasi dengan sudut 2π kristal akan menempati posisi identik atau sama dengan posisi semula dalam ruang.

Jadi, sumbu tetrad melalui pusat setiap muka kubus sejajar dengan salah satu rusuk dan rotasi 90° ke arah manapun terhadap salah satu sumbu ini akan membuat kubus menempati posisi baru yang secara kristalografik tidak dapat di bedakan dari posisi lama. Dalam proyeksi stereogram kedalam 24 segitiga bola yang sama, biasa disebut segitiga unit. Unsur-unsur simetri ini mudah terlihat dalam proyeksi sferik kristal kubus dalam Gambar 12.

(15)

Gambar 12. Proyeksi bidang dalam kristal kubik, proyeksi sferek dan proyeksi stereografik

Simetri lipatan-dua, simetri lipatan-tiga dan simetri lipatan-empat terhadap kutub-kutub {110}, {111} dan {110}, juga mudah dilihat. Akhirnya, pembuatan stereogram menunjukan berlakunya aturan vektor yang menyatakan bahwa indeks suatu bidang dapat ditentukan cukup dengan menambahkan hasil kali-hasil kali bidang lain yang terletak dalam zona sama. Sebagai contoh, dari Gambar 12 dapat dilihat bidang (011) terletak antara bidang (001) dan (010) dan di sini jelas bahwa 001 = 001 + 010. (Bisbop,1999)

Dengan bantuan unsur-unsur simetri itu, jelas pula bahwa bidang {011} harus ada 12 sebab simetri terhadap sumbu-sumbu {111} dan {100} berturut-turut merupakan sumbu-sumbu lipatan-tiga dan lipatan-empat. Dalam contoh lain, bahwa bidang (112) terletak antara bidang (111) dan (001) karena 112 = 111 + 011 dan bahwa nimpunan bidang {112} harus terdiri atas 24 bidang, juga disebut icositerahedron. Bidang (123) adalah contoh bidang kristal paling umum dalam system kubus karena indeks-indeksnya, yaitu h, k, dan l, semua berbeda. Bidang ini terletak antara (112) dan (011), dan ke- 48 bidang angota himpunan {123}.

2.7.2 Proyeksi Standar Kristal

Proyeksi standar kristal adalah sebuah bidang yang dijadikan referensi dalam menentukan letak pole bidang-bidang lainnya. Biasanya bidang yang dipilih adalah bidang dengan indeks rendah. Pemilihan bidang ini sangat dipengaruhi oleh bidang mana yang akan diamati dengan jelas.

(16)

Ketika sebuah proyeksi di siapkan dengan bidang hkl seperti bidang proyeksi ini disebut proyeksi standar (hkl). Banyak proyeksi yang bisa di gambarkan dengan perhitungan sudut antara dua bidang atau arah yang digunakan pada persamaan dan melukan plot terhadap pole dengan menggunakan jala Wulff (Wulff net). Karena indeks pada bidang dan normal adalah sama dalam sistem kubik, proyeksi bidang dan arah pole adalah identik. (Cullity,1976)

Proyeksi standar kubik memiliki bidang (001), (011), (111), dan (112) tetapi ini adalah konstanta yang dibutuhkan untuk proyeksi yang lain. Proyeksi standar untuk nilai hkl yang lain bisa dipermudah dengan menyiapkan dua metode yang dijelaskan dibawah ini atau dengan menggunakan program komputer.

(1) Menggunakan metode sudut yang ada pada tabel 3 atau dengan menggunakan perhitungan dari persamaan:

cosϕ= (ℎ1ℎ2+𝑘1𝑘2+𝑙1𝑙2)

ℎ12+𝑘12+𝑙12 (ℎ22+𝑘22+𝑙22)

(2)

dimana ϕ adalah sudut antara dua bidang h1k1l1 dan h2k2l2 dalam sistem kubik. Dengan menggunakan stereografik bisa digambarkan pole yang bermacam-macam untuk mengetahui gambar yan diinginkan.

(2)Hukum zona: jika hu + kv + lw = 0, maka bidang (hkl) berisi garis [uvw]. Semua bidang berbeda yang berisi [uvw] disebut membentuk sebuah zona dengan [uvw] sebagai sumbu zona (analog dengan lembar-lembar buku terhadap lipatannya. Kutub bidang berisi [uvw] harus terletak 90° terhadap bidang bersangkutan. Tempat kedudukan semua kutub seperti itu disebut lingkaran zona.

Hubungan antara lingkaran zona terhadap bidang sama dengan hubungan antara bidang terhadap kutub. Dalam sistem kubus, lingkaran-lingkaran zona dan tempat-tempat kedudukan bidang dengan indeks sama saling bertumpuk. Tidak demikian halnya pada sistem kristal lain.

Bila sebuah zona berisi (h1k1l1) dan (h2k2l2) maka zona tersebut juga berisi setiap kombinasi linier bidang-bidang itu, misalnya m(h1k1l1) + n(h2k2l2). Sebagai contoh, zona [111] + berisi [110] dan [011], dan karena itu juga harus berisi [110] + [011] = [011], [110] + 2[011] = [112 ], dsb. Hal yang sama berlaku untuk semua arah-arah berbeda dalam bidang yang sama. Menurut hukum penambahan vector, [u1v1w1] + [u2v2w2] terletak antara [u1v1w1] dan [u2v2w2]. (Mangonon, 1999)

(17)

Tabel 3. Sudut antara bidang kristalografi dalam sistem kubik(dalam derajat) (Cullity, 1976) h1k1l1 h2k2l2 θ1 (°) θ2 (°) θ3 (°) 100 100 0,00 90,00 110 45,00 90,00 111 54,74 210 26,56 63,43 90,00 211 35,26 65,90 221 48,19 70,53 310 18,43 71,56 90,00 311 25,24 72,45 h1k1l1 h2k2l2 θ1 (°) θ2 (°) θ3 (°) 110 110 0,00 60,00 90,00 111 35,26 90,00 210 18,43 50,77 71,56 211 30,00 54,74 73,22 221 19,47 45,00 76,37 310 26,56 47,87 63,43 311 31,48 64,76 90,00 h1k1l1 h2k2l2 θ1 (°) θ2 (°) θ3 (°) 111 111 0,00 70,53 210 39,23 75,04 211 19,47 61,87 90,00 221 15,79 54,74 78,90 310 43,09 68,58 311 29,50 58,52 79,98

(18)

2.8. Metode Rietveld

Prinsip metode Rietveld adalah membandingkan intensitas difraksi yang dihitung secara teoritis berdasarkan sebuah model yang terdiri atas himpunan parameter kristal dan parameter difraktometer dengan data intensitas difraksi hasil pengamatan. Berdasarkan perbandingan ini, nilai parameter – parameter tersebut dihaluskan menggunakan metode kuadrat terkecil .

Analisis metode Rietveld akan menghasilkan sekumpulan parameter baru yang nilainya menurut sudut pandang statistik lebih baik dibandingkan dengan parameter kristal pada model awal. Parameter – parameter yang nilainya telah dihaluskan itu digunakan untuk menghitung intensitas difraksi secara teoritis dan dibandingkan lagi dengan data eksperimen. Proses penghalusan dilakukan terus menerus sampai diperoleh kesesuaian antara intensitas difraksi teoritis dengan intensitas difraksi data eksperimen (Young, 1993).

Parameter awal yang dimasukkan dalam metode Rietveld adalah data normal difraksi, parameter kisi (a, b, c) dan posisi atom (x, y, z) dalam sel satuan, (75 –80) % data awal harus benar serta grup ruang yang harus mutlak benar. Proses paling penting dan pokok pada analisis Rietveld adalah penghalusan parameter-parameter yang meliputi pergeseran titik nol, faktor skala, latar belakang (background), fungsi profil, konstanta kisi, posisi atom dan parameter tambahan lainnya.

Pada semua prosedur asas kuadrat terkecil, permodelan dianggap sudah optimum ketika jumlah kuadrat dari selisih antara data eksperimen dan perhitungan teoritis bernilai minimum. Kesesuaian antara model yang digunakan dengan data pengamatan dinyatakan dengan nilai residu R yang terdiri atas profil Rp, profil berbobot (weighted profile) Rwp, R Bragg RB dan profil yang diharapkan (expected

profile) Rexp dan parameter yang dinamakan “goodness of fit” GOF (χ2) yang merupakan indikator keberhasilan penghalusan. (Kisi, 1994 dan von Dreele dan Larson, 2004).

Menurut Kisi (1994) proses penghalusan sebaiknya dihentikan jika: Semua puncak – puncak difraksi teridentifikasi, tidak ada satupun puncak difraksi data pengamatan yang terlewatkan. Dengan kata lain, terdapat kesesuaian antara pola difraksi hasil eksperimen dengan teoritis. Nilai faktor R dapat diterima, yaitu jika RB

(19)

2.9.Pengukuran Tekstur

2.9.1 Metode Difraksi Neutron

Neutron ditemukan oleh James Chadwick pada tahun 1932 (Beiser,1983). Setelah ditemukan, neutron telah menunjukkan sebagai partikel yang serba guna. Karena tidak bermuatan, neutron mudah menembus kedalam bahan sampai kepada inti atomnya. Neutron merupakan partikel elementer memiliki muatan kurang dari 10−18e (muatan elektron) dengan massa sebesar 1.675 × 10−27kg (2000 kali massa elektron). Neutron yang berjari-jari 1,5 fermi (10−15m) itu sangatlah kecil dibandingkan dengan jari-jari awan elektron dari sebuah atom ~10−10m .

Tahun 1936, Mitchell dan Powers berhasil mengamati peristiwa difraksi neutron dan meyakinkan bahwa neutron memiliki sifat gelombang sesuai dengan prinsip de Broglie. Kemudian, 12 tahun berikutnya (1948) Shull dan Wollan berhasil mewujudkan teknik difraksi neutron setelah reaktor nuklir menjadi kenyataan. Teknik difraksi ini selanjutnya dikembangkan untuk penelitian struktur kristal sebagai komplemen dari teknik difraksi sinar-X. (M.Shibayama,1992)

Metode difraksi dipakai secara luas untuk menganalisis bahan-bahan seperti biji besi, tanah lempung, logam, logam paduan, refractories, corrosion product, wear product, debu industri dan seterusnya. Dibandingkan dengan analisis kimia, metode difraksi memiliki beberapa keuntungan, yakni, lebih cepat,membutuhkan cuplikan yang sangat kecil (sedikit), dan tidak merusak.

Selain digunakan untuk analisis kualitatif, teknik difraksi juga dimanfaatkan untuk analisis kuantitatif fasa bahan di dalam bahan kristalin disamping itu pula teknik difraksi dapat digunakan untuk menentukan ukuran kristalit, regangan dan tegangan sisa pada bahan industri, bahan struktur reaktor nuklir dan bahan bakar nuklir. (Engkir, 1991)

Karena di dalam kristal yang sempurna, titik-titik penghambur inti tersusun secara periodik, maka sinar-sinar yang di hamburkan memiliki hubungan fasa tertentu satu dengan yang lain sehingga dalam arah tertentu terjadi interferensi yang selalu menguatkan dan dalam arah yang lain terjadi interferensi yang saling melemahkan. Berkas radiasi yang di susun oleh sinar-sinar hambur yang saling menguatkan menghasilkan puncak difraksi (Engkir,1991). Berdasarkan hukum Bragg dapat di turunkan sebagai berikut.

(20)

Gambar 13. Pusat hamburan inti atom(Darmawan,dkk.,1987)

Pada gambar 13,kristal di anggap terdiri atas pusat-pusat hamburan yang “duduk” pada titik-titik kisi. Dalam menurunkan hukum ini adalah menguntungkan apabila kristal tidak di lihat sebagai kumpulan titik, melainkan sebagai bidang-bidang kristal.

Jika suatu berkas sinar dengan panjang gelombang λ di jatuhkan pada sekumpulan bidang kristal yang berjarak d pada sudut θ, maka berkas sinar tersebut di pantulkan secara simetri dengan sudut θ, sinar yang di pantulkan tampak jika berkas-berkas dari tiap bidang yang berdekatan saling menguatkan.

Gambar 14. Difraksi neutron pada bidang kristal (Darmawan,dkk.,1987)

Pada gambar 14, bidang-bidang atom yang sejajar mendifraksikan gelombang. Gelombang dapat “dibiaskan” oleh atom pada titik A atau titik A’. Berkas neutron tersebut tidak saja dipantulkan oleh bidang permukaan , tetapi juga oleh bidang-bidang di bawahnya. Pantulan ini akan sefasa apabila jarak CBD sama atau merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang berkas. Harga n pada persamaan (2.3) sama dengan jumlah (bilangan bulat) gelomang yang ada pada sepanjang CBD, sehingga

n λ= CB+BD = 2 BA sin θ

(21)

dimana n= bilangan bulat; n= 1,2,3,.... λ= panjang gelombang neutron dhkl = jarak antar bidang

θ = sudut difraksi

Sedangkan rumus umum untuk jarak d dalam kristal kubik(Cullity,1976) adalah dhkl = a

h2+k2+l2 (4)

dimana a adalah konstanta kisi dan h,k,l merupakan indeks bidang.

Analisis tekstur dengan menggunakan difraksi neutron merupakan salah satu dari metode standar dalam analisis tekstur modern. Pengukuran tekstur dengan neutron mempunyai banyak kemiripan dengan sinar-X, akan tetapi dalam banyak hal neutron lebih unggul dibandingkan dengan sinar-X karena mempunyai kedalaman penetrasi (penetration depth) yang jauh lebih besar, juga amplitudo hamburan neutron tidak bergantung pada sudut hamburan dan nomor atom (Brokmeier,1999)

Penentuan tekstur secara kualitatif sudah lama dilakukan dengan cara difraksi sinar-X. Percobaan pertama penentuan tekstur dengan difraksi neutron telah dilakukan oleh Brockhouse(Inawati,1986) dan selanjutnya penentuan tekstur dengan difraksi neutron banyak dipakai pada berbagai pusat reaktor nuklir di Eropa dan Amerika. Neutron di hasilkan dalam reaktor nuklir dengan energi kinetik yang berhubungan dengan panjang gelombang sekitar 0,1 nm(Krane,1992), ini juga sesuai bagi difraksi kristal.

2.9.2 FCD/TD (Four Circle Diffractometer/Texture Diffractometer).

Difraktometer Neutron Empat Lingkaran/ Difraktometer Tekstur (FCD/TD) adalah peralatan difraktrometer yang dilengkapi dengan goniometer empat lingkaran peralatan yang menggunakan teknik difraksi neutron yang bertumpu pada prinsip hukum Bragg. Difraktrometer ini digunakan untuk analisis struktur (menentukan fasa-fasa dalam paduan logam atau mineral), penentuan tekstur bahan, mengukur regangan dalam bahan sehingga dapat ditentukan tegangan internal ataupun yang tersisa dalam bahan dan tekstur bahan dengan teliti. Skema alat uji Diraktometer Empat Lingkaran/Difaktometer Tekstur dapat di lihat pada gambar 15.

(22)

Gambar 15. Skema alat uji Diraktometer Empat Lingkaran/Difaktometer Tekstur (Adolf,1998)

Difraktometer tekstur DN2 ditetapkan sebagai alat yang bekerja dengan memanfaatkan neutron termal yang keluar dari reaktor serbaguna G.A. Siwabessy melalui lubang berkas neutron . Prinsip kerja difraktometer tekstur adalah sebagai berikut:

1. Berkas neutron polikromatis yang keluar dari tabung berkas neutron dijatuhkan ke monokromator sehingga dapat diperoleh berkas neutron dengan panjang gelombang tertentu (neutron monokromatis).

2. Berkas neutron yang masuk melalui monokromator akan diarahkan dari tabung berkas neutron ke meja sampel.

3. Berkas neutron di difraksikan oleh sampel dan difokuskan melewati celah (beam slit), kemudian masuk ke goniometer tekstur yang digunakan untuk mengatur orientasi sampel yang berputar sebesar θ, 2θ, ϕ, dan χ.

4. Untuk membatasi divergensi berkas neutron terhadap sampel digunakan dua buah kolimator yaitu kolimator 1 dan kolimator 2.

5. Berkas neutron akan ditangkap oleh detektor monitor yang membatasi jumlah neutron yang datang pada sampel dan detektor utama yang mencacah jumlah neutron yang dihamburkan, sehingga pada layar monitor akan tampak cacahan dan sudut hamburan Bragg.

Gambar

Gambar 1. Aplikasi SS 316-L (Bombac, 2007)
Tabel 1. Komposisi Kimia  Stainless Steel 316-L
Gambar 2. Diagram Fasa Paduan Besi/Karbon
Gambar  4.  a)  Struktur  Kristal  FCC,  b)  Keterkaitan  antara  Jari-jari  R  dengan  Kisi  Kristal a (Callister,2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia &lt;2 tahun mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang

Jika indeks bias adalah kecepatan cahaya di ruang hampa dibagi kecepatan dalam suatu medium, maka dapat didefinisikan indeks bias efektif (neff) yaitu perbandingan antara

Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang

Miopia adalah Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina (Dwi Ahmad

c Kaki kiri ditekuk dan kaki kanan diluruskan, tangan kiri berada di pinggang kiri sedangkan tangan kanan bergerak ke arah kiri sejajar dengan wajah, mata menatap lurus

Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotulo- isiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi deskriptif seperti insisura

Koefisien viskositas adalah kekuatan dalam dyne yang menggunakan tekanan di antara dua lapisan sejajar, dapat juga dianggap sebagai gaya per satuan luas yang diperlukan

Koefien viskositas adalah kekuatan dalam dyne yang menggunakan tekanan di antara dua lapisan sejajar, dapat juga dianggap sebagai gaya per satuan luas yang diperlukan