• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek Akademik Berbasis Teleconference, Inovasi Pendidikan Dokter Gigi Era Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Praktek Akademik Berbasis Teleconference, Inovasi Pendidikan Dokter Gigi Era Modern"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Praktek Akademik Berbasis

Teleconference,

Inovasi

Pendidikan Dokter Gigi Era

Modern

UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Gigi sudah sukses

melaksanakan sistem teleconference untuk sejumlah praktek akademik. Misalnya, untuk kegiatan perkuliahan, koordinasi pimpinan dengan universitas di luar negeri, dan wawancara kandidat S3. Saat ini, FKG makin mengukuhkan diri sebagai fakultas yang kaya inovasi.

Ketua Unit Sistem Informasi (USI) FKG UNAIR Aqsa Sjuhada drg MKes, telah mendapat pelatihan khusus teleconference di TEMDEC (Telemedicine Development Center of Asia) Kyushu University-Jepang. Pelatihan khusus selama sebulan ini dimaksudkan untuk membekali kecakapan dan keterampilan personil USI FKG ke tingkat yang lebih tinggi. Aqsa menjelaskan, dengan dukungan seluruh staf USI dan pimpinan fakultas serta partisipasi aktif segenap civitas akademika, FKG siap menjadi institusi kedokteran gigi pertama di Indonesia yang menerapkan teledentistry.

(2)

Kegiatan teleconference FKG yang diikuti beberapa universitas luar negeri (Foto: Istimewa)

Kegiatan teleconference FKG selama ini telah terkoneksi dengan beberapa institusi. Antara lain, Hiroshima University, Tohoku University, Kyushu University, Universitas Indonesia, Kagoshima University, RS Harapan Kita, dan masih akan bertambah lagi. Lebih lanjut, Aqsa menjelaskan, dalam waktu dekat akan dilaksanakan seminar internasional dengan berbagai Universitas di dunia berbasis teleconference. “Seminar dengan basis teleconference ini baru pertama kali dilaksanakan oleh FKG di Indonesia. Jarak antara narasumber bukan masalah. Yang berarti, dapat menghemat waktu, dan biaya. Transfer of

knowledge dari dalam dan luar negeri bisa berlangsung lebih

cepat dan mudah”, kata Aqsa. (*) Penulis: Humas FKG

(3)

Belajar Budaya dan Sejarah di

Negeri Sakura

UNAIR NEWS – Kesempatan berkunjung ke negeri luar dalam rangka

studi memang tak boleh dilewatkan. Setelah dari luar negeri, ada saja pengalaman menarik yang bisa dibagikan kepada teman-teman atau pihak yang membutuhkan informasi.

Ni Made Ayu Karina W i r a s w a r i ,

mahasiswa Fakultas S a i n s d a n Teknologi (Foto: Istimewa)

Ni Made Ayu Karina Wiraswari, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, akhir Maret 2016 lalu baru saja kembali dari Negeri Sakura. Ia bersama delapan mahasiswa asal Indonesia terpilih mengikuti spring program lainnya berkunjung ke Universitas Kumamoto, Jepang, selama sepuluh hari.

Mahasiswa program studi Sistem Informasi, FST UNAIR, itu menuturkan bahwa pihak penyelenggara kegiatan menyuguhkan beragam edukasi budaya, mulai dari tarian tradisional, kuliner, olahraga bela diri, ke tempat pembuatan pernak-pernik

(4)

khas Jepang, hingga disuguhkan dengan sejarah Istana Kumamoto. “Kegiatan ini memang bertujuan untuk menarik minat mahasiswa asing untuk belajar ke Jepang, ya, utamanya belajar di Universitas Kumamoto,” jelas Karina yang juga penerima beasiswa Bank Indonesia.

Karina menuturkan, dengan adanya kegiatan spring program ia akhirnya mendapatkan banyak relasi baru dengan mahasiswa dari berbagai negara di Asia. “Dengan interaksi dengan mahasiswa-mahasiswa asing lainnya, secara tidak langsung, kita juga mempromosikan keunggulan yang dimiliki Indonesia. Pengalaman penting, ya, bisa punya relasi, teman baru, banyak pengalaman yang saya dapatkan dari komunikasi dengan mahasiswa dari beragam negara,” ujar perempuan kelahiran 19 Oktober 1993.

