• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan ke dalam, ordo Palmales; Famili Palmae; Sub-famili Cocoidae; Genus Elaeis; Spesies: 1. Elaeis guineensis Jacq. (kelapa sawit Afrika) dan 2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera. Varietas/tipe dibedakan berdasarkan: 1. tebal tipisnya cangkang (endocarp) yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera, dan 2. warna buah yaitu Nigrescens, Virescens dan Albescens (Setyamidjaja, 1998). Tipe dura memiliki daging buah (mesocarp) yang tebalnya 2-6 mm, sedangkan cangkang (pericarp) tebal (2-5 mm). Pisifera memiliki daging buah yang tebal (5-10 mm) tetapi tidak memiliki cangkang. hasil persilangan Dura dan Pisifera disebut Tenera yang memiliki daging buah yang tebal (3-10 mm) dan cangkang yang tipis dengan ketebalan 1-2.5 mm (Adiwiganda, 2007). Menurut Pahan (2008) buah nigrescens berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam–hitaman pada waktu matang. Tipe buah nigrescens hampir dominan ditemukan pada varietas tenera yang ditanam secara komersial di Indonesia. Buah virescens berwarna hijau pada waktu muda dan ketika matang warnanya berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijau–hijauan. Buah albescens berwarna keputih–putihan, sedangkan setelah matang berubah menjadi kekuning–kuningan dan ujungnya tetap kehijau–hijauan.

Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate), beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate) atau menyirip. Pahan (2008) menyatakan bahwa daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut: a. Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib). b. Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat. c. Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang. d. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai pelindung kuncup bunga dan memberi kekuatan pada batang.

Batang mempunyai tiga fungsi utama, yaitu 1. sebagai struktur yang mendukung daun, bunga, dan buah; 2. sebagai sistem pembuluh yang mengangkut

(2)

hara dan air dari akar keatas serta hasil fotosintesis dari daun kebawah; serta 3. kemungkinan juga berfungsi sebagai organ penimbunan zat makanan (Pahan, 2008). Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena ruas batang dalam masa awal pertumbuhan tidak memanjang, sehingga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Pemanjangan batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah 35-75 cm per tahun (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005; Pahan, 2008). Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai kira-kira umur 11-15 tahun sehingga setelah itu bekas pelepah daun mulai rontok (Pahan 2008).

Lubis (1992) menyatakan bahwa dari akar primer tumbuh akar sekunder yang tumbuh horisontal dan dari akar sekunder tumbuh akar tersier dan kuarter yang berada dekat pada permukaan tanah. Akar tersier dan kuarter yang paling aktif mengambil air dan hara dari dalam tanah. Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) dari pangkal batang (bole) tumbuh akar primer yang ribuan jumlahnya. Akar primer yang mati segera diganti dengan yang baru. Diameter akar primer berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m, akar sekunder tumbuh dengan diameter 2-4 mm, akar tersier tumbuh dengan diameter 0,1-0,5 mm dengan panjang 1-4 mm. Pahan (2008) menyatakan bahwa sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuarter.

Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12–14 bulan, sebagian dari tandan bunga akan gugur sebelum atau sesudah antesis. Kelapa sawit adalah tumbuhan berumah satu (monoecious), artinya tandan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon, tetapi tidak dalam tandan yang sama. Semua bakal tandan bunga berisikan bakal bunga jantan dan betina, namun pada awal perkembangannya salah satu jenis kelamin menjadi rudimenter dan berhenti tumbuh, sehingga yang berkembang hanya satu jenis kelamin saja (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005).

Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1600, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang

(3)

buah 2–5 cm, beratnya sampai 30 gram. Bagian–bagian buah terdiri atas eksokarp atau kulit buah, mesokarp atau sabut, dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp. Biji terdiri atas endokarp atau cangkang, dan inti (kernel). Inti sendiri terdiri atas endosperm (endosperm) atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula), haustorium dan bakal akar (radicle).

