• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari 2/3 bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap air bersih (Wikipedia, 2012). Air permukaan merupakan air yang paling mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk lainnya. Kebutuhan air yang terus meningkat tidak sebanding dengan kondisi fisik dan kimia air di negara kita masih belum sepenuhnya layak untuk digunakan. Kualitas dan kuantitas air di setiap wilayah akan berbeda-beda. Ada daerah yang kaya air bersih, ada juga yang kekeringan. Salah satu upaya penampungan air adalah pembuatan situ.

Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Ruang, 2003). Pada dasarnya, situ memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial. Fungsi ekologi situ adalah sebagai pengatur air, pengendali banjir, habitat hidup liar yang dilindungi atau spesies serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosialnya adalah memenuhi kebutuhan hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit

(2)

2

listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi dan tradisi. Selain itu situ juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi, yaitu dengan menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir, serta memasok air ke kantung-kantung air seperti air tanah, sungai, dan persawahan. Degan demikian, situ dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim penghujan serta menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk., 2009).

Situ Gintung merupakan danau buatan yang berada di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan dengan luas 21 ha dan volume 2,1 juta m3. Situ ini dibangun pada tahun 1931-1933 sebagai waduk untuk pengaliran irigasi di area Ciputat. Saat ini, terjadi perubahan penggunaan lahan dari persawahan dan perkebunan menjadi area permukiman dan area komersial, di antaranya perumahan, restoran, tempat wisata, dan areal kampus. Tanggal 27 Maret 2009 terjadi tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung yang diakibatkan karena kurangnya bantaran sebagai recharge area. Curah hujan tinggi saat itu mempercepat naiknya permukaan air pada situ yang memang semakin dangkal kemudian memberikan tekanan yang semakin kuat pada tanggul situ. Jebolnya tanggul Situ Gintung tahun 2009 membawa perubahan baru berupa revitalisasi areal situ dengan membangun sempadan untuk ruang terbuka hijau, sehingga diharapkan bisa menambah recharge area. Badan air Situ Gintung yang dahulunya dimanfaatkan sebagai tempat wisata air sekarang berubah menjadi pertambakan ikan. Di sisi lain, Situ Gintung memiliki dua buah inlet (masukan air) yang berasal dari saluran permukiman penduduk sehingga memiliki beban pencemar yang besar. Selain berasal dari saluran permukiman, sumber air Situ Gintung berasal dari air hujan.

Pemanfaatan pertambakan ikan di Situ Gintung menimbulkan masalah tersendiri bagi kesesuaian pemanfaatannya, karena sumber airnya yang berasal dari saluran permukiman, sehingga air di Situ Gintung merupakan akumulasi limbah domestik dan juga air hujan. Saat musim kemarau terjadi, beban pencemar semakin tinggi karena sedikitnya konsentrasi air hujan sebagai pelarut. Di sisi lain, pada saat musim hujan beban pencemar bisa mengalami pengenceran dengan air hujan sehingga konsentrasinya berkurang.

(3)

3

Penelitian kualitas air Situ Gintung ini dilakukan berdasarkan pentingnya mengetahui kualitas air sebelum dimanfaatkan. Siklus hidrologi akan terus berjalan, mulai dari hujan yang kemudian terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebagian menjadi aliran permukaan. Air tanah akan dimanfaatkan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga kualitasnya harus tetap terjaga. Air limbah domestik manusia kemudian akan mengalir dari saluran perumahan ke sungai, dan akan kembali dimanfaatkan manusia, sehingga kualitas air harus selalu terjaga.

Danau atau situ memiliki strata perlapisan yang memiliki karakteristik masing-masing dalam perlapisannya. Adanya angin menyebabkan arus dalam danau. Arus ini menyebabkan gerakan turbulence pada permukaan maupun dasar danau, sehingga mempengaruhi perbedaan kualitas air danau pada setiap perlapisannya. Agihan kualitas air danau diketahui secara vertikal menurut strata dan horizontal menurut inlet, tengah, dan outlet dengan parameter sifat fisik, kimia, dan biologisnya.