Berkunjung ke museum

Mahasiswa UNAIR lainnya yang juga berkesempatan mengunjungi Negeri Matahari Terbit adalah Annisa Rochma Sari. Ia mengikuti program Study and Visit Japan 2016 dengan kegiatan bertema ‘Modernization and Post-War Experience’ di Universitas Okayama yang berakhir pada penghujung Maret lalu.

Annisa Rochma Sari mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya (Foto:

(5)

Istimewa)

Pada kunjungannya ke Jepang, mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, UNAIR itu mengagumi sistem perkuliahan di Jepang. Ia menilai penjelasan para profesor di Jepang cukup detail, serta mendorong dan mengembangkan daya kritis mahasiswa. Selain itu, mahasiswa kelahiran 11 Mei 1995 tersebut juga kagum dengan sistem pelayanan museum di Jepang. Annisa menyebutkan bahwa museum di Jepang memiliki visualisasi yang terintegrasi dengan permainan audio, diorama, dan media informasi yang lengkap.

“Museum di sana sangat menarik, misalnya di Museum Yamato yang kami kunjungi, tidak hanya menampilkan sejarah tentang kapal perang Yamato, tetapi juga replika dan beberapa bagian mesin asli. Peralatan itu sengaja dihadirkan supaya pengunjung bisa menyentuh dan menyadari adanya koneksi antara masa lalu dan masa kini,” ujar Annisa.

Ia juga dibuat takjub dengan Hiroshima Peace Museum and Memorial Park. Beragam memori, barang bukti, audio visual tentang sejarah, atmosfer sunyi bercampur sedih dan mencekam, serta diorama korban bom atom di Hiroshima juga dihadirkan. “Hal itu memang bertujuan untuk menyadarkan pengunjung bahwa tragedi kemanusiaan seperti ini tidak boleh terulang kembali,” imbuhnya.

Ditanya mengenai rencana selanjutnya usai pulang dari Jepang, mahasiswa yang hobi travelling tersebut menjelaskan bahwa dirinya ingin mengembangkan cara belajar sejarah dan budaya sebagaimana yang ia dapatkan di Jepang.

“Saya ingin kembangkan pembelajaran sejarah melalui datang ke situs asli sejarah, melakukan wawancara dengan masyarakat lokal untuk menggali fakta, memori, dan memahami dampak sosial yang terjadi, serta menuliskan dan mempublikasikan hasil yang didapatkan ke masyarakat,” pungkasnya. (*)

(6)

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S.

Belajar dari Jepang, Perawat

Terjun Langsung ke Daerah

Bencana

UNAIR NEWS – Perawat harus jemput bola ke daerah-daerah yang

terkena dampak bencana. Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Mariko Ohara dalam seminar penanganan bencana bertajuk “Disaster Management Intra and Extra Hospital” pada Senin (28/3)di Hall Lantai 8 Rumah Sakit Universitas Airlangga. “Indonesia dan Jepang memiliki banyak kesamaan terkait dengan frekuensi bencana yang terjadi,” ujar Prof. Ohara selaku profesor di The Japanese Red Cross College of Nursing mengawali uraiannya.

Menurutnya, hal tersebut membawa implikasi pentingnya keperawatan bencana untuk diperhatikan. Keberadaan perawat di tengah kondisi bencana menurutnya amat diperlukan dalam upaya memberikan perawatan yang memadai kepada para korban bencana. Perawat, lanjut Prof. Ohara, harus melakukan jemput bola ke daerah-daerah yang terkena dampak bencana tersebut. Para perawat juga disiapkan dengan berbagai kemampuan tanggap bencana melalui berbagai simulasi jenis bencana seperti gempa bumi, kecelakaan pesawat, dan lainnya.

Di Jepang sendiri terdapat Disaster Support Nurses yang berisi para perawat yang disiapkan untuk menghadapi bencana yang diinisiasi oleh Japan Nursing Association (Asosiasi Perawat

(7)

Jepang).

