Terapi desensitisasi terhadap mencit Swiss
Webster jantan alergi yang diinduksi dengan
udang galah
Desentization therapy on allergic “galah” shrimp-induced
Swiss Webster male mice
Andreanus A. Soemardji 1), Setiadi Ihsan 2)
1) Departemen Farmasi FMIPA-ITB 2) Jurusan Farmasi FMIPA-UNIGA
Abstrak
Telah diteliti terapi desensitisasi pada mencit jantan Swiss Webster yang alergi udang galah secara eksperimental. Induksi alergi tipe I dengan pemberian secara intradermik ekstrak udang galah 30% sebagai alergen sebanyak dua kali selang 14 hari. Penilaian reaksi alergi tipe I dilakukan berdasarkan pada terjadinya reaksi anafilaktik kutan aktif. Terapi desensitisasi diberikan dengan suntikan alergen udang secara intradermal setiap hari dalam 3 minggu dengan dosis bertingkat. Berdasarkan daya toleransi terhadap reaksi anafilaktik kutan aktif, hasilnya menunjukkan bahwa mencit alergi menjadi sembuh (toleransi terhadap alergen udang), sebaliknya pada mencit sehat terjadi reaksi alergi.
Kata kunci : reaksi alergi tipe I, udang galah, reaksi anafilaktik kutan aktif, desensitisasi.
Abstract
Desensitization therapy on “galah” shrimp type I-allergy have been studied on male Swiss Webster mice. Induction of type I allergy was done by intradermic injection of 30% of “galah” shrimp extracts an allergen twice within 14 days. Evaluation of allergic respons was evaluated based on active cutaneous anaphylactic reaction. Desensitization therapy was done by injecting the allergen intradermically daily in 3 weeks with gradual increased of the doses. Based on tolerance level to the cutaneos anaphylactic reaction, the result showed that allergic mice were cured, while the therapy to non-allergic mice induced the same non-allergic reaction.
Keywords : Type I- allergic reaction, ”galah” shrimp, active cutaneous anaphylactic reaction, desentization.
Pendahuluan
Udang galah dengan nama latin Macrobrachium rosenbergii de Man, adalah salah satu makanan asal laut (“Sea food”) yang banyak digemari orang (Soetomo, 1990). Orang-orang yang peka atau alergi terhadap makanan asal laut, seperti udang (protein udang) ini, bila mengkonsumsi udang akan menimbulkan reaksi alergi khususnya alergi tipe I berupa kemerahan, gatal-gatal, bersin-bersin,
asma bronkhial, (Lawlor dan Fisher, 1981; Metcalfe,dkk., 1991).
Gejala yang “tidak enak” ini
disebabkan oleh kerja mediator aktif yang dibebaskan dari granul dalam sel-sel basofil atau
mastosit yang mengalami degranulasi.
Degranulasi sel-sel ini terjadi karena adanya interaksi dari antibodi IgE pada membran sel dengan antigen (alergen) spesifiknya, (Lawlor dan Fisher, 1981; Metcalfe,dkk., 1991; Abbas dkk.,1997). Untuk menekan reaksi alergi ini,
agar tetap bisa makan udang, digunakan berbagai obat-obatan dengan berbagai mekanisme, seperti anti histamin, kortikosteroid, (Lawlor dan Fisher, 1981, Abbas dkk, 1997).
Cara pengobatan lain secara
imunoterapi yaitu metode desensitisasi atau hiposensitisasi. Dalam metode ini, penderita alergi sengaja diberikan alergennya sedikit- sedikit dengan dosis meningkat sehingga diharapkan menjadi toleran terhadap bahan alergen penyebab tersebut, (Lawlor dan Fisher, 1981; Cushing dan Campbell, 1957; Roitt dkk, 1985; Zink, 1978).
Penelitian ini bertujuan menerapkan dan mengevaluasi pengobatan terapi dengan metode desensitisasi terhadap mencit alergi
udang galah yang diinduksi secara
eksperimental.
