TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Mahoni
Mahoni tergolong kedalam famili Meliaceae dan terdapat dua jenis spesies yang cukup dikenal yaitu Swietenia macrophylla (mahoni daun lebar) dan
S.mahagoni (mahoni daun sempit). Tinggi tanaman mahoni dapat mencapai hingga 40 m dengan diameter batang mencapai lebih dari 100 cm. Tajuknya berbentuk seperti kubah, kayu gubal (kayu lunak antara kulit dan teras) berwarna merah muda, sedangkan kayu teras (inti kayu) berwarna merah hingga coklat tua. Daun berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan panjang daun 10-30 cm. Bunga diproduksi di tangkai bunga dan ukuran tiap bunganya kecil. Buah mahoni berbentuk kapsul dengan panjang buah mencapai 8-20 cm, benihnya bersayap dengan panjang 5-9 cm yang terdapat didalam buah. Menurut Dien (1983), sistematika tanaman mahoni (S. macrophylla) adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta Class : Angiospermae Sub Class : Dicotyledoneae Golongan : Lignose
Ordo : Meliales Famili : Meliaceae Sub Famili : Swieteniodiae Genus : Swietenia
Spesies : Swietenia macrophylla King.
Syarat Tumbuh Tanaman Mahoni
Tanaman mahoni tidak memiliki persyaratan tipe tanah yang spesifik, hal ini dikarenakan mahoni secara alami dapat tumbuh pada tipe tanah alluvial, tanah vulkanik, tanah laterik, dan tanah dengan kandungan liat yang tinggi. Namun pertumbuhan mahoni akan baik pada tanah yang subur dan bersolum dalam serta
memiliki aerasi yang baik dengan pH berkisar 6,5 sampai 7,5 (Soerianegara dan Lemmens., 1994).
Menurut Khaerudin (1999), tanaman mahoni dapat tumbuh pada daerah bertipe iklim A sampai D, yaitu daerah yang bermusim kering atau basah.
Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman mahoni berkisar antara 0-1.000 mdpl. Umumnya tanaman ini akan berbuah setelah berumur 12 tahun atau
lebih yaitu pada bulan Juli-Agustus.
Peranan Media Tumbuh
Tanah sebagai media pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak begitu saja menunjang keberhasilan usaha penanaman, hal ini disebabkan karena tanah memberikan berbagai pengaruh bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman. Pengaruh tersebut antara lain temperatur tanah, kelembaban tanah, permeabilitas, tersedianya unsur hara, kegiatan hidup jasad renik dan banyak sifat tanah lainnya (Sutedjo dan Kartasapoetra., 1994).
Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan daripada tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya akan bahan organik mempunyai warna yang lebih kelam daripada tanah yang mengandung bahan
organik rendah. Tanah berwarna lebih kelam, menyerap sinar lebih banyak. Apabila lebih banyak sinar yang diserap tanah, maka lebih banyak hara, oksigen dan air yang diserap tanaman melalui perakaran. Tanah kaya bahan organik lebih cepat panas daripada tanah yang secara terus menerus dipupuk dengan pupuk kimia (Sutanto., 2002).
Perkembangan suatu tanaman berhubungan erat dengan kesuburan tanah. Semakin subur suatu tanah, maka perkembangan akar juga akan semakin besar. Dengan pemberian pupuk maka cenderung akan mendorong perkembangan perakaran yang dangkal dan sering disertai dengan berkurangnya kedalaman akar (Daniel dkk., 1994).
Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih dari suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang ditetapkan. Beberapa media yang dapat digunakan sebagai media pembibitan adalah topsoil, gambut ataupun topsoil dengan kompos. Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki kesuburannya memadai, tidak berkerikil, dan tidak berbatu. Memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang paling penting diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat fisik medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya serap dan daya simpan air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin., 1999).
Dalam suatu media tanam, sifat fisika tanah adalah sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, suhu tanah, air dan zat terlarut melalui tanah. Media yang merupakan pembatas ragawi yang paling nyata adalah media yang baik
untuk perkembangan akar, hal ini dikarenakan tanah memiliki kemampuan untuk menambat air dan menyalurkan ke tanaman. Struktur tanah juga diperlukan untuk mempertahankan kemantapan agregat tanah terhadap perubahan kelengasan yang mendadak dan curah hujan yang kuat (Sanchez., 1992).