Penelitian kualitas air Situ Gintung merupakan salah satu langkah untuk memberikan rekomendasi kesesuaian pemanfaatan pasca bencana. Sampel air dapat dibandingkan dengan baku mutu air kelas I, II, dan kebutuhan perikanan maka dapat dihasilkan pemanfaatan mana yang paling tepat untuk Situ Gintung.

1.2. Permasalahan

Situ Gintung yang memiliki dua buah inlet dari saluran permukiman penduduk turut mengalirkan limbah domestik ke dalam badan air, sehingga ekosistem pertambakan yang ada dapat terancam. Selain itu sebagian kecil penduduk yang memanfaatkan air situ untuk kebutuhan sehari-hari juga dapat terancam kesehatannya. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas air Situ Gintung?

(4)

4

3. Bagaimana pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan?

4. Bagaimana kesesuaian pemanfaatan air Situ Gintung sebagai air baku air minum penduduk dan kebutuhan perikanan?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui variasi kualitas air Situ Gintung di inlet, tengah, dan outlet pada setiap strata

2. Mengetahui karakteristik limbah domestik yang masuk dalam badan air Situ Gintung

3. Mengidentifikasi pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan di Situ Gintung

4. Mengevaluasi kualitas air Situ Gintung sebagai air baku minum dan kebutuhan perikanan

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terkait dengan pemanfaatan Situ Gintung baik itu untuk masyarakat maupun instansi terkait. Kegunaan penelitian Kajian Kualitas Air Situ Gintung diantaranya:

a. Bagi peneliti, untuk memenuhi syarat kelulusan S1 sekaligus ajang peningkatan kemampuan dan pengetahuan dalam pelaksanaan penelitian. b. Bagi Fakultas Geografi UGM, diharapkan penelitian ini mampu memperkaya

penelitian sehingga dapat bermanfaat untuk ke depannya.

c. Bagi instansi pemerintah Badan Lingkungan Hidup Tangerang Selatan diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu data kualitas air dari beberapa situ yang berada di Tangerang Selatan.

d. Bagi instansi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai pengelola di Situ Gintung, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan untuk arahan pengelolaan kawasan Situ Gintung.

(5)

5

e. Bagi masyarakat setempat, diharapkan dapat mengetahui bagaimana kualitas air Situ Gintung sehingga dapat memanfaatkan sesuai dengan peruntukan dan melindungi kesehatan lingkungan mereka.

1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Danau/Situ

Danau merupakan cekungan yang terjadi karena peristiwa alami atau sengaja dibuat manusia untuk menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, dan atau air sungai (Susmianto,2004). Pengertian Situ menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Penataan Ruang (2003) adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan salah satu bagian juga yang berperan potensial dalam kawasan lindung.

Danau-danau di Indonesia terbentuk secara alamiah dan buatan akibat aktivitas manusia. Menurut Naryanto, dkk. (2009), genesa atau asal kejadian danau atau reservoir di Indonesiadapat dikelompokkan ke dalam 14 tipologi yaitu tektonik, tekto-vulkanik, vulkanik, kawah, kaldera, patahan lingkar kaldera, paparan banjir, oxbow, ongsoran, pelarutan, mprain/gletser, embung buatan, dan sisa galian kolong.

Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0.001-0.01 m/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu waktu tinggal (residence time) air dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim. (Effendi, 2003)

Menurut Cole (1988), zonasi (perwilayahan) perairan tergenang (danau) dibagi menjadi dua, yaitu zonasi benthos dan zonase kolom air. Zonasi benthos juga disebut zonasi dasar, terdiri atas supra-litoral, litoral, sub-litoral, dan

(6)

6

profundal. Zonasi kolom air atau open water zone terdisi atas zonasi limnetik, tropogenetik, kompensasi, dan tropolitik.

a. Supralitoral adalah wilayah di pinggir danau yang masih terkena pengaruh danau, biasanya berupa daratan yang kadangkala terkena air jika volume air danau meningkat.

