• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KULTUR JARINGAN UNTUK MENGHASILKAN BIBIT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) Specific Pathogen Free (SPF).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN KULTUR JARINGAN UNTUK MENGHASILKAN BIBIT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) Specific Pathogen Free (SPF)."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

20 Oktober 2011

PENGEMBANGAN KULTUR JARINGAN UNTUK MENGHASILKAN BIBIT

RUMPUT LAUT

(Kappaphycus alvarezii) Specific Pathogen Free (SPF).

Apri Arisandi*, Marsoedi1, Happy Nursyam2, Aida Sartimbul3 *

Jurusan IKL FP Universitas Trunojoyo 1,2 Jurusan MSP FPIK Universitas Brawijaya 3 Jurusan PSPK FPIK Universitas Brawijaya

Korespondensi :JL. Raya Telang PO.BOX 2 Kamal-Bangkalan 69162Hp 08125261907 E-mail: apri_unijoyo@yahoo.com

ABSTRACT

Widespread infection of ice-ice disease in Indonesia affect the growth and life Kappaphycus alvarezii, which in turn can lead to crop failure. This research aims to determine the possibility of producing seeds Kappaphycus alvarezii Specific Pathogen Free (SPF) using tissue culture methods. The research was used tissue culture methods with the Conway media, last calculated Thallus growth and cell morphology was observed. Results showed that the average daily gain in all units of observation are very high (> 7%). The results of morphological observation showed that cells Kappaphycus alvarezii free from infectious diseases and epiphytes.

Keywords: tissue culture, growth, Kappaphycus alvarezii

PENDAHULUAN

Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) merupakan salah satu program nasional yang dicanangkan oleh Presiden RI, sebagai strategi umum yang ditujukan untuk: a) Peningkatan kesejahteraan petani, nelayan dan petani hutan; b) Peningkatan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan; c) Menjaga kelestarian sumber daya pertanian, perikanan, dan kehutanan. Rumput laut adalah salah satu dari tiga komoditas utama yang diharapkan dapat berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (Dinas Kelautan & Perikanan, 2009). Rumput laut mengandung bahan yang cukup penting yaitu karaginan. Carragenophyta adalah kelompok penghasil karagenan dari kelompok Rhodophyceae. Karaginan merupakan suatu jenis galaktan dan berbentuk garam bila bereaksi dengan sodium, kalsium dan potassium, umum digunakan pada industri makanan, khususnya sebagai emulsifier pada industri minuman (Ricohermoso et al., 2007).

Keberhasilan budidaya rumput laut selain tergantung dari kesesuaian lahan dan penguasaan teknologi budidaya juga sangat tergantung dengan musim. Penyediaan bibit dan hasil budidaya yang tidak kontinu, khususnya pada masa pertumbuhan rumput laut lambat dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung akibat serangan epifit dan infeksi penyakit, merupakan masalah yang sering dihadapi oleh pembudidaya rumput laut (Parenrengi et al., 2007). Hal tersebut juga terjadi pada

Kappaphycus alvarezii yang banyak dibudidayakan di perairan Sumenep Madura, sehingga biomass yang dihasilkan sangat fluktuatif.

Salah satu penyakit yang banyak menyerang rumput laut adalah ice-ice. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih. Thallus menjadi rapuh dan mudah putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa thallus menjadi putih dan membusuk. Infeksi akan bertambah berat akibat serangan epifit yang menghalangi penetrasi sinar matahari sehingga tidak memungkinkan thallus rumput laut melakukan fotosintesa (Largo et al., 1995, Vairappan et al., 2007) (Gambar 1).

(2)

(a) (b)

Gambar 1. Rumput laut yang terinfeksi ice-ice (a) dan serangan epifit (b)

Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice adalah

Pseudoalteromonas gracilis, Pseudomonas spp., dan Vibrio spp. Agarase dari bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice (Largo et al., 1995). Epifit yang menyerang rumput laut adalah Neosiphonia apiculata, Cerannium sp, Acanthophora sp dan

Centroceros sp. Infeksi penyakit dan serangan epifit, selain dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan kematian juga memberikan dampak terhadap rendahnya kualitas carrageenan yang dihasilkan oleh rumput laut (Vairappan, 2006).

Berdasarkan hasil analisis situasi dan kenyataan di lapangan, maka dapat diketahui permasalahan ditinjau dari proses budidayanya adalah kemampuan memproduksi bibit rumput laut berkualitas sangat rendah akibat perumbuhan lambat, serangan hama dan infeksi penyakit terutama pada bulan Mei sampai September. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan upaya pembuatan bibit yang bebas penyakit dan epifit (Specific Pathogen Free/SPF) menggunakan metode kultur jaringan.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2010. Kultur jaringan di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Rumput laut spesies Kappaphycus alvarezii, diperoleh dari hasil pembibitan nelayan di Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep. Media untuk kultur jaringan yaitu media air laut buatan dan media conway. Teknik kultur jaringan menggunakan metode seperti yang dilakukan Hurtado & Biter (2007) dengan menggunakan air laut buatan steril, media conway dan di tambah antibiotik.

