29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Pola pikir yang mendasari perumusan masalah penelitian dan menjadi panduan terhadap pengembangan prosedur penelitian, disajikan pada gambar 3.1. Model sains merupakan rujukan konsep-konsep sains, termasuk konsep kelistrikan dan kemagnetan, yaitu konsep ilmiah menurut para ahli. Model sains ini dikembangkan secara teoretik maupun eksperimen. Pendekatan teoretik banyak dilandasi filosofi rasionalisme, sedangkan eksperimen lebih banyak dilandasi filosofi empirisme. Interaksi antara dunia realitas dengan pikiran para ilmuwan sains biasanya digambarkan dalam bentuk model sains, yang menjelaskan prinsip kerja alam.
Gambar 3.1 Paradigma Penelitian Konsep
Kelistrikan - Kemagnetan
Konsepsi Mahasiswa Tentang Listrik Magnet Konsepsi Mahasiswa
Tentang Fisika Dasar
Pola Epistemologi Konsep Kelistrikan Dan Kemagnetan Pada Mahasiswa Calon Guru
Fisika Pendekatan
Formal
Pendekatan Intuitif
Model Sains Model Fenomenologis Belajar Mahasiswa Rasional
(Teoretik)
Empiris (Eksperimen)
30
Dalam pembelajaran sains, seorang guru mengajak siswa untuk berpikir tentang tatakerja alam. Siswa memiliki model berpikir sendiri yang belum tentu sama dengan pikiran ilmuwan sains. Apa yang menjadi pijakan berpikir seseorang bergantung pada pengalaman yang dimiliki sebelumnya dan bagaimana ia membentuk pengetahuannya itu.
Cara mahasiswa berpikir tentang fenomena alam dinamakan model fenomenologis. Berdasarkan model fenomenologis ini mahasiswa akan membentuk konsepsi, yang berupa pemahaman terhadap suatu fenomena alam, termasuk peristiwa kelistrikan dan kemagnetan yang diperoleh dalam matakuliah Fisika Dasar maupun matakuliah Kelistrikan dan Kemagnetan. Dalam menginterpretasi gejala alam fisika, terdapat dua pendekatan sebagai titik tolak berpikir yang biasa dilakukan oleh siswa atau mahasiswa, yaitu pendekatan formal dan intuitif. Pendekatan formal didasarkan pada rumus-rumus matematika yang dipelajari. Adapun pendekatan intuitif ini dikembangkan berdasarkan penalaran terhadap alam nyata (real world) atau non matematik. Pendekatan formal dipandang sebagai titik awal dari cara berpikir yang tidak produktif, sedangkan pendekatan intuitif merupakan cara berpikir lebih produktif. Meskipun demikian pendekatan formal sangat diperlukan dalam proses penalaran lebih lanjut karena memiliki kemampuan prediksi yang tinggi.
Analisis konsepsi mahasiswa dalam memahami konsep kelistrikan dan kemagnetan, selanjutnya akan bermuara pada pola epistemologi konsep kelistrikan dan kemagnetan mahasiswa calon guru fisika. Konsepsi mahasiswa
31
ini belum tentu sama dengan konsep menurut model sains. Namun pola epistemologi dari pembentukan konsepsi mahasiswa dalam memecahkan masalah ini akan memberikan informasi mengenai karakteristik hasil belajar.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah mahasiswa prodi pendidikan fisika suatu LPTK di Semarang, yang sedang atau sudah menempuh perkuliahan fisika dasar pada semester dua dan mahasiswa yang menempuh perkuliahan listrik magnet pada semester enam. Pengelompokan responden yang berasal dari mahasiswa semester dua selanjutnya dinamakan kelompok I, dan mahasiswa semester enam disebut kelompok II. Dasar dipilihnya responden pada kedua tingkatan itu, dimaksudkan agar hasil penelitian ini memetakan keadaan perkembangan cara penalaran konsep kelistrikan dan kemagnetan, sebagai luaran dari proses pembekalan pada mahasiswa calon guru.
Dalam penelitian ini digunakan sampling teoretik, jumlah mahasiswa ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan penemuan teori, dengan memperhatikan faktor variabilitas subyek hingga mencapai keadaan jenuh, yaitu data yang dikumpulkan sudah dapat menjawab pertanyaan penelitian yang ada. Subyek penelitian tidak dipilih secara acak, tetapi diambil dengan mempertimbangkan kemampuan berkomunikasi agar proses pengungkapan proses berpikir dapat dilakukan dengan baik.