Penelitian ini merupakan model
induksi dan imunoterapi reaksi alergi tipe I pada hewan uji mencit.
Metodologi Hewan percobaan
Mencit jantan Swiss Webster, bobot 20 – 25 g, diperoleh dari Laboratorium perhewanan Departemen Farmasi FMIPA ITB
Bahan
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) diperoleh dari daerah Pameungpeuk-Garut, air suling, NaCl 0,9%, etanol 70%, albumin telur ayam.
Evaluasi hasil terapi desensitisasi dengan Reaksi Anafilaktik Kutan Aktif
Mencit Normal Sehat
Mencit Alergi Udang
Pengujian hasil sensitisasi dengan Reaksi Anafilaktik kutan aktif pada H21 Induksi alergi tipe I terhadap udang (Sensitisasi) ( 2 kali pemberian ekstrak udang
30% selang 14 hari)
Terapi desensitisasi dalam 3 minggu :
- Minggu I : Ekstrak udang 10% id dengan volume pemberian meningkat
tiap hari : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04 dan 0,05 ml
- Minggu II : Ekstrak udang 15% id dengan volume pemberian meningkat tiap
hari : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04 dan 0,05ml.
- Minggu III : Ekstrak uang 25% id dengan volume pemberian meningkat tiap
hari : 0,01;0,02;0,03;0,04 dan 0,05 ml.
Setiap saat setelah pemberian terapi diamati kemerahan yang terjadi di daerah penyuntikan..
Gambar 1 : Alur penelitian induksi alergi tipe I dan terapi desensitisasi pada mencit jantan Swiss Webster.
Alat
Alat cukur Aesculap, jangka sorong, kaca pembesar, dan alat-alat lain yang lajim di
Laboratorium Imunofarmakologi. Cara penelitian
Induksi alergi tipe I terhadap udang galah pada mencit jantan Swiss Webster dilakukan dengan pemberian alergen ekstrak udang galah 30% secara intradermik, 0,1 ml pada sensitisasi pertama dan 0,2 ml pada sensitisasi kedua (14 hari setelah sensitisasi pertama). Hasil induksi alergi diamati 7 hari kemudian dengan metode reaksi anafilaktik kutan aktif, (Soemardji, 1981; Soemardji, 1999). Uji reaksi anafilaktik kutan aktif dilakukan dengan pemberian 0,01 ml ekstrak udang 30% secara intradermik. Terjadinya bentolan merah didaerah penyuntikan allergen secara intradermik tersebut merupakan parameter (intensitas dan diameter kemerahan) reaksi alergi tipe I.
Terhadap mencit yang telah alergi tersebut, dilakukan pengobatan desensitisasi dalam kurun waktu 3 minggu dengan pemberian alergen udang setiap hari (5 hari seminggu) dengan dosis menaik secara intradermal (Ekstrak udang galah 10,15 dan 25%,dengan volume 0,01 – 0,05 ml).
Hasil terapi desensitisasi kemudian dievaluasi dengan metode reaksi anafilaktik kutan aktif. Data pengamatan dibandingkan terhadap kelompok kontrol dan dievaluasi secara statistik Diagram kerja dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil Dan Pembahasan
Udang galah sebagai makanan asal laut
(“Sea Food”) yang cukup banyak
penggemarnya dan kenyataan adanya orang yang alergi terhadap makanan udang ini (Soetomo, 1990, Metcalfe dkk., 1991) menjadi dasar pilihan udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) sebagai alergen (penyebab reaksi alergi) dalam penelitian ini.
Induksi alergi dilakukan dengan
pemberian alergen udang dalam dua tahap dengan selang 14 hari dan pengamatan hasil induksi dilakukan dengan reaksi anafilaktik kutan aktif.