“Ada daftar para perawat yang disiapkan untuk menghadapi bencana di setiap prefektur (provinsi). Misalkan terjadi bencana yang cukup besar di sebuah prefektur, perawat tanggap bencana dari prefektur lain juga dapat dilibatkan untuk membantu,” tandasnya. Berbagai hal tersebut telah diatur dalam

Disaster Relief Act, regulasi yang khusus mengenai penanganan

bencana yang terjadi di Jepang.

Di akhir pemaparannya, Prof. Ohara mengingatkan bahwa para perawat di tengah bencana harus saling bahu-membahu membantu para korban. Meskipun di tengah berbagai keterbatasan yang ada, tidak boleh para perawat saling menyalahkan.

“Yang tidak kalah penting, setiap daerah punya adat dan kebiasaan. Para perawat juga harus memperhatikan tersebut ketika ditugaskan di daerah bencana,” pungkas perempuan yang pernah menjadi sukarelawan di Aceh ketika terjadi gempa dan tsunami lebih dari satu dekade lalu ini. (*)

Penulis : Yeano Andhika

Editor : Defrina Sukma Satiti

Bahas Isu Hukum Lingkungan,

FH Undang Pakar dari Jepang

UNAIR NEWS – Dua orang professor dari Jepang, Prof. Noriko Ookubo dan Prof. Naoyuki Sakumoto, Kamis (24/3) memberikan kuliah umum bertajuk ‘General Lecture on Environmental Law’. Bertempat di Ruang Gondowardojo FH UNAIR, kuliah umum tersebut dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan dimoderatori oleh dosen hukum lingkungan FH UNAIR, Franky Butarbutar.

(8)

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Ookubo menjelaskan mengenai perubahan kebijakan hukum Jepang dalam upaya melindungi hak-hak para korban kerusakan lingkungan. Ia juga menjelaskan upaya perbaikan sistem hukum yang telah dilakukan oleh Jepang untuk meminimalisasi terjadinya pencemaran lingkungan.

Langkah yang ditempuh Jepang, menurut professor hukum lingkungan dari Universitas Osaka tersebut, tidak lepas dari tragedi Minamata yang sempat mewabah di tahun 1950-an. Saat itu, warga di Kota Minamata, Prefektur Kumamoto menderita sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan keracunan akut air raksa. Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa asal muasal keracunan tersebut karena mereka mengonsumsi banyak makanan laut yang sudah tercemar logam berat yang dihasilkan oleh pabrik batu baterai Chisso.

Prof. Sakumoto yang merupakan perwakilan dari Japan External

Trade Organization (JETRO) membahas mengenai upaya preventif

kerusakan lingkungan. Menurutnya, negara-negara Asia terutama sangatlah membutuhkan kebijakan lingkungan yang terintegrasi dan komprehensif dalam upaya mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan. Environmental Impact

Assessment (EIA) atau yang di Indonesia lebih dikenal dengan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bisa menjadi alat yang esensial dalam mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan tersebut.

Menanggapi diadakannya kuliah umum tersebut, Wakil Dekan III FH UNAIR, Dr. Radian Salman menjelaskan bahwa kedatangan dua orang profesor dari Jepang tersebut pada awalnya dalam rangka melakukan penelitian mengenai implementasi UU Pengelolaan Lingkungan di Indonesia. Di FH UNAIR, mereka meminta pendapat para dosen yang merupakan pakar di bidang hukum lingkungan. “Pak Suparto Wijoyo banyak memberikan masukan bahkan juga memberikan literatur-literatur yang berkaitan kepada mereka,” ujarnya.

(9)

Tidak ingin kedatangan dua orang professor tersebut hanya sekadar diskusi antara keduanya dengan dosen FH UNAIR, Prof. Ookubo dan Prof. Sakumoto, lanjut Radian, kemudian juga diminta untuk memberikan kuliah umum kepada mahasiswa FH UNAIR yang mengambil kelas hukum lingkungan.

Radian menambahkan bahwa ke depan dua orang profesor tersebut diharapkan dapat melaksanakan joint-research dengan para dosen FH UNAIR.