Dimulai dengan pembuatan media conway dan air laut buatan, serta menempatkannya di dalam botol-botol kaca. Eksplan diambil sepanjang 10 cm dari bagian ujung thallus Kappaphycus alvarezii (Suryati et al., 2007). Peralatan disterilkan menggunakan etanol, dan eksplan juga disterilisasi melalui tiga tahapan. Eksplan di potong menjadi 0,5 cm selanjutnya ditanam pada masing-masing botol sesuai perlakuan. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow, botol kaca yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak di tempat yang steril.

Pengamatan dilakukan setiap hari selama 14 hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan thallus. Eksplan dan media yang terkontaminasi diganti dengan yang baru (Hayashi et al., 2008). Pada hari ke 15 dilakukan pengamatan dan perhitungan terhadap morfologi dan pertumbuhannya. Data hasil pengamatan morfologi dan perhitungan pertumbuhan dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan

Pengamatan pertambahan berat eksplan Kappaphycus alvarezii setelah dikultur jaringan selama 14 hari juga dilakukan, untuk menguatkan dugaan dan hasil yang diperoleh setelah pengamatan morfologi sel. Untuk mengetahui pertumbuhan eksplan Kappaphycus alvarezii, maka dilakukan

(3)

3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

20 Oktober 2011

perhitungan rata–rata pertumbuhan hariannya (ADG) (Gambar 2). ADG merupakan cerminan peningkatan persentase berat rata-rata individu per hari selama jangka waktu tertentu (Amin et al., 2008). 7,58 7,34 7,04 6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6 7,8 A B C Unit Pengamatan ADG (%)

Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan harian eksplan Kappaphycus alvarezii

Hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa, kisaran rata-rata pertumbuhan harian yang cukup tinggi yaitu lebih dari 7%, secara umum relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai ADG Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan di alam. Padahal menurut Munoz et al. (2004) pada budidaya di laut Kappaphycus alvarezii yang baik mempunyai rata-rata pertumbuhan harian minimal 3%. Diduga tingginya rata-rata-rata-rata pertumbuhan harian Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan karena di dalam media conway terdapat zat-zat pemacu pertumbuhan, sehingga hasilnya lebih tinggi dari pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan di alam.

Hal tersebut seperti pernyataan Nambisan (1999), bahwa thallus yang dikultur jaringan mempunyai pertumbuhan yang tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan alaminya, karena di dalam media kultur jaringan terdapat zat pemacu pertumbuhan seperti hormon auksin. Kondisi lingkungan yang stabil serta diatur sesuai dengan kisaran hidup dan tumbuh rumput laut juga menyebabkan pertumbuhan relatif baik. Seperti yang diungkapkan oleh Lobban & Harrison (1994) bahwa alga sebagai tumbuhan air, akan mengandalkan kemampuannya dalam memproduksi senyawa-senyawa khusus untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Hal tersebut terkait dengan adaptasi lingkungan fisika, kimia dan biologinya. Oleh karena itu kandungan senyawa aktif di dalam alga akan berfluktuasi mengikuti perubahan lingkungannya.

Menurut Choi et al. (2010) alga di laut akan mengalami pertumbuhan yang lambat, apabila salinitas terlalu rendah (kurang 15 ppt) atau terlalu tinggi (lebih 35 ppt) dari kisaran salinitas yang sesuai dengan syarat hidupnya hingga jangka waktu tertentu. Hal itu akibat dari terganggunya kerja enzim dan turunnya tekanan turgor di dalam sel yang pada akhirnya menghambat pembelahan sel. Terganggunya kerja enzim mempengaruhi mekanisme fisiologi dan biokimia, sedangkan turunnya tekanan turgor mempengaruhi proses perubahan tekanan osmosis yang berkaitan erat dengan peran membran sel dalam proses transpor nutrient.

Morfologi sel

Hasil penelitian Largo et al. (1995) menunjukkan bahwa agarase yang diproduksi oleh bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan penting terhadap infeksi penyakit ice-ice. Hasil penelitian Nurjanna (2008) mengenai identifikasi terhadap isolat bakteri dari Kappaphycus alvarezii yang terinfeksi penyakit ice-ice dan air laut sebagai media budidayanya, ditemukan bahwa hasil uji secara morfologi dan biokimia dari isolat bakteri tersebut, terdapat 4 spesies termasuk golongan gram negatif yaitu Chrommobacterium, Acinotobacter (dominan), Flavocytofaga, Vibrio.

