• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2016 Vol. 2 No. 1, p. 78-83

ISSN: 2442-2622

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN

PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

1

Siti Rabiatul Fajri dan 2Gito Hadiprayitno 1

Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram 2)

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram Email: rabiatul_fajri@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan struktur komunitas spesies kelelawar dengan faktor fisik gua: Studi di gua wilayah selatan Pulau Lombok. Struktur komunitas meliputi kekayaan spesies, kelimpahan, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan.Sedangkan faktor fisik gua meliputi jumlah mulut gua, panjang lorong gua, lebar lorong gua, tinggi gua dan jumlah ventilasi gua.Analisis data hasil penelitian dilakukakan denganmenggunakan analisis multivariat RDA (Redundancy analysis) dan PCA (Principal Component Analysis). Hasil RDA menunjukkan bahwa struktur komunitas (Kekayaan spesies (S), kelimpahan (N), indeks keanekaragaman (Hꞌ) dan indeks kemerataan (E)) berkorelasi positif dengan

panjang gua (PG) dengan R=0,5707, lebar gua (LG) dengan R=0,4812 dan tinggi gua (TG) dengan R=0,0169 dan struktur komunitas berkorelasi negatif dengan mulut gua (MG) dengan R= -0,0801 dan ventilasi gua (VG) dengan R= -0,3439.Sedangkan hasil analisis PCAmenunjukkan bahwa terdapat 4 komunitas terpisah dalam 4 titik axis yang berbeda.Pada axis 1 terdapat 2 komunitas yaitu komunitas gua Kenculit dan komunitas gua Pantai Surga.Sedangkan axis 2, 3 dan 4 masing-masing satu komunitas yaitu gua Gale-gale, gua Raksasa dan gua Buwun.

Kata Kunci:Kelelawar, Struktur komunitas dan fisik gua PENDAHULUAN

Habitat kelelawar pada umumnya dapat ditemukan di kolong atap rumah, terowongan, bawah jembatan, rerimbunan daunan, gulungan pohon pisang/palem, celah bambu, lubang batang pohon baik yang hidup ataupun mati dan pohon besar.Namun pada umumnya kelelawar lebih sering ditemukan di dalam gua.Suyanto (2001) menyebutkan bahwa 20% kelelawar sub ordo Megachiroptera dan lebih dari 50% kelelawar sub ordo Microchiroptera memilih tempat bertengger di dalam gua.

Keberadaan kelelawar di dalam gua, menurut Wijayanti (2011) dapat berperan sebagai kunci penyedia energy ekosistem (key factor in cycle energy) bagi organisme yang ada di dalam gua.Terkait hal tersebut, gua sangat berperan penting dalam mempertahankan keberadaan kelelawar. Rachmadi (2003) menyatakan bahwa gua merupakan tempat berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi berbagai spesies organisme dan merupakan salah satu ekosistem yang paling

rentan. Kerentanan ini disebabkan oleh kondisi mikroklimat gua yang cenderung stabil dan cenderung tidak mudah berubah.Kerena itu, apabila ekosistem gua tidak dikelola dengan baik, dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, baik ekosistem yang ada di dalam gua maupun ekosistem yang ada di luar gua.

Gua sebagai habitat kelelawar di Pulau Lombok terutama wilayah selatan belum dilakukan pemanfaatan secara oftimal, hal ini terlihat dari adanya ketidaksesuaian dalam pemanfaatan lahan, penebangan pohon dan penambangan secara liar yang sangat mengganggu dan merusak ekosistem yang ada di wilayah tersebut. Bahkan sudah mulai ditemukan gua-gua yang runtuh (rusak) dan gua yang tidak dihuni oleh kelelawar karena adanya penambangan yang dilakukan oleh masyarakat.Sebagai contoh gua yang ada di wilayah Karst Sekotong Barat.

Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok ini patut diduga sebagai

(2)

salah satu penyebab menurunnya populasi kelelawar di wilayah tersebut. Apabila tidak dilakukan upaya pencegahan tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya kepunahan secara lokal pada spesies-spesies kelelawar tertentu. Apabila kondisi seperti ini terjadi, maka akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem

Kerusakan yang terjadi pada ekosistem gua ditengarai sebagai salah satu penyebab menurunnya populasi kelelawar.Riswandi (2012) melaporkan bahwa populasi kelelawar endemik Jawa-Nusa Tenggara terus mengalami penurunan dan makin sulit untuk ditemukan, Hal ini disebabkan oleh terganggunya habitat kelelawar tersebut.Penelitian yang dilakukan oleh Fajri dan Hadiprayitno (2013) di Pulau Lombok mengindikasikan adanya penurunan spesies kelelawar yang ditemukan dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Kitchener, dkk. (2002).

Gua tempat ditemukan kelelawar dalam penelitian Fajri dan Hadiprayitno (2013) terdiri dari Gua Gale-Gale (Gunung Prabu-Kuta), Gua Jepang Tanjung Ringgit dan Gua Malimbu.Sementara itu masih terdapat beberapa gua yang berada di wilayah selatan Pulau Lombok yang memiliki potensi besar untuk dihuni kelelawar.Gua-gua tersebut diantaranya ialah Gua Kenculit Pantai Semeti, Gua Bawun Kuta dan Gua Pantai Surga Ekas.Sampai dengan saat ini belum ditemukan adanya informasi yang memadai terkait dengan keberadaan spesies kelelawar yang ditemukan di gua tersebut.Namun demikian, ditemukan beberapa aktivitas masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan baik di dalam maupun di luar gua.Penambangan di dalam gua dilakukan untuk mengambil guano kelelawar yang digunakan sebagai pupuk, sedangkan di luar gua masyarakat cenderung memanfaatkan untuk melakukan penambangan emas.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015. Lokasi penelitian di 5 gua yang berada di wilayah selatan Pulau Lombok yaitu Gua Gale-Gale Lombok Tengah, Gua Buwun Lombok Tengah, Gua Kenculit Lombok Tengah, Gua Raksasa Lombok Timur, dan Gua Pantai Surga Lombok Timur.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan ialah. Mist Net, tali rapia, jangka sorong, roll meter, dan kamera digital.

Kekayaan Spesies

Pengumpulan data kekayaan spesies kelelawar dilakukan dengan melakukan dengan metode Trapping dengan menggunakan Mist net.

Kelimpahan Spesies

kelimpahan kelelawar diperlukan untuk melakukan estimasi jumlah kelelawar yang menghuni masing-masing gua. Pengumpulan datanya dilakukan dengan melakukan penghitungan secara langsung pada kelelawar yang tertangkap jaring Mist Net. Analisisnya dengan Rumus sebagai berikut:

N =

Indeks Keanekaragaman

Analisis indeks keragaman menggunakan persamaan Shannon-Wiener

Indeks Kemerataan

Analisis kemerataan menggunakan persamaan Evenness.

Pengukuran Fisik Gua

Pengukuran parameter fisik gua bertujuan untuk mendapatkan data tentang keadaan fisik gua. Parameter fisik gua yang diukur mengacu pada Wijayanti, dkk (2010):

1. Panjang Lorong Gua (PG)

Panjang lorong gua diukur mulai dari mulut gua sampai ujung gua dengan menggunakan roll meter. Bila terdapat percabangan lorong gua semua percabangan itu juga diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan.

2. Lebar Lorong Gua (LG)

Lebar lorong gua diukur dengan menentukan 5 lokasi di dalam lorong gua secara acak, lalu kelima lokasi tersebut diukur lebarnya (tegak lurus dari satu dinding gua kedinding lain yang berseberangan) menggunakan pita meter dan dihitung rata-ratanya.

3. Tinggi Lorong Gua (TG)

Tinggi lorong gua diukur dengan menggunakan haga meter. Sebelumnya ditentukan 3 titik (pembuatan titik menggunakan lasser point), kemudian dari masing-masing tiga titik tersebut ditembak menggunakan haga meter. Tinggi lorong gua adalah rata-rata dari hasil perhitungan dengan haga meter.

(3)

Mulut atau pintu gua adalah bukaan besar yang terdapat pada gua atau jalan utama kelelawar keluar masuk gua.

