MENGGALI ULANG POTENSI PERIKANAN LAUT DI SEGARA ANAKAN CILACAP
Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah bagian selatan yang mempunyai posisi stratgeis. Secara nasional, sesuai Rencana Tata Wilayah Ruang Naional (RTRWN) Kabupaten Cilacap telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang seharusnya seluruh aktivitas ekonomi dan sosial didukung dengan sarana/prasarana bertaraf nasional dan sebaliknya aktivitas terebut mampu memberikan nilai tambah/konstribusi yang besar bagi perekonomian nasional. Lebih dari itu, dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi (MP3EI), Cilacap ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Perhatian Investasi (KPI) prioritas dengan berbagai potensi investasi. Salah satunya adalah potensi Kawasan Segara Anakan yang merupakan Kawasan Andalan Nasional dalam RTRWN.
Segara Anakan merupakan
satu-satunya komplek hutan mangrove yang terletak di Kabupaten Cilacap dan sebagian di wilayah Kabupaten Ciamis ( 7°35′ – 7°46′ S and 108°45′ – 109°01′ E) dengan luas lebih dari 6.000 ha.. Ekosistem hutan terdiri dari berbagai
habitat dengan lebih dari 26 jenis magrove, 45 varietas ikan laut, 85 jenis
burung, 160-180 mycteria cinerea, 25 jenis leptoptilos javanicus dan
beberapa spesies binatang lainnya. Kondisi ini dapat memberikan keuntungan bagi pengembangan perikanan laut dan didukung posisi Segara Anakan yang tidak langsung bersatu dengan laut lepas (Samudera Hindia) menjadikan Segara Anakan sebagai tempat berkembang biak
ikan-ikan laut. Menurut Engineering Consultant Incorporation (ECI)
Amerika Serikat, sekitar 94% dari populasi kepiting di Samudera Hindia menjadikan Segara Anakan sebagai tempat berkembang biak.Potensi
utama dari hasil laut di Segara Anakan adalah udang, kepiting, ikan laut lainnya dan karang. Pada tahun 1994 diperkirakan hasil tangkapan di Segara Anakan sekitar 1.500 ton.
Jenis udang yang dapat di tangkap/dibudidayakan di perairan segara
anakan adalah spesies Metapenaeus elegans (udang jari), Panaeus
merguiensis, Panaeus indicus, Panaeus monodon, Metapenaeus dobson, Metapenaeus ensis, Metapenaeus affinis, para panaeopsis goromandalica, dan nematopaleman tenuipes. Pada kondisi Segara Anakan yang normal/ideal dapat dihasilkan sekitar 200-300 ton udang per
tahun. Kepiting yang dapat ditemui merupakan genus Scylla yang sangat
tergantung kepada habitat mangrove dan populasinya terus menurun.
Sementara, sekurang-kurangnya terdapat 60 jenis ikan laut yang dapat di tangkap diperairan Segara Anakan termasuk ikan dari laut lepas.Jenis karang yang dapat di tangkap oleh nelayan Kampung Laut antara lain Geloina of erosa (totok) dan Anadora (bulu dan darah). Pada tahun 1990-an, konstribusi perikanan dari segara anakan sekitar Rp 62-83 milyar pertahun, namun terus mengalami penurunan yang saat ini hanya sekitar Rp 15-18 milyar per tahun. Terjadi perubahan komposisi tangkapan dari tahun 1991 ke tahun 2000 dimana populasi tangkapan ikan menurun sementara udang meningkat salah satunya akibat tingginya sedimentasi.
Penurunan produkivitas perikanan tersebut sangat
dirasakan oleh
masyarakat, yang mana saat ini, hasil tangkapan
ikan hanya dapat
digunakan untuk
menyambung hidup.
Tentunya ini sangat ironis dengan potensi yang ada
Pemerintah telah melakukan identifikasi/penelitian yang menyebabkan menurunnya produktivitas perikanan di Segara
Anakan. Penyebab utama adalah telah terjadi proses sedimentasi yang menyebabkan delta, berkurangnya hutan mangrove akibat penebangan liar oleh masyarakat, salah kelola pengembangan tambak udang/kepiting oleh masyarakat dan tumbuhnya perumahan serta prasarana dasar permukiman.
Segara Anakan merupakan muara dari beberapa sungai besar
diantaranya Citanduy, Cibereum, Cimeneng, Cikonde, dan lainnya.
Komposisi berat dan nilai tangkapan Udang di Segara Anakan- (th 2000)
P erb an d in gan h aisl t an gk ap an U d an g d i Se gar a An ak an d en gan T em p at L ain n ya d i Cilac ap - (t h 2000)
Sedimentation Rate of Segara Anakan Lagoon
Besaran material dan lumpur sedimen diperkirakan sekitar 1 juta meter kubik per tahun yaitu sekitar 740.000 m3 dari sungai Citanduy dan 260.000 m3 dari Sungai Cimeneng. Sedimentasi tersebut telah mengakibatkan terbentuknya pulau-pulau kecil secara sporadis dan menjadi daratan yang menyatu dengan P. Nusa Kambangan. Saat ini luasnya diperkirakan tinggal sekitar 450 ha.
