• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGENDALIAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN NILAM. Ika Mustika dan Yang Nuryani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGENDALIAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN NILAM. Ika Mustika dan Yang Nuryani"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

N

ilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting di Indonesia karena 90% kebutuhan dunia akan minyak nilam dipasok oleh Indonesia (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 1991; Mus-tofa 1991). Ekspor minyak nilam Indonesia sebesar 800–1.500 ton senilai US$ 18–53 juta. Minyak nilam atau dikenal dengan nama patchouli oil banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan pencampur dan fiksatif (pengikat wangi-wangian) dalam industri parfum, farmasi dan kosmetik, serta industri makanan dan minuman. Daerah penghasil utama minyak nilam adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan areal tanam sekitar 9.000 ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi

Perkebunan 2004). Dari areal tersebut, 75% tersebar di NAD, 20% di Sumatera Utara, dan sisanya di Sumatera Barat, Bengkulu, dan daerah lainnya di Sumatera dan Jawa. Meskipun tanaman nilam mempu-nyai prospek yang cukup cerah untuk di-kembangkan, dalam pembudidayaannya terdapat beberapa kendala di antaranya penyakit yang disebabkan oleh nematoda (Djiwanti dan Momota 1991; Mulyodi-hardjo 1991; Mustika et al. 1991). Serangan nematoda dijumpai hampir di seluruh pertanaman nilam di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan NAD.

Nematoda utama pada tanaman nilam adalah Pratylenchus brachyurus, Meloidogyne spp. (M. incognita dan M. javanica), dan Radopholus similis. Serangan nematoda secara tidak langsung

dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi serta status hara tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terham-bat, warna daun menjadi kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati (Evans 1982; Melakeberhan et al. 1987). Serangan nematoda dapat menyebabkan kerugian hasil hingga 75% (Mustika 1996).

Selama kurun waktu 60 tahun ter-akhir, pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia (sintetis) masih memegang peranan penting karena cara-cara pengendalian lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Cara pengendalian nematoda dengan meng-gunakan nematisida kimiawi dapat me-nimbulkan dampak negatif berupa kera-cunan pada manusia dan hewan peliha-raan, pencemaran air tanah, serta

ter-STRATEGI PENGENDALIAN NEMATODA

PARASIT PADA TANAMAN NILAM

Ika Mustika dan Yang Nuryani

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

ABSTRAK

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting di Indonesia. Salah satu kendala dalam peningkatan produktivitas tanaman nilam adalah serangan nematoda parasit seperti Meloidogyne spp., Pratylenchus brachyurus, dan Radopholus similis. Serangan nematoda tersebut dapat menurunkan hasil hingga 75%. Strategi pengendalian nematoda pada tanaman nilam di Indonesia dapat dilakukan secara terpadu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian yang sudah ada, yaitu varietas toleran (Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapaktuan), teknik budi daya (pemupukan, bahan organik, mulsa, kapur pertanian), pestisida nabati (bungkil jarak, tepung mimba), musuh alami (bakteri Pasteuria penetrans, bakteri endofit), jamur penjerat nematoda (Arthrobotrys spp., Dactylella spp.), pengendalian kimiawi dengan nematisida, dan mencegah penyebaran nematoda dari daerah terinfeksi ke daerah yang belum terinfeksi.

Kata kunci: Nilam, nematoda, musuh alami, pengendalian terpadu

ABSTRACT

Control strategy of parasitic nematodes on patchouli

Patchouli (Pogostemon cablin Benth.) is an important export commodity in Indonesia. One of the problems in increasing patchouli productivity is plant parasitic nematodes namely Meloidogyne spp., Pratylenchus brachyurus, and Radopholus similis. These nematodes reduce patchouli production as high as 75%. Control strategy of nematodes on patchouli in Indonesia must be conducted integrately by combining available components such as tolerant varieties (Sidikalang, Lhokseumawe, and Tapaktuan), culture methods (fertilizers, organic matter, mulch, dolomite), botanical pesticides (castor meal, neem powder), natural enemies (Pasteuria penetrans, endophytic bacteria, Arthrobotrys spp., Dactylella spp.), chemical pesticides, and preventing nematodes spreading from infested to non-infested areas.

(2)

bunuhnya organisme bukan sasaran ter-masuk musuh alami nematoda seperti jamur dan bakteri.

Pengendalian organisme penggang-gu tanaman (OPT), seperti disebutkan dalam UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tana-man, dan Kepmentan No. 887 tahun 1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT, dilaksanakan dengan menerapkan pe-ngendalian hama terpadu (PHT), yaitu suatu cara pengendalian yang memper-hatikan kelestarian lingkungan hidup. Dalam PHT, pengendalian OPT dilaksa-nakan dengan memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan. Melalui PHT, ber-bagai cara pengendalian yang kompatibel diterapkan dengan pertimbangan secara teknis dapat dilaksanakan, secara eko-nomi menguntungkan, secara sosial-budaya diterima masyarakat, dan secara ekologi dapat dipertanggungjawabkan.

Sebagai bagian yang cukup penting dalam pengembangan PHT, pengendalian nematoda pada tanaman nilam harus berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, strategi pengendalian nematoda harus didasarkan pada konsep pengendalian yang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya. Beberapa komponen pengendalian nematoda pada tanaman nilam telah dihasilkan, antara lain teknik budi daya, agen hayati, pestisida nabati, varietas toleran, dan pengendalian ki-miawi. Untuk memperoleh teknik pengen-dalian nematoda secara terpadu, beberapa komponen masih diperlukan antara lain pergiliran tanaman, baik dengan tanaman bukan inang nematoda maupun dengan varietas nilam tahan nematoda atau tanaman perangkap.

Strategi pengendalian nematoda pada tanaman nilam akan efektif apabila dilaksanakan secara terpadu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian, antara lain varietas tahan atau toleran, teknik budi daya (pergiliran tanaman, bahan organik, tanaman pe-rangkap, pemberaan), pengendalian hayati termasuk pemanfaatan pestisida nabati, pengendalian kimiawi, dan men-cegah penyebaran nematoda, termasuk peraturan karantina. Berikut ini adalah komponen-komponen pengendalian ne-matoda pada nilam yang perlu dipadukan satu dengan lainnya agar diperoleh cara pengendalian yang kompatibel.

SERANGAN NEMATODA

PADA TANAMAN NILAM

Serangan nematoda pada tanaman nilam dilaporkan terdapat di Jawa Barat (Dji-wanti dan Momota 1991), Sumatera Barat (Pupuk Iskandar Muda 1991), dan NAD (Sriwati 1999). Beberapa jenis nematoda parasit yang menyerang tanaman nilam adalah P. brachyurus, M. incognita, M. hapla, Scutellonema, Rotylenchulus, Helicotylenchus, Hemicriconemoide dan Xiphinema (Djiwanti dan Momota 1991) serta Radopholus similis (Mustika et al. 1991; Mustika dan Nuryani 1993). Di antara nematoda tersebut, P. brachyurus, M. incognita, dan R. similis adalah yang paling merusak dibandingkan dengan spesies lainnya. Pada umumnya perta-naman nilam tersebar pada tanah dengan pH 4,50−5,50 (Mustika dan Nurmansyah 1993). Kisaran kemasaman tersebut sa-ngat sesuai bagi perkembangan nematoda parasit terutama Pratylenchus spp. (McLean dalam Wallace 1987).