5. Ventilasi Gua (V).

Ventilasi gua yang dimaksud adalah celah-celah kecil yang terdapat di dalam gua yang dapat tembus keluar gua dan dapat menerangi dalam gua

Analisis hubungan antara struktur komunitas Analisis parameter fisik gua dengan struktur komunitas dianalisis dengan menggunakan analisis multivariat RDA (Redundancy analysis).Analisis uji korelasi ini dilakukan dengan menggunakan software Canoco for Windows 4.5.Analisis selanjutnya terhadap data struktur komunitas dengan parameter fisik gua ialah analisis dengan PCA (Principal Component Analysis), tujuan analisis ini ialah untuk mengetahui titik-titik ordinasi (titik pemetaan)

terhadap komunitas gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok berdasarkan data struktur komunitas dan data fisik gua.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hubungan struktur komunitas dengan parameter fisik gua diperoleh dengan cara mengumpulkan data struktur komunitas dan parameter fisik gua. Data struktur komunitas gua terdiri dari kekayaan spesies, kelimpahan, indeks keanekaragaman, dan indeks kemerataan. Sementara itu, data parameter fisik gua yang dianalisis terdiri dari jumlah mulut gua (MG), jumlah ventilasi gua (VG), panjang lorong gua (PG), lebar lorong gua (LG), dan tinggi gua (TG). Ringkasan data struktur komunitas dan parameter fisik gua yang diukur selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan Data Struktur Komunitas dengan Parameter Fisik Gua di Wilayah Selatan Pulau Lombok

No

Lokasi

Struktur Komunitas Parameter Fisik Gua

S N Hꞌ E MG VG PG (m) LG (m) TG (m) 1 Gua Gale-Gale 3 25.3 0.832 0.209 4 5 24.9 16.6 16.2 2 Gua Buwun 4 9.3 1.349 0.658 2 0 10.5 4.5 3.3 3 Gua Kenculit 2 8.2 0.685 0.212 2 1 8.2 3.6 11.0 4 Gua Tanjung Ringgit 5 27.5 1.556 0.451 2 0 27.6 15.9 15.9 5 Gua Pantai Surga 3 8.7 1.038 0.506 1 0 15.4 6.8 12.7 Keterangan:

S = Kekayaan spesies VG = Ventilasi Gua

N = Kelimpahan MG = Mulut gua

Hꞌ = Indeks Keanekaragaman PG = Panjang lorong gua E = Indeks Kemerataan LG = Lebar lorong gua

(4)

Berdasarkan data pada Tabel 1, selanjutnya

dilakukan analisis RDA (Redundancy

analysis) untuk mengetahui hubungan

masing-masing variabel yang diukur.

Ringkasan hasil analisis RDA (n=18, P=0,05) pada tabel 2 berikut ini

Tabel 2 Ringkasan hasil analisis RDA Fisik Gua Parameter Fisik Gua Nilai Korelasi (R) Eigen values (λ) Persentase Korelasi (%) Panjang gua 0,5707 0,573 57 Lebar gua 0,4812 0,331 90 Tinggi gua 0,0169 0,076 98 Mulut gua -0,3439 0,020 100 Ventilasi gua -0,0801 0,000 100

Berdasarkan pada Tabel 2 nilai korelasi dan nilai eigenvalue tertinggi ditunjukkan oleh panjang gua (PG) dengan R=0,5707 (Rhitung≥Rtabel, N=18, P<0,05), selanjutnya diikuti oleh lebar gua (LG) dengan R=04812 (Rhitung≥Rtabel, N=18, P<0,05), tinggi gua (TG) dengan R=0,0169 (Rhitung≤Rtabel, N=18, P<0,05), mulut gua (MG) dengan R= -0,3439 (Rhitung≤Rtabel, N=18, P<0,05) dan ventilasi gua (VG) dengan R= -0,0801 (Rhitung≤Rtabel, N=18, P<0,05). Sedangkan persentase korelasi tertinggi ditunjukkan oleh mulut gua dan ventilasi gua ialah sebesar 100%.

Selain itu analisis dengan RDA juga memperlihatkan hasil gambar dalam

CanocoDraw dapat dilihat pada Gaambar 1

.