Responden penelitian terdiri atas mahasiswa semester dua angkatan tahun 2007/2008 yang telah menempuh matakuliah Fisika Dasar sebanyak 8 orang, dan mahasiswa semester enam angkatan tahun 2005/2006 yang telah
32
menempuh matakuliah pengayaan listrik magnet sebanyak 9 orang. Seluruh responden yang dipilih berstatus mahasiswa yang diterima melalui proses seleksi nasional. Kriteria kelompok tinggi, sedang, dan rendah didasarkan pada nilai Fisika Dasar yang diperoleh. Subyek yang dipilih juga berasal dari latar belakang profesi orangtua dan daerah asal yang bervariasi. Kemampuan komunikasi dan karakteristik responden diperoleh berdasarkan informasi dosen wali dan dosen pengampu matakuliah. Subyek penelitian dan karakteristiknya disajikan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Daftar Subyek Penelitian No Inisial/ Jenis
Kelamin Semester Kelompok/ Nilai Fisika
1 S (l) 2 Rendah/ C 2 F (l) 2 Tinggi/ A 3 N (p) 2 Rendah/ C 4 H (l) 2 Tinggi/ A 5 T (l) 2 Sedang/ B 6 P (p) 2 Rendah/ C 7 Z (p) 2 Tinggi/ A 8 D (p) 2 Sedang/ B 9 R (l) 6 Sedang/ B 10 A (l) 6 Rendah/ BC 11 U (p) 6 Tinggi/ AB 12 E (p) 6 Rendah/ BC 13 L (p) 6 Tinggi/ AB 14 K (l) 6 Sedang/ B 15 G (p) 6 Tinggi/ AB 16 Y (l) 6 Sedang/ B 17 M (l) 6 Rendah/ BC
33 C. Disain Penelitian
Penelitian ini dikembangkan dari paradigma kualitatif yang berusaha mencari makna atau hakekat dibalik fenomena yang terjadi. Perumusan masalah bertolak dari bagaimana mahasiswa calon guru fisika membentuk konsep kelistrikan dan kemagnetan. Studi literatur sebagai pendahuluan dilakukan untuk membentuk kerangka berpikir, sebelum dilaksanakan observasi lapangan.
Langkah-langkah dalam penelitian digambarkan berikut ini.
Gambar 3.2 Langkah kerja penelitian
Analisis Data Deskripsi Reduksi Seleksi
Analisis Epistemologi Konsep Kelistrikan dan Kemagnetan pada Mahasiswa Calon Guru
Fisika
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana mahasiswa Calon Guru Fisika Membentuk Konsep Listrik Magnet?
Studi Pendahuluan : Literatur, dokumentasi
Observasi Kelas Pengumpulan Data
Penyajian Pola
Temuan Hipotesis/Teori Kerangka Berpikir
34
Pengumpulan data dilakukan melalui pertimbangan agar didapatkan sampling kaya informasi. Pemilihan sampling dilakukan berdasarkan sampling teoretik dan berorientasi tujuan (purposive sampling). Pengertian sampling dalam penelitian kualitatif disini bukan dimaksudkan untuk keperluan generalisasi. Pengumpulan data dilakukan melalui metode think aloud, didukung dengan observasi, wawancara, dan analisis pekerjaan dan hasil tes mahasiswa. Pengumpulan dan analisis data dilakukan secara spiral, meliputi tahap deskripsi, reduksi, dan seleksi yang berulang-ulang. Selanjutnya, dilakukan penyajian pola. Dengan merujuk pada teori yang relevan, pola yang dihasilkan kemudian dianalisis, dan ditemukan suatu hipotesis atau teori.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik Think Out Loud (TOL) atau juga dikenal dengan sebutan think alouds, yaitu meminta subyek penelitian untuk menyelesaikan masalah, sambil mengungkapkan dengan suara keras apa yang sedang ia pikirkan. Think alouds dikembangkan oleh ahli psikologi kognitif dengan tujuan untuk mengungkap proses berpikir. Ketika seseorang memecahkan masalah, maka apa yang dipikirkan dapat direkam dan dianalisis untuk menentukan proses kognitif yang terkait dengan masalahnya. Dua hal penting dari metode think-aloud (Olson, et al., 1984) yaitu (1) siswa menuliskan atau menyatakan kesadaran berpikirnya ketika menyelesaikan masalah (lebih dalam dari sekedar menjelaskan perilaku yang ditampakkan), (2) siswa harus melaporkan apa yang benar-benar mereka pikirkan saat ini (bukan sekedar apa yang mereka ingat saat yang lalu).