Tanaman nilam yang terserang nematoda pertumbuhannya terhambat, daun-daun menjadi kuning klorosis (mirip kekurangan unsur hara N, P, dan K) atau kemerahan (Gambar 1). Hal ini terjadi karena nematoda merusak perakaran tanaman sehingga penyerapan air dan unsur hara terganggu. Bila populasi Meloidogyne spp. dominan, gejala yang tampak adalah buncak akar (bengkak pada akar), sedangkan bila R. similis atau P. brachyurus yang dominan, gejala yang tampak adalah luka-luka nekrosis pada akar (Mustika dan Rachmat 1998; Mustika dan Nazarudin 1999). Kadang-kadang gejala tersebut muncul bersamaan. Pada serangan lanjut akar akan membusuk dan akhirnya tanaman mati. Gejala khas serangan nematoda pada tanaman nilam di lapang adalah penyebarannya sporadis atau berkelompok. Serangan nematoda

juga menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lain seperti jamur, bakteri, dan virus. Serangan me-nurunkan produktivitas dan kualitas hasil. Pada skala rumah kaca, serangan nematoda dapat mengurangi bobot ba-gian atas tanaman (pucuk, daun, dan cabang) sekitar 3,26−45,19%, bergantung pada jenis nematoda yang menyerang (Harni dan Mustika 2000). Serangan nematoda juga dapat menurunkan kan-dungan klorofil A dan B berturut-turut 5,89−26,91% dan 12,47%, serta kadar minyak sebesar 5,33−14,16% (Sriwati 1999). Di lapangan, serangan nematoda menurunkan produksi nilam hingga 75% (Mustika 1996). Kultivar Jawa (Girilaya) lebih toleran terhadap nematoda daripada kultivar Aceh (Sidikalang), Tapak Tuan dan Lhokseumawe (Mustika dan Nuryani 1993).

STRATEGI PENGENDALIAN

Nematoda parasit tanaman dapat diken-dalikan dengan cara sanitasi, pergiliran tanaman, pemilihan waktu tanam, penggu-naan tanaman resisten, bahan kimia, dan secara hayati dengan menggunakan agen biotik maupun abiotik (Sayre 1980a; 1980b). Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, pengendalian nematoda dilakukan secara hayati terpadu antara lain dengan menggunakan musuh alami (agen hayati), bahan organik, tanaman antagonis, dan rotasi tanaman (Dickson et al. 1992a; Rodriguez-Kabana 1992; Madulu et al. 1994). Franco et al. (1992) telah menyusun strategi pengen-dalian nematoda secara terpadu meng-gunakan varietas tahan atau toleran, teknik budi daya, agen hayati, rekayasa genetik, fisik, kimia dan karantina. Keberhasilan pengendalian tersebut

Gambar 1. Pertanaman nilam sehat (kiri) dan gejala tanaman nilam terserang nematoda (kanan).

(3)

didukung oleh transfer teknologi dan evaluasi di tingkat petani melalui pen-didikan dan pelatihan.

Berdasarkan komponen pengen-dalian nematoda pada tanaman nilam yang saat ini sudah ada maka strategi pengen-dalian nematoda di Indonesia akan lebih efektif bila dilaksanakan secara terpadu yang didukung oleh kegiatan penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta transfer teknologi dan evaluasi di tingkat petani. Beberapa komponen pengendalian ne-matoda pada tanaman nilam yang dapat dipadukan menjadi satu kesatuan pengen-dalian adalah varietas tahan atau toleran, teknik budi daya (pemupukan, pergiliran tanaman, penggunaan bahan organik), pemanfaatan agen hayati, penggunaan pestisida (nabati dan kimia), serta men-cegah penyebaran.

Varietas Tahan atau Toleran

Cara yang paling efektif untuk mengen-dalikan penyakit tanaman termasuk yang disebabkan oleh nematoda adalah dengan menggunakan varietas tahan atau toleran (McKenry dan Roberts 1985; Franco et al. 1992). Di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) telah tersedia 28 nomor nilam Aceh hasil eksplorasi plasma nutfah nilam di berbagai daerah sentra produksi. Kadar minyak nomor-nomor tersebut bervariasi antara 1,60–3,59% (Nuryani et al. 1999). Untuk mengetahui tingkat ketahanannya

ter-hadap nematoda R. similis, P. brachy-urus, dan M. incognita, telah dilakukan pengujian di rumah kaca dan lapangan pada beberapa nomor nilam Aceh dan satu nomor nilam Jawa. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, kecuali nomor 0022 (nilam Jawa), tidak ada nomor nilam yang tahan terhadap ketiga spesies nematoda tersebut. Meskipun demikian, tiga nomor (0003, 0013, dan 0024) termasuk agak rentan (toleran) terhadap R. similis, tiga nomor (0003, 0004, dan 0013) toleran terhadap M. incognita, dan enam nomor (0003, 0004, 0007, 0008, 0009, dan 0013) toleran terhadap P. brachyurus (Tabel 1). Dalam upaya mengurangi kerugian hasil akibat serangan nematoda, ada beberapa alternatif penggunaan varietas nilam toleran disesuaikan dengan kondisi lahan, yaitu: 1) pada lahan yang tanahnya terinfeksi M. incognita, nilam yang sesuai adalah nomor 0003, 0004, atau 0013, 2) pada lahan yang tanahnya terinfeksi R. similis, varietas nilam yang dapat ditanam adalah nomor 0003, 0013 atau 0024, 3) pada lahan yang terinfeksi P. brachyurus, varietas yang sesuai adalah nomor 0003, 0004, 0007, 0008, 0009 atau 0013, dan 4) pada lahan yang terinfeksi M. incognita, R. similis, dan P. brachyurus, nilam yang ditanam sebaiknya nomor 0003 atau 0013. Tiga nomor nilam toleran terhadap nematoda, yaitu nomor 0013 (Sidikalang), nomor 0007 (Lhokseumawe), dan nomor 0012 (Tapak Tuan), telah dilepas berturut-turut melalui SK Mentan No.319/Kpts/ SR.120/8/2005; No.320/Kpts/SR.120/8/

2005; dan No.321/Kpts/SR.120/8/2005. Ketiga varietas tersebut toleran terhadap nematoda serta potensi produksi dan kadar minyaknya tinggi (Tabel 1). Pengujian lebih lanjut di rumah kaca menunjukkan bahwa nomor 0013 dan 0022 (Pogostemon heyneanus) selain toleran terhadap R. similis, juga toleran terhadap penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (Nasrun et al. 2003). Oleh karena itu, nomor 0013 paling ideal untuk dikembangkan lebih lanjut, karena selain toleran terhadap tiga spesies nematoda, juga toleran terhadap bakteri R. solanacearum.

Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yaitu nilam Aceh (Pogostemom cablin Benth.), nilam Jawa P. heyneanus Benth.), dan nilam sabun (P. hostensis) (Guenther 1952). Nilam yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah nilam Aceh karena kadar minyak dan kualitas minyaknya tinggi (Nuryani dan Hadipoentyanti 1994), tetapi peka terhadap serangan nematoda (Nuryani et al. 2001). Nilam Jawa kadar minyaknya rendah tetapi toleran terhadap serangan nematoda.

Ketahanan tanaman terhadap nema-toda terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain melalui prapembentukan mo-lekul beracun, adanya penghalang fisik, reaksi hipersensitif, dan terbentuknya senyawa antimikroba atau fitoaleksin (Giebel 1982; Dropkin 1989). Hasil pene-litian menunjukkan bahwa kandungan fenol dan lignin pada akar nilam Jawa lebih tinggi daripada nilam Aceh. Terdapat

Tabel 1. Ketahanan beberapa nomor nilam terhadap nematoda, produksi terna kering, produksi minyak, kadar minyak, dan kadar patchouli alkohol (p.a).

No. R. similis M. incognita P. brachyurus Produksi terna Produksi minyak Kadar minyak p.a.

(t/ha) (kg/ha) (%) (%) 0002 Rentan Tahan Rentan - - 2,65 -0003 Agak rentan (toleran) Agak rentan (toleran) Agak rentan (toleran) 9,49 291,30 3,07 32,67 0004 Rentan Agak rentan (toleran) Agak rentan (toleran) - - 2,31 -0007 Rentan Rentan Agak rentan (toleran) 11,09 355,89 3,21 32,63 0008 Tidak diuji Rentan Agak rentan (toleran) - - - -0009 Sangat rentan Rentan Agak rentan (toleran) - - 2,84 -0012 Rentan Sangat rentan Sangat rentan 13,28 375,76 2,83 33,31 0013 Agak rentan (toleran) Agak rentan (toleran) Agak rentan (toleran) 10,90 315,06 2,89 32,95 0022 Tahan Tahan Tahan 12,18 - 1,64 32,85 0024 Agak rentan (toleran) Tidak diuji Tidak diuji - - - -Nomor 0022 = nilam Jawa (P. heyneanus). -Nomor-nomor lainnya = nilam Aceh (P. cablin): -Nomor 0007 (Lhokseumawe), 0012 (Tapak Tuan), dan 0013 (Sidiakalang) sudah dilepas.

(4)

indikasi bahwa ketahanan nilam Jawa terhadap nematoda disebabkan oleh tingginya kandungan fenol dan lignin pada akar (Mustika et al. 2001), seperti yang terjadi pada ketahanan tanaman pisang terhadap nematoda R. similis (Fogain dan Gowen 1996; Volette et al. 1998).

Untuk memperoleh varietas nilam tahan nematoda dan berkadar minyak tinggi, telah dilakukan fusi protoplas antara nilam Aceh (kadar minyak tinggi, rentan terhadap nematoda) dengan nilam Jawa (toleran terhadap nematoda). Dari 30 genotipe hasil fusi, 12 nomor mengan-dung fenol dan lignin tinggi yang me-rupakan indikasi toleran terhadap nema-toda (Nuryani et al. 2001). Nomor-nomor hasil fusi dengan kandungan fenol dan lignin tinggi dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelompok dengan kandungan fenol lebih tinggi dari nilam Jawa yaitu nomor 9 II 33.

2. Kelompok dengan kandungan lignin lebih tinggi dari nilam Jawa, yaitu nomor 9 IV 14-0.1 dan 9 II 34-0.1. 3. Kelompok dengan kandungan lignin

hampir sama dengan nilam Jawa, yaitu nomor-nomor 2 IV 1-0.6, 9 II 3-0.1, 9 II 8-1.2, 9 I1 6-0.1, 9 II 20-0.4, 9 IV 2-0.2, 9 IV 6-0.1, 9 IV 13-0.1, dan 9 IV 14-0.1. Genotipe-genotipe tersebut memiliki kandungan fenol atau lignin lebih tinggi dari tetuanya nilam Jawa yang tahan ter-hadap nematoda sehingga nomor-nomor harapan tersebut kemungkinan toleran atau tahan terhadap nematoda. Namun, ketahanan genotipe-genotipe tersebut perlu diuji lebih lanjut baik di rumah kaca maupun di lapangan.

Teknik Budi Daya

Pergiliran tanaman

Pada umumnya nilam dibudidayakan secara polikultur di lahan bukaan baru dengan sistem perladangan berpindah, tanpa pengolahan tanah dan pemupukan (Djazuli dan Emmyzar 1998). Pola tanam demikian akan memacu perkembangan berbagai hama dan penyakit, karena dalam pola tersebut terdapat berbagai tanaman yang mungkin merupakan inang dari hama atau patogen tertentu termasuk nematoda. Pergiliran tanaman merupakan cara yang efektif untuk mengurangi populasi

ne-matoda dalam tanah (Dropkin 1980; Rodriguez-Kabana 1992). Jenis tanaman yang digunakan dalam pola pergiliran tanaman sebaiknya bukan merupakan inang nematoda yang menyerang nilam serta mempunyai nilai ekonomi.

Cabai, kacang-kacangan, dan akar wangi dapat digunakan dalam pola rotasi tanaman nilam karena bukan merupakan inang nematoda yang menyerang tana-man nilam, khususnya R. similis dan P. brachyurus. Pengendalian M. incognita dengan pergiliran tanaman sangat sulit karena nematoda tersebut mempunyai kisaran inang sangat luas (Rodriguez-Kabana 1992). Meskipun demikian, beberapa jenis tanaman antagonis sangat efektif untuk mengendalikan Meloido-gyne spp., antara lain jarak (Ricinus communis), wijen (Sesamum indicum), partridge pea (Cassia fasciculata), marigold (Tagetes spp.), Crotalaria spectabilis dan Crotalaria sp. Tanaman-tanaman tersebut menghasilkan senyawa yang bersifat antihelmintik atau nemato-statik (Gommers dan Bakker, 1998 dalam Rodriguez-Kabana 1992).

Nilam Jawa tahan terhadap nematoda (M. incognita, P. brachyurus, dan R. similis) sehingga dapat digunakan dalam pola pergiliran tanaman dengan nilam Aceh. Saat ini pola pergiliran tanaman nilam dilakukan dengan penanaman 1−2 siklus dengan tanaman lain seperti legum dan palawija. Pergiliran tanaman ber-tujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah, menghindari efek alelopati, serta memutus siklus hama dan penyakit (Emmyzar dan Ferry 2004).

