• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Oleh

SATRA WIRYANOTA NIM. E1C 009 002

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

(2)

HALAMAN JUDUL

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Oleh

SATRA WIRYANOTA NIM. E1C 009 002

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

2016

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana (S1) program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indenesia dan Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.

Disadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati peneliti mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada:

1. Dr. H. Wildan, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Mataram.

2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Seni Universitas Mataram.

3. Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum. selaku Ketua Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Mataram.

(6)

5. Murahim, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

6. Drs. Imam Suryadi, M.Pd. selaku dosen Pembimbing Akademik.

7. Para dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

8. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Disadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat membantu dalam menyempurnakan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga apa yang disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan kepada pembaca umumnya.

Mataram, 2016

Peneliti

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Yen ala karyane ala panggihne, lan yen becik karyane becik panggihne”.

Jika jelek amalannya, jelek pula ganjarannya dan jika baik amalannya, maka baik

pula ganjarannya.

(Baloq Tui)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Orang tuaku tercinta Ibu dan Bapak. Terimakasih untuk doa, keringat dan air mata yang selama ini tak henti-hentinya dicurahkan kepada ananda. Saya berusaha untuk selalu berbakti meskipun masih jauh dari harapan Ibu dan Bapak.

2. Seluruh Keluarga besarku, sudah kusebutkan dalam hati. Terima kasih untuk semuanya.

3. Saudara- saudaraku yang tak mungkin tersebutkan di luar sana. Kalian sayang saya kan? Saya juga.

(8)
(9)

4.1Analisis Nilai-nilai Pendidikan ... 29

4.1.1 Nilai Pendidikan Religius ... 29

4.1.2 Nilai Pendidikan Moral ... 35

4.1.3 Nilai Pendidikan Sosial ... 39

4.2Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP ... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Simpulan ... 48

5.2 Saran ... 49

(10)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBEJARAN SASTRA

DI SMP Oleh Satra Wiryanota

ABSTRAK

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) nilai-nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar, (2) hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dan mengkaitkan hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan catat. Metode analisis data digunakan metode analisis deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) nilai-nilai pendidikan cerita rakyat Balang Kesimbar terkandung nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral dan nilai pendidikan sosial. Selanjutnya, (2) mengaitkan hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Standar Kompetensi yang digunakan adalah mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. Penelitian ini dapat dijadikan bahan ajar dan panduan siswa SMP karena cerita rakyat tersebut dapat memenuhi kriteria pemilihan bahan ajar. Dengan adanya aspek-aspek yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di SMP, maka tujuan utama penelitian ini dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan dan ditargetkan dalam KTSP.

Kata kunci : Nilai-nilai Pendidikan, Cerita Rakyat, dan Pembelajaran Sastra.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman khazanah sastra dan budaya peninggalan nenek moyang yang tersebar di setiap daerah-daerah. Salah satu di antaranya adalah peninggalan dalam bentuk folklor atau cerita rakyat. Folklor tersebut dapat dijumpai hampir di setiap daerah dalam bentuk jumlah yang tidak sedikit dan jenisnya sangat bervariasi. Folklor hendaknya dibina dan dikembangkan guna menjunjung tinggi dan lebih memperkaya kebudayaan nasional.

Dalam KBBI (2001: 319), folklor adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan. Sedangkan menurut Sudjiman (dalam Endraswara, 2013: 47), menerangkan bahwa folklor (cerita rakyat) adalah kisahan anonim yang tidak terikat pada ruang dan waktu, beredar secara lisan di tengah masyarakat. Danandjaya (dalam Endraswara, 2013:47), menyebutkan bahwa cerita prosa rakyat merupakan satu genre folklor lisan Indonesia yang diceritakan secara turun menurun, bentuknya berupa mite, legenda, dongeng, seni tradisi, ataupun upacara tradisi.

(12)

macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Berdasarkan tipenya Brunvand dalam (Rafiek 2012: 52), membagi folklor atas tiga kelompok besar, yaitu (1) folklor lisan (verbal folklore); (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); (3) folklor bukan lisan (nonverbal folklore).

Keseluruhan jenis folklor baik folklor lisan, folklor sebagian lisan maupun folklor bukan lisan, memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut Bascom dalam (Endraswara 2013:3), folklor memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi (proyective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidikan (pedagogical device), dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Atas dasar pandangan teoritik itu, kajian ini akan mengungkap cerita rakyat yang berasal dari pulau Lombok provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Salah satu cerita rakyat yang berkembang secara lisan di pulau Lombok adalah cerita rakyat Balang Kesimbar. Cerita rakyat Balang Kesimbar termasuk salah satu jenis folklor lisan bergenre dongeng. Selama ini cerita rakyat Balang Kesimbar kurang begitu diperhatikan apalagi dijadikan sebagai

(13)

materi pembelajaran sastra. Berdasarkan fenomena inilah, perlu diadakan langkah yang signifikan untuk lebih mengenalkan cerita rakyat Balang Kesimbar kepada masyarakat pada umumnya dan pelajar pada khususnya.

Untuk menjaga kelestarian cerita rakyat Balang Kesimbar tersebut salah satu langkah yang ditempuh ialah dengan mengenalkannya kepada anak-anak didik melalui pendidikan formal khususnya untuk anak-anak SMP. Selama ini, materi dalam pembelajaran sastra biasanya hanya mengangkat cerita rakyat yang sudah berkembang secara nasional tanpa memperkenalkan secara spesifik cerita rakyat yang berkembang di tiap-tiap daerah masing-masing. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan isi atau materi sastra, yakni dengan menambahkan cerita rakyat Balang Kesimbar sebagai materi pembelajaran.

Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini mencoba mengkaji cerita

(14)

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah sangat penting dalam penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar ?

2. Bagaimanakah hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di sekolah, khususnya di

SMP ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan suatu penelitian haruslah jelas mengingat penelitian mempunyai arah dan sasaran yang tepat. Tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita

rakyat Balang Kesimbar.

2. Untuk mendeskripasikan hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di SMP.

(15)

1.4Manfaat Penelitian

Upaya meningkatkan pengetahuan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam pendidikan. Oleh sebab itu sebuah karya harus memiliki manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat:

a. Menjadi sarana untuk menambah bahan referensi dan sebagai salah satu bahan perbandingan bagi peneliti-peneliti terutama yang berminat pada bagian kesastraan.

b. Menambah variasi dokumentasi, koleksi bacaan dan inventarisasi di Universitas Mataram, terutama FKIP jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis

(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini khususnya yang mengangkat cerita rakyat sebagai objek penelitian, hanya beberapa yang penulis temukan. Salah satunya yakni dalam penelitian yang dilakukan oleh Raudlatul

Jannah (2015), dengan judul “Analisis Cerita Rakyat Asal usul Desa Batu Basong Kajian Monogenesis dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di

SMP”. Dalam penelitiannya mengkaji tentang bagaimana asal usul cerita rakyat

desa batu basong dengan pendekatan kajian monogenesis.ada tiga motif cerita yang terdapat dalam cerita rakyat Asal usul Desa Batu Batu Basong yaitu, motif mitologi tentang asal usul suatu nama kota, motif tentang pengujian, dan motif tentang kesetiaan.

Penelitian selanjutnya, yang dilakukan oleh Eirzikri Rentarimasa (2015), dengan judul “Nilai Pendidikan dalam Folklor Cerita Rakyat Sumbawa Paruma Ero dan Batu Asa serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di

SMA” yang melakukan analisis terhadap unsur yang sama yakni analisis

nilai-nilai pendidikan dalam folklor cerita rakyat. Akan tetapi, nilai-nilai pendidikan yang dianalisis yakni berupa nilai moral, nilai keindahan, dan nilai sosial atau kemasyarakatan.

(17)

Baiq Dwi Ayu Rosita (2013), dengan judul “Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Lombok “Loq Sesekeq” dan Hubungannya dengan Pembelajaran

Sastra di SMP”. Dalam penelitiannya, Baiq Dwi Ayu Rosita memfokuskan

sub-sub nilai pendidikan yakni nilai moral, nilai sosial, dan nilai religius.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan dalam menganalisis unsur ekstrinsik dalam sebuah karya sastra yakni analisis nilai pendidikan dalam cerita rakyat. Akan tetapi, dari penelitian di atas yang menjadi perbedaan yang signifikan terdapat pada objek penelitian. Penelitian ini objek penelitiannya adalah cerita rakyat sasak Balang Kesimbar. Oleh karena itu, penelitian ini dikemas dengan judul Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Folklor

Secara etimologi kata “folklor” berasal dari dua kata dasar folk

dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore adalah kebiasaan folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device ).

(18)

turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

Folklor berbeda dari kebudayaan lainnya, maka perlu mengetahui ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya. Adapun ciri-ciri-ciri-ciri pengenal utama folklor menurut Brunvand, Carvalho Neto, dan Danandjaya (dalam Rafiek, 2012: 51-52) adalah sebagai berikut.

a. Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.

b. Folklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Itu disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Folklor ada dalam versi-versi, bahkan varian-varian yang berbeda. Itu disebabkan penyebarannya secara lisan, sehingga dapat dengan mudah mengalami perubahan. Perubahan biasanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

d. Folklor bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat

misalnya selalu mempergunakan kata-kata klise seperti bulan empat belas hari untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis. Juga, seperti ular

(19)

berbelit-belit untuk menggambarkan kemarahan seseorang atau

ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, misalnya: sahibul hikayat... dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya‟, atau menurut empunya cerita...demikianlah konon‟.

f. Folklor mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya, mempunyai kegunaan sebagai alat/media pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

g. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.

h. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Ini disebabkan penciptanya tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.

(20)

2.2.2 Macam-macam Folklor

Berdasarkan tipenya Brunvand dalam (Rafiek 2012: 52), membagi folklor atas tiga kelompok besar, yaitu (1) folklor lisan (verbal folklore); (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); (3) folklor bukan lisan (nonverbal folklore).

1. Folklor Lisan (verbal folklore)

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) yang termasuk ke dalam folklor lisan antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mitos, legenda, dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat (Rafiek, 2012: 53).

1. Folklor Sebagian Lisan (partly verbal folklore)

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor sebagian lisan yang tergolong dalam kelompok besar ini adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain (Rafiek, 2012: 53).

2. Folklor Bukan Lisan (nonverbal folklore)

Folklor bukan lisan adalah folklor adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok

(21)

besar folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu yang material dan bukan material. Bentuk-bentuk folklor ini yang tergolong material antara lain arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan folklor bukan lisan yang termasuk bukan material antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat traadisional , bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya), dan musik rakyat (Rafiek, 2012: 53).

2.2.3 Konsep Nilai-nilai Pendidikan 2.2.3.1 Pengertian Nilai

Menurut Lubis (dalam Rentarimasa, 2015: 8), nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi itu sendiri belum berarti sebelum dibutuhkan manusia, tetapi bukan berarti adanya esensi itu karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia itu sendiri.

(22)

Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.

Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Lasyo (dalam Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.

Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki. Dari beberapa pendapat tersebut pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.

(23)

2.2.3.2 Pengertian Pendidikan

Menurut Hadi (2003:17), pendidikan secara etimologis berasal dari

bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing”. Sedangkan menurut Setiadi (2006: 144), pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab.

Adler (dalam Arifin 1993: 12), mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik. Menurut Sibarani (dalam Endraswara, 2013:5), pendidikan adalah seluruh usaha mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik warga masyarakat terutama generasi muda. Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan sehingga akan tercipta manusia seutuhnya.

(24)

tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya.

Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya humaniora sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan.

2.2.3.3Macam-macam Nilai Pendidikan

Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi, moral dan budaya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif, dan lain-lain, juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan. Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga

(25)

berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu.

Mencari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya sastra berusaha untuk mempengaruhi pola pikir pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik. Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi di dalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan.

(26)

a. Nilai Pendidikan Religius

Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keEsaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.

Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2012: 326) menerangkan bahwa, kehadiran unsur religius dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius dan pada awal mula segala sastra adalah religius. Semi (1993: 21) menyatakan, agama merupakan kunci sejarah, kita baru memahami jiwa suatu masyarakat bila kita memahami agamanya. Semi (1993: 21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

(27)

b. Nilai Pendidikan Moral

Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang diisyaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2012: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

(28)

kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dari isi hati, atau keadaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan dan ajaran yang dapat diukur dari suatu cerita.

Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila. Wujud dalam pendidikan moral adalah: berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, ikhlas, dan lain-lain.

c. Nilai Pendidikan Sosial

Rosyadi (1995:80), Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan.

Uzey (dalam Suprayogi, 2014: 7), berpendapat bahwa nilai pendidikan sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai pendidikan sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai

(29)

pendidikan sosial juga merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.

2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah 2.2.4.1 Pengertian Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra adalah proses, cara dan perbuatan guru untuk mengajar dan mengajarkan segala sesuatu mengenai sastra atau hasil kreativitas manusia sastra sebagai sebuah karya memiliki sifat universal, demikian juga dengan pemaknaan karya tersebut. Seorang apresiator memiliki hak untuk mengulas karya dari berbagai sudut pandang masing-masing (Wilya, 2013: 25).

Wardani (dalam Rohmadi dan Slamet Subiyantoro, 2011:67), mengemukakan bahwa, kegiatan apresiasi sastra tidak hanya sekadar membaca lalu menggemari membaca sastra saja, tetapi pada tahap selanjutnya kegiatan ini diharapkan sampai pada tahap pemahaman karya sastra sehingga nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui karya sastra tersebut dapat dipahami pembaca.

(30)

diusahakan dapat memungkinkan siswa memperoleh nilai-nilai tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan.

2.2.4.2 Tujuan Pembelajaran Sastra

Tujuan pembelajaran sastra dalam KTSP untuk SMP adalah

“...menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia” (BSNP, 2006:110). Menurut Moody (dalam Wilya, 2013: 26-27), tujuan pembelajaran sastra dapat dibagi menjadi empat, yaitu;

a. Informasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman pengetahuan dasar tentang sastra. Tercapainya tujuan ini dapat ditunjukkan oleh kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan sastra.

b. Konsep, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman terhadap pengertian-pengertian pokok mengenai suatu hal. Dalam hal ini, siswa dapat mengenal terminologi dari setiap aspek. Misalnya memahami konsep wilayah kajian sastra, dengan berbagai genre, atau wilayah jenis sastra, ciri-ciri pembeda, dan unsur-unsur pembentuknya. Konsep yang perlu dipahami siswa antara lain adalah: bermacam-macam aliran dalam sastra, bermacam-macam genre sastra, bagaimana genre sastra tersebut diciptakan; serta ciri-ciri yang membedakannya.

(31)

c. Perspektif, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk memandang bagaimana sebuah karya sastra itu diciptakan menurut perspektif pikiran siswa. Baguskah imajinasi karya yang dibacanya; menarikkah konflik yang dikemas dan disajikan dalam cerita; bagaimana karakter tokoh-tokohnya, bagaimana pula penokohannya; dan lain sebagainya.

d. Apresiasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan penghargaan siswa terhadap karya sastra. 2.2.4.3 Implementasi Sastra dalam Pembelajaran

Menurut Buku Panduan Penyusunan RPP dari BNSP, dalam rangka mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan atau lapangan untuk setiap Kompetensi Dasar (KD). Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar (KD).

(32)

Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian (BSNP, 2006).

1. Standar Kompetensi (SK) adalah kemampuan minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan siswa (Musaddat dkk, dalam Wilya, 2013: 28).

2. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Mussadat dkk, dalam Wilya 2013:28). 3. Tujuan pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional

yang ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar. Apabila kompetensi dasar sudah operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat terdiri atas sebuah tujuan atau beberapa tujuan (BSNP, 2006).

4. Dalam hal ini, Media pembelajaran dan sumber belajar, media pembelajaran merupakan komponen sumber belajar atau peralatan fisik yang mengandung materi pembelajaran di lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Mussadat dkk, dalam Wilya, 2013: 28).

(33)

5. Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan atau strategi yang dipilih (BSNP, 2006). 6. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah-langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/ pembuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan (BNSP, 2006).

7. Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan (BSNP, 2006).

8. Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau vertikal. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian (BSNP, 2006).