Tanah yang merupakan tempat tumbuh suatu tanaman merupakan suatu sistem terpadu antara unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya misalnya mineral anorganik, mineral organik, organik tanah, udara, tanah dan air tanah. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi, tanaman mendapatkan suplai nutrisi (hara mineral) dari dalam tanah. Mineral-mineral tersebut diserap dalam bentuk yang spesifik. Untuk mengembalikan mineral-mineral tanah yang hilang, baik yang tercuci oleh hujan maupun yang terserap tanaman maka dilakukan pemupukan (Umboh., 1997).
Manfaat Arang Sebagai Campuran Media Tumbuh
Media tanam berfungsi sebagai tempat berpegangan akar tanaman yang ditanam dan untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan. Larutan nutrisi tersebut lalu diserap oleh perakaran. Beberapa persyaratan yang digunakan untuk media tanam antara lain steril, porus, ringan, mudah didapat dan murah. Salah satu bahan yang memenuhi semua persyaratan itu adalah arang (arang sekam ataupun arang limbah industri). Arang memiliki ruang pori yang cukup sehingga membantu terjadinya proses aerasi di dalam tanah (Hartus., 2002).
Arang merupakan hasil pembakaran dari suatu bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar pori-pori dari arang masih tertutup baik itu oleh hidrokarbon dan senyawa-senyawa organik lainnya
seperti abu, air, nitrogen dan sulfur. Namun kualitas dari arang itu sendiri ditentukan oleh proses pembuatan arang tersebut (Sudrajat dan Soleh., 1994).
Secara morfologi arang mempunyai pori-pori pada permukaannya. Pori ini sangat efektif mengikat dan menyimpan hara tanah yang berada didalam tanah dan disekitarnya. Unsur hara ini dapat dilepaskan secara perlahan sesuai dengan laju konsumsi yang dilakukan oleh tanaman (slow release). Selain itu arang juga memiliki sifat higroskopis sehingga hara yang terdapat didalam tanah tidak mudah tercuci dan lahan akan berada dalam keadaaan siap pakai (Gusmailina dkk., 2003). Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologi arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Oleh sebab itu aplikasi arang pada lahan-lahan terutama lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara lain: sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endomikoriza dan ektomikoriza sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan hutan tanaman (Pari., 2002).
Menurut Gusmailina dkk (2002), umumnya upaya yang dilakukan untuk menaikan pH tanah dari asam sampai ketingkat netral adalah dengan menambahkan kapur pertanian yang mengandung senyawa Ca dan Mg kedalam tanah. Ternyata selain kapur, arang juga dapat digunakan untuk menaikan pH dan mengurangi sifat asam dari tanah. Respon terhadap kondisi pH akibat penambahan arang juga dipengaruhi oleh jenis arang. Makin tinggi pH arang,
maka makin rendah konsentrasi arang yang digunakan sebagai campuran media pada tanaman.
Menurut Siyek dkk (2005), bahan baku arang diambil dari kayu yang dikeringkan melalui proses pemanasan. Sifat arang yang ringan ini ketika diberikan ketanah bisa mengikat air dan juga membuang racun. Selain mampu menggemburkan tanah dan menyuburkan tanaman, penggunaan arang bagi pertanian juga secara otomatis dapat meminimalisir kerusakan tanah akibat bahan-bahan kimia dan menggantikan posisi pupuk buatan. Arang juga dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik tambahan, misalnya kompos dan kotoran ternak. Pematangan bahan organik ini jauh lebih baik karena bisa menghilangkan bau-bauan pada lingkungan yang tidak sedap.
Secara fisik arang berpengaruh terhadap struktur dan tekstur tanah, oleh karena itu semakin banyak suplai arang ke dalam tanah maka akan mengurangi kepadatan tanah (bulk density). Artinya dengan adanya penambahan arang kedalam tanah maka semakin banyak ruang pori yang terdapat di dalam tanah sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dengan lebih baik. Selain itu juga pemberian arang ini juga dapat menekan tingginya laju pencucian unsur hara di dalam tanah. Hal ini dimungkinkan karena secara morfologis arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Penambahan arang pada media pembibitan juga dapat meningkatkan: kelembaban, daya serap air, serta sirkulasi udara sehingga mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan akar halus bibit tanaman (Gusmailina dkk., 2003).
Fungsi Air Bagi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan dari sebagian besar tanaman sangat tergantung kepada jumlah air yang tersedia didalam tanah. Pertumbuhan akan dibatasi oleh kandungan air sangat rendah maupun kandungan air sangat tinggi. Air dibutuhkan tanaman untuk membuat karbohidrat di daun, untuk menjaga hidrasi protoplasma dan sebagai pengangkut dan mentranslokasikan makanan-makanan dan unsur-unsur mineral (Nyakpa dkk., 1988).