Sedimentasi dan deforestisasi hutan mangrove diperkirakan dapat
menimbulkan kerugain ekonomi dan ekologi sekitar Rp 1,3 Triliun per tahun. Pada tahun 1985, jumlah spesies ikan sekitar 45 spesies dan telah terjadi penurunan pada tahun 1990 menjadi 18 spesies dengan 15 spesies merupakan pendatang baru. Apabila tidak dilakukan langkah-langkan pencegahan sedimentasi dan reboisasi hutan mangrove secara terus menerus, maka potensi perikanan tersebut akan musnah.
Pemerintah telah melakukan upaya-upaya pencegahan atas proses sedimentasi dan penggundulan hutan mangrove tersebut. Tremasuk diantaranya adalah proses pengerukan sedimentasi, namun tetap tidak dapat menahan laju sedimentasi tersebut, dan penamanan kembali pohon mangrove oleh Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan swasta.
Segara Anakan Lagoon Decline Rate
Dredging Project
Proposed rivers reroute Pada tahun 2006, Pemerintah dengan bantuan
Asia Development Bank (ADB) melakukan
penelitian dan mengajukan
penyodetan/pengalihan aliran Sungai Citanduy
dan Cimeneng ke wilayah Provinsi Jawa Barat. Namun usulan tersebut tidak dapat dijalankan karena adanya keberatan dari
masyarakat. Namun demikian, Pemerintah
Kabupaten bersama masyarakat Cilacap tidak boleh menyerah pada kondisi yang ada. Perlu dilakukan upaya-upaya optimalisasi terhadap luasan segara anakan/hutan mangrove yang ada dan minimalisasi sedimentasi terutama sepanjang DAS dan muara
sungai sungai Citanduy dan Cimeneng untuk dapat meningkatkan pupulasi/habitat dan produksi ikan laut. Beberapa hal /kegiatan yang perlu dilakukan oleh masing-masing stakeholder antara lain:
a. Pemerintah Kabupaten Cilacap
Pemerintah segera melakukan identifikasi luasan, fungsi penggunaan dan potensi pengembangan Segara Anakan. Pemkab Cilacap perlu menerbitan Perda tantang Rencana Tata Ruang Pengembangan Wilayah Segara Anakan Cilacap yang mengindtifikasikan fungsi,
struktur dan zonasi penggunaan lahan serta pola
investasi/pembiayaan pengembangan wilayah dengan menerapkan insentive dan disinsentive. Diperjelas zonasi untuk pengembangan
perikanan laut dan digabungkan dengan pengembangan
ekominawisata. Pemkab juga perlu melakukan pembinaan nelayan dengan membentuk kelompok nelayan dan penyediaan bantuan penyuluh, pelatihan/peningkatan teknologi produksi/pengolahan, bibit, jaring, perahu dan pasar ikan. Mendorong swasta untuk berinvestasi secara terintegrasi dan mendorong dana APBD/CSR (Corporate Social Responsibility) untuk rehabilitasi mangrove. Mendorong pemerintah Pusat untuk melakukan rehabilitasi DAS dan muara sungai.
b. Masyarakat Umum dan Swasta
Meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian hutan mangrove, menjaga kelestarian dan kebersihan DAS. Swasta dapat menyediakan dana CSR bagi peningkatan kapasitas nelayan dan reboisasi hutan mangrove serta investasi pengembangan ekominawisata.
c. Masyarakat Kampung Laut/Sekitar Segara Anakan
Menyadari pentingnya fungsi hutan mangrove bagi kelestarian budidaya perikanan laut yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan nelayan. Secara bersama-sama membentuk kelompok nelayan untuk meningkatkan produktivitas tangkapan/pemeliharaan perikanan laut dan meningkatkan inovasi penggunaan pohon mangrove secara berkelanjutan, melakukan swadaya penanaman
kembali hutan mangrove dan inovasi bagi pengembangan
ekominawisata. Mematuhi zonasi yang ditetapkan Pemkab dalam melakukan pengembangan wilayah permukiman.
Usaha-usaha diatas perlu dilakukan secara bersama dan bersinergi. Segara Anakan harus pulih kembali pada fungsinya dan memberikan manfaat ekonomi perikanan laut/wisata bagi masyarakat sekitar dan masyarakat Cilacap pada umumnya, mendukung salah satu visi- misi Trisakti Presiden mendatang yaitu Kedaulatan Pangan.
Daftar Pustaka
Harian Pikiran Rakyat, 6 Maret 2012. Pulau Baru Bermunculan di Segara
Anakan
Hary S Busono. 2008. Perkembangan Perikanan Tangkap Akibat
Perubahan Luasan Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah Bulettin
PSP, Vol 17 No 2
Richard G. Dudley dkk. 2000. Segara Anakan Conservation and
Development Project Components B & C. Consultant’s Report. Segara
Dedy Gunawan, lahir di Kawunganten Cilacap, tinggal dan bekerja sebagai PNS di Jakarta
Dedy mempunyai keahlian dan minat pada bidang kebijakan, strategi, pengembangan wilayah dan prasarana publik (jalan), pembiayaan dan peran swasta dalam infrastruktur publik,
lingkungan, keselamatan jalan, ekonomi/keuangan dan
pengembangan jalan daerah.