35
Proses verbalisasi dari proses berpikir menurut Someren, et al., (1994) melewati lima tahap yaitu (1) tahap persepsi, informasi mengalir dari sensory buffer ke dalam memori kerja (working memory), (2) tahap pemanggilan kembali (retrieval), dari memori jangka panjang (LTM) ke memori kerja (working memory), (3) tahap konstruksi, informasi baru dikonstruksi dari informasi lain dalam memori kerja, (4) tahap penyimpanan (storage), informasi disimpan dari memori kerja ke memori jangka panjang, (5) tahap verbalisasi, informasi yang aktif di dalam memori kerja diungkapkan dalam bentuk kalimat dan keluaran dari proses ini adalah protokol pembicaraan. Keseluruhan proses verbalisasi disajikan dalam gambar 3.3
Gambar 3.3 Model memori selama proses verbalisasi
Think aloud dipandang sebagai metode yang dapat meminimalkan gangguan dalam proses berpikir karena diungkapkan tanpa mendapat intervensi dari luar. Namun demikian think-aloud memiliki keterbatasan sebagai berikut. Pertama, ketidaklengkapan informasi karena adanya ketidakselarasan antara verbalisasi dan proses kognisi. Kedua, keterbatasan ingatan. Ketiga, kemampuan siswa untuk menjelaskan atau menjustifikasi dari perilakunya sendiri. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut maka dipilih subyek yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, penciptaan
Penyimpanan (buffer) sensori Memori kerja (WM) Memori jangka panjang (LTM) protokol
36
suasana yang nyaman agar mereka fokus terhadap tugas, dan peneliti tidak mencampuri proses berpikir agar mengurangi terjadinya interferensi yang tidak perlu, kecuali subyek telah berhenti berbicara. Ketidakjelasan informasi karena faktor verbalisasi ditriangulasi dengan metoda yang lain yaitu wawancara, dan observasi. Peneliti juga mengkondisikan mahasiswa untuk mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan dengan bahasa yang bebas. Keterbatasan dalam hal ingatan responden diatasi dengan waktu pengumpulan data yang beriringan dengan saat responden mengikuti perkuliahan kelistrikan dan kemagnetan di semester dua atau enam.
Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (1) mahasiswa diberikan tugas berupa pertanyaan yang harus dijawab secara langsung dengan suara keras, setelah terlebih dahulu membaca pertanyaan pada kertas yang disediakan, (2) peneliti merekam ungkapan verbal dari mahasiswa dengan bantuan audio dan video, (3) peneliti mengemukakan pertanyaan, hanya jika diperlukan untuk mendalami apa yang sedang dipikirkan oleh mahasiswa, (4) peneliti berperan mengendalikan dan memantau suasana agar kondusif untuk pengambilan data. (4) triangulasi data dilakukan dengan konteks lain tetapi masih fokus pada persoalan yang sedang dieksplorasi, dan melalui metode yang lain yaitu diskusi dan tes. Triangulasi dalam konteks yang berbeda dimaksudkan untuk melihat konsistensi data dan kecenderungan pola umum antara kelompok subyek semester dua dan enam.
Dalam rangka mendalami masalah atau mengklarifikasi proses berpikir yang diutarakan oleh mahasiswa dilakukan wawancara. Dalam penelitian ini
37
digunakan wawancara tidak terstruktur, pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri unik responden. Selama penelitian berlangsung, peneliti juga membuat catatan lapangan, agar temuan yang menarik, menyimpang atau tidak lazim segera dieksplorasi lebih lanjut.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peran peneliti sekaligus sebagai instrumen penelitian, dipandu oleh instrumen lembar tugas dan tes.