Pemupukan

Agar tanaman tahan terhadap serangan nematoda, pemenuhan akan hara yang berimbang sangat diperlukan. Umumnya tanaman akan mudah terserang nematoda bila kekurangan hara. Setelah terserang nematoda, tanaman menjadi lemah, dan luka pada akar akibat serangan nematoda dapat menjadi tempat masuknya patogen lain seperti jamur, bakteri, dan virus (Mc Kenry dan Roberts 1985).

Pada tanah podsolik merah keco-kelatan dengan pH 6, takaran pupuk untuk tanaman nilam adalah N 120 kg, P2O5 80 kg, dan K2O 100 kg/ha. Pada tanah latosol cokelat, tanaman nilam perlu dipupuk urea 250 kg, TSP 70 kg, dan KCl 140 kg/ha (Tasma dan Wahid 1988). Pada tanah

podzolik merah kuning, pupuk yang diperlukan adalah N 120 kg (266,70 kg urea), P2O5 80 kg (177,80 kg TSP), dan K2O 100 kg/ha (166,70 kg KCl/ha) (Yudarsif et al. 1994).

Penggunaan bahan organik (kotoran ayam, sapi, kambing, sekam padi, serbuk gergaji atau tepung biji mimba) dapat mengurangi populasi nematoda M. incog-nita dan P. brachyurus pada nilam, dan efektivitasnya hampir sama dengan nematisida karbofuran 3%. Menurut Sayre (1980a), penggunaan bahan organik meru-pakan dasar dalam pengendalian nema-toda secara hayati, karena bahan organik dapat memacu perkembangan mikroorga-nisme antagonis dalam tanah seperti jamur, bakteri, dan nematoda predator. Tasma dan Wahid (1988) menggunakan mulsa lalang atau belukar sebagai sumber bahan organik. Penggunaan pupuk NPK, dolomit, dan mulsa daun akar wangi pada lahan yang terinfeksi nematoda di Jawa Barat mampu menghasilkan terna basah (bagian daun dan ranting) sekitar 11,44 t/ ha, sedangkan bila tanpa mulsa hasilnya hanya 9,75 t/ha (Mustika et al. 1995).

Selain berfungsi sebagai bahan organik, mulsa juga berperan dalam mempertahankan kelembapan tanah. Hasil pelapukan bahan organik bersifat racun terhadap nematoda serta mampu memacu perkembangbiakan dan aktivitas mikroorganisme antagonis yang meru-pakan musuh alami nematoda seperti jamur, bakteri, dan antagonis lainnya (Sayre 1980a).

Pada umumnya pertanaman nilam tersebar pada tanah dengan kemasaman (pH) 4,50–5,50 (Mustika dan Nurmansyah 1993). Menurut McLean dalam Wallace (1973), kisaran kemasaman tersebut sangat sesuai bagi perkembangan nema-toda parasit, terutama Pratylenchus spp. Oleh karena itu, penambahan kapur pertanian atau dolomit sangat diperlukan untuk menekan perkembangan nematoda. Pemberian dolomit 500 kg/ha mening-katkan pH tanah dari 5,15 menjadi 6,04, menekan populasi nematoda Praty-lenchus dan Meloidogyne sekitar 55%, serta meningkatkan produksi daun basah sebesar 121% (Mustika et al. 1995).

Beberapa jenis tanaman diketahui mengandung bahan aktif yang dapat membunuh nematoda (Alam dan Jairajpuri 1990). Tanaman tersebut dapat diman-faatkan sebagai pestisida nabati dan diaplikasikan dalam bentuk cair, tepung atau butiran. Selain itu, tanaman tersebut

(5)

dapat dimanfaatkan sebagai tanaman perangkap (trap crop) yang diusahakan dalam bentuk pola tanam seperti pergiliran tanaman atau tumpang sari. Di Amerika, tanaman jarak dan wijen digunakan dalam pola pergiliran tanaman kacang tanah, kedelai, dan kapas untuk mengendalikan nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.). Tanaman jarak dan wijen sangat efektif menekan populasi Meloidogyne spp. serta mampu meningkatkan hasil kacang tanah dan kedelai (Rodriguez-Kabana. 1992). Pola pergiliran tanaman dengan menggunakan wijen atau jarak disebut sebagai ”pola pergiliran tanaman aktif” karena kedua tanaman tersebut mengeluarkan eksudat akar yang toksik terhadap Meloidogyne spp.

Pengendalian Hayati

Nematoda mempunyai banyak musuh alami termasuk jamur, bakteri, dan nema-toda predator (Sayre 1980a; McKenry dan Roberts 1985). Musuh alami dari golong-an jamur golong-antara lain adalah Arthrobotrys oligospora, Dactylaria brochopaga, Dactylella spp., Paecilomyces lilacinus, Catenaria spp., dan Nematophthora gynophila, dari golongan bakteri adalah Pasteuria penetrans dan dari golongan nematoda predator di antaranya adalah Mononchus sp., Seinura sp., dan Disco-laimus sp.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri P. penetrans serta jamur Arthro-botrys spp., Dactylaria spp., dan Dacty-lella spp. cukup efektif untuk menekan populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman nilam. P. penetrans adalah bakteri obligat yang dapat memarasit sekitar 205 spesies nematoda parasit tanaman, termasuk 96 genus dan 10 ordo yang tersebar di seluruh dunia (Sturhan 1988). Nematoda parasit tanaman yang dapat terinfeksi oleh P. penetrans antara lain adalah M. incognita, M. arenaria, M. javanica, Pratylenchus scribneri, P. brachyurus, Helicotylenchus, Xiphinema diversicaudatum, dan R. similis. Bakteri tersebut menyebabkan nematoda betina tidak dapat berkembang lebih lanjut, reproduksinya terhambat dan akhirnya mati (Sayre 1980a; 1980b; Stirling 1987; Cho et al. 2003).

Bakteri P. penetrans merupakan agen hayati yang cukup potensial untuk digunakan sebagai pengendali nematoda. Spora bakteri menempel pada tubuh

nema-toda kemudian berkecambah dan menem-bus kutikula nematoda. Selanjutnya perkembangbiakan nematoda terhambat dan akhirnya mati (Gambar 2). Pada tanaman nilam, penggunaan P. penetrans yang dikombinasikan dengan bahan organik (kotoran sapi) dapat menekan populasi nematoda (Meloidogyne spp. dan P. brachyurus) sehingga produksi terna meningkat 70,95% (Mustika et al. 2000).

Agen hayati lain yang cukup poten-sial dikembangkan sebagai pengendali nematoda pada tanaman nilam adalah jamur Arthrobotrys sp., Dactylaria sp. (Mustika 1998), serta bakteri endofit Bacillus subtilis dan Pseudomonas flourescens (Harni et al. 2005). Nematoda yang terserang jamur Arthrobotrys atau Dactylaria terperangkap atau terjerat dalam jaringan hifa jamur tersebut sehingga aktivitas dan perkembangbiak-an nematoda berkurperkembangbiak-ang (Sayre 1980a; Jatala 1985; Mustika 1998). Penggunaan jamur Arthrobotrys sp. dikombinasikan dengan kotoran sapi dapat menekan populasi nematoda (Meloidogyne spp. dan P. brachyurus) sehingga produksi terna meningkat 31,32% (Mustika et al. 2000). Bakteri endofit dapat menghambat perkembangan nematoda melalui anti-biotik dan enzim pendegradasi yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Hallmann et al. 2001).