Budidaya Kelapa Sawit

Kegiatan budidaya kelapa sawit adalah kegiatan yang harus dilaksanakan mulai dari pratanam hingga pasca panen, berikut beberapa kegiatan dalam budidaya kelapa sawit.

Pembibitan

Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah permulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman di lapangan, sedangkan bibit unggul merupakan modal dasar dari perusahaan untuk mencapai produktivitas dan mutu minyak kelapa sawit yang tinggi (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Hakim (2007) menambahkan bahwa pembibitan dibagi dua jenis berdasarkan sifatnya, yaitu: pembibitan permanen dan pembibitan terpisah. Pada pembibitan permanen kegiatan menjadi lebih efisien karena semua kegiatan terpusat di satu tempat, sehingga pengawasan akan lebih mudah. Kendala pembibitan permanen, top soil harus diambil dari luar areal pembibitan karena habis digunakan untuk mengisi polybag kecil dan besar yang ada di areal.

Menurut Lubis (1992), beberapa persyaratan yang sebaiknya dimiliki oleh calon lahan untuk pembibitan, antara lain :

1. Dekat dengan sumber air dan bebas dari banjir. 2. Mudah diawasi dan dikunjungi.

3. Dekat dengan areal untuk penanaman dan mudah dijangkau 4. Tanahnya cukup top soil, subur dan gembur.

5. Letaknya berdekatan dengan sumber tenaga kerja. 6. Areal datar sampai dengan agak bergelombang.

(4)

Persiapan areal dan Penanaman

Lubis (1992) mengemukakan bahwa kegiatan untuk persiapan areal dan penanaman terdiri atas: merintis dan mengukur, pembukaan areal, pemberantasan alang-alang, penanaman penutup tanah, pengajiran, pembuatan petakan, dan pembuatan lubang tanam. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, biasanya dilakukan pembuatan jalan dan sarana penunjang lainnya. Kegiatan survei di lapangan dilakukan untuk mengetahui: bentuk areal, batas-batas areal, topografi tanah, jenis vegetasi dan keadaan lapangan lainnya sebagai pedoman perencanaan kegiatan selanjutnya dalam bentuk peta yang lebih terinci.

Pembukaan areal mencakup babat pendahuluan, pengimasan dan penebangan pohon. Babat pendahuluan dan pengimasan dilakukan dengan membersihkan semak belukar dan pohon kecil yang berdiameter 10 cm, sedangkan penebangan pohon dilakukan dengan gergaji (chain saw) atau kapak pada pohon berdiameter lebih dari 10 cm (Lubis, 1992).

Petakan pada areal dengan kemiringan lahan mencapai 20°, dibuat dengan sistem teras untuk mengurangi erosi dan memperbesar daya infiltrasi air ke tanah (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Lebar teras dibuat berkisar tiga sampai empat meter, sedangkan lebar penghubung antartanaman satu meter (Pahan, 2008).

Pahan (2008) menyatakan bahwa untuk mendapatkan pertanaman yang teratur, sebelum penanaman bibit di lapangan dilakukan pengajiran untuk mengatur jarak tanam, jarak antar baris dan kerapatan tanaman (Tabel 1). hal ini berguna dalam menentukan tempat bibit akan ditanam serta jalan dan sarana lainnya akan dibuat.

(5)

Tabel 1. Jarak Tanam, Jarak Antar Baris dan Kerapatan Tanaman per Hektar

Jarak tanam (m) Jarak antar baris (m) Kerapatan tanaman/ha

8,8 × 8,8 × 8,8 7,62 150 9,0 × 9,0 × 9,0 7,79 143 9,2 × 9,2 × 9,2 7,97 136 9,5 × 9,5 × 9,5 8,23 128 10,0 × 10,0 × 10,0 8,67 116 Sumber: Pahan (2008)

Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) sebelum penanaman, lubang tanam sudah harus disiapkan minimal dua minggu sebelumnya. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 × 60 × 60 cm. Sewaktu menggali lubang, tanah atas (topsoil) diletakkan di sebelah kanan dan tanah bawah (subsoil) di sebelah kiri. Untuk setiap blok penanaman harus dibuat satu peta. Pahan (2008) menambahkan bahwa pembuatan lubang tanam dapat dilakukan secara manual dan mekanis dengan menggunakan post hole digger. Sistem tanam yang dianjurkan yaitu membuat lubang tanam satu bulan sebelum tanam. Selain untuk tempat meletakkan bibit di lapangan, pembuatan lubang tanam juga bertujuan untuk menggemburkan struktur tanah sehingga penyerapan unsur hara yang diberikan menjadi lebih cepat dan mudah tersedia bagi tanaman.

Sebelum penanaman dilakukan penanaman penutup tanah kacangan (PTK) atau legume cover crop (LCC) di gawangan untuk mencegah limpasan air permukaan serta pertumbuhan alang-alang (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Kebutuhan benih campuran penutup tanah kacangan sebanyak 10 kg/ha (Hakim, 2007). Dengan kebutuhan benih sebanyak 10 kg/ha maka dibutuhkan empat kilogram Pueraria javanica (PJ), empat kilogram Calopogonium mucunoides (CM), dan dua kilogram kg Centrosema pubescens (CP) dengan perbandingan PJ:CM:CP sebesar 2:2:1 (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Pupuk NPK (15-15-6-4) dengan dosis 30 gram untuk tiap enam meter jalur pada umur satu minggu setelah perkecambahan biji digunakan untuk pemeliharaan. Pemupukan dilakukan saat daun LCC dalam kondisi kering, karena bila dalam kondisi basah akan mengakibatkan daun terbakar. Penaburan rock phosphate (RP) masing–masing

(6)

dengan dosis 80 kg/ha pada umur tiga bulan; 120 kg/ha pada umur enam bulan; dan selanjutnya diberikan setiap tahun selama dua tahun dengan dosis 125–250 kg/ha (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005).

Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) menyatakan bahwa dua minggu sebelum tanam dilakukan pemotongan akar bibit yang keluar dari kantung plastik. Pangkal batang bibit kelapa sawit harus rata dengan permukaan tanah, karena bila terlalu dalam, pertumbuhan pohon akan terhambat, sedangkan jika terlalu dangkal maka pohon akan tumbuh miring. Dasar kantung plastik dan salah satu pinggirnya ditoreh dengan pisau atau silet. Polybag dimasukkan ke dalam lubang tanam, setelah berada di lubang tanam, kantung plastik dilepaskan secara hati-hati dan dikeluarkan dari lubang tanam. Penimbunan dilakukan secara bertahap, subsoil kemudian topsoil.

Pada saat penanaman dilakukan pemupukan dengan pupuk rock phosphate (RP) sebanyak 500 gram/lubang tanam, dengan cara setengah bagian dimasukkan ke dasar lubang dan sisanya dicampur dengan topsoil. Tanah di sekitar bibit dipadatkan dengan tangan mulai dari tepi menuju tengah lubang (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005).

Pemeliharaan

Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) kegiatan pemeliharaan meliputi: penyulaman, kastrasi, pengendalian HPT, pengendalian gulma, dan penunasan, dan pemupukan (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Hakim (2007) menyatakan bahwa penyulaman dilakukan setelah melihat hasil sensus pohon setiap tahun pada areal TBM (Tanaman Belum Menghasilkan). Tanaman yang perlu disulam adalah TBM tahun I dan TBM tahun II. TBM tahun III dapat disulam jika daerah yang harus disulam terdapat di areal yang cukup luas atau mengelompok.

Kastrasi pada TBM adalah kegiatan membuang bunga baik jantan maupun betina yang dilakukan sejak tanaman mengeluarkan bunga sampai dengan enam bulan sebelum tanaman dipanen. Kastrasi dilakukan sebulan sekali. Kastrasi bermanfaat untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif, keseragaman tanaman dan meningkatkan kandungan minyak pada mesocarp (Hakim, 2007).

