• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT LEGENDA WIRALODRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI-NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT LEGENDA WIRALODRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SMA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT LEGENDA WIRALODRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA

DI SMA Eli Herlina

e-mail: eliherlina_3108@yahoo.com

Penelitian ini bertujuan untuk nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Legenda Wiralodra, serta mengimplementasikannya sebagai bahan ajar sastra di SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskreptif kualitatif yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Penelitian ini dilakukan secara langsung dengan mewawancarai, mendata, serta mendokumentasikan bangunan dan cerita-cerita mengenai asal usul cerita rakyat Legenda Wiralodra. Data yang telah terkumpul akan disusun, dianalisis, diinterpretasikan, dan disimpulkan sehingga memberikan suatu gambaran tentang hasil penelitian yang sistematis dan akurat.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi, dan teknik pustaka. Teknik validitas data yang digunakan adalah triangulasi data dengan membandingkan data antara dari sumber yang satu dengan data dari sumber yang lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya serta implementasinya sebagaibahan ajar di SMA memberikan pengetahuan kepada siswa untuk mengenal dan memahami hal yang menarik dari tokoh dan latar cerita rakyat yang ada di daerah masing-masing sebagai bentuk pelestarian budaya.

Kata kunci : Nilai-nilai Budaya, Cerita Rakyat, Legenda Wiralodra, Bahan Ajar Sastra

PENDAHULUAN

Pada hakikatnya kebudayaan adalah cermin dari sekumpulan manusia yang ada di dalamnya. Indonesia merupakan salah satu negara yangmempunyai beraneka ragam budaya sebagai kekayaan nasional yang sangat berharga.Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis dan karya sastra lisan.Karya sastra tulis adalah sastra yang teksnya berisi cerita yang ditulis atau dibukukan, sedangkan karya sastra lisan adalah cerita atau teks yang bersifat kelisanan, dan diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi berikutnyasecara turun menurun.Teks lisan yang sangat terkenal dalam masyarakat adalah cerita rakyat.Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1997:50) mengatakan bahwa, “Cerita rakyat dapat dibagi menjadi tiga yaitu: mite, legenda, dan dongeng”. Sudah tentu pembagian cerita prosa rakyat ke dalam tiga kategori itu hanya merupakan tipe ideal saja, karena dalam kenyataannyabanyak cerita

yang mempunyai ciri lebih dari satukategori sehingga sulitdigolongkan ke dalam salah satu kategori. Cerita-cerita tersebut mengandung nilai-nilai budaya, agama, pendidikan, sosial, dan lain-lain.

Cerita rakyat Legenda Wiralodra yang dimiliki oleh masyarakat daerah Indramayu mempunyai peran sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra lisan. Masyarakat Indramayu begitu yakin dengan adanya kali Cimanuk yang dianggap sungil karena setiap korban yang meninggal terbawa arus kali Cimanuk dipercayai itu adalah korban tumbal dari penghuni kali Cimanuk. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan warisan itu, di antaranya adalah dengan cara mengajarkan kepada generasi-generasi baru. Oleh karena itu, apabila terdapat keunikan-keunikan tertentu dalam cerita rakyat, sangat tepat bila dikaitkan dengan pendayagunaan bidang pendidikan khususnya sebagai bahan ajar.

(2)

Legenda Wiralodra mempunyai nilai budaya yang tinggi. Namun, sebagian besar masyarakat Indramayu sendiri sebagai pemilik cerita rakyat tidak mengetahui asal usul yang melatarbelakangi terjadinya kota Indramayu. Berdasarkan latar belakang di atas terdapat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana nilai-nilai budaya yang terdapat pada cerita rakyat Legenda Wiralodra di Kabupaten Indramayu? dan bagaimana implementasi nilai budaya cerita rakyat Legenda Wiralodra sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA? Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini memiliki tujuan yaitu mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat pada cerita rakyat Legenda Wiralodra di kecamatan Indramayu dan mengimplementasikan nilai budaya cerita rakyat Legenda Wiralodra sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

CARA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskreptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif menggunakan desain yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Desain ini tidak tersusun secara ketat dan kaku, sehingga dapat diubah dan disesuaikan dengan pengetahuan baru yang ditemukan (Moleong, 2002:7).Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Legenda Wiralodra. Selanjutnya hasil dari penelitian ini digunakan sebagai alternatif bahan ajar pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada pokok bahasan mendengarkan dengan kompetensi dasar cerita rakyat. Menurut Sangidu (2007:61) objek penelitian adalah pokokPenelitian sastra. Objek penelitian ini adalah nilai budaya cerita rakyat Legenda Wiralodra dan implementasinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam yang harus dicari dan dikumpulkan oleh pengkaji untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang dikaji (Subroto dalam Al Ma’ruf,