(4)

Bakteri tersebut juga terdapat di air laut, sehingga ada kecenderungan bahwa bakteri yang terdapat di air laut menginfeksi Kappaphycus alvarezii yang luka.

Menurut Musa & Wei (2008) infeksi bakteri dapat berpengaruh terhadap jaringan dan sel rumput laut, sebab menurut Hamoda (1995) beberapa bakteri memiliki kemampuan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat diekskresikan ke luar selnya, sehingga mampu mendegradasi senyawa organik yang terdapat pada lingkungan tempat tumbuhnya. Padahal Lakitan (2011) menyatakan bahwa, dinding sel tanaman mempunyai fungsi utama sebagai pelindung dan rangka sel, sehingga apabila dinding sel mengalami kerusakan atau terdegradasi maka dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk sel. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap morfologi sel Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan dibandingkan dengan yang telah terinfeksi ice-ice.

Dinding sel yang utuh dan terlihat kokoh menopang bentuk sel agar tetap lonjong, mengindikasikan bahwa Kappaphycus alvarezii sehat serta tidak terinfeksi penyakit seperti yang tersaji dalam Gambar 3.

Gambar 3. Sel Kappaphycus alvarezii yang tidak terinfeksi penyakit ice-ice

Gejala awal Kappaphycus alvarezii yang terinfeksi penyakit ice-ice ditunjukkan dengan mulai berkerutnya dinding sel, sehingga ukuran sel menjadi lebih kecil dari ukuran semula. Menurut Musa & Wei (2008); Hamoda (1995) bahwa enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh bakteri dapat memutus rantai polisakarida penyusun dinding sel, sehingga tekanan di dalam sel menjadi berkurang akibat keluarnya cairan sel. Berkurangnya cairan di dalam sel menyebabkan pengkerutan dinding dan berkurangnya ukuran sel. Sel-sel yang tidak sehat tersebut selanjutnya mulai mengalami kematian, seperti yang disajikan dalam Gambar 4.

(5)

5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

20 Oktober 2011

Dinding sel tanaman selain mempunyai fungsi utama sebagai pelindung dan rangka sel, juga berperan penting dalam proses distribusi nutrien (Juwono & Juniarto, 2003; Lakitan, 2011). Rusaknya dinding sel dapat mengganggu penyerapan nutrien ke dalam sel, sehingga metabolisme terganggu, enzim rusak dan menghambat pembelahan sel (Salisbury & Ross, 1992). Kerusakan yang semakin parah menyebabkan dinding sel pecah, sehingga cairan sel keluar dan mengakibatkan bentuk sel menjadi relatif tidak beraturan (plasmolisis) (Lobban & Harrison, 1994).

Diduga enzim agarase yang diproduksi oleh bakteri penyebab penyakit ice-ice berfungsi untuk memutus ikatan pada polisakarida dinding sel, sehingga permeabilitas dinding sel terganggu (Doty, 1985) . Menurut Juwono & Juniarto (2003), hal tersebut menyebabkan apparatus golgi, tidak mampu menyeimbangkan konsentrasi cairan di dalam sel dengan konsentrasi cairan di luar sel. Cairan sel yang banyak terserap ke lingkungan menyebabkan sel mengecil.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa, produksi bibit rumput laut SPF dengan menggunakan metode kultur jaringan sangat dimungkinkan, sebagai langkah awal untuk pencegahan infeksi penyakit ataupun epifit.

KESIMPULAN

Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan secara morfologis tidak menunjukkan terinfeksi penyakit dan epifit, serta mempunyai rata-rata pertumbuhan harian yang tinggi (>7%).

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian disertasi di Program Pasca Sarjana Lingkungan Pesisir & Lautan, Prodi. Ilmu Pertanian Fak. Pertanian Univ. Brawijaya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua beserta staf Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya di Malang. Para Reviewer serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan terwujudnya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amin M, TP Rumayar, NF Femmi,D Keemur, and IK Suwitra. 2008. The Assessment Of Seaweed (Eucheuma cotonii) Growing Practice Of Different Systems And Planting Seasons In Bangkep Regency Central Sulawesi. Indonesian Journal Of Agriculture1(2), 132-139. Choi TS, EJ Kang, JH Kim, and KY Kim. 2010. Effect of salinity on growth and nutrient uptake of

Ulva pertusa (Chlorophyta) from an eelgrass bed. Algae. 25 (1): 17-25.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pemerintah Provinsi Banten. Serang. 74 hal.

Doty MS. 1985. Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 – 45.

Hamoda MF. 1995. Biotreatment of Waste Water Using Aerated Submerged Fixed-Film Reactor.

Journal Environmental Biotechnology. Kluwer Academic Publishers.