“Kami juga mengupayakan agar Prof. Sakumoto nantinya juga bisa menjadi visiting professor di FH UNAIR,” pungkasnya. (*)

Editor : Yeano Andhika

Belajar dari Jepang Tentang

Edukasi Lingkungan

UNAIR NEWS – Menyadari bahwa permasalahan lingkungan yang ada

dewasa ini begitu kompleks, program studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan (ITL) Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR terus berupaya membekali para mahasiswanya dengan pengetahuan lingkungan yang komprehensif. Salah satunya adalah dengan mengundang para pakar untuk memberikan pencerahan perihal masalah lingkungan ini.

Senin (21/3), Prof. Miyake Hiroyuki dari Fakultas Hukum, Universitas Kitakyushu Jepang memberikan kuliah tamu bertajuk “Cooperation on Environmental Activity Program in Surabaya”. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Hiroyuki memberikan pengetahuan kepada mahasiswa ITL mengenai Education for

Sustainable Development (ESD) serta berbagai proyek lingkungan

(10)

“Masyarakat dapat turut serta melakukan proyek-proyek lingkungan tersebut, dan mereka yang akan merasakan manfaat dari proyek itu sendiri,” ujar pakar hukum lingkungan yang fokus mengenai ESD di Universitas Kitakyushu ini.

Terkait ESD, Prof. Hiroyuki menjelaskan bahwa digencarkannya ESD di Jepang tidak lepas dari banyaknya tragedi lingkungan yang terjadi di Jepang, seperti tragedi Minamata dan Itai-Itai. Tragedi Minamata yang mewabah sejak tahun 1958, secara hukum baru dapat terselesaikan di tahun 2004. Ia menekankan bahwa ESD menjadi penting karena dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat secara berkelanjutan.

Berkenaan dengan langkah-langkah Jepang yang dianggap berhasil dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan, Prof. Hiroyuki sekali lagi menekankan mengenai pentingnya edukasi. “Mereka diberi pengetahuan bahwa lingkungan harus dijaga kelestariannya secara berkelanjutan. Oleh sebab itu masyarakat secara bersama-sama harus ikut menjaga keberlangsungan kelestarian lingkungan di tempat mereka tinggal,” ujar Prof. Hiroyuki yang dalam kesempatan tersebut juga bicara mengenai kebijakan pengelolaan sampah tersebut.

Terkait dengan kedatangan Prof. Hiroyuki, Wakil Dekan III FST UNAIR Dr. Nanik Siti Aminah mengatakan bahwa ini adalah kali kedua professor dari Kitakyushu datang ke UNAIR.

“Dari universitasnya sudah dua kali datang ke sini. Kemarin orang lingkungan, ini orang hukum lingkungan. Jadi pas sekali karena kami memiliki program studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan (ITL),” ujar Nanik. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Yeano Andhika

(11)

Video Conference, Komunikasi

Kekinian Ala FKG

UNAIR NEWS – FKG UNAIR tak pernah henti berinovasi. Misalnya,

saat sejak 2011 lalu, fakultas yang berlokasi di kampus A ini menggunakan mekanisme video conference untuk berkomunikasi dan berdiskusi mengenai program kerjasama dengan kampus luar negeri. Tak hanya itu, terdapat pula kuliah bersama sekaligus dengan empat universitas di empat negara berbeda, Jepang, Kamboja, Vietnam dan Indonesia.

Video conference juga digunakan untuk menjembatani ketiadaan dosen FKG secara fisik di fakultas. Kuliah secara E-learning telah dilaksanakan oleh dosen ilmu faal, Aqsa Syuhada, drg., M.Kes, yang saat ini sedang menjalani training selama satu bulan di Kyusyu University, Jepang.

Tidak berhenti sampai di situ saja, kegiatan video conference juga dilaksanakan untuk acara penutupan student exchange selama 6 bulan di Hiroshima University dan wawancara 2 dosen muda FKG yang akan berangkat study program doktoral si Tohoku University, Jepang.