1. Peneliti sebagai Instrumen
Peneliti berperan sebagai perencana, pengumpul data, penganalisis data, penafsir data, dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Moleong (2005) mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam peran peneliti sebagai instrumen sebagai berikut (a) responsif terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Peneliti harus menyadari perlunya merasakan dimensi konteks dan berusaha agar dimensi-dimensi itu menjadi eksplisit, (b) menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data, (c) memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan. Peneliti memandang konteks yang berkesinambungan secara utuh, diri sendiri dan kehidupannya adalah sesuatu yang riil, benar dan mempunyai arti, (d) mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman praktis di lapangan, (e) memproses data secepatnya, menyusun kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar temuan, merumuskan hipotesis sewaktu berada di lapangan, dan mengetes hipotesis pada responden, sehingga peneliti dapat mengadakan
38
pengamatan dan wawancara lebih mendalam dalam proses pengumpulan data, (f) memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan serta menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subyek atau responden, (g) memanfaatkan kesempatan untuk menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu atau tidak lazim terjadi. Peneliti meminimalkan intervensi selama proses pengungkapan proses berpikir, agar proses berpikir tidak terganggu.
2. Instrumen Lembar Tugas
Alat pengumpul data berupa lembar tugas dan tes digunakan sebagai perangkat eksplorasi model berpikir mahasiswa ketika memecahkan masalah. Model yang diperoleh disebut model epistemologi, yang merupakan hasil interaksi antara tugas dan karakteristik psikologi mahasiswa. Berdasarkan teori verbalisasi dan model psikologis selanjutnya dibuat skema pengkodean dalam satuan-satuan analisis. Hasil transkripsi atau protokol yang sudah disegmentasi kemudian dilakukan pengkodean. Analisis dari pengkodean protokol selanjutnya digunakan untuk menemukan model epistemologi. Alat pengumpul data terdiri atas perangkat eksplorasi resource yang memerlukan jawaban spontan dilakukan dengan teknik think-aloud, pertanyaan diskusi kelompok digunakan untuk mengobservasi pergeseran frame, dan tes tertulis untuk mendapatkan data pendukung sekaligus triangulasi. Perangkat untuk mengumpulkan data divalidasi oleh dua orang ahli pendidikan fisika, dan seorang ahli fisika, di luar pembimbing. Validasi mencakup kesesuaian masalah dengan tujuan, konstruksi masalah, dan kesesuaian bahasa yang
39
digunakan. Setelah dilakukan perbaikan dari aspek redaksi maupun isi, kemudian diujicobakan kepada 4 orang mahasiswa di luar responden untuk melihat keterbacaan instrumen oleh responden dan mengantisipasi timbulnya permasalahan teknis dalam proses pengumpulan data. Perangkat pengumpul data yang sudah disempurnakan, disajikan pada lampiran 2.
Materi yang dieksplorasi melalui perangkat penelitian mencakup konsep distribusi muatan, konsep medan dan gaya elektrostatik, konsep medan magnetik dan interaksinya, dan medan non statik terutama menyangkut konsep perubahan fluks magnetik. Kerangka berpikir yang mendasari pembentukan konsep dipetakan berdasarkan skema jawaban yang muncul. Urutan dan struktur skema juga menggambarkan model penalaran responden. F. Teknik Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian dilakukan dengan langkah-langkah (1) membuat transkripsi data verbal dari hasil rekaman, yang disebut juga protokol; (2) menelaah seluruh data dari berbagai sumber, yaitu hasil think aloud, wawancara, observasi dalam bentuk catatan lapangan, dan tes; (3) membuat reduksi data dengan membuat abstraksi, yaitu membuat rangkuman dengan menjaga data tetap berada di dalamnya, termasuk membuat segmentasi protokol; (4) menyusun satuan-satuan analisis berdasarkan ranah dan kategori-kategori selanjutnya dilakukan pengkodean; (5) menggambarkan struktur berpikir dalam bentuk skema dan tabel berdasarkan pola umum kelompok; (6) menganalisis tema atau pola epistemologi; (7) menganalisis temuan-temuan menarik; dan (8) menarik
40
kesimpulan. Secara garis besar, kerangka berpikir dalam proses analisis data, disajikan pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Proses analisis data
Dalam proses analisis data ini dikonstruksi suatu pemetaan model psikologi dan poses kognitif dengan menggunakan analisis protokol. Pemetaan disajikan dalam bentuk skema pengkodean yang didasarkan model psikologi dan teori verbalisasi yaitu suatu teori tentang proses verbalisasi. Hasil analisis protokol dalam bentuk skema pengkodean digunakan untuk memprediksi model dalam kerangka penelitian psikologi. Model psikologi dibentuk berdasarkan teori psikologi dan muncul sebagai respon terhadap tugas yang diberikan kepada responden.