Pemberian bertahap alergen
penginduksi kedua merupakan upaya
peningkatan respon alergi mencit dengan peningkatan jumlah antibodi reagenik (IgE) lebih besar. Pemberian alergen penginduksi
kedua merupakan induksi peningkatan
(“booster”).
Reaksi anafilaktik kutan aktif atau pada keadaan klinis adalah tes reaksi kulit, merupakan uji kepekaan (alergi) individu terhadap suatu alergen yang biasa dilakukan praklinis dan klinis.
Hasil induksi alergi udang pada mencit (Tabel I).
Tabel I. Hasil Uji Reaksi Anafilaktik Kutan Aktif Pada Mencit Alergi Udang Galah Eksperimental Bahan Tantangan Intradermik
NaCl 0,9% Udang galah 30% b/v Albumin Ayam 25%
b/v Waktu Pengamatan (menit) Diameter Bentolan Eritema (mm) Intensitas Bentolan Eritema (Relatif) Diameter Bentolan Eritema (mm) Intensitas Bentolan Eritema (relatif) Diameter Bentolan Eritema (mm) Intensitas Bentolan Eritema (relatif) 30 0 0 0,00 0,00 3 0 0 45 0 0 9,00 0,00 3 0 0 60 0 0 9,67 0,58 3 0 0 75 0 0 9,67 0,58 3 0 0 90 0 0 9,33 0,58 3 0 0 105 0 0 9,00 0,00 3 0 0 120 0 0 8,67 0,58 3 0 0 1440 0 0 8,33 0,58 3 0 0 Keterangan :
- Data rata-rata dari 6 ekor mencit
- Waktu Pengamatan dihitung setelah penyuntikan tantangan intradermik
- Intensitas bentol eritema, secara visual dinilai dengan skor : 0 = tidak ada kemerahan,1= kemerahan tidak jelas, 2 = kemerahan jelas, 3 = kemerahan sangat jelas, didaerah penyuntikan id.
Ditunjukkan bahwa semua mencit yang diinduksi dengan alergen udang menunjukkan reaksi anafilaktik kutan aktif positif yang bermakna, ditunjukkan dengan terjadinya bentolan eritema didaerah penyuntikan i.d. tantangan alergen cukup besar (diameter 8,33 – 9,00 mm) dengan intensitas kemerahan relatif 3 (kemerahan sangat jelas). Data pada Tabel I juga menunjukkan reaksi alergi bersifat spesifik yaitu reaksi hanya terjadi terhadap penyuntikan alergen udang dan tidak pada penyuntikan NaCl 0,9% (sebagai kontrol) maupun alergen albumin ayam. Mencit percobaan telah menjadi alergi secara spesifik terhadap udang galah.
Terhadap mencit yang telah alergi udang secara eksperimental ini dilakukan terapi
desensitisasi dalam dua kelompok uji
(kelompok I dan II) masing-masing 3 ekor
untuk memudahkan dan meningkatkan
ketelitian penelitian. Pengobatan atau terapi
desensitisasi juga dilakukan pada kelompok mencit sehat (kelompok III) yang tidak alergi terhadap udang. Selama perlakuan terapi desensitisasi, dilakukan pengamatan khusus terhadap daerah penyuntikan i.d alergen udang. Pengamatan ini untuk melihat pengaruh akut pada penyuntikan i.d alergen dalam rangka terapi desensitisasi tersebut.
Hasil pengamatan selama (saat)
perlakuan desensitisasi terhadap mencit alergi udang dapat dilihat pada Tabel II (kelompok I) dan III (Kelompok II).
Ditunjukan bahwa sesudah pemberian alergen muncul bentolan eritema didaerah penyuntikan tetapi dengan kemerahan relatif kecil (skor 1) dibandingkan hasil reaksi anafilaktik kutan aktif sebelumnya (Tabel I). Bentolan eritema ini dapat dikatakan makin mengecil secara bertahap pada akhir terapi desensitisasi. Hal ini terjadi pada kelompok I Tabel II. Hasil Pengamatan Saat Perlakuan Terapi Desensitisasi Terhadap Mencit Alergi Udang Galah
Eksperimental (Kelompok I)
Alergen desensitisasi
Udang galah NaCl (Kontrol)
Perlakuan desentisasi (i.d.)