Penyiraman umumnya dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pada kondisi khusus, misalnya udara sangat panas, penyiraman dapat dilakukan lebih dari dua kali dan sebaliknya jika turun hujan maka penyiraman dapat ditiadakan atau dikurangi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas (jumlah) penyiraman antara lain temperatur udara, curah hujan dan jenis serta tingkat pertumbuhan bibit. Jika hari tidak hujan serta suhu tinggi maka proses evapotranspirasi akan meningkat dan untuk mencukupinya maka diperlukan adanya penyiraman (Khaerudin., 1999)
Air memiliki peranan penting terutama dalam kelembaban tanah dan pertumbuhan tanaman. Kondisi air yang berlebih dalam tanah dapat menahan atau merintangi pertumbuhan tanaman, oleh karena itu drainase menjadi sangat penting. Begitu juga kondisi air yang kurang tersedia di dalam tanah akan menekan pertumbuhan suatu tanaman. Suatu tanaman akan mengalami kelayuan bahkan kematian bila tidak bisa lebih lama untuk mengisap air yang cukup dari tanah untuk memperoleh air yang dibutuhkan (Soetjipto., 1986).
Tanaman akan mengalami kelayuan dan berubah menjadi warna kuning apabila tanaman tersebut mengalami kekurangan air. Pada kondisi tersebut, hama
akan menyerang tanaman karena mikroorganisme patogen yang biasanya menyerang hama tidak dapat berkembang biak dalam kondisi kering. Tanaman yang mengalami kekurangan air akan menunjukan gejala–gejala sebagai berikut dimana sel tanaman akan kehilangan turgor, jaringan mengerut dan tanaman menampakkan gejala layu. Tanaman juga akan mengalami kelayuan bila kekurangan air, namun akan segera segar kembali bila dilakukan penyiraman. Tetapi apabila tanaman tetap mengalami kelayuan maka tanaman tersebut telah mengalami layu permanen (Sutiyoso., 2003).
Menurut Hartus (2002), larutan nutrisi dapat diberikan dalam tiga cara yaitu dengan penyiraman, penetesan dan sirkulasi. Penyiraman umumnya dilakukan dengan dengan menggunakan air sumur. Ada tiga faktor penting yang perlu diketahui pada saat melakukan penyiraman dengan larutan nutrisi, yaitu konsentrasi, frekuensi dan volume larutan nutrisi. Pada saat cuaca panas (diatas normal) dapat dilakukan penyiraman dengan menggunakan air sumur. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan shower sehingga dapat membasahi daun dan perakaran tanaman. Ini dilakukan sebagai upaya untuk mengimbangi laju evapotranspirasi yang berlebihan.
Menurut Setiawan (2000), pemberian air pada tanaman sangat penting diperhatikan. Kebutuhan tanaman terhadap air ini makin penting lagi pada masa awal pertumbuhan tanaman dan setiap tanaman memerlukan kebutuhan air yang berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Oleh sebab itu, penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Dengan demikian, penentuan waktu tanam yang tepat akan meringankan pekerjaan karena dengan siraman air hujan yang cukup kita tidak perlu bersusah payah untuk menyiramnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai Januari hingga Mei 2007.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bibit Mahoni (Swietenia macrophylla), arang (kayu bakau), pupuk NPK (15:15:15), top soil dan
polybag ukuran 2 kg. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: timbangan analitik, penggaris, jangka sorong, gembor, cangkul atau sekop dan karung goni.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor dan ulangan sebanyak 3 kali, yaitu:
I. Faktor pemberian arang sebagai campuran media tumbuh. M0 = tanpa penambahan arang (kontrol)
M1 = penambahan 100 gr arang/ polybag M2 = penambahan 200 gr arang/ polybag M3 = penambahan 300 gr arang/ ploybag
II. Faktor intensitas penyiraman
P0 = Penyiraman yang dilakukan sebanyak 2 x 1 hari P1 = Penyiraman yang dilakukan sebanyak 1 x 1 hari P2 = Penyiraman yang dilakukan sebanyak 1 x 2 hari P3 = Penyiraman yang dilakukan sebanyak 1 x 3 hari Jumlah kombinasi perlakuan tersebut adalah 4 x 4 = 16 perlakuan
M0P0 M1P0 M2P0 M3P0 M0P1 M1P1 M2P1 M3P1 M0P2 M1P2 M2P2 M3P2 M0P3 M1P3 M2P3 M3P3 Jumlah perlakuan = 16 unit
Ulangan = 3 kali
Jumlah tanaman seluruhnya = 48 tanaman.