Hayashi L, NS Yokoya, DM Kikuchi, & EC Oliveira. 2008. Callus Induction and Micropropagation Improved by Colchicine and Phytoregulators in Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae). J Appl Phycol20: 653-659.

Hurtado AQ & AB Biter. 2007. Plantlet Regeneration of Kappaphycus alvarezii var. adik-adik by tissue culture. J Appl Phycol19:783–786

Juwono & Juniarto, A.Z., 2002. Biologi Sel. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Semarang. 98 hal. Lakitan B. 2011. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Edisi ke-1, cetakan ke-9. PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta. 205 hal.

Largo DB, K Fukami and T Nishijima. 1995. Occasional Pathogenic Bacteria Promoting ice-ice Disease in The Carrageenan-Producing Red Algae Kappaphycus alvarezii and Eucheuma denticulatum (Solieriaceae, Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Applied Phyciology 7: 545-554.

Lobban CS & PJ Harrison. 1994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridges University Press. 366 pp.

(6)

Munoz J, YF Pelegrin & D Robledo. 2004. Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) Color Strains in Tropical Waters of Yucatan, Mexico. Aquaculture 239: 161-177.

Musa N. And LS Wei. 2008. Bacteria Attached on Cultured Seaweed Gracilaria changii at Mangabang Telipot, Terengganu. Academic Journal of Plant Sciences 1 (1): pp. 01-04. Nambisan P. 1999. Seaweed Biotechnology. Cyanobacterial and Algal Metabolism and Environment

Biotechnology. Narosa Publishing Haouse. New Dehli. India. Pp. 236-246.

Nurjanna IM. 2008. Identifikasi Bakteri Yang Diisolasi Dari Rumput Laut Yang Terserang Penyakit Ice–Ice. Buletik Teknik Letkayasa Akuakultur. vol. 7 (1) 2008 : 79-82

Parenrengi A., E Suryati & R Syah. 2007. Penyediaan Benih dalam Menunjang Kebun Bibit dan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Makalah Simposium Nasional Riset Kelautan dan Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 12 hal.

Ricohermoso M., PB Bueno & VT Sulit. 2007. Maximizing Opportunities in Seaweeds Farming. MCPI/NACA/SEAFDEC. 8 pp.

Salisbury FB and CW Ross. 1992. The Role Of Light In Seedling Establishment and Later Vegetative Growth. In Plant Physiology, Salisbury F. B and Ross C. W., ed., Wadsworth Publishing Company, Belmont, pp. 456-459.

Suryati E, S Redjeki, A Tenriulo & Rosmiati. 2007. Perbaikan Kualitas Genetik Benih Rumput Laut Kappaphycus alvarezii melalui Fusi Protoplas. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. 12 hal.

Vairappan CS, CS Chung, AQ Hurtado, E Soya, GB Lhumneur. and Critchley. 2007. Distribution and Symtoms of Epiphyte Infection in Major Carrageenophyte-Producing Farm. Journal of Applied Phycology. 20(5). Pp. 22-23.

Gambar

Gambar 1. Rumput laut yang terinfeksi ice-ice (a) dan serangan epifit (b)
Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan harian eksplan Kappaphycus alvarezii
Gambar 4.  Sel Kappaphycus alvarezii yang menunjukkan gejala terinfeksi penyakit ice-ice

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari pеnеlitian ini juga dipеrkuat olеh pеnеlitian yang dilakukan olеh Badgaiyan dan Vеrma (2014) yang mеnеmukan bahwa kеtеrsеdiaan waktu dan uang

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar Kromium VI (Cr VI) pada air Sungai Pangkajene baik pada pagi dan sore hari menunjukan bahwa logam Kromium VI (Cr VI)

; (2) Probabilitas pekerja sopir untuk berhenti kerja tidak berhubungan dengan jumlah pendapatan yang sudah di peroleh, sehingga NRH¿VLHQ SDUDPHWHU J juga diprediksikan

Asumsi dasar penerimaan mahasiswa baru di Univesitas Terbuka adalah jumlah mahasiswa baru pada masa registrasi di pertengahan tahun akan lebih tinggi daripada

Selanjutnya empati ( empathy ) Bank Syariah Mandiri cabang Palembang mengenai pengetahuan Bank akan minat dan kemauan nasabah, kesabaran dan kerendahan hati

Saya mencari keterangan perusahaan- perusahaan apa saja yang mengembangkan teknologi face recognition hingga kegiatan kantor selesai pada pukul 17.00.. Saya menulis

Kemahiran proses sains (KPS) merupakan nadi bagi pembelajaran sains. Maka, penuntut- penuntut ilmu sains mestilah menguasai kemahiran ini. Kemahiran ini bermula daripada kemahiran