Eritema didaerah i.d Eritema didaerah
i.d Minggu ke- Hari ke- Volume pemberian i.d. (ml) Konsen- trasi (%) Diameter (mm) Inten- sitas (relatif) Konsen- trasi (%) Diametar (mm) Inten-sitas (relatif) 1 0,01 4,000,00 1 0 0 2 0,02 3,750,71 1 0 0 3 0,03 3,670,58 1 0 0 4 0,04 3,750,71 1 0 0 I 5 0,05 10 4,001,00 1 0,9 0 0 1 0,01 3,001,00 1 0 0 2 0,02 1,332,31 1 0 0 3 0,03 1,332,31 1 0 0 4 0,04 2,000,00 1 0 0 II 5 0,05 15 2,000,00 1 0,9 0 0 1 0,01 1,332,31 1 0 0 2 0,02 1,332,31 1 0 0 3 0,03 1,332,31 1 0 0 III 4 0,04 25 0,661,15 1 0,9 0 0 Keterangan :
- Evaluasi bentol / eritema dilakukan setiap sesudah pemberian dosis desensitisasi
- Rataan dari n = 3
- Intensitas bentol eritema, secara visual dinilai dengan skor : 0 = tidak ada kemerahan, 1 = kemerahan tidak jelas, 2 = kemerahan jelas, 3 = kemerahan sangat jelas, didaerah penyuntikan id.
(Tabel II) maupun kelompok II (Tabel III). Nampaknya mulai ada gejala toleransi terhadap udang yang diberikan pada mencit-mencit alergi udang tersebut.
Tabel IV merupakan data pengamatan adanya pengaruh akut perlakuan desensitisasi pada mencit sehat tidak alergi udang (kelompok III/kontrol).
Perlakuan desensitisasi pada mencit sehat ini justru menginduksi reaksi alergi, dengan terjadinya bentolan eritema bermakna (p<0,05) dengan ukuran 1,33 – 3,33 mm dan kemerahan relatif dengan skor 1 pada hari ke-3 minggu II tahapan terapi desensitisasi. Hal ini lebih dipastikan dengan hasil uji anafilaktik kutan aktif (Tabel V).
Tabel V menunjukkan hasil reaksi anafilaktik kutan aktif untuk memastikan keadaan alergi mencit terhadap udang tersebut setelah terapi desensitisasi.
Hasil uji reaksi anafilaktik kutan aktif (Tabel V), menunjukkan bahwa mencit alergi
udang setelah perlakuan terapi desensitisasi menjadi sembuh atau toleransi terhadap alergen udang secara bermakna , reaksi anafilaktik kutan aktif adalah negatif pada semua hewan dalam kelompok I maupun II (100% mencit alergi sembuh).
Sedangkan pada mencit sehat
(kelompok III) perlakuan terapi desensitisasi justru menginduksi mencit menjadi alergi udang, ditunjukkan dengan reaksi anafilaktik kutan aktif positif, ada bentolan eritema didaerah penyuntikan alergen udang dengan diameter 9,33 – 8,00 mm dan kemerahan relatif 2.
Terjadinya toleransi alergi akibat
perlakuan terapi desensitisasi dimana diberikan alergen dengan dosis kecil dan meningkat ,karena terjadi terinduksinya pembentukan antibodi IgG yang lebih banyak daripada antibodi IgE reaginik pencetus reaksi alergi tipe I (Cushing dan Campbell, 1957; Roit dkk, 1985). Hal ini dimungkinkan terjadi karena Tabel III. Hasil Pengamatan Saat Perlakuan Terapi Desensitisasi Terhadap Mencit Alergi Udang Galah
Eksperimental (Kelompok II)
Alergen desensitisasi
Udang galah NaCl (Kontrol)
Perlakuan desentisasi
(i.d.) Eritema didaerah
i.d Eritema didaerah i.d
Minggu ke- Hari ke- Volume pemberian id (ml) Konsen-trasi (%) Diameter (mm) Inten-sitas (relatif) Konsen- trasi (%) Diametar (mm) Inten-sitas (relatif) 1 0,01 3,330,58 1 0 0 2 0,02 3,330,58 1 0 0 3 0,03 3,800,45 1 0 0 4 0,04 3,800,45 1 0 0 I 5 0,05 10 3,330,45 1 0,9 0 0 1 0,01 3,671,53 1 0 0 2 0,02 2,672,52 1 0 0 3 0,03 2,672,52 1 0 0 4 0,04 0 0 0 0 II 5 0,05 15 3,330,58 1 0,9 0 0 1 0,01 3,330,58 1 0 0 2 0,02 2,672,52 1 0 0 III 3 0,03 25 0 0 0,9 0 0 Keterangan :
- Evaluasi bentol / eritema dilakukan pada setiap sesudah pemberian dosis desensitisasi
- Rataan dari n = 3
- Intensitas bentol eritema, secara visual dinilai dengan skor : 0 = tidak ada kemerahan, 1= kemerahan tidak jelas, 2 = kemerahan jelas, 3 = kemerahan sangat jelas, didaerah penyuntikan id.
Tabel IV. Hasil Pengamatan Saat Perlakuan Terapi Desensitisasi Terhadap Mencit Sehat/Tidak Alergi (Kelompok Kontrol)
Alergen desensitisasi
Udang galah NaCl (Kontrol)
Perlakuan desentisasi
(i.d) Eritema didaerah
i.d Eritema didaerah i.d
Mingg u ke- Hari ke- Volume pemberian i.d (ml) Konsen-trasi
(%) Diameter (mm) Inten-sitas (relatif) Konsen-trasi (%) Diametar (mm) Inten-sitas (relati f) 1 0,01 0 0 0 0 2 0,02 0 0 0 0 3 0,03 0 0 0 0 4 0,04 0 0 0 0 I 5 0,05 10 0 0 0,9 0 0 1 0,01 0 0 0 0 2 0,02 0 0 0 0 3 0,03 1,332,31 1 0 0 4 0,04 1,332,31 1 0 0 II 5 0,05 15 1,332,31 1 0,9 0 0 1 0,01 3,002,67 1 0 0 2 0,02 3,332,89 1 0 0 3 0,03 3,332,89 1 0 0 4 0,04 3,332,89 1 0 0 III 5 0,05 25 3,332,89 1 0,9 0 0 Keterangan :
- Desensitisasi dilakukan terhadap mencit sehat (tidak alergi udang galah)
- Rataan dari n = 3
- Evaluasi bentol dilakukan pada setiap sesudah pemberian dosis desensitisasi
- Intensitas bentol eritema, secara visual dinilai dengan skor : 0 = tidak ada kemerahan pada bentol, 1 = kemerahan tidak jelas, 2 = kemerahan jelas, 3 = kemerahan sangat jelas.
Tabel V. Hasil Pengujian Reaksi Anafilaktik Kutan Aktif Terhadap Mencit Alergi Udang Galah Setelah Terapi Desensitisasi
Diameter Bentolan Eritema
(mm) Intensitas Bentolan Eritema (Relatif)
Waktu Pengamatan (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok I Kelompok II Kelompok III 30 0 0 9,330,58 0 0 2 45 0 0 9,670,58 0 0 2 60 0 0 9,000,00 0 0 2 75 0 0 9,000,00 0 0 2 90 0 0 9,001,00 0 0 2 105 0 0 8,670,58 0 0 2 120 0 0 8,000,00 0 0 2 Keterangan : - Rataan dari n= 3
- Dosis tantangan adalah 0,01 ml ekstrak udang galah 25% disuntikan secara id.
- Waktu pengamatan dihitung setelah pemberian id tantangan
- Kelompok I dan II adalah kelompok mencit alergi setelah diterapi desensitisasi
antibodi IgG adalah antibodi respon sekunder dan paling umum (banyak) terinduksi pada imunisasi berulang.
IgG anti udang ini akan berinteraksi dengan alergen udang, sehingga interaksi alergen udang dengan IgE antiudang pada sel mastosit jaringan atau basofil darah banyak berkurang, akibatnya degranulasi sel dan pembebasan mediator penyebab gejala alergi
berkurang reaksi anfilaktik kutan aktif
berkurang atau hilang. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang merupakan penerapan metode pengobatan imunoterapi desensitisasi individu alergi pada hewan percobaan ini dapat disimpulkan beberapa hal berikut.
- Udang galah sebagai makanan asal laut
(“Sea Food”) yang cukup digemari masyarakat, dapat dijadikan alergen untuk menginduksi reaksi alergi tipe I pada mencit : Dapat dijadikan model alergen dalam eksperimen imunologi (khususnya
alergologi) dan merupakan pengembangan
metodologi bidang imunofarmakologi
khususnya dalam evaluasi obat untuk menangani alergi makanan.
- Perlakuan terapi desensitisasi pada mencit yang alergi dapat “menyembuhkan” reaksi alergik terhadap alergen yang bersangkutan atau dapat menyebabkan toleransi terhadap alergen penyebab reaksi alergi.
- Perlakuan terapi desensitisasi terhadap
mencit sehat justru dapat mensensitasi mencit menjadi alergi terhadap alergen yang bersangkutan.
Saran
Pengembangan evaluasi lanjut dalam penelitian sejenis dengan penentuan jumlah
antibodi IgE/IgG anti alergen yang
bersangkutan dan percobaan in vitro
(degranulasi basofil/mastosit) (Benveniste,
1977; Soemardji, 2003) serta penelitian dengan alergen – klinis lain menarik untuk dilakukan.
Daftar Pustaka
Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pober, J.S., 1997, Cellular and Molecular Imunology, 3rd Ed., WB Samders Co., Tokyo, 297-338.
Benveniste, J., 1977, Test Degranulation in vitro des Basophiles, Ouest Medical, 30,8, 467-469.
Cushing, J.E. dan Campbell, D.H., 1957, Principle of Immunology , McGraw-Hill Book Co. Inc., New York, 294, 297, 310-311.
Lawlor, G.J..dan Fisher, T.J, -Eds., 1981, Manual of Allergy and Immunology, Little Brown Co., Boston, 85, 245–246.
Metcalfe,D.D., Sampson, H.A.,.Simon, R.A., 1991, Food allergy Adverse Reaction to Food and Food Additives, Blacwell.Sci.Publ., Boston, 37–48.
Roitt, I.M., Brostoff, J., Male, D.K., 1985, Immunology, Cower Medical Publ., London, 19.16-19.17. Soemardji, A.A., 1981, Tests d’hypersensibilite Immediate Chez le Lapin, Tesis Doctor, Univ.Lyon I,
Lyon – Perancis.
Soemardji, A.A., 1999, Reaksi Anafilaktik Kutan Pasif – Suatu Metode Eksperimental Imunofarmakologi, Acta Pharm. Ind., XXIV, 22-26.
Soemardji,A.A., 2003, Degranulasi Sel Basofil dalam Evaluasi Reaksi Alergi Tipe I, Acta Pharm.Indonesia,XXVIII, 2, 59-63.
Soetomo, M.H.A., 1990, Teknik Budidaya Udang Windu , Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1-3. Zink, G.L., 1978, Remington’s Pharmaceutical Sciences, 15th ed., Mack Publ. Co., Pensylvania, 104.