Gambar 1. Hasil Analisis Hubungan Struktur Komunitas Kelelawar Gua dengan Parameter Fisik Gua

Berdasarkan hasil analisis pada

Gambar 1 dapat dikatakan bahwa struktur

komunitas (Kekayaan spesies (S),

kelimpahan (N), indeks keanekaragaman (Hꞌ) dan indeks kemerataan (E)) berkorelasi

positif dengan panjang gua (PG) dengan R=0,5707, lebar gua (LG) dengan R=0,4812 dan tinggi gua (TG) dengan R=0,0169. Pada Gambar 1 juga menjelaskan bahwa struktur komunitas berkorelasi negatif dengan mulut gua (MG) dengan R= -0,0801 dan ventilasi gua (VG) dengan R= -0,3439.

Analisis selanjutnya terhadap data struktur komunitas dengan parameter fisik gua ialah analisis dengan PCA (Principal

Component Analysis), tujuan analisis ini

ialah untuk mengetahui titik-titik ordinasi (titik pemetaan) terhadap komunitas gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok berdasarkan data struktur komunitas dan data fisik gua. Hasil analisis dengan PCA pada Gambar 2.

(5)

Gambar 2. Titik Ordinasi Komunitas Kelelawar Gua Berdasarkan data Struktur Komunitas dan Fisik Gua

Berdasarkan titik pemetaan ordinasi pada gambar 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 4 komunitas terpisah dalam 4 titik axis yang berbeda.Pada axis 1 terdapat 2 komunitas yaitu komunitas gua Kenculit dan komunitas gua Pantai Surga.Sedangkan axis 2, 3 dan 4 masing-masing satu komunitas yaitu gua Gale-gale, gua Raksasa dan gua Buwun.

Berdasarkan hasil Gambar 1 tersebut dapat disimpulkan semakin panjang, tinggi dan lebar gua maka semakin tinggi kekayaan

spesies, kelimpahan, indeks

keanekaragaman dan indeks

kemerataan.Sebaliknya dengan mulut dan ventilasi gua.

Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Wijayati (2011) di kawasan Karst Cibinong Kabupaten Kebumen Jawa tengah.Hasil yang dilaporkan bahwa struktur komunitas berkorelasi positif dengan semua variabel parameter fisik gua, kecuali mulut dan ventilasi gua.

Terbentuknya korelasi negatif antara struktur komunitas dengan mulut gua dan

ventilasi gua akan dapat membentuk

kesimpulan bahwa struktur komunitas

kelelawar penghuni gua tidak akan

terpengaruh dengan adanya banyak

sedikitnya mulut dan ventilasi gua. Hal ini juga dikuatkan oleh Wijayanti, dkk.(2010) dan Wijayanti (2011) berdasarkan hasil uji RDA menunjukkan bahwa kelimpahan spesies tidak berkorelasi dengan ventilasi dan jumlah pintu/mulut gua. Semua spesies kelelawar yang bersarang dalam suatu gua cenderung menggunakansatu pintu atau ventilasi yang sama untuk keluar masuk gua. Hal ini sesuaidengan hasil penelitian Schnitzler et al. (2003) yang membuktikan ketika terbangmenuju lokasi sarang dan

tempat pencarian makan, kelelawar

cenderungmenggunakan jalur yang sama. Transfer informasi penggunaan jalur terbang inidilakukan dari orang tua (induk) kepada

anak melalui perilaku mengikutim

(following behavior).

Berdasarkan hasil korelasi struktur

komunitas dengan parameter fisik

gua.Parameter fisik yang memiliki korelasi tertinggi ialah panjang lorong gua, kemudian diikuti oleh lebar gua dan tinggi gua. Hal ini juga pernah dibuktikan pada penelitian Wijayanti (2011) bahwa korelasi tertinggi ditunjukkan oleh panjang gua (R=0,827). Hal ini sesuai dengan pendapat Maguran (2004) bahwa semakin luashabitat, semakin banyak makhluk hidup yang dapat hidup di

dalamnya.Lebihlanjut Baudinette et al.