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Moleong (dalam Hidayati, 2016: 38), deskriptif kualitatif maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selanjutnya data yang didapatkan akan diolah dan dianalisis dalam bentuk tulisan. Menurut moleong (dalam Hidayati, 2016: 38), penelitian kualitatif adalah upaya menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

Penelitian deskriptif kualitatif ini dipergunakan untuk memperolah deskripsi tentang tampilan aspek nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar.

3.2 Data dan Sumber Data 3.2.1 Data

Data adalah keterangan yang benar dan nyata (KBBI: 2001: 239). Sedangkan menurut Djojosuroto (dalam Wilya, 2013: 31), data merupakan hal-hal yang diketahui atau diakui, baik berupa fakta atau informasi. Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frase, kalimat, dan wacana yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar.

(35)

3.2.2 Sumber Data

Ratna (dalam Wilya, 2013: 31) mengemukakan bahwa sumber data adalah berupa naskah. Hal ini dapat dirincikan sebagai berikut;

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan sumber utama atau pokok data. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah cerita rakyat sasak Balang Kesimbar terjemahan bahasa Indonesia yang terdapat dalam buku

“Bahan Ajar Muatan Lokal Gumi Sasak untuk Sekolah Dasar/ MI Kelas

V, (Tim Penyusun: Bahrie, S.Pd, H. Sudirman, S.Pd, L. Ratmaja, S.Pd,

2009, KSU Prima Guna)”.

b. Sumber data sekunder

(36)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna dalam Wilya, 2013: 32). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Studi kepustakaan

Teknik kepustakaan adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik ini diterapkan untuk mempelajari sasaran dan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini. Kepustakaan yang dimaksud adalah buku-buku teori sastra, buku-buku sosiologi, metodologi penelitian, dan buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Salah satunya yaitu dengan membaca teks cerita rakyat Balang Kesimbar secara keseluruhan dan untuk melengkapi data yang telah dikumpulkan dengan mengumpulkan bahan bacaan yang berhubungan dengan pembahasan sebagai data sekunder.

2. Teknik catat

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara mencatat data-data yang penting kemudian melakukan pembacaan yang menyeluruh.

(37)

3.4 Teknik Analisis Data

Dalam KBBI (2001: 43), analisis berarti penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab,duduk perkaranya, dan sebagainya). Menurut Sugiyono (2012: 335), analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

(38)

Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Mengklasifikasikan data, data yang diperoleh dari hasil analisis nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar, yaitu berupa : (1) Nilai Pendidikan Religius, (2) Nilai Pendidikan Moral, dan (3) Nilai Pendidikan Sosial.

b. Data yang berupa nilai-nilai pendidikan seperti ; nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral, dan nilai pendidikan sosial tersebut, akan dianalisis pula prilaku-prilaku atau pola-pola apa saja yang terdapat di dalamnya.

c. Mengaitkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dengan penerapannya dalam pembelajaran sastra di

SMP.

d. Menyimpulkan hasil dari analisis data secara keseluruhan.

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar 4.1.1 Nilai Pendidikan Religius

Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keEsaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90).

Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal. Adapun wujud pendidikan religius dalam cerita rakyat Balang Kesimbar, yaitu:

a. Sholat/ sembahyang

(40)

lima waktu. Begitu juga dengan yang ditunjukkan kawan-kawan tokoh Balang Kesimbar dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dalam kutipan berikut:

“Bagaimana pendapatmu Balang, jika sehabis sembahyang isya kita berangkat bersama ke tempat pertunjukan wayang ?”, kata kawan-kawannya.

Berdasarkan kutipan di atas, kawan-kawan tokoh Balang Kesimbar dalam cerita rakyat Balang Kesimbar menunjukkan tokoh yang disiplin dalam melaksanakan sholat. Dengan lebih mementingkan sholat atau sembahyang isya sebelum pergi menonton wayang, kawan-kawan tokoh Balang Kesimbar mencerminkan bahwa di dalam bathin mereka sudah tertanam nilai-nilai religius meskipun mereka masih kanak-kanak.

Nilai religius pada pelaksanaan sholat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik

memiliki kedisplinan dalam mengerjakan rukun syariat islam yang kedua yaitu sembahyang atau sholat lima waktu sehari-semalam. Dalam hal ini pelaksanaan sholat dapat memberikan nilai religius pada aspek disiplin waktu. Setiap orang yang shalat selalu memeriksa masuknya waktu shalat, berusaha menunaikannya tepat waktu, sesuai ketentuan, dan menaklukkan nafsunya untuk tidak tenggelam dalam kesibukan duniawi. Tentunya, berdisiplin waktu tidak hanya pada saat sholat, tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah mewujudkan perilaku disiplin waktu pada saat setelah sholat yaitu berdisiplin waktu dalam setiap perilaku, dalam setiap keadaan, baik dalam berbicara, dan

(41)

dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga manfaat nilai religius dalam pelaksaan sholat tidak serta merta terbatas pada rutinitas ritual ibadah saja.

b. Berdoa kepada Tuhan

Berdoa kepada Tuhan adalah perbuatan terpuji sebagai sarana pendekatan manusia bermunajat dengan Tuhannya. Hal tersebut dapat dijumpai dalam cerita rakyat Balang Kesimbar seperti pada kutipan berikut:

Dalam mengatasi kesulitan ini Balang Kesimbar memanfaatkan bungkusan itu. Setelah memusatkan cipta sejenak, bungkusan itu dilemparkan sekuat tenaga. Kemudian ia menggantung diri pada benang pengikatnya. Dengan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa Balang Kesimbarpun terangkat ke atas, menggelantung di angkasa sehingga berhasil menyebrangi padang yang berbahaya itu dengan selamat.

Saat inipun Balang Kesimbar mempergunakan bungkusan yang di bawanya.Sambil memohon dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bungkusan itu dilemparkan setinggi-tingginya ke udara sambil memegang benang pengikatnya dengan kuat. Dan ia pun berhasil meliwati padang kalajengking itu dengan selamat.

Kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar dalam cerita rakyat Balang Kesimbar mencerminkan tokoh yang selalu bermunajat kepada Tuhan atau

berdoa memohon pertolongan Tuhan dalam mengatasi berbagai kesulitan. Walaupun doa yang dipanjatkan disertakan dengan perantara bungkusan yang dibekali oleh kakeknya, tetapi sesungguhnya bungkusan (jimat) merupakan sebuah perantara saja. Mempergunakan bungkusan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar merupakan sebuah usaha yang diawali dengan doa permohonan dan

(42)

melemparkan bungkusan lalu terjadi kejadian di luar nalar, irasional, dan tokoh Balang Kesimbar selamat dari bahaya, tentunya semua itu terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.

Berdoa kepada Tuhan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki nilai pendidikan religius yaitu selalu memohon pertolongan Tuhan di setiap kesulitan yang dihadapinya.

c. Bersyukur kepada Tuhan

Bersyukur kepada Tuhan adalah cara seseorang mengucapkan terima kasih kepada Sang pencipta atas rahmat atau nikmat yang telah diberikan. Dalam cerita rakyat Balang Kesimbar rasa bersyukur dapat di lihat seperti :

Pada saat yang paling keritis ini, tiba-tiba angin puyuh dahsyat melanda padang itu. Semua yang berada di dalamnya diterbangkan. Demikian pula Balang Kesimbar tak luput dari sasaran angin puyuh itu. Ia diterbangkan entah kemana. Tiba-tiba ia meluncur jatuh dan berada di atas sebatang pohon sawo. Ketika membuka mata ia merasa heran. Dan sadarlah ia akan apa yang telah terjadi. Kemudian ia memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kini ia sadar bahwa perjalanannya selalu mendapat perlindungan. Karena merasa sangat payah, ia pun beistirahat di atas pohon itu.

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Balang Kesimbar mencerminkan tokoh yang selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas perlindungan yang selalu menyertainya.

Bersyukur kepada Tuhan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki nilai

(43)

pendidikan religius yaitu selalu bersyukur kepada Tuhan atas apa yang telah diberkahkan.

d. Kekuasaan Tuhan

Kekuasaan Tuhan adalah hal mutlak yang dimiliki oleh Allah. Apapun bisa terjadi sesuai kehendaknya. Allah Maha Kuasa karena Allah adalah pencipta semua alam semesta beserta isinya. Bentuk kekuasaan Tuhan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar ditunjukkan pada kutipan berikut:

Dengan berkah pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa Balang Kesimbarpun terangkat ke atas, menggelantung di angkasa sehingga berhasil menyebrangi padang yang berbahaya itu dengan selamat.

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa cerita rakyat Balang Kesimbar mengajarkan bahwa kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa mutlak

adanya. Kekuasaan Tuhan diperlihatkan tokoh Balang Kesimbar dalam perjalanannya yang selalu diselamatkan Tuhan dari setiap rintangan.

(44)

e. Istikomah

Istikomah merupakan sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Konsekuen di sini artinya berpegang teguh pada keyakinan yaitu tidak menyimpang dari apa yang diputuskan. Bentuk istikomah dalam cerita rakyat Balang Kesimbar ditunjukkan pada kutipan berikut:

Balang Kesimbarpun melanjutkan perjalanan yang berat ini. Semua rintangan dihadapinya dengan sabar dan tabah disertai keyakinan akan hasil perjalanan ini. Beberapa lama kemudian kembalilah Balang Kesimbar berada di tepi sebuah padang. Padang itu dipenuhi dengan ular berbisa. Semua jenis ular berbisa terdapat di dalamnya. Untuk mengatasi kesulitan baru ini, Balang Kesimbar pun melakukan perbuatan seperti yang pernah dilakukannya. Dan ia pun berhasil lolos dari mara bahaya. Rintangan demi rintangan dilaluinya dengan baik. Bahaya demi bahaya dapat diatasinya dengan selamat. Tetapi, rintangan dan bahaya masih belum habis juga.

Dilihat dari kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan Istikomah. Sikap istikomah Balang Kesimbar ditunjukkan dengan selalu berpegang teguh dan penuh keyakinan bahwa semua rintangan demi rintangan berbahaya yang ditemukan di tengah perjalanan, akan dapat diatasinya dengan selamat.

Sikap istikomah dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap istikomah dalam dirinya sebagai modal untuk menghadapi kejamnya kehidupan dunia.

(45)

4.1.2 Nilai Pendidikan Moral

Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

Nilai pendidikan moral merupakan nilai yang menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. Wujud nilai pendidikan moral dalam cerita rakyat Balang Kesimbar adalah berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, dan bertanggung jawab.

a. Berbakti kepada orang tua

Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban seorang anak kepada orang tuanya. Dalam cerita rakyat Balang Kesimbar perbuatan berbakti kepada orang tua dapat di lihat pada kutipan berikut :

(46)

nasi dan mempersiapkan tempat tidur. Setelah semua siap ia pun meminta izin kepada kakeknya.”

Di lihat dari kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan tokoh yang berbakti kepada orang tuanya yaitu pada kakeknya sendiri. Nilai pendidikan moral berbakti kepada orang tua ditunjukkan tokoh Balang Kesimbar dengan mengerjakan kewajiban menyelesaikan kebutuhan kakeknya.

Berbakti kepada orang tua dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu melaksakan perintah orang tua dan tidak membangkang kepadanya.

b. Jujur

Jujur merupakan sikap atau sifat lurus hati (tidak berbohong). Sifat lurus hati yang dimaksud adalah mengakui, berkata, atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Sikap jujur seharusnya diterapkan ketika seseorang menghadapi sesuatu atau fenomena dan menceritakan informasinya tanpa ada perubahan atau sesuai dengan kenyataan. Hal ini terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:

“Apakah kau yang menggambar di tembok gerbang itu?”, tanya raja.“Benar tuanku. Hambalah yang menggambar harimau itu”, jawab Balang Kesimbar dengan tenang.

Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan sikap jujur atau tidak berbohong. Sikap jujur Balang Kesimbar ditunjukkan

(47)

dengan mengakui kesalahannya kepada raja bahwa ia telah mencoret-coret atau menggambar harimau di tembok gerbang.

Sikap jujur dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap jujur karena zaman sekarang sangat sulit menemukan orang jujur.

c. Sabar dan tabah

Sabar merupakan tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), tabah, tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terburu nafsu. Hal ini terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:

Balang Kesimbarpun melanjutkan perjalanan yang berat ini. Semua rintangan dihadapinya dengan sabar dan tabah disertai keyakinan akan hasil perjalanan ini. Beberapa lama kemudian kembalilah Balang Kesimbar berada di tepi sebuah padang. Padang itu dipenuhi dengan ular berbisa. Semua jenis ular berbisa terdapat di dalamnya. Untuk mengatasi kesulitan baru ini, Balang Kesimbar pun melakukan perbuatan seperti yang pernah dilakukannya. Dan ia pun berhasil lolos dari mara bahaya.

Rintangan demi rintangan dilaluinya dengan baik. Bahaya demi bahaya dapat diatasinya dengan selamat. Tetapi, rintangan dan bahaya masih belum habis juga. Dalam perjalanan selanjutnya ia melihat seorang raksasa yang amat besar.

(48)

Sikap sabar dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap sabar dan tabah dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu mereka dapat belajar untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala cobaan.

d. Bertanggung Jawab

Bertanggung Jawab merupakan kesanggupan diri seseorang untuk memikul dan melaksanakan tugas serta kewajiban dengan sempurna. Hal ini terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:

“Cucuku, Balang Kesimbar. Semua tugas yang dibebankan raja kepadamu, haruslah kau laksanakan sebaik-baiknya.Apapun yang terjadi dan bagaimanapun sulitnya harus kau laksanakan.”

Dilihat dari kutipan di atas, nasehat Kakeknya Balang Kesimbar mencerminkan ajaran untuk bertanggung jawab. ajaran bertanggung jawab ditunjukkan kakek dengan memberi nasehat kepada Balang Kesimbar untuk berkewajiban untuk memikul tugas yang dibebankan raja kepadanya selalu tahan menghadapi rintangan demi rintangan yang ditemukan di perjalanannya. Sikap bertanggung jawab dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap tanggung jawab baik itu tanggung jawab sebagai siswa maupun sebagai manusia pada umumnya.

(49)

4.1.3 Nilai Pendidikan Sosial

Rosyadi (1995:80), Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan.

Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Adapun wujud nilai pendidikan sosial dalam cerita rakyat Balang Kesimbar, yaitu:

a. Menghargai orang tua-orang tua

Menghargai orang tua-orang tua (orang yang lebih tua) merupakan kewajiban setiap manusia dalam bergaul di tengah masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:

(50)

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Balang Kesimbar mencerminkan tokoh yang selalu menghargai orang tua-orang tua dalam bergaul di tengah masyarakat desanya.

Menghargai orang tua-orang tua dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki nilai pendidikan sosial atau etika sosial yaitu menghargai orang-orang tua dalam bergaul di tengah masyarakat.

b. Memberi ucapan terima kasih

Memberi ucapan terima kasih merupakan rasa syukur yang terlahir dan terucap sebagai bentuk balas budi setelah menerima kebaikan yang telah diperoleh dari seseorang. Ungkapan terima kasih terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:

“Nah, sekarang cobalah katakan apa keinginanmu. Akan kucarikan secepatnya”. “Terima kasih, kek. Carikanlah aku buah -buahan yang masih segar. Aku sangat ingin memakannya”. Dengan singkat diceritakan raksasa itu pun terbang ke suatu tempat yang ditumbuhi berbagai jenis buah-buahan. Tak lama kemudian ia pun telah kembali dengan membawa berbagai jenis buah-buahan, berupa buah manggis, salak, durian, duku, dan lain-lain.

“Hai cucuku, aku telah berhasil memenuhi permintaanmu sebagi tanda kasih sayangku. Aku telah berhasil memperoleh seekor harimau yang bermata tujuh. Binatang itu telah kutambatkan di

sebelah rumah. Dan kini bergembiralah engkau”. “Oh, terima kasih kek. Telah lama aku menginginkan harimau

semacam itu. Aku sangat bergembira dengan pemberian ini……

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Putri mencerminkan tokoh yang selalu membalas kebaikan orang lain yaitu kepada kakek

(51)

angkatnya, yang tak lain ialah raksasa jahat dengan mengucapkan ungkapan terima kasih atas kebaikan kakeknya. Ungkapan terima kasih yang pertama yaitu ketika sang putri berterima kasih kepada raksasa karena ditawarkan segala apa keinginan atau permintaannya. Selanjutnya, ungkapan terima kasih yang kedua yaitu ketika sang putri berterima kasih kepada raksasa atas harimau yang telah diberikan.