Video conference menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi FKG untuk membuka jalinan komunikasi dengan universitas di luar negeri. Sehingga, percepatan UNAIR menuju WCU menjadi sesuatu yang lebih mudah untuk diraih. (*)

Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman

(12)

Kuliah Tamu dari Hiroshima

University, Awali Semester

Baru di FPK

UNAIR NEWS – Memasuki pekan pertama di semester genap ini,

Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) UNAIR awali perkuliahan dengan kuliah tamu. Mengangkat materi “Phytoplankton and

Microalgae Comunities In Various Ocean System”, kuliah tamu

yang bertempat di ruang B-303 tersebut, disampaikan oleh Kazuhiko Koike, PhD., dari Hiroshima University Jepang. Kuliah tersebut membahas tentang fungsi phytoplankton dalam ekosistem, salah satunya fungsi phytoplankton sebagai produsen utama dalam rantai makanan karena memiliki kemampuan fotosintesis.

“Jika phytoplankton itu tidak ada maka akan merusak keseimbangan ekosistem di perairan,” jelas Kazuhiko Koike.

Kuliah tamu yang digelar pada Selasa (1/3), juga dijelaskan kondisi phytoplankton yang masih banyak dijumpai dalam perairan laut. Meski menjadi sumber makanan utama dalam satu tahunnya, phytoplankton mampu mencapai jumlah 100.000 kilo ton, hal ini sangat berbeda jauh dengan jumlah ikan konsumsi yang hanya mampu mencapai 10 hingga 1.000 kilo ton pertahunnya. Hal itu menyebabkan phytoplankton yang melimpah ini perlu diolah menjadi produk bermanfaat sehingga mampu menambah jumlah koleksi hasil perikanan yang sekarang masih sedikit.

“Siapa tahu jumlah ikan di laut? Pasti tidak ada yang tahu, tapi berapa jumlah produk perikanan? Kalian langsung bisa menghitungnya,” imbuhnya.

Fakta di lapangan untuk saat ini, menunjukkan bahwa produk olahan dari jenis-jenis plankton dan mikroalga masih sekedar bahan-bahan kosmetik, namun juga sudah ada plankton yang

(13)

dijadikan sebagai bahan bakar. Selain bermanfaat ternyata plankton juga bisa merugikan jika blooming plankton sehingga terjadi red tide. Red tide sendiri terjadi dimana jumlah plankton bertambah dengan pesat dalam suatu perairan.

“Perlu diketahui sebagian plankton juga ada yang bersifat racun yang jika dikonsumsi bisa mengakibatkan paralythic, diare dan gangguan syaraf, untuk itu perlu ilmu perikanan dalam mengolahnya,” pungkasnya. (*)

Penulis: Lutfi Marzuki Editor: Nuri Hermawan

Kenalkan

Budaya

Jepang

Melalui Japanese World

UNAIR News – Suasana Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas

Airlangga di minggu terakhir liburan semester nampak berbeda dari biasanya. Kawasan FIB yang semula lengang, berubah ramai karena adanya semarak festival dengan suasana layaknya di Negara Jepang. Sebuah perhelatan akbar kembali diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) Sastra Jepang (Sasjep) dalam rangka memperingati ulang tahun Departemen Sastra Jepang yang keenam.

Adalah Japanese World (JW), festival tahunan dengan rangkaian acara bernuansa ala Jepang yang unik dan berbeda. JW tahun ini diadakan pada 27-28 Februari 2016, dengan mengangkat tema

Mukashi kara mirai e tsunagaru yang berarti “Dari masa lalu

terhubung ke masa depan”. (Galeri foto klik di sini)

“JW adalah acara tahunan untuk merayakan ulang tahun Sastra Jepang. Selain itu, JW juga bertujuan untuk mengenalkan budaya

(14)

Jepang kepada publik. Tidak hanya budaya tradisional, budaya modern pun ada di sini. Jadi, publik bisa tahu bahwa budaya Jepang sangat unik. JW 2016 juga menandai kelahiran dari ikon JW yang akan menemani dievent-event selanjutnya melalui Jun dan Wati, dua ikon yang menandakan hubungan baik antara Indonesia dan Jepang,” tutur Ezzy, ketua pelaksana JW 2016. Memasuki area JW, pegunjung disambut oleh torii (gerbang khas Jepang) yang menandadakan pintu masuk acara yang kental dengan nuansa Jepang. Pada salah satu stage di parkiran FISIP, tertata rapi berbagai stan makanan dan minuman Jepang seperti takoyaki, okonomiyaki, dan ramen. Pemukulan gong sebagai pembukaan acara JW dihadiri oleh Ketua Departemen Sastra Jepang UNAIR, perwakilan dari Konsulat Jendral Jepang di Surabaya, serta Ketua Humas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sementara itu di dalam gedung FIB, terdapat berbagai macam

stand-stand unik, terutama di lantai 3 FIB. Ada berbagai macam

penampilan yang dipertunjukkan, seperti obake yashikiya, rumah hantu ala jepang yang menampilkan Yuki Onna sebagai hantu utamanya. Rumah hantu ini membolehkan pengunjung untuk mencoba sendiri atau berdua dengan tarif tertentu.

Selain itu ada show case chanoyu, upacara penyajian teh hijau dan JW Café yang menampilkan pelayanan dari maid dan butler yang disertai hidangan-hidangan menarik seperti set nasi berserta chicken karaage. Setelah memesan menu yang disediakan, pengunjung dapat meminta untuk foto bersama para pelayan di dalam JW Café. Di ruangan berbeda, terdapat ruang ganti yang dapat dimanfaatkan pengunjung untuk mencoba yukata, jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis.

Sementara di lantai 2 FIB, terdapat display berbagai macam gambaran manga. Ada juga berbagai macam lomba yang diadakan, seperti okeru (karaoke), tabetaikai (lombamakan), dan

kuizutaikai (lomba quiz yang diadakan bagi peserta SMA dari

(15)

secara indoor dan outdoor.

Pada JW kali ini juga terdapat berbagai komunitas yang hadir dan membuka stand di hall FIB. Seperti Aliansi Vocaloid Surabaya dan Komunitas Osu! Surabaya.

“Osu! Surabaya merupakan game berbasis ritme yang dapat diunduh secara gratis,” tutur Bagus Satria, salah satu anggota komunitas Osu! Surabaya yang juga mahasiswa FIB angkatan 2014.

Selain lomba, berbagai penampilan pertunjukan ikut memeriahkan JW kali ini. Seperti penampilan tarian dari Niseikai Yosakoi, penampilan BSO Pakarsajen, dan Mini-Undokai. Menjelang petang terdapat penampilan dari Niseikai Story, dan dilanjutkan dengan penutupan untuk menyambut hari kedua JW UNAIR 2016. (*) Penulis: Lovita Martafabella dan Aldi Syahrul Putra

Editor: Binti Q. Masruroh

MM FEB UNAIR Raih Akreditasi

Internasional ABEST21

UNAIR NEWS – Dalam mendukung UNAIR sebagai world class university, peningkatan kualitas fakultas menjadi hal yang

tidak bisa ditawar. Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR menyadari hal itu dengan terus berupaya meningkatkan kualitasnya sehingga semakin diakui di dunia internasional. Rabu (2/3), program Magister Manajemen (MM) FEB UNAIR berhasil meraih akreditasi dari ABEST21 (The Alliance on Business

Education and Scholarship for Tomorrow, a 21s t century

(16)

bisnis tersebut diserahkan langsung oleh Presiden ABEST21 Prof. Fumio Itoh kepada Dekan FEB UNAIR, Prof. Dian Agustia yang didampingi Ketua Task Force dan Anggota tim akreditasi ABEST21 Departemen Manajemen Dr. Sri Gunawan dan Nuri Herachwati MSi. di Tokyo, Jepang.

Hadir dalam kesempatan tersebut Duta Besar RI untuk Jepang Yusron Ihza Mahendra.

Proses pengajuan akreditasi oleh FEB UNAIR sudah dilakukan sejak tahun 2014, setelah sebelumnya FEB UNAIR sudah menjadi anggota ABEST21 sejak tahun 2013. Akreditasi ini akan berlaku selama lima tahun, terhitung sejak 1 April 2016 nanti.

Wakil Dekan I FEB UNAIR, Dr. Rudi Purwono mengaku senang dengan adanya penghargaan tersebut.