Bakteri P. penetrans serta jamur Arthrobotrys sp., Dactylaria, dan Dactylella sp. efektif untuk mengen-dalikan nematoda pada tanaman ni-lam. Penggunaan P. penetrans dapat mengurangi populasi Meloidogyne sebesar 88% dan P. brachyurus 90%, serta meningkatkan produksi terna 47−71% (Mustika et al. 2000). Aplikasi Arthrobotrys sp. dapat mengurangi populasi nematoda Meloidogyne spp. dan P. brachyurus pada akar nilam

berturut-turut sebesar 86% dan 20% sehingga produksi terna meningkat 31,32%. Efektivitas jamur Arthrobotrys tersebut hampir sama dengan karbofuran (Mustika et al. 2000). Penggunaan bakteri endofit masih pada tahap percobaan di rumah kaca.

Pestisida Nabati

Berbagai jenis tanaman diketahui me-ngandung senyawa toksik terhadap ne-matoda. Grainge dan Achmed (1988) mengemukakan bahwa sekitar 2.400 jenis tanaman mengandung racun yang dapat mematikan hama tanaman, 147 jenis di antaranya dapat mematikan nematoda. Mustika (1999) menyatakan bahwa be-berapa tanaman penting yang berfungsi sebagai nematisida nabati dan sudah banyak diteliti di Indonesia adalah mimba (Azadirachta indica), tagetes (T. erecta, T. minuta), srikaya (Annona squamosa, A. glabra, A. montana, A. reticulata), jarak (R. communis), serai wangi (Cym-bopogon nardus), serai dapur (C. citra-tus), lempuyang pahit (Zingiber ameri-cans), lempuyang wangi (Z. aromaticum), dan lempuyang gajah (Z. zerumbet). Di antara tanaman-tanaman tersebut, mimba, jarak, tagetes, dan srikaya paling banyak digunakan. Kandungan bahan aktif mimba terutama adalah azadirachtin. Bungkil jarak mengandung senyawa aktif ricin yang sangat beracun bagi nematoda. Kan-dungan bahan aktif dalam srikaya yang bersifat nematisidal adalah asimisin dan anonin, sedangkan kandungan bahan aktif dalam tagetes adalah senyawa tiopenik (Gommers 1973).

Jarak, mimba, serai dapur, Crotalaria mucronata, dan Ocimum sanctum dapat membunuh nematoda karena bagian-bagian tanaman tersebut mengandung senyawa racun terhadap nematoda antara lain alkaloid dan tanin (Grainge dan Achmed 1988). Jarak mengeluarkan nyawa antihelmintik (nematostatik) se-hingga dapat digunakan sebagai tanaman antagonis untuk mengendalikan nema-toda (Rodriguez-Kabana 1992). Senyawa ricin dalam bungkil jarak dapat membunuh beberapa spesies nematoda, seperti Trichodorus christiei, Xiphinema americanum, Helicotylenchus erithri-nae, Globodera rostochiensis, Hetero-dera schachtii, Hoplolaimus indicus, M. incognita, M. arenaria, dan M. javanica (Grainge dan Achmed 1988). Ekstrak Gambar 2. Nematoda terinfeksi oleh

(6)

sederhana daun jarak 10% mampu mem-bunuh P. brachyurus hingga 100% pada empat hari setelah perlakuan (Harni dan Mustika 1998). Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa pemberian bungkil jarak 10 g/2 kg tanah mampu menekan populasi nematoda P. brachy-urus pada tanaman nilam hingga 61% (Mustika et al. 2000). Ekstrak daun jarak (Harni dan Mustika 1998) atau bungkil jarak (Mustika 1999) juga mampu menekan populasi P. brachyurus pada tanaman nilam. Menurut Grainge dan Achmed (1988), semua bagian tanaman jarak mengandung senyawa yang bersifat ne-matisidal antara lain ricinin. Oleh karena itu, jarak sangat potensial digunakan sebagai pestisida nabati, khususnya untuk mengendalikan nematoda

Mimba merupakan salah satu tanam-an ytanam-ang btanam-anyak kegunatanam-annya, ytanam-ang sangat penting adalah sebagai pestisida nabati (Schmuterrer 1995). Mimba me-ngandung senyawa yang bersifat pesti-sidal seperti nimbidin, thiomenon, azadi-rachtin, nimbin, nimbidic acid, kaemferol, quercetin, meliantriol, dan salanin (Alam dan Jairajpuri 1990). Mimba efektif mengendalikan nematoda seperti Aphe-lenchus avenae, HelicotyAphe-lenchus ery-thrinae, Hoplolaimus indicus, M. arenaria, M. incognita, M. javanica, P. brachyurus, P. delattrei, dan Roty-lenchulus reniformis (Grainge dan Achmed 1988). Hasil penelitian in vitro menunjukkan bahwa ekstrak sederhana daun mimba dengan konsentrasi 1,50; 1; dan 0,50 kg daun segar/l air mampu membunuh P. brachyurus setelah 3 hari perlakuan (Harni dan Mustika 1998).

Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi mengguna-kan nematisida harus merupamengguna-kan alternatif terakhir apabila teknik pengendalian yang lain dinilai tidak berhasil, dan harus dilakukan secara bijaksana. Yang di-maksud dengan penggunaan nematisida secara bijaksana adalah: 1) nematisida yang digunakan adalah jenis yang terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian, 2) memenuhi kriteria 6 tepat, yaitu tepat jenis, mutu, waktu, sasaran (nematoda dan tanamannya), dosis dan konsentrasinya, serta cara dan alat aplikasinya, dan 3) tidak membahayakan manusia dan lingkungan.Terdapat 12 formulasi nematisida yang diizinkan

digunakan untuk tanaman pangan, horti-kultura, dan perkebunan, yaitu dazomet 98%, karbofuran 3% (empat nama dagang), fenamifos 10%, natrium metam (tiga nama dagang), etoprofos 10%, kadusafos 10%, dan oksamil 100,60 g/l (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura 1996). Pengendalian secara kimiawi umum-nya dilakukan menggunakan nematisida yang bersifat fumigan dan nonfumigan. Penggunaan nematisida nonfumigan ber-tujuan untuk melindungi tanaman agar tetap berproduksi meskipun nematoda tidak tereradikasi. Nematisida nonfumigan digunakan sebelum, pada saat, atau setelah tanam. Di luar negeri, beberapa jenis nematisida nonfumigan yang umum digunakan untuk mengendalikan nema-toda adalah karbamat, aldikarb, dan oksamil.

Mencegah Penyebaran

Salah satu cara pengendalian nematoda parasit adalah dengan mencegah penye-barannya dari suatu daerah ke daerah lain yang diketahui masih bebas dari ne-matoda parasit tertentu. Meskipun secara ekonomi mencegah penyebaran nema-toda secara langsung tidak mengun-tungkan, pada keadaan tertentu, apabila cara tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan cara-cara lainnya akan mampu menekan populasi nematoda.

Nematoda parasit bergerak sangat lambat. Untuk dapat menyebar, nematoda memerlukan media pembawa seperti tanah, tanaman, dan manusia. Penyebaran dapat juga melalui angin, air, dan binatang. Stadia aktif hampir semua nematoda sangat rentan terhadap kekeringan. Untuk penyebaran jarak jauh, beberapa nema-toda mempunyai stadia tahan atau stadia istirahat yang tahan terhadap kekeringan. Pada keadaan lingkungan yang sesuai, nematoda pada stadia tahan atau stadia istirahat tersebut akan berkembang biak dan membentuk suatu populasi.

Mencegah penyebaran atau masuk-nya nematoda ke daerah lain dapat di-lakukan dengan: 1) sanitasi benih dengan mencuci atau membersihkan benih meng-gunakan nematisida dan desinfektan yang tidak mempengaruhi daya tumbuh benih, serta sanitasi alat transportasi dan lain-lain, 2) tidak menggunakan benih dari daerah yang terserang nematoda, 3) sertifikasi benih nilam bebas nematoda (Meloidogyne spp., R. similis, dan P.

brachyurus, dan 4) pemberdayaan pe-nangkar benih, baik yang diusahakan oleh pemerintah maupun swasta.

Transfer Teknologi dan Evaluasi

di Tingkat Petani

Transfer teknologi dan evaluasi di tingkat petani dapat dilakukan melalui on farm research yang melibatkan petani andalan. Untuk itu, semua komponen pengendalian nematoda nilam yang sudah ada perlu dikaji di tingkat petani melalui kerja sama Balittro dengan Balai Pengkajian Tekno-logi Pertanian, disesuaikan dengan varie-tas nilam dan spesies nematoda yang dominan di sentra produksi dan daerah pengembangan. Dalam pengkajian ini, komponen-komponen pengendalian di-aplikasikan secara terpadu. Agar petani dapat mengadopsi teknologi, perlu di-lakukan pelatihan dan pendidikan para petugas melalui Sekolah Lapang Pengen-dalian Hama Terpadu (SLPHT).

Pengendalian secara Terpadu

Pengendalian secara terpadu dilakukan dengan menggabungkan beberapa kom-ponen pengendalian yang sudah ada seperti varietas tahan atau toleran, teknik budi daya (pergiliran tanaman, bahan organik, tanaman perangkap, pemberaan), pengendalian hayati termasuk peman-faatan pestisida nabati, pengendalian kimiawi, dan mencegah penyebaran. Saat ini pengendalian terpadu nematoda pada tanaman nilam meliputi varietas toleran (Sidikalang), agen hayati (bakteri P. penetrans), kapur pertanian, mulsa dan pestisida nabati (bungkil jarak atau tepung biji mimba). Penerapan pengen-dalian tersebut dapat meningkatkan produksi terna hingga 75% (Mustika et al. 2000). Pengendalian dengan mengga-bungkan komponen pengendalian pe-nyakit dan teknik budi daya lainnya masih perlu diteliti.

KESIMPULAN DAN SARAN

Salah satu masalah dalam budi daya nilam di Indonesia adalah serangan nematoda parasit P. brachyurus, R. similis, dan Meloidogyne spp. Komponen pengenda-lian nematoda tersebut telah diperoleh,

(7)

antara lain varietas toleran, teknik budi daya, pestisida nabati, agen hayati dan pestisida kimia.

Strategi pengendalian nematoda pada tanaman nilam dapat dilakukan dengan memadukan komponen pengen-dalian yang sudah ada, yaitu teknik budi daya (pupuk organik dan anorganik, pergiliran tanaman, penggunaan mulsa), varietas toleran (antara lain varietas Sidi-kalang, Tapak Tuan dan Lhokseumawe),

pestisida nabati (tepung mimba, bungkil jarak), agen hayati (bakteri P. penetrans, bakteri endofit, jamur penjerat nematoda), pestisida kimiawi secara terbatas, dan mencegah penyebaran nematoda dari daerah terinfeksi ke daerah yang belum terinfeksi nematoda.

Penelitian untuk memperoleh varie-tas nilam tahan terhadap nematoda masih perlu dilakukan secara

berkesinam-DAFTAR PUSTAKA

Alam, M.M. and M.S. Jairajpuri. 1990. Nema-tode control strategies. Principles and prac-tices. In M.S. Jairajpuri, M.M. Alam, and I. Ahmad (Eds.). Nematode Biocontrol (As-pects and Pros(As-pects). CBS Publishers & Distributors PVT Ltd. Delhi-11032, India. p. 5−15.

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1991. Perkembangan dan permasalahan usaha tani nilam dan tanaman atsiri lain di Aceh. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera, Bukit-tinggi, 31 Agustus 1991. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 36−37.

Cho, M.R., H.Y. Yeong, and Y.M. Choi. 2003. Research on potential of Pasteuria

pene-trans for biological control of root-knot

nematodes in Korea. Home.rda.go.kr/eng/ new/Myoung%20Rae%20cho’s% 20. paper doc. 11 pp.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Nilam. Statistik Perkebunan Indo-nesia 2001−2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta. 22 hlm. Dickson, D.W., Oostendorp, and D.J. Mitchel.

1992a. Development of Pasteuria

pene-trans on Meloidogyne arenaria race-I in

the field. In F.J. Gommers and P.W.Th. Maas (Eds.). Nematology from Molecule to Ecosystem. European Society of Nema-tologist. Inc. Invergrowie, Dundee, Scotland. p. 213−218.

Dickson, D.W., M. Oostendorp, and D.J. Mitchel. 1992b. Development of Pasteuria

penetrans on Meloidogyne incognita and

spores of the obligate hyperparasite

Pas-teuria penetrans. Nematologica 39: 53−64. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Horti-kultura. 1996. Kebijaksanaan Pengelolaan Nematoda pada Tanaman Pangan dan Hortikultura. Makalah pada Seminar Per-himpunan Nematologi Indonesia. Jember, 23–24 Juli 1996. 12 hlm.

Djazuli, M. dan Emmyzar. 1998. Pola tanam. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 70−74.

Djiwanti, R.S. and Momota. 1991. Parasitic nematodes associated with patchouli disease in West Java. Indust. Crops Res. J. 3(2): 31−34.