2011:9-10). Data dalam penelitian ini adalah kata-kata, ungkapan, dan kalimat yang terdapat pada nilai budaya cerita rakyat Legenda Wiraloidra dan implementasinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Pada penelitian ini, digunakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam, observasi, dan teknik pustaka. Dalam validitas data penelitian menggunakan triangulasi data.Penelitian ini akan diperiksa kebenaran data dengan menggunakan pembanding antara data dari sumber data yang satu dengan sumber data yang lain sehingga keabsahan dan kebenaran data akan diuji oleh sumber data yang berbeda.

Pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, dan pustaka. Data yang diperoleh peneliti kemudian dikumpulkan untuk dikaji lebih mendalam. Selanjutnya, setelah data yang diperoleh tersebut dikumpulkan, dilakukan kegiatan reduksi data (Al-Ma’ruf, 2011:15), yaitu proses seleksi data, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar dalam rangka penarikan kesimpulan. Kemudian data yang telah direduksi, disajikan dengan merakit atau mengorganisasikan informasi yang diperoleh yang memungkinkan penarikan kesimpulan. Proses atau langkah terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi, yaitu dengan menarik kesimpulan atas informasi-informasi yang diperoleh dalam analisis data.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Sesuai dengan permasalahan pada penelitian ini, maka akan membahas hasil penelitian yaitu nilai-nilai budaya dan implementasinya sebagai bahan ajar di SMA. Dalam penelitian ini ditemukan nilai-nilai budaya berupa unsur-unsur kebudayaan yang universal dan

(3)

merupakan unsur-unsur yang pasti bisa ditemukan di semua kebudayaan yang ada di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan (Koentjaraningrat, 2000:2). Unsur-unsur universal itu antara lain: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan.

Implementasi Cerita Rakyat Legenda Wiralodra sebagai Bahan Ajar di SMA Berdasarkan uraian standar kompetensi dan kompetensi dasar di dalam materi cerita rakyat untuk SMA kelas X semester II, diharapkan pembelajaran sastra sesuai dengan acuan tersebut. Kompetensi dasar 13.1 diharapkan siswa dapat menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang disampaikan secara langsung maupun melalui rekaman.Guru dapat menceritakan asal usul cerita rakyat Legenda Wiralodra dan siswa dapat menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat Legenda Wiralodra. Tokoh yang memberikan simpati dan empati kepada tokoh lainnya seperti yang diharapkan pembaca bahwa tokoh tersebut bisa memberikan nilai-nilai atau norma-norma yang baik bagi pembacanya.

2. Analisis dan Pembahasan

Dalam pengkajian cerita rakyat Legenda Wiralodra ini, sesuai dengan objek dan tujuannya, teori mengenai unsur-unsur cerita rakyat lebih mengacu pada teori Stanton. Berdasarkan data yang diperoleh, berikut akan dianalisis unsur-unsur pembangun cerita rakyat dalam hal ini tema, alur, penokohan, dan latar. 1. Tema Stanton (2007:21) menyebutkan

bahwa tema adalah arti pusat yang terdapat dalam cerita. Tema yang ada dalam cerita rakyat Legenda Wiralodra termasuk dalam ceritatradisionalyakni kepahlawanan

pribadi-pribadi dalam membangun kota Indramayu dengan mengadakan padukuhan di sekitar kali cimanuk.

““…, Hantuk marmane yang hagung, suara kang kapiyarsi, heh kacung pan Wiralodra, lamun pengen mulya kaki, saturun turunira, babadda hing alas kaki. Hing kulon hungsinen kulup, hing halas Cimanuk kaki, halas gedhe hiku nyawa, pan bakal dadi negari, kanggo turun turunira, dugi turun pitu mangkin…..”.

2. Alur Cerita

Alur merupakanderetan peristiwa yang dialami tokoh cerita dapattersusun menurut urutan waktu.Peristiwa yang ditampilkan dipilih dengan memperhatikan kepentingannya di dalam membangun cerita (Sudjiman, 1991:29).

a. Tahap penyituasian

Nurgiyantoro (2009:149) menyatakan bahwa tahap penyituasian merupakan tahap yang terutama berisi pelukisan dan penganalan situasi latar dan tokoh cerita. Dalam cerita rakyat Legenda Wiralodra ini permulaan cerita di awali dengan turunnya wangsit untuk membangun sebuah pedukuhan di sekitar kali Cimanuk.

““…,Mendapat petunjuk dari Allah Yang Maha Besar, terdengar wangsit berupa suara, wahai putraku Wiralodra, jika engkau menginginkan kemulyaan bersama keturunanmu, tebanglah olehmu hutan rimba Sungai Cimanuk, yang terletak diarah barat matahari terbenam, mengungsi dan menetaplah di sana, hutan rimba itu nyawa, kelak tempat itu akan menjadi sebuah negeri, untuk

(4)

keturunanmu hingga tujuh turunan…..”

b. Tahap pemunculan konflik

Tahap pemunculan konflik merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan ataudikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2009:149). Tahap penyituasian dan tahap pemunculan konflik sangat bekesinambungan sehingga memunculkan konflik seperti dalam kutipan di bawah ini.

“”....Boten wonten kakirangan, palawija tan kabukti, kawentar kabonnan nira, lamon bagus tanah neki, katha tiyang sami prapti, tumut wesma haneng ngriku, hawit tanemmane gemah, lumintu tiyang kang dugi, sami gemu kekebonnan warna-warna. Kathah tiyang damel wesma, manca negari nekani, Ki Tinggil kang dadi lurah, tan wonten kang kirang tedhi, hing kilen Cimanuk kali....”.

Pada saat Wiralodra sedang berada di Bagelen menemui kedua orang tuanya, Padukuhan Cimanuk untuk sementara dipimpin oleh Ki Tinggil sebagai lurah, ketika itu kedatangan seorang tamu perempuan yang sangat cantik jelita dan masih gadis bermama Hindhang Darma/Endang Darma yang ditemani oleh dua orang abdinya yang bernama Tana dan Tani. Endang Darma memohon ijin pada Ki Tinggil untuk tinggal di Padukuhan Cimanuk, membuat rumah dan berkebun disana. Selain berkebun Endang Darma juga mengajarkan kesaktian,

kedigjayaan dan berbagai macam ilmu yang memasyurkan namanya. Kesaktian dan kemasyuran Endang Darma sampai terdengar oleh Pangeran Guru Aryadillah di negeri Palembang. Ternyata yang dilakukan oleh Endang Darma yaitu mengajarkan ilmu-ilmu kesaktian merisaukan dan membuat marah Pangeran Guru Aryadillah sehinnga Pangeran Guru beserta murid–muridnya yang disebut Pangeran Selawe (Dua puluh lima Pangeran) datang menemui Nyi Endang Darma di Padukuhan Cimanuk. Bentrokan pun terjadi antara Endang Darma dan Pangeran Selawe yang dipimpin oleh Pangeran Guru Aryadillah. c. Tahap peningkatan konflik

Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, benturan-benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari (Nurgiyantoro, 2009:149-159).Konflik mulai meningkat setelah kematian Pangeran Selawe, Ki Tingil merasa ketakutan atas kejadian tersebut dan segera memberikan laporan kepada Wiralodra yang sedang berada di Bagelen. Laporan Ki Tinggil membuat Wiralodra segera kembali ke Padukuhan Cimanuk untuk meminta keterangan kepada Endang Darma atas semua kejadian yang

terjadi selama

kepergiannya.Ketika sampai di padukuhan Cimanuk dan bertemu dengan Endang Darma, Wiralodra tertegun mengagumi kecantikan Endang Darma. Endang Darma memberi alasan yang rasional tentang peperangan

(5)

atau perselisihan yang menewaskan Pangeran Selawe pimpinan Pangeran Guru Aryadillah. Alasan yang dikemukakan oleh Endang Darma, diterima oleh Wiralodra dan Wiralodra berkata:

”...yen bener haturranneki, sanajan wong tuwahingwang, hingsun hora hameloni, heyang guru ingkang salah, nuruti nafsunireki,...”. Yang arti bebasnya ”...Jika benar keteranganmu, walaupun dia orang tuaku, saya tidak membelanya, Eyang Guru Aryadillah yang bersalah, menuruti nafsu dirinya...” Sangat bijak apa yang dikatakan oleh Wiralodra, kesalahan yang dilakukan oleh Aryadillah, walaupun dia sebagai orang tuanya, Wiralodra tidak membelanya.

d. Tahap klimaks

Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yangberperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2009:150). Dalam cerita rakyat Legenda Wiralodra ini terdapat klimaks cerita ketika Wiralodra memberi pancingan kepada Endang Darma untuk bertanding dengan jago-jago yang dibawanya dari Bagelen, dan yang sangat menggembirakan pertempuran adu kesaktian tersebut berujung pada kisah romantis dan manis antara Wiralodra dengan Endang Darma di puncak bukit, kisah tersebut diakhiri dengan terjunnya Endang Darma ke sungai Cimanuk. Dalam peristiwa inilah terjadi ”perjanjian lisan” antara Wiralodra dengan Endang Darma untuk menetapkan nama

DARMAYU bagi nageri yang akan mereka pimpin. Nama DARMAYU ini diambil dari nama belakang Endang Darma yang ditambahi dengan kata sifat atau panggilan dari Endang Darma, yaitu Endang Golis (Geulis) atau Ayu.

“...hawit kula kersane yang maha mulya, maksi panjang lampa habdi, hamung hanuhun nama, sampun hical nama kula, hawit babad cimanuk puniki, sareng babad lan kula, raden kaliyan habdi. lamon sampun hing benjang dados negara, hing kulon cimanuk kali, mugi den

namanana DARMAYU

benjang negara, nyahi hindang silem hing wari, hanang tuke cimanuk hukir....”

3. Penokohan

Setiap tokoh yang hadir dalam cerita memiliki unsur fisiologis yang berkaitan dengan fisik, unsur psikologis yang menyangkut psikis tokoh, dan unsur sosiologis yang berhubungan dengan lingkungan sosial tokoh (Oemarjati dalam Al-Ma’ruf, 2010:77).

4. Latar Cerita

Sudjiman (1991:44) menyatakan bahwa latar secara terperincimeliputi penggambaran tempat, waktu, dan sosial.Latar tempat meliputi pemandangan, sampai kepada perincian sebuah ruangan, pekerjaan/kesibukan sehari-hari tokoh.Latar waktu meliputi berlakunya kejadian,masa sejarahnya, musim terjadinya.Latar suasana meliputi lingkungan agama, moral intelektual, sosial, emosional para tokoh.

(6)

Cerita rakyat yang melatarbelakangi berdirinya kota Indramayu dimulai dengan wangsit yang diperoleh Wiralodra untuk membangun padukuhan di sekitar kali Cimanuk.Cerita rakyat Legenda Wiralodra ini memiliki nilai-nilai yang bisa dikaji yaitu nilai budaya.

Pelaksanaan pembelajaran cerita rakyat di SMA merupakan salah satu upaya pelestarian budaya dalam bidang pendidikan.Salah satu cerita rakyat Legenda Wiralodra di Kabupaten Indramayu yang memberikan nilai budayasebagai bahan pembelajaran di sekolah. Supaya siswa mengetahui ceritarakyat Legenda Wiralodra di Kabupaten Indramayu dengan jelas, materi yang di dapat oleh siswa lebih variatif dengan memperkenalkan cerita rakyat daerah sendiri serta menambahkan pelajaran tentang nilai budi pekerti dan agama yang menjadi benteng budaya asing yang tidak sesuai dengan jiwa serta kepribadian bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2011.Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Endaswara, Suwardi. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:

CAPS.

Djoko Pradopo, Racmat. (2002). Kritik Sastra Indonesia Modern.

Yogyakarta: Gama Media.

Danandjaja, James. 1997. Folklore Indonesia, Ilmu, Gosip, Dongeng dan Lain-

lain. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sangidu. 2007. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta: Seksi Penerbit Asia

Barat, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah... Fokus Penelitian ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Tinjauan Pustaka ... Hakikat Cerita Rakyat

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja kebutuhan guru dan siswa SMP tentang buku pengayaan cerita rakyat bermuatan nilai sosial budaya Jawa di Kabupaten

kebudayaan mengandung berbagai gagasan dan penuh nilai (makna) yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Pada umumnya cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cerita rakyat di Kabupaten Pemalang yang meliputi: (1) Isi cerita (2) struktur cerita; (3) nilai pendidikan

Perancangan komik digital Legenda Singo Ulung ini didasari oleh minimnya dokumentasi cerita rakyat Legenda Singo Ulung di Kabupaten Bondowoso dan menurunnya budaya

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) isi cerita rakyat Gunung Kelud; (2) mitos-mitos cerita rakyat Gunung Kelud; (3) nilai-nilai pendidikan yang terkandung

Analisis nilai budayayang terdapat dalam cerita legenda Batu Randuk , yaitu pandangan terhadap hidup dalam cerita tersebut yang berorientasi pada hidup untuk berbakti

Nilai budaya adalah konsep dalam pikiran masyarakat yang digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan dan yang dianggap sangat berharga. Dalam cerita rakyat Putri Lopian