(7)

Upaya mendeteksi hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini mutlak harus dilaksanakan, untuk mempermudah tindakan pencegahan dan pengendalian. Deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi ledakan serangan yang tidak terkendali/terduga. Biaya pengendalian melalui deteksi dini jauh lebih rendah daripada pengendalian serangan hama/penyakit yang sudah menyebar luas (Pahan, 2008). Menurut Hakim (2007), pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara mekanis (fisik), biologis atau kimiawi (pestisida). Selanjutnya Pahan (2008) menambahkan bahwa penyakit yang sering menyerang tanaman kelapa sawit diantaranya penyakit daun di pembibitan, penyakit busuk pangkal batang (ganoderma), penyakit busuk tandan buah (Marasmius), dan penyakit pucuk busuk (spear rot). Adapun hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit diantaranya ulat api dan ulat kantung, tikus, rayap, larva kumbang pemakan daun (Apogonia dan Adoretus), serta babi hutan.

Pahan (2008) menyatakan bahwa pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman utama harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman utama.

Menurut Hakim (2007) pemangkasan daun atau penunasan dilakukan secara periodik untuk membuang pelepah yang kering dan lebih rendah. Pahan (2008) menambahkan bahwa tujuan dari penunasan adalah: mempermudah pekerjaan potong buah (melihat dan memanen tandan buah segar yang matang), menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak pelepah, dan memperlancar proses penyerbukan alami.

Pemupukan Kelapa Sawit

Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur–unsur yang diperlukan oleh tanaman, sedangkan pemupukan adalah proses, cara, perbuatan memupuk (Pusat Bahasa, 2008).

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dibagi atas unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak. Ada enam unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur mikro

(8)

dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Namun, unsur ini harus selalu tersedia di dalam jaringan tanaman. Unsur mikro itu adalah besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), boron (Bo), Molibdenum (Mo), klorida (Cl), dan seng (Zn) (Pahan, 2008).

Nitrogen (N). Sebagian besar senyawa kimia tumbuhan mengandung nitrogen. Protein dan enzim tersusun atas asam amino yang mengandung nitrogen. Kekurangan nitrogen memberikan gejala perubahan warna daun–daun bawah menjadi kekuningan (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Tanaman mengabsorpsi nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-), walaupun ternyata ammonium (NH4+) dapat

juga langsung diabsorpsi tanaman. Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat dipengaruhi oleh pH tanah (Hakim, 2007).

Fosfor (P). Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) fosfor merupakan bagian dari senyawa yang mengatur pertumbuhan tanaman. Asam nukleat dan senyawa yang mengatur pernapasan dan pematangan juga mengandung fosfor. Kekurangan fosfor menghambat pertumbuhan tanaman. Pahan (2008) menambahkan bahwa unsur fosfor diserap tanaman dalam bentuk kation P5+.

Kalium (K). Fungsi utama kalium adalah sebagai katalisator (pendorong dan mempercepat reaksi–reaksi biokimia). Fungsi lainnya untuk mengatur kegiatan fotosintesis, transpirasi, serta reaksi biokimia dalam daun dan titik tumbuh. Kekurangan kalium dapat mengurangi produksi buah (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Unsur kalium (K) diserap oleh tanaman dalam bentuk kation K+ (Pahan, 2008).

Magnesium (Mg). Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) menyatakan bahwa magnesium merupakan bagian dari molekul klorofil dan berasosiasi dengan fosfor (P) dalam proses pembentukan senyawa–senyawa fosfolipid yang merupakan bagian dari minyak yang diproduksi. Kekurangan magnesium ditandai dengan gejala klorosis (warna kekuningan). Magnesium dari jaringan tua ditransfer ke jaringan yang lebih muda, sehingga gejala klorosis terlihat pada daun–daun tua (daun bawah). Pahan (2008) menambahkan bahwa magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk kation Mg2+.