Dropkin, V.H. 1980. Introduction to Plant Nematology. A Wiley-Interscience Pub-lication, John Wiley & Sons, New York, Chichester, Brisbane. Toronto. 293 pp. Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budi daya

untuk peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam (Pogostemon cablin Benth.). Teknologi Pengembangan Minyak Nilam Aceh. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat XVI(2): 52−61. Evans, K. 1982. Water use, calcium uptake

and tolerance of cyst nematode attack in potatoes. Potato Res. 25: 71−88. Franco, J., R. Montecinos, and N. Ortuno. 1992.

Management strategies of Nacobbus

aber-rans. In F.J. Gommers and P.W.Th. Maas

(Eds.). Nematology from Molecule to Ecosystem. Proceedings of the Second International Nematology Congress, 11−

17 August 1990, Veldhoven, The Nether-lands. p. 240−248.

Fogain, R. and S.R. Gowen. 1996. Investigations on possible mechanisms of resistance to nematodes in Musa euphytica. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands. 92: 375−381.

Giebel, J. 1982. Mechanisms of resistance to plant nematodes. Ann. Rev. Phytopathol. 20: 257−279.

Gommers, F.j. 1973. Nematicidal Principles in Compositae. Disertation. Wageningan Agric. Univ. the Netherlands. 73 pp.

Grainge, M. and S. Achmed. 1988. Hand Book of Plant With Pest Control Properties. John Willey & Sons, NY. 470 pp. Guenther, E. 1952. The Essential Oils. 2nd Ed.

D. van Nostrand Co. Inc., New York. p. 552–574.

Hallmann, J., Quadt-Hallman, R. Rodriguez-Kabana, and J.W. Kloepper. 2001. Inter-action between Meloidogyne incognita and

endophytic bacteria in cotton and cucum-ber. Soil Biol. Biochem. 30(7): 925−937. Harni, R. dan I. Mustika. 1998. Pengaruh

ekstrak daun jambu mente, kayu manis, pepaya, dan jarak terhadap Pratylenchus

brachyurus pada nilam. Prosiding Seminar

Nasional. Seminar IV PFI Komda Jateng dan DIY, Surakarta, 5 Desember 1998. hlm. 85−90.

Harni, R. dan I. Mustika. 2000. Potensi jamur penjerat nematoda untuk mengendalikan nematoda parasit tanaman. Dalam Peman-faatan Mikroba dan Parasitoid dalam Agro Industri Tanaman Rempah dan Obat. Per-kembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat XII(1): 52−58.

Harni, R. dan I. Mustika. 2002. Pengendalian nematoda parasit tanaman lada berwawasan lingkungan. Teknologi Budi daya Organik Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat XIV (1): 17−26.

Harni, R., A. Munif, Supramana, and I. Mustika. 2005. Isolation and physiological charac-terization of endophytic bacteria from patchouli to control Pratylenchus

brachy-urus. International Conference of Crops

Security, Malang, 22−24 September 2005. Abstract.

Hewlett, T.E., D.W. Dickson, and M. Serracin. 1997. Biocontrol of Nematodes by

Pas-teuria spp. Methods for studying PasPas-teuria

spp. for biological control of nematode. http://www.cpes.peachnet.edu/nemabc/ pasteuria.htm. 6 pp. [15 November 2002] Jatala, P. 1985. Biological control of plant para-sitic nematodes. Ann. Rev. Phytopathol. 24: 453−489.

Johnson, A.W. 1992. Nematode management on vegetable crops. In F.J. Gommers and P. W.Th. Maas (Eds.). Nematology from Molecule to Ecosystem. Proceedings of the Second International Nematology Cong-ress, 11−17 August 1990, Veldhoven, The Netherlands. p. 234−239.

bungan, dan genom-genom baru yang berindikasi tahan terhadap nematoda diuji di lapang. Untuk mendukung implemen-tasi strategi pengendalian nematoda pada tanaman nilam secara terpadu, perlu adanya transfer teknologi ke petani. Untuk itu perlu dibangun pemberdayaan dan koordinasi berbagai pihak terkait, baik instansi pemerintah, swasta maupun petani.

(8)

Madulu, J.D., D.L. Trudgil, and M.S. Philips. 1994. Rotational management of

Meloi-dogyne javanica and effects on Pasteuria penetrans and tomato and tobacco yields.

Nematologica 40: 438−455.

Melakeberhan, H., J.W. Webster, R.C. Brook, J.M. D’Auria, and M. Cacckette. 1987. Effect of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its influence on plant physiology of bean. J. Nematol. 19: 324−330.

McKenry, M.V. and P.A. Roberts. 1985. Phytonematology Study Guide. Coopera-tive Extension Univ. of California. Division of Agriculture and Natural Resources. Publication 4045. 56 pp.

Mustika, I., Y. Nuryani, dan O. Rostiana. 1991. Nematoda parasit pada beberapa kultivar nilam di Jawa Barat. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 4(1): 9–14. Mustika, I. and O. Rostiana. 1992. The growth

of four patchouli cultivars infected with

Pratylenchus brachyurus. J. Spice and

Medicinal Crops 1(2): 11−18.

Mustika, I. dan Nurmansyah. 1993. Nematoda parasit pada tanaman nilam di Sumatera Barat. Laporan Survai. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 13 hlm. Mustika, I. and Y. Nuryani. 1993. Screening for resistance of four patchouli cultivars to

Radopholus similis. J. Spice and Medicinal

Crops 1(2): 11−17.

Mustika, I. 1995. Serangan nematoda pada tanaman rempah dan obat. Media Komu-nikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 15: 28−33.

Mustika, I., A.S. Rahmat, dan Suyanto. 1995. Pengaruh pupuk, pestisida dan bahan organik terhadap pH tanah, populasi nematoda dan produksi nilam. Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 15: 70−74.

Mustika, I. 1996. Prospek pengendalian nema-toda parasit tanaman secara hayati. Makalah pada Kongres Nasional II dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Nematologi Indonesia. Jember, 23−24 Juli 1996. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember. 8 hlm. Mustika, I. 1998. Pemanfaatan bakteri

Paste-uria penetrans untuk pengendalian

nema-toda Meloidogyne incognita dan

Radopho-lus similis. Laporan RUT. Dewan Riset

Nasional, Jakarta. 82 hlm.

Mustika, I. dan A. Rachmat. 1998. Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Dalam D. Sitepu, N. Indrarto, E. Karmawati, E.S. Mulyani, I. Mustika, Supriadi, dan T. Subagyo. Pedoman Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Industri, Bogor. hlm. 108−110.

Mustika, I. dan S.B. Nazarudin. 1999. Nematoda pada tanaman nilam. Monograf Tanaman

Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Mustika, I. 1999. Pestisida nabati untuk mengendalikan nematoda parasit tanaman.

Dalam Pemanfaatan Pestisida Nabati.

Per-kembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat XI(2): 47−57.

Mustika, I., R.S. Djiwanti, dan R. Harni. 2000. Pengaruh agensia hayati, bahan organik dan pestisida nabati terhadap nematoda tanaman nilam. Laporan Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Tahun 1999/2000. hlm. 85−92.