“Dengan diperolehnya akreditasi tersebut, tentu saja kami berharap lulusan FEB UNAIR akan semakin diakui di dunia internasional,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa dalam waktu dekat FEB UNAIR juga akan mengajukan akreditasi AUN-QA untuk program studi sarjananya.

Selain mendapat pengakuan internasional berupa akreditasi dari ABEST21, FEB UNAIR sebelumnya juga telah dinobatkan sebagai lima besar fakultas ekonomi dan bisnis terbaik di Indonesia oleh Eduniversal Business School Ranking. Lembaga pemeringkat perguruan tinggi yang berpusat di Paris, Perancis tersebut menempatkan FEB UNAIR di posisi kelima setelah FEB UI, IPMI International Business School, SBM ITB, dan FEB UGM. FEB UNAIR dinyatakan sebagai sekolah bisnis dengan predikat local

reference with strong global influence. (*)

(17)

Mahasiswa

Sastra

Jepang

Terbantu Native Speaker yang

Jadi Asisten Dosen

UNAIR NEWS – Sudah delapan tahun ini, Jurusan Sastra Jepang

menjalin kerjasama dengan Ashinaga Foundation. Salah satu bentuknya, yayasan dari Jepang itu mengirimkan dua orang

native speaker untuk menjadi asisten dosen. Menariknya, usia

mereka relatif sama dengan para mahasiswa. Umumnya, mereka adalah mahasiswa semester enam atau tujuh di kampus masing-masing.

Tahun ini, dua asisten dosen dari Jepang itu adalah Seira Oie dan Kenya Yoshida. Seira merupakan mahasiswi semester tujuh dari Universitas Kuansei Gakuin. Sementara Kenya merupakan mahasiswa semester tujuh Universitas Tenri.

“Mereka membaur dengan para mahasiswa. Para mahasiswa biasa jalan-jalan bareng dengan mereka. Bahkan, ke luar kota,” kata Ghulam Bintang Syahrial, salah satu mahasiswa Sastra Jepang. Dia mengatakan, kehadiran native sangat membantu proses perkuliahan. Para mahasiswa bisa langsung mempraktekkan ilmu dan kemampuan bahasa Jepang pada orang asli negeri Sakura. Bahkan, dua orang itu juga mengajar kaligrafi huruf kanji.

Baik Seira maupun Kenya merasa senang sudah bisa berkenalan dengan mahasiswa Indonesia. Mereka mendapat banyak pengalaman menarik. Sayangnya, per tanggal 1 Maret 2016, dua mahasiswa asal Nippon itu bakal pulang ke kampung halaman.

“Saya akan sangat merindukan teman-teman di sini,” kata Seira saat ditemui di gedung Fakultas Ilmu Budaya Selasa (23/2) lalu. “Kehangatan kawan-kawan tidak akan mungkin bisa kami lupakan,” tambah Kenya.

(18)

Para native dari Ashinaga Foundation biasanya datang ke Indonesia sejak April tiap tahun. Lantas, berakhir pada Februari tahun berikutnya. Selain mengirimkan mahasiswa Jepang untuk berbagi ilmu di Indonesia, yayasan ini juga memberi peluang summer course untuk para mahasiswa. (*)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Resto Fast Food / Bakery Touch Screen Version adalah aplikasi komputer yang dikembangkan khusus untuk bidang usaha bakery, toko roti dan

Beberapa sumber lain yang mengatakan bahwa kata organisasi berasal dari bahasa Inggris, yakni organization, yang berarti menyusun atau mengatur bagian-bagian yang

Pola operasi embung menggunakan aturan operasi berdasarkan tampungan, didapatkan batas minimum embung berkisar 0% - 90% dan dari hasil simulasi operasi embung

Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa persentase perokok tertinggi terdapat pada kelompok laki-laki dengan tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahaya rokok,

 KINERJA  2017:  Laba  Bersih  Telkom  (TLKM)  Naik  14,4%  Menjadi  Rp22,14  Triliun.  PT  Telekomunikasi  Indonesia  (Persero)  Tbk.  Atau  Telkom 

Pada rumusan masalah, peneliti ingin lebih memfokuskan pada aspek pola interaksi komunitas olahraga futsal sebagai media interaksi sosial masyarakat, sedangkan