Belerang (S). Belerang merupakan bagian dari protein, penelitian tentang belerang masih kurang karena kasus kekurangan belerang jarang ditemui dimana

(9)

unsur belerang sudah tersedia dalam pupuk lain seperti pupuk ZA (ammonium sulfat) (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Unsur belerang diserap oleh tanaman dalam bentuk anion SO42-. Defisiensi unsur belerang (S) terjadi pada daun kelapa

sawit yang termuda dengan gejala yang terjadi yaitu daun menjadi hijau kekuningan dengan tulang daun kekuning–kuningan (Pahan, 2008).

Kalsium (Ca). Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) kalsium merupakan bagian dari dinding sel dan kandungan kalsium terbesar terdapat pada daun. Kalsium berguna untuk menjaga membran–membran dalam sel tetap berfungsi; berperan dalam bagian–bagian meristem tanaman; dan mendorong pertumbuhan akar. Kalsium memiliki kemampuan menekan aktivitas kalium (K) dan mempengaruhi penyerapan unsur nitrogen. Pahan (2008) menambahkan bahwa unsur kalsium (Ca) diserap oleh tanaman dalam bentuk kation Ca2+.

Unsur hara yang diberikan kepada tanaman kelapa sawit pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Bahan organik memberikan unsur hara bagi tanaman dan dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah (Tabel 2).

Menurut Adiwiganda (2007) pupuk organik (hayati) yang berasal dari limbah padat berupa tandan buah kosong dan limbah cair dari kelapa sawit digunakan untuk mengurangi pemakaian pupuk anorganik. Pahan (2008) menambahkan bahwa umumnya bahan organik merupakan produk limbah sehingga tersedia secara murah, terutama bila diaplikasikan dekat dengan tempat pembuatannya.

Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) pemupukan pada tanaman kelapa sawit tidak mengikuti formula pemupukan yang umum. Jenis tanah, tingkat kesuburan, sifat kimia dan fisika tanah, faktor iklim dan lain–lain bervariasi antar lokasi tanaman yang satu dengan yang lain, sehingga formula pupuknya akan berbeda–beda dan bersifat spesifik untuk tiap lokasi. Disamping itu potensi genetik, umur tanaman dan cara kultur teknik yang diterapkan juga turut mempengaruhi jenis dan dosis pupuk untuk suatu periode tertentu (Tabel 3 dan Tabel 4).

(10)

Tabel 2. Jenis Pupuk/Limbah Organik di Perkebunan Kelapa Sawit No Sumber

pupuk/Limbah

Jenis Pupuk/Limbah Bentuk 1 Limbah

perkebunan

a. Sisa–sisa tanaman  Pelepah kelapa sawit

 Daun kacangan

b. Kompos Campuran dari sisa–sisa

tanaman yang telah terdekomposisi

c. Pupuk hijau Kacangan atau tumbuhan lain yang dibenam dari dalam tanah

d. Pupuk kandang Kotoran ternak seperti sapi, ayam, dan lain–lain 2 Limbah dari

proses pengolahan kelapa sawit

a. Padat  Janjang kosong

 (Wet) Decanter solid

b. Cair Palm oil mill effluent

(POME) 3 Inokulan tanah a. Bakteri pengikat legum N Rhyzobium sp.

b. Bakteri pengikat nonlegum pengikat N  Azotobacter sp. Beijerincka sp. Clostridium sp. Achromobacter sp. Pseudomonas sp. c. Cendawan pengikat P  Mycorhiza sp.

Glomus sp. Sumber: Pahan (2008)

(11)

13 Tabel 3. Kisaran Dosis dan Jumlah Aplikasi Pupuk Kelapa Sawit TBM pada Umur Tertentu (kg/pohon/tahun)

No Unsur hara Jenis Pupuk Umur 1 tahun Umur 2 tahun Umur 3 tahun

Juml. Apl. Min Maks. Juml. Apl. Min Maks. Juml. Apl. Min Maks.