(1994) menjelaskan bahwa gua yang memiliki lorong panjang dapatmenyebabkan

pemisahan mikroklimat di ruang

gua.Semakin banyak mikroklimatyang

terbentuk, maka semakin banyak spesies kelelawar yang dapat bersarang diruang-ruang tersebut.Sevcik (2003) menyebutkan bahwa gua dengan lorong sempit hanya dapat dihuni oleh jenis tertentu saja, yaitu jenis yang mampu malakukan manuver dengan baik.Sebaliknya pada gua dengan lorong lebar, dapat dihuni kelelawar dengan

(6)

kemampuan lebih beragam.Akibatnya, semakin lebarlorong gua, maka semakin banyak jenis yang dapat bersarang di dalamnya.

Hasil RDA juga memperlihatkan bahwa mesikipun mulut gua dan ventilasi gua berkorelasi negatif dengan struktur komunitas namun memiliki persentase korelasi sebesar 100%. Hal ini dapat dikarenakan oleh kelelawar penghuni gua akan mendeteksi kualitas habitat yang akan dihuni melalui mulut gua dan ventilasi gua. Selain itu spesies kelelawar yang menghuni gua selalu berpatokan dengan mulut gua

untuk mengetahui tempat dan jarak

bertengger. Karena tiap jenis kelelawar memilih sarang dalam gua dengan jarak dari mulut gua berbeda, beberapa spesies akan memiiilih tempat bertengger didekat mulut gua atau bahkan jauh dari mulut gua.

Hasil penelitian Maryanto &

Maharadatunkamsi (1991) pada Gua-Gua di

Pulau Sumbawa mendapatkan jenis

Rhinolophus luctus (Rhinolopodidae:

Microchiroptera) menyukai tempat

bersarang di ujung gua. Dunn (1978)

mendapatkan Hipposideros diadema dan

H.armiger di atap gua pada jarak 200 kaki

dari mulut Gua Anak Takun

Malaysia.Pemilihan tempat bersarang yang jauh dari mulut gua, dapat menghindarkan kelelawar dari gangguan manusia dan predator serta dapat memilih mikroklimat yang stabil dan sesuai bagi tubuhnya.Tetapi, pemilihan sarang dengan jarak jauh dari mulut gua harus didukung oleh kemampuan orientasi ruang dalam keadaan gelap dan kemampuan terbang dalam ruang dengan banyak rintangan.

Berdasarkan titik pemetaan ordinasi oleh PCA pada gambar 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 4 komunitas

terpisah dalam 4 titik axis yang

berbeda.Pada axis 1 terdapat 2 komunitas

yaitu komunitas gua Kenculit dan komunitas gua Pantai Surga.Sedangkan axis 2, 3 dan 4 masing-masing satu komunitas yaitu gua

Gale-gale, gua Raksasa dan gua

Buwun.Bertemunya 2 komunitas pada axis 1 dapat disebabkan oleh miripnya kondisi fisik kedua gua tersebut. Kedua gua (gua Kenculit dan gua Pantai Surga) terletak di ujung tebing yang sangat dekat sekali dengan deburan ombak. Kondisi fisik gua hampir sama baik panjang, lebar dan tinggi gua. Hal inilah yang menyebabkan kedua komunitas terdapat dalam 1 axis pada analisis dengan PCA.Berbeda halnya dengan komunitas pada axis lainnya, dimana setiap axis menempati 1 komunitas.Komunitas gua Gale-gale, gua Buwun dan gua Raksasa memiliki kondisi fisik gua yang berbeda-beda dan kondisi fisik gua yang unik antara gua yang satu dengan lainnya.Selain itu gua-gua tersebut dihuni oleh spesies yang

beragam pula.Oleh sebab itu ketiga

komunitas terpisah satu dengan lainnya.

KESIMPULAN

Hubungan struktur komunitas dengan faktor fisik gua menunjukkan bahwa, struktur komunitas (Kekayaan spesies (S), kelimpahan (N), indeks keanekaragaman (Hꞌ) dan indeks kemerataan (E)) berkorelasi positif dengan panjang gua (PG) dengan R = 0,5707, lebar gua (LG) dengan R = 0,4812 dan tinggi gua (TG) dengan R = 0,0169. Selain itu, struktur komunitas berkorelasi negatif dengan mulut gua (MG) dengan R= 0,0801 dan ventilasi gua (VG) dengan R = -0,3439.