Model Rancangan Acak Lengkap Faktorial adalah sebagai berikut:
Y
ijk = µ + αi+ βj
+ (α β)ij
+ Є ijk
Keterangan:
Yijk = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor penambahan arang βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor intensitas penyiraman
(α β)ij = Pengaruh taraf ke-i dari faktor penambahan arang dan pengaruh taraf ke-j dari faktor intensitas penyiraman.
Єijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor penambahan arang dan taraf ke-j dari faktor intensitas penyiraman pada ulangan ke-k.
Pelaksanaan Penelitian 1. Penyediaan Arang
Arang yang digunakan adalah arang kayu yang diperoleh dari daerah Secanggang. Arang tersebut kemudian dihancurkan atau dihaluskan dengan kondisi yang hampir sama dengan ukuran tanah yang digunakan.
2. Penyediaan Tanah (top soil)
Tanah yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis tanah Ultisol
yang diambil di daerah Simalingkar. Tanah yang diambil adalah tanah bagian atas (top soil) yang diambil secara acak dan dikompositkan sesuai dengan yang dibutuhkan.
3. Penyediaan Bibit
Bibit mahoni yang digunakan berasal dari lokasi pembibitan Orangutan Information Centre (OIC). Kriteria bibit yang digunakan antara lain: berumur 2-3 bulan, tinggi tanaman ± 25-30 cm dan dengan jumlah daun 3-5 helai.
4. Persiapan Media Tumbuh
Polybag yang telah disediakan diisi dengan top soil dan arang (sebagai campuran media tumbuh), dimana perbandingannya disesuaikan dengan perlakuannya masing-masing. Perlakuan tersebut antara lain tanah sebanyak 2 kg tanpa adanya penambahan arang (M0); tanah sebanyak 2 kg dicampur dengan 100 gram arang (M1); tanah sebanyak 2 kg dicampur dengan 200 gram arang (M2) dan tanah sebanyak 2 kg dicampur dengan 300 gram arang (M3)
5. Pemindahan bibit ke media tumbuh dan pemberian pupuk NPK.
Bibit mahoni yang digunakan adalah bibit yang berumur ± 2 bulan dengan tinggi 25-30 cm. Bibit yang telah disediakan dipindahkan ke dalam polybag yang
telah berisi media tumbuh yang telah disesuaikan dengan perlakuannya masing-masing, lalu ditambahkan pupuk NPK kedalam tiap-tiap polybag.
6. Penyiraman dan Pemeliharaan
Setelah bibit mahoni dipindahkan, tanaman kemudian disiram sesuai dengan perlakuannya masing masing dengan menggunakan gembor atau alat penyemprot lainnya, kemudian dilakukan penyiangan pada tanaman ketika rumput atau gulma sudah mulai muncul dengan maksud agar tidak mengganggu perakaran dari bibit tanaman. Adapun intensitas penyiraman yang dilakukan adalah sebanyak 2x1 hari (P0); 1x1 hari (P1); 1x2 hari (P2); 1x3 hari (P3).
7. Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan 1 minggu setelah tanam (1 MST), dan parameter yang diamati antara lain:
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari batang tanaman (± 3cm dari pangkal leher akar) sampai pucuk tanaman tertinggi dengan menggunakan mistar atau penggaris. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali dan agar tidak terjadi perubahan dasar pengukuran, maka perlu diberi tanda tempat awal pengukuran.
Diameter batang
Pengukuran diameter batang dilakukan pada tempat yang sama dengan pengukuran tinggi tanaman dan dilakukan sebanyak 2 kali pada sisi batang yang berbeda.
Jumlah daun
Semua jumlah daun yang telah tumbuh dihitung yang dilakukan setiap minggunya.
Bobot kering tanaman,
Setelah kegiatan pengamatan berakhir yaitu pada saat tanaman berumur ±12 minggu setelah tanam (12 MST) maka dilakukan pemotongan atau pemisahan batang dengan akar. Untuk mendapatkan bobot kering atas tanaman, bagian batang dan daun dicuci dengan air dan dibiarkan kering, kemudian dimasukkan kedalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan pada temperatur 70º C selama 48 jam, lalu ditimbang. Untuk mendapatkan bobot kering bawah tanaman maka dilakukan dengan cara yang sama seperti mendapatkan bobot kering atas tanaman.