Ketika seseorang menerima kebaikan dari orang lain, rasa bersyukur untuk membalas kebaikan orang tersebut adalah dengan mengucapkan kata terima kasih. Rasa terima kasih dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki rasa syukur dan terima kasih sebagai bentuk balas budi atas kebaikan yang telah diperoleh dari seseorang.

c. Kesetiaan kepada raja

Kesetiaan kepada raja merupakan kewajiban semua rakyat untuk mempertunjukkan kesetiannya berupa wujud cinta rakyat kepada raja (pemerintah). Kesetiaan kepada raja terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:

(52)

Dilihat dari kutipan di atas, nasehat Kakeknya Balang Kesimbar mencerminkan ajaran untuk menunjukkan kesetiaan kepada raja. ajaran kesetiaan kepada raja ditunjukkan kakek dengan memberi nasehat kepada Balang Kesimbar agar berkewajiban untuk selalu setia kepada raja apapun perintah yang ditugaskan.

Sikap kesetiaan kepada raja dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap kesetiaan kepada raja atau kepada pemerintah pada zaman sekarang.

(53)

4.2 Hubungan Nilai-nilai Pendidikan Cerita Rakyat Balang Kesimar dengan Pembelajaran Sastra di SMP

Keberadaan cerita rakyat Balang Kesimbar sebagai warisan nenek moyang di tengah-tengah kehidupan masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pembentukan sikap serta kepribadian peserta didik. Mengingat bahwa hidup dalam masyarakat harus memiliki aturan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih tertib, tenteram, aman, dan damai, maka nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat dapat diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik sehari-hari. Karena melalui cerita rakyat ini dapat ditanamkan kesadaran tentang nilai-nilai pendidikan yang merupakan pengaruh positif terhadap kehidupan peserta didik dengan lingkungannya.

Cerita rakyat merupakan bahan ajar sastra yang diterapkan di SMP. Bahan ajar ini sesuai dengan Kurikulum KTSP tingkat SMP dengan standar

kompetensi “mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan” serta indikator berdasarkan aspeknya yaitu:

a. Aspek Kognitif

Mengidentifikasikan ide-ide menarik dalam dongeng dan menunjukkan hal-hal menarik dari dongeng.

b. Psikomotor

(54)

c. Afektif

Dalam pembelajaran diperlukan adanya kejujuran, tanggung jawab, dan apresiatif pada aspek afektif juga para siswa harus mampu bertanya dengan baik dan benar, bisa menyumbang ide, mampu menjadi pendengar yang baik, serta membantu teman yang mengalami kesulitan.

Berdasarkan indikator di atas maka penerapan bahan ajar cerita rakyat Balang Kesimbar yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran

pada kelas VII semester I dengan alokasi waktu 2 x 40 menit, sebagai berikut: Standar Kompetensi : Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. 1. Kompetensi Dasar : Menemukan hal-hal yang menarik dari dongeng

yang diperdengarkan.

2. Indikator : Mampu menemukan ide-ide menarik yang

terdapat dalam dongeng dan merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal menarik dari dongeng. 3. Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat mengidentifikasi ide-ide menarik

yang terdapat dalam dongeng dan dapat merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan. 4. Materi Pembelajaran : Cerita Rakyat Balang Kesimbar

5. Metode Pembelajaran : Ceramah, penugasan, dan unjuk kerja 6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal (15 menit)

(55)

1. Memeriksa kehadiran siswa.

2. Memotivasi siswa sebagai kegiatan apersepsi.

3. Menyampaikan kepada siswa standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan awal (5 menit)

1. Guru melakukan apersepsi tentang materi pembelajaran. 2. Guru menginformasikan materi pembelajaran.

3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran. c. Kegiatan inti (50 menit)

1. Siswa mendengarkan penyajian dongeng yang dibawakan oleh guru.

2. Siswa bertanya-jawab dengan guru untuk menentukan pokok-pokok isi dongeng.

3. Siswa membaca dan mencermati contoh ide-ide menarik yang sudah ditemukan dan cara merangkaikannya menjadi hal yang menarik dari dongeng yang dibawakan oleh guru.

4. Siswa menentukan dongeng menarik lain berdasarkan persediaan dongeng yang ada.

5. Siswa membacakan dongeng yang menarik itu.

6. Siswa berdiskusi untuk menentukan ide-ide menarik dari dongeng. 7. Siswa merangkai ide-ide menarik dalam dongeng menjadi hal-hal

(56)

8. Siswa membaca secara bergantian hal-hal menarik yang ditemukan di dalam dongeng.

9. Siswa saling mengapresiasi terhadap tugas yang sudah mereka kerjakan.

10. Siswa mengajukan pertanyaan dengan bahasa yang baik dan benar bila berada dalam kondisi ragu-ragu

d. Kegiatan akhir (15 menit)

1. Siswa membuat rumusan simpulan terhadap butir-butir pembelajaran yang sudah mereka ikuti.

2. Siswa menyampaikan kesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar terhadap pembelajaran yang baru berlangsung

sebai kegiatan refleksi.

3. Guru memberikan penguatan terhadap simpulan yang diberikan oleh para siswa.

7. Penilaian

a. Tugas individu : menggunakan Lembar Kerja b. Bentuk Instrumen : Tes Uraian

(57)

Berdasarkan pemaparan penerapan bahan ajar cerita rakyat Balang Kesimbar yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, maka

(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar

a. Nilai pendidikan religius atau agama dalam cerita rakyat Balang Kesimbar meliputi: mengerjakan sholat, berdoa kepada Tuhan, bersyukur kepada Tuhan, kekuasaan Tuhan, dan istikomah.

b. Nilai pendidikan moral dalam cerita rakyat Balang Kesimbar meliputi: berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, dan bertanggung jawab.

c. Nilai pendidikan sosial dalam cerita rakyat Balang Kesimbar meliputi: menghargai orang-orang tua, memberi ucapan terima kasih, dan kesetiaan kepada raja.

2. Hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di SMP

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dapat dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di SMP.

Karena nilai-nilai pendidikan tersebut dapat dikaitkan dengan materi pembelajaran yang sudah ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hubungan nilai-nilai pendidikan tersebut dengan pembelajaran sastra di SMP

(59)

terdapat pada pelajaran bahasa Indonesia di SMP kelas VII semester I, Standar Kompetensi (SK): Mendengarkan : Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan, Kompetensi Dasar (KD): 5.1 Menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis data yang ditemukan, melalui penelitian ini peneliti ingin menyarankan kepada :

1. Semua pihak untuk menjadikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar ini sebagai panduan dalam berlaku. Banyak pesan yang disampaikan dalam cerita rakyat ini.

2. Dalam pembelajaran sastra di sekolah, coba tengok lagi karya- karya sastra lama yang sangat jarang disentuh oleh pendidik ataupun oleh siswa, setidaknya banyak sekali yang bisa kita pelajari dari karya sastra lama tersebut.

3. Jadikan penelitian ini referensi bagi para peneliti muda.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2013. Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jannah, Raudlatul. 2015. Analisis Cerita Rakyat Asal usul Desa Batu Basong Kajian

Monogenesis dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP. Skripsi. Fkip Universitas Mataram.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi.. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rafiek, M. 2012. Teori Sastra (Kajian Teori dan Praktik).Bandung: PT. Refika Aditama.

Rentarimasa, Eirzikri. 2015. Nilai Pendidikan dalam Folklor Cerita Rakyat Sumbawa Paruma Ero dan Batu Asa serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi. Fkip Universitas Mataram.

Rosita, Baiq Dwi Ayu. 2013. Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Lombok “Loq Sesekeq” dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP. Skripsi. Fkip Universitas Mataram.

Rosyadi. 1995. Nilai-nilai Budaya dalam Naskah Kaba. Jakarta: CV Dewi Sri. Semi, Atar. M. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Setiadi, Elly. M. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.

Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar Teori Sastra. Malang: Aditya Media Publishing.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pribadi dan Masyarakat (Suatu Tujuan dan Sosilogis). Bandung: Alumni.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai, dan Eksegesis. Yogyakarta: Anindita.

(61)

Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Edisi ketiga. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Wilya, Henny. 2013. Kajian Struktural dan Realitas Sosial Novel “Keluarga Cemara” karya Arswendo Atmowiloto serta Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi. Fkip Universitas Mataram.

LAMAN INTERNET

BNSP. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta. Melalui https://masdwijanto.files.wordpress.com/2011/03/buku-standar-isi-smp.pdf diakses: Sabtu, 28 Mei 2016 14.40 WITA

BSNP. 2006. PANDUAN PENGEMBANGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP).

Melalui (online): http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr rumiwiharsih-mpd/silabus-dan-rpp

Diakses: Minggu, 29 Mei 2016 13.35 WITA Dian. 2011. Nilai-nilai Pendidikan.

Melalui (online): https://griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/nilai-nilai-pendidikan/

Diakses pada tanggal 22 Maret 2016 01.44 WITA

Suprayogi. 2014. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Pincalang karya Idris Pasaribu. Skripsi. Fkip Universitas Lakidende.

Melalui (online): http://yogieyoe.blogspot.co.id/2014/02/nilai-nilai-pendidikan-dalam-novel.html

(62)
(63)

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Cerita Rakyat Balang Kesimbar

2.

Silabus

3.

RPP

4.

Lembar Kerja Siswa (LKS)

5.

Surat Tugas

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : ………. Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/ Semester : VII /I

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi

Mendengarkan: 5. Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. B. Kompetensi Dasar

5.1 Menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan. C. Indikator

1. Kognitif a. Produk

 Mengidentifikasi ide-ide menarik yang terdapat dalam dongeng.

 Menunjukkan hal-hal menarik dari dongeng. b. Proses

 Mampu menemukan ide-ide menarik yang terdapat dalam dongeng.

 Mampu merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal menarik dari dongeng.

2. Psikomotor

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah... Fokus Penelitian ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Tinjauan Pustaka ... Hakikat Cerita Rakyat

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai-nilai pendidikan serta makna pembelajaran nilai yang terdapat dalam cerita rakyat Mencari Guru Sejati

rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi berjudul “ ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM CERITA RAKYAT REOG

Tesis yang berjudul: “Cerita Rakyat di Kabupaten Boyolali : Suatu Kajian Struktur, Nilai Pendidikan, serta Relevansinya dalam Pembelajaran” ini adalah karya

Namun, yang harus diperhati- kan, yaitu nilai pendidikan karakter apa sajakah yang terkandung dalam cerita dan apakah cerita rakyat tersebut relevan atau tidak

Berdasarkan penjabaran hasil analisis dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul “Internalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Masyarakat Melayu dalam Cerita Rakyat Sei Tualang

Nilai pendidikan karakter pada cerita rakyat Jawa Tengah yang terdapat pada tokoh dapat ditanamkan pada diri peserta didik.Pemanfaatan cerita rakyat Jawa Tengah dalam

PENUTUP Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai- nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Lampung yang berjudul Hikayat Datuk Tuan Budian dan