Teori Psikologi Analisis tugas Model Psikologi Diprediksi melalui pengkodean protokol Pengkodean Protokol Segmentasi Protokol Protokol kasar Skema pengkodean Teori verbalisasi
41 1. Penyusunan Satuan Analisis
Lincoln dan Guba (Moleong, 2005) menamakan satuan sebagai satuan informasi yang berfungsi untuk menentukan atau mendefinisikan kategori. Satuan juga merupakan bagian terkecil yang mengandung makna yang bulat dan dapat berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain. Ada dua karakteristik dari satuan, yaitu pertama, satuan harus heuristic artinya mengarah pada satu pengertian atau satu tindakan yang diperlukan oleh peneliti, dan kedua, satuan merupakan sepotong informasi tambahan selain pengertian umum dalam kontek latar penelitian.
Setelah dipelajari seluruh data yang terkumpul, selanjutnya dilakukan identifikasi satuan-satuan dan diberi kode. Dalam analisis epistemologi ditetapkan lima ranah atau domain yang menjadi fokus penelitian yaitu kerangka berpikir, model penalaran, struktur konsep, pola pemecahan masalah dan konsistensi frame. Analisis epistemologi mencakup pertanyaan tentang apa yang diakses, bagaimana cara mengakses, dan bagaimana pola penerapannya. Apa yang diakses dipetakan dalam tiga ranah yaitu kerangka berpikir, struktur konsep, dan konsistensi frame. Bagaimana cara mengakses dideskripsikan melalui ranah model penalaran. Bagaimana pola penerapannya dipetakan berdasarkan tingkatan pemula-pakar dalam ranah pola pemecahan masalah. Empat ranah dieksplorasi melalui metode think-aloud dengan didukung oleh metode lain. Ranah konsistensi frame sebenarnya sebagai ranah pelengkap, satu-satunya ranah yang digali melalui kegiatan diskusi kelompok.
42
Satuan-satuan ranah kerangka berpikir dibagi dalam medan elektrostatik, medan magnetik, dan medan dinamik. Kerangka berpikir dideskripsikan melalui penentuan prioritas utama, yang diadaptasikan dari pemikiran DiSessa (1993) tentang cuing priority yang biasanya diterapkan untuk mengeksplorasi p-prim. Struktur konsep dikategorikan dalam struktur terpisah (fragmented) atau terkait (connected) yang disarikan dari pemikiran. Zohar (2006). Konsistensi frame diklasifikasikan dalam kategori labil dan stabil, yang diadaptasikan dari Scherr (2002). Model penalaran dikategorikan berdasarkan satuan p-prim, intuisi, berpikir analitis, dan rumus. Penetapan satuan untuk model penalaran didasarkan pada kajian teori p-prim (DiSessa, 1993), intuisi (Fishbein, 2005), berpikir analitik (Amer, 2005), dan rumus (Bing, 2008). Pola pemecahan masalah dikategorikan dalam forward dan backward dirujuk dari Ertmer. et al. (2009) dalam pembahasan mengenai tingkatan pemula-pakar (novice-experts).
Dalam ranah tingkatan pemula-pakar, satuan ditetapkan berdasarkan cara penyelesaian masalah yaitu model ke depan (forward) dan model ke belakang (backward). Penyelesaian masalah model ke depan, bertolak dari identifikasi masalah dan berakhir dengan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Adapun pada model ke belakang, jawaban berawal dari kalimat pertanyaan yang diajukan, kemudian didukung oleh penjelasan lainnya. 2. Membuat pengkodean
Pengkodean disusun untuk membantu pengelompokkan dengan suatu aturan yang memenuhi prinsip taat asas. Kategorisasi berkaitan dengan
43
komponen komponen dalam proses berpikir untuk menyederhanakan kompleksitas persoalan, mempermudah penafsiran data dan proses berpikir dari subyek penelitian. Kategorisasi atau pengkodean komponen proses berpikir disajikan pada tabel 3.2. Pengkodean komponen digunakan dalam analisis data, sebagaimana terdapat pada lampiran 3 dan 4.