DAFTAR PUSTAKA

Baudinette, R.V., S.K. Churchill, K.A. Christian, J.E. Nelson & P.J.

(7)

Balance And The Roost

Microenvironment In Three

Australian Cave-Dwelling Bats

(Microchiroptera). J. Comp. Physiol. B, 170: 439-446.

Fajri, S. R dan Hadiprayitno, G . 2013. Kelelawar Pulau Lombok. Proseding Seminar Nasional “Penelitian dan

Pembelajaran Sains” Program

Pascasarjana Universitas Mataram.

Rachmadi.2003. Keanekaragaman

Arthropoda di gua Ngerong, Tuban, Jawa Timur, Zoo Indo. 29: 19-26 Schnitzler HU, Moss CF & Denzinger A.

2003. From Spatial Orientation To Food Acquisition In Echolocating

Bats. Trends In Ecology And

Evolution. 18 (8):386-394.

Sevcik M. 2003. Does Wing Morphology Reflect Different Foraging Strategies in Sibling Bat Spesies Sibling Bat Spesies Zone Bats: Plecotus auritus and P. austriacus ?.Fol. Zool. 52: 672-679

Kitchener D. J., Boeadi., Charlton L dan

Maharadatunkamsi. 2002. Mamalia

Pulau Lombok. Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI, The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement. Bogor.

Maryanto I & Maharadatunkamsi. 1991.

Kecenderungan spesies spesies

kelelawar dalam memilih tempat bertengger pada beberapa gua di

Kabupaten Sumbawa. Media

Konservasi. 3:29-34

Wijayanti, Fahma. 2010. Kelimpahan,

Sebaran, dan Keanekaragaman Spesies Kelelawar (Chiroptera) pada

Beberapa gua dengan Pola

Pengelolaan Berbeda di Kawasan

Karst Gombong Kabupaten

Kebumen Jawa Tengah. Penelitian Dana RAB UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Wijayanti, Fahma. 2011. Biodiversitas dan Pola Pemilihan Sarang Kelelawar: Studi Kasus di Kawasan Karst Gombong

Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel  1.  Ringkasan  Data  Struktur  Komunitas  dengan  Parameter  Fisik  Gua  di  Wilayah  Selatan  Pulau  Lombok
Gambar  1.  Hasil  Analisis  Hubungan  Struktur  Komunitas  Kelelawar  Gua  dengan  Parameter Fisik Gua
Gambar  2.  Titik  Ordinasi  Komunitas  Kelelawar  Gua  Berdasarkan  data    Struktur  Komunitas dan Fisik Gua

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini berdasarkan pengujian aplikasi untuk mengenali jenis sayuran berbasis android menggunakan metode

Hasil yang ingin ditampilkan adalah bagaimana sistem ini dapat melakukan proses perbaikan citra dengan beragam faktor degradasi (noise dan atau blur) dan memiliki performansi

Yang menjadi permasalahan dalam skripsi adalah bagaimana pengaruh pemanfaatan handphone Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Keikhlasan Beribadah Dalam Al-Quran Surah

Data yang akan diambil agar terstrukturnya penelitian ini yaitu dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial terhadap interaksi sosial siswa.Data tersebut dapat

Kegiatan PKM Pelatihan Pemrograman Dasar PLC Untuk SMK Ketintang Surabaya telah selesai dengan jadwal sesuai yang ada pada proposal kegiatan. Penyampaian materi

Satu lagi aktivitas yang mayoritas dilakukan oleh responden untuk memasarkan produknya adalah membuat tinjauan mengenai produk tersebut. Dengan mendeskripsikan produk yang

Pada saat di SMA Muhammadiyah 3 Surabaya mengamati ada beberapa hal yang penulis perhatikan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru PPDB yaitu calon peserta yang melakukan

Pada persamaan regresi yang kedua Good Corporate Governance, kesempatan tumbuh dan ukuran perusahaan tidak ada yang berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset