• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kejang Demam

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstakramium.17 Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 18 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.7

(2)

2.2. Klasifikasi Kejang Demam 7,20

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu : 2.2.1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain : a. Berlangsung singkat (< 15 menit)

b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.

Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh. c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

2.2.2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain : a. Berlangsung lama (> 15 menit).

b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu bagian tubuh.

c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.3. Etiologi Kejang Demam

(3)

anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C bahkan lebih.

2.4. Patofisiologi Kejang Demam21

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik.

(4)

listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.

2.5. Epidemiologi Kejang Demam

2.5.1. Distribusi Frekuensi Kejang Demam a. Distribusi Frekuensi berdasarkan Orang

(5)

b. Distribusi Frekuensi berdasarkan Tempat dan Waktu

Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Huang, CC., dkk (1999) di kota Tainan, Taiwan pada 11.714 neonatal dari oktober 1989 – september 1991, setelah 3 tahun diikuti, 10.460 anak bersedia untuk mengikuti survei mengenai kejang demam. Dari 10.460 anak, didapatkan 256 anak yang pernah menderita kejang demam, sehingga diperoleh insidens kejang demam pada anak di kota Tainan, Taiwan 2,4%.25 Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Denmark selama 28 tahun (1 Januari 1977 - 31 Desember 2005) pada bayi baru lahir sampai usia tiga bulan pertama diperoleh insidensi kejang demam 3,3%.15

2.5.2.Determinan Kejang Demam

Determinan kejang demam dibedakan berdasarkan host, agent dan environment.

a. Host

Faktor host yang menjadi determinan terjadinya kejang demam antara lain : a.1. Umur

Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia <2 tahun mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang berusia >2 tahun.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa penderita kejang demam paling

banyak terjadi pada usia dua tahun pertama (13-24 bulan) yaitu 39,8%.8 a.2. Jenis kelamin

(6)

anak perempuan dengan rasio 1,2 : 1, dimana anak laki-laki 128 orang (54,2%) dan anak perempuan 108 orang (45,8%).27 Hasil penelitian Siddiqui, T.S., (2000) di Department of Paediatrics, Hayat Shaheed Teaching Hospital Peshawar diperoleh anak laki-laki yang menderita kejang demam 55% dan anak perempuan 45%.28

a.3. Riwayat kejang keluarga

Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kejang.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa dari 302 anak yang menderita kejang demam, ada 28,8 % anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam.8 Penelitian Ridha, N.R., dkk (2009) di RS Wahidin Sudirohusodo di Makassar menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam berisiko 6 kali untuk mengalami kejang demam.23 Berdasarkan studi yang dilakukan Huang, CC., dkk (1999) di Taiwan menunjukkan bahwa anak yang memiliki saudara kandung dengan riwayat kejang demam berisiko 3,1 kali untuk menderita kejang demam.25

a.4. Berat badan lahir

(7)

kali, sedangkan bayi yang lahir dengan berat badan 3500-3999 gram dan >3999 gram risiko untuk menderita kejang demam sebesar 1 kali.29

b. Agent

Kejadian kejang demam dicetuskan karena terjadinya kenaikan suhu tubuh di atas normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan kejang disebut nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak. Adanya perbedaan ambang kejang ini menunjukkan bahwa ada anak yang mengalami kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain, kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.

Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital, diperoleh 302 kasus penderita kejang demam dimana anak yang mengalami kejang pada suhu ≤38,5o

C ada 60,9%, sedangkan anak yang mengalami kejang pada suhu >38,5oC ada 39,1%.8

Demam yang terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit infeksi. Penelitian Mahyar, A., dkk (2010) di Iran menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam, demamnya paling banyak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) 53,8%, diikuti dengan gastroenteritis 24,4%, otitis media akut 9%, infeksi saluran kemih 6,4%, pneumonia 3,8% dan lainnya 2,6%.24

c. Environment

(8)

terjadi pada saat anak kontak secara langsung dengan anggota keluarganya yang sakit.

2.6. Komplikasi Kejang Demam

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain :

2.6.1. Kejang Demam Berulang.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :

a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama b. Riwayat kejang demam dalam keluarga

c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam d. Riwayat demam yang sering

e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk (2009) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati. Subjek penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang demam berulang.30

2.6.2. Kerusakan Neuron Otak.

(9)

akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.

2.6.3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.

2.6.4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :

a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.31

(10)

mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.

2.7. Pencegahan Kejang Demam 2.7.1. Pencegahan Primordial

Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:

a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untuk meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang memicu terjadinya demam.

b. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan sehat akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga anak dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi.

2.7.2. Pencegahan Primer32

(11)

Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.

2.7.3. Pencegahan Sekunder33

Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi :

a. Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena maupun rektal.34

b. Mencari dan mengobati penyebab

(12)

badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi.

c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:

c.1. Profilaksis intermitten pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.

c.2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:

c.2.1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis.

(13)

c.2.3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan asam valproat.

2.7.4. Pencegahan Tersier

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati teks percakapan yang ditayangkan pada slide PPT, siswa dapat menganalisis kosakata yang berkaitan dengan lingkungan sehat menggunakan bahasa tulis dengan

According to the research problem, this final project has the following scopes. a) The design calculation and strength analysis of vertical axis turbine shaft

Peserta didik bersama kelompok mengolah dan menganalisis data hasil percobaan dengan cara menjawab pertanyaan pada LKPD dengan tanggung

Penelitian ini dilakukan dari bulan November-Januari, penelitian lapangan pertama dilakukan pada bulan November, setelah itu peneliti melakukan analisis data dan

(2009), “Brand Relationships through Brand Reputation and Brand Tribalism,” Journal of Business Research, Vol. Great Community

Sedangkan Motivasi menurut Schiffman dan Kanuk dalam Serli Wijaya (2005) adalah, “the driving force within individual that impulse to action„„. Definisi tersebut

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan sistem jaring pada budidaya pendederan juvenil lobster pasir Panulirus homarus tidak berpengaruh terhadap respons

Dalam petualangan kamu dari level ke level kamu dapat mengembangkan skill kamu, setelah level kamu mencapai level 11 kamu bisa melakukan digivolution dan kalau perkembangan level