Tabel 3.2 Pengkodean komponen
Istilah Pengertian Kode
Kerangka berpikir Diambil dari istilah frame yaitu membingkai pengetahuan, yang diperagakan ketika memberikan jawaban dalam pemecahan masalah
Frm
Resource awal Resource yang pertama kali diakses dalam
pemecahan masalah
So
Cuing Priority identifikasi kerangka berpikir yang menjadi dasar pemecahan masalah, agar diketahui skala prioritas kerangka yang umumnya digunakan oleh responden
Pi
Struktur pengetahuan saling terkait
Struktur dari resource memiliki asosiasi kuat Sc Struktur pengetahuan
saling terpisah
Struktur dari resource memiliki asosiasi lemah
Ss
P-prim Berpikir primitif dengan struktur kognitif
sederhana berdasarkan pengalaman
Prm
Intuisi Berpikir spontan tanpa penjelasan Int
Berpikir analitik Berpikir melalui proses analisis bagian-bagian dari permasalahan
Anl
Berbasis rumus Berpikir dengan berpijak dari rumus semata Rms
Bergerak maju
(forward)
Cara pemecahan masalah dimulai dengan membuat inferensi berdasarkan data, lalu membuat konseptualisasi permasalahan untuk menuju solusi masalah yang ditanyakan
Fw
Bergerak mundur (backward)
Cara pemecahan masalah dimulai dari masalah yang ditanyakan dengan kurang menghargai data berusaha memberikan solusi
Bw
3. Penafsiran Data
Selain menghasilkan deskripsi analitik yang dikembangkan dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang muncul dari data, penelitian ini juga bermaksud menemukan teori substantive yang
44
berkaitan dengan pola epistemologi konsep kelistrikan dan kemagnetan pada mahasiswa calon guru fisika dalam memecahkan persoalan medan.
Berdasarkan pengkodean dari satuan analisis dan komponen yang terlibat dalam proses berpikir, selanjutnya dilakukan kajian hubungan antar resource yang diungkapkan melalui pernyataan yang dikemukakan oleh mahasiswa baik secara lisan maupun tertulis. Keterkaitan antar resource ditinjau dari kerangka berpikir yang digunakan dan model penalaran yang diperagakan oleh mahasiswa dalam pemecahan masalah, merupakan pola epistemologi yang dicari.
Data dalam penelitian kualitatif harus memenuhi syarat kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas (Sugiyono, 2006). Kredibilitas mengacu pada pertanyaan apakah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang ada dalam realitas (kenyataan di lapangan). Uji kredibilitas penelitian antara lain dapat dilakukan dengan cara menguji kepercayaan temuan, diantaranya dapat dilakukan dengan teknik memperpanjang waktu pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan triangulasi. Dalam penelitian ini, untuk memenuhi syarat kredibilitas, dilakukan observasi dengan tekun (persistent observation) yaitu peneliti mewawancarai subyek dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan dan mengadakan pengulangan pertanyaan terhadap responden dalam waktu yang berbeda terhadap informasi yang tidak jelas. Peneliti juga melakukan triangulasi untuk menvalidasi data dengan triangulasi metode.
45
Transferabilitas adalah upaya membangun generalisasi seperti dalam penelitian kuantitatif. Tetapi dalam penelitan kualitatif hanya menyajikan hipotesis kerja disertai deskripsi yang terkait dengan waktu dan konteks, tidak menggeneralisasi suatu penemuan yang berlaku atau diterapkan pada semua konteks. Transferabilitas dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks, serta menguraikannya secara rinci. Dalam penelitian ini yang dilakukan adalah menguraikan secara rinci dan sistematik, sehingga pembaca memperoleh gambaran yang jelas bagaimana suatu hasil penelitian ini diberlakukan.
Dependabilitas diartikan sama dengan reliabilitas pada penelitian kuantitatif, yaitu dapat tidak dibuat replikasi atau uji ulang hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif memandang realitas itu terkait langsung dengan konteks dan waktu, sehingga kecil kemungkinan mengadakan replikasi hasil studi. Dependabilitas dalam penelitian ini dijaga dengan teknik-teknik seperti yang dijelaskan untuk menjaga kredibilitas dan teknik audit yang menjaga kejujuran dan ketepatan sudut pandang peneliti.
Konfirmabilitas menggantikan istilah objektivitas pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif memandang realitas itu ganda, terkait dengan konteks dan waktu. Objektivitas tidak berdasar kesepakatan atau persetujuan oleh beberapa atau banyak orang, tetapi berdasar data. Dalam penelitian ini, kepastian dipenuhi karena berdasarkan data yang digali dengan sebenarnya.