Mustika, I. dan R. Harni. 2001. Pengaruh ekstrak jarak (Ricinus communis) dan mimba (Azadirachta indica) terhadap

Pratylenchus brachyurus pada tanaman

nilam. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, 22−24 Agustus 2001. hlm. 433−437.

Mustika, I., R.S. Djiwanti, dan R. Harni. 2001. Peningkatan produktivitas tanaman nilam melalui pengendalian penyakit. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rem-pah dan Obat, Bogor. hlm. 1−8.

Mustika, I., Y. Nuryani, dan R. Harni. 2002. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan nilam (Pogostemon spp.) dan kemungkinan keta-hanannya terhadap Pratylenchus brachyurus. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat XIII(1): 1−10.

Mulyodihardjo, S. 1991. Program Pengem-bangan penanaman atsiri di Sumatera. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Tana-man Atsiri di Sumatera. Bukittinggi, 31 Agustus 1991. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Mustofa, A. 1991. Pola agroindustri atsiri di pedesaan. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Tanaman Atsiri di Sumatera. Bukit-tinggi, 31 Agustus 1991. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Nasrun, Y. Nuryani, Hobir, dan Repianyo. 2003.

Seleksi ketahanan varietas nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia

solana-cearum). Laporan Penelitian. Balai

Pene-litian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 15 hlm.

Nuryani, Y. dan E. Hadipoentyanti. 1994. Koleksi, konservasi, karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah tanaman atsiri. Review Hasil dan Program Penelitian Plasma Nutfah Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. hlm. 209−219. Nuryani, Y., Hobir, C. Syukur, dan I. Mariska.

1997. Peningkatan kadar minyak nilam (Pogostemon cablin Benth.) melalui per-baikan varietas. Makalah pada Simposium dan Kongres PERIP. Bandung, 24−25 September. 8 hlm.

Nuryani, Y., C. Syukur, R. Harni, Yelnititis, Repianyo, dan I. Mustika. 1999. Tanggap

beberapa klon nilam (Pogostemon cablin Benth.) terhadap nematoda pelubang akar (Radopholus similis Cobb.). Jurnal Pene-litian Tanaman Industri 5(3): 103-106. Nuryani, Y., I. Mustika, dan C. Syukur. 2001.

Kandungan fenol dan lignin tanaman nilam hibrida (Pogostemon sp.) hasil fusi pro-toplas. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 7(4): 104−108.

Nuryani, Y., Hobir, C. Syukur, dan I. Mustika. 2004. Usulan pelepasan varietas nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 28 hlm.

Nuryani, Y., C. Syukur, dan R. Harni. 2004. Evaluasi ketahanan nilam hasil fusi terhadap nematoda (Pratylenchus brachyurus). La-poran Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 12 hlm. Pupuk Iskandar Muda. 1991. Perkembangan dan

permasalahan usaha tani nilam dan tana-man atsiri lain di Aceh. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera. Bukittinggi, 31 Agustus 1991. hlm. 36–47. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Rodriguez- Kabana, R. 1992. Cropping systems for the management of phytonematodes. Nematology from Molecule to Ecosystem.

In F.J. Gommers and P.W.Th. Maas (Eds.).

Proceedings of the Second International Nematology Congress, 11−17 August 1990, Veldhoven, The Netherlands. p. 219−233. Sasser, J.N. and C.C. Carter. 1985. Overview of the International Meloidogyne Project. In J.N. Sasser and C.C. Carter (Eds.). An Advanced Treatise on Meloidogyne. Vol. I. Biology and Control. p. 19−24. Inter-national Meloidogyne Project. Printed by North Caroline State Univ. Graphics. Sayre, R.M. 1980a. Promising organism for

biological control of nematodes. Plant Dis. 64: 527−532.

Sayre, R.M. 1980b. Biocontrol: Bacillus

penetrans related parasites of nematodes.

J. Nematol. 12: 260−270.

Schmuterrer. 1995. The Neem Tree

Azadi-rachta indica A. Juss. and Other Meliaceous

Olants. VCH Verlagsgesllschat mbH, D-69451Weinheim (Budesrepublik Deutsch-land). 696 pp.

Sriwati, R. 1999. Ketahanan beberapa kultivar nilam (Pogostemon cablin Benth.) terhadap

Pratylenchus brachyurus (Godfrey) Filipjev

& Stekhoven. Program Pascasarjana Ins-titut Pertanian Bogor. 42 hlm.

Stirling, G.R. 1987. Host specificity of

Paste-uria penetrans within genus Meloidogyne.

Nematologica 31: 203−209.

Sturhan, D. 1988. New host and geographycal records of nematode parasitic bacteria. Nematologica 331: 350−356.

Tasma, I.M. dan P. Wahid. 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap

(9)

pertum-buhan dan hasil nilam. Jurnal Penelitian Tanaman Industri XVI(3): 31−34. Volette, C., C. Andary, J.P. Geiger, J.L. Sarah,

and M. Nicole. 1998. Histochemical and cytochemical investigation of phenols in roots of banana infected by burrowing nematode Radopholus similis. The Ameri-can Phytopathological Society.

Wallace, H.R. 1973. Effects of nematode para-sites on photosynthesis. Vistas on Nemato-logy. A commemoration of the Twenty-fifth Anniversary. Society of Nematology. p. 253−259.

Yudarsif, A. Faisal, dan A. Denian. 1994. Pengaruh pupuk dan jarak tanam terhadap

produksi tanaman nilam (Pogostemon

cablin Benth.) pada tanah Podzolik Merah

Kuning. Prosiding Seminar Penelitian Tana-man Rempah dan Obat. Sub-Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Solok. hlm. 7−14.

Gambar

Gambar 1. Pertanaman nilam sehat (kiri) dan gejala tanaman nilam terserang nematoda (kanan).
Tabel 1. Ketahanan beberapa nomor nilam terhadap nematoda, produksi terna kering, produksi minyak, kadar minyak, dan kadar patchouli alkohol (p.a).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji Persepsi pegawai yang Dirasakan dari Keadilan Prosedural dalam Konteks Outsourcing pada Kinerja Tugas, Kinerja

[r]

Tahap kefahaman para pelajar aliran Sains dan bukan Sains masing-masing adalah sederhana (41.30%, 31.50). Julat markat maksimum dan markat manimum adalah besar untuk kedua-dua

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan hubungan antara birokrasi dan politik yang sangat erat akan menjadi alat kepentingan di dalam pelaksanaan

muista Jee- susta Kristus- ta, kuolleista herätettyä / ylösnoussutta herättää kuolleista, (med./pass.) nousta kuol- leista 2. nousee toinen pappi nousta esiin joukosta

Bundesministerium für Familie, Senioren, Frauen und Jungen Öffentliche Beteiligung der Bevölkerung in Organisationen und Institutionenteilnehmende Aktiv Monitor

Jadi, pembahasan struktur lakon AR sajian Ki Anom Suroto dalam penelitian ini meliputi struktur dramatik yang dalam drama wayang disebut lakon (alur, tema,