1 N Urea, atau 2 0.50 0.70 2 0.70 0.85 2 0.90 1.25 ZA 2 1.10 1.35 2 1.50 1.50 2 1.50 1.50 2 P RP* atau TSP 2 1.25 1.75 2 0.50 1.00 1 0.75 1.00 3 K MOP 2 0.75 1.25 2 1.00 1.75 2 1.20 2.25 4 Mg Kiesrite 2 0.50 0.60 2 0.70 1.00 2 0.90 1.25 5 B Boraks, atau 1 0.03 0.03 1 0.04 0.04 1 0.06 0.10 HGFB 1 0.03 0.02 1 0.03 0.03 1 0.05 0.05 Total 9 3.02 4.98 9 2.93 2.93 8 3.80 6.10

*) Dosis pupuk RP sudah termasuk pupuk untuk lubang tanam 0,50 kg/pohon. Sumber : Pahan (2008)

Tabel 4. Kisaran Dosis dan Jumlah Aplikasi Pupuk Kelapa Sawit TM pada Umur Tertentu (kg/pohon/tahun)

No Unsur hara Jenis Pupuk Umur 3-5 tahun Umur 6-15 tahun Umur >15 tahun

Juml. Apl. Min Maks. Juml. Apl. Min Maks. Juml. Apl. Min Maks.

1 N Urea 2 0.90 1.75 2 1.00 3.00 2 1.50 2.50 ZA 2 1.50 2.50 - - - - 2 P RP 1 0.75 1.50 1 1.25 3.50 1 1.25 3.00 TSP 1 0.80 1.00 1 1.00 3.00 1 1.00 2.00 3 K MOP 2 1.20 2.50 1-2 1.50 3.50 1 1.50 0.25 4 Mg Kiesrite 1 0.90 1.00 1 1.00 2.00 1 0.50 3.00 Abu Janjang 1 2.00 4.00 1 2.00 3.00 5 B HGFB 1 0.05 0.10 Total 7 3.80 7.60 5-6 4.50 12.00 5 4.75 10.75 Sumber : Pahan (2008)

Gambar

Tabel 2. Jenis Pupuk/Limbah Organik di Perkebunan Kelapa Sawit  No  Sumber
Tabel 4. Kisaran Dosis dan Jumlah Aplikasi Pupuk Kelapa Sawit TM pada Umur Tertentu (kg/pohon/tahun)

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas antibakteri pada kitosan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan derajat deasetilasi berbeda, memperlihatkan DD 93% lebih besar membentuk zona

1) Dari segi teori, belum ada yang mengungkap aspek-aspek matematika dalam kajian ethnomathematics pada masyarakat adat Baduy, khususnya pada aktivitas

Zaenal Asril, Micro Teching : Disertasi Dengan Pedoman Pengalaman Lapangan, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm.. hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat

Dalam Anggaran Rumah Tangga ini, yang dimaksud dengan :.. a) KKG PAI SD Kecamatan Ngaliyan adalah suatu wadah organisasi profesi guru; Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)

Morfologi bentuk kota bandar mengalami penyurutan akibat proses geomorfologi alam pantai dan secara drastis terjadi perubahan orientasi dan aksesibilitas 41. Hal ini

• Selanjutnya data yang didapat setelah proses akan di list sehingga dapat dilihatkan untuk routing table

Proses Belajar Mengajar Pada SMP IT Rohmatul Ummah Kudus” telah dilaksanakan dengan tujuan merancang suatu sistem informasi pengolahan sistem penilaian berbasis komputer

B erdasarkan analisis yang dilakukan pada bab III dan IV di depan dapat disimpulkan bahwa secara genetis bahasa Melayu, Jawa, Bali, dan Bima merupakan bahasa