b. Litoral adalah wilayah pinggir danau yang dangkal, dengan batuan dasar berukuran relatif besar dan cahaya matahari mencapai dasar perairan. Wilayah ini banyak ditumbuhi tumbuhan akuatik yang mengakar di dasar perairan dan memiliki keanekaragaman benthos yang cukup tinggi. Wilayah litoral merupakanwilayah yang mendapat pengaruh pertama kali, jika terjadi erosi pada daratan di sekitarnya.

c. Sub-litoral adalah wilayah di bawah wilayah litoral, dengan batuan dasar berukuran lebih kecil dan cahaya matahari sudah berkurang. Wilayah ini masih mendapat cukup oksigen, namun keanekaragaman benthos sudah berkurang. Benthos (misalnya moluska) yang telah mati, semula adalah penghuni wilayah litoral biasanya akan terbenam di wilayah sub-litoral.

d. Profundal adalah wilayah paling dalam dengan suhu yang rendah dan cahaya matahari sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Jumlah oksigen terlarut sangat sedikit atau terbentuk suasana anoksik (tak ada oksigen). Meskipun mengandung banyak gas metana dan karbondioksida, namun kadar ion hidrogen dalam wilayah ini juga tinggi sehingga pH air rendah karena keberadaan asam karbonat. Sedimen dasar berukuran sangat kecil (halus). e. Zona limnetik (pelagik) adalah wilayah perairan yang sudah tidak banyak

mendapat pengaruh dari tepi dan dasar perairan. Zona limnetik dibagi menjadi zona tropogenik dan tropolitik.

f. Zona tropogenik adalah kolom air dari permukaan yang memiliki aktivitas fotosintesis intensif hingga kedalaman di mana aktivitas fotosintesis sangat sedikit. Pada zona ini, kadar oksigen terlarut cukup tinggi. Zona tropogenik biasanya terletak pada mintakat epilimnion.

(7)

7

g. Zona tropolitik adalah wilayah yang berada di bawah tropogenik. Pada zona ini, aktivitas respirasi dan dekomposisi dominan, sedangkan aktivitas fotosintesis sudah tidak ada. Zona ini memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, namun kadar karbondioksida tinggi. Zona tropolitik seringkali sama dengan lapisan/zona/mintakat hipolimnion. h. Zona kompensasi adalah zona antara tropogenik dan tropolitik, dicirikan oleh

aktivitas fotosintesis yang sama dengan respirasi.

Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air pada perairan lentik dikelompokkan menjadi tiga:

a. Lapisan (zona) eufotik yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya matahari.

b. Lapisan kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya sebesar 1% dari lapisan permukaan.

c. Lapisan profundal yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi, dengan intensitas cahaya sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik).

Berdasarkan perbedaan panas pada setiap kedalaman (dalam bentuk perbedaan suhu), stratifikasi vertikal kolom air (thermal stratification) pada perairan dibagi menjadi tiga:

a. Epilimnion, yaitu lapisan bagian atas perairan. Lapisan ini merupakan bagian yang hangat dengan suhu relatif konstan atau perubahan suhu secara vertikal sangat kecil. Seluruh massa air pada mintakat ini tercampur baik karena adanya angin dan gelombang.

b. Termoklin atau metalimnion, yaitu lapisan di bawah epilimnion. Pada lapisan ini, perubahan suhu dan panas secara vertikal relatif besar; setiap penambahan kedalaman 1m terjadi penurunan suhu air sekurang-kurangnya 1o C.

c. Hipolimnion yaitu lapisan di bawah metalimnion. Lapisan ini merupakan lapisan yang lebih dingin, ditandai oleh perbedaan suhu secara vertikal yang relatif kecil. Massa air pada lapisan ini bersifat stagnan, tidak mengalami percampuran, dan memiliki densitas yang lebih besar. Di wilayah tropis,

(8)

8

perbedaan suhu air permukaan dengan suhu air bagian dasar hanya sekitar 2o C-3oC.

Lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal kolom air berdasarkan intensitas cahaya kadang-kadang berada pada posisi yang sama dengan lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal berdasarkan perbedaan panas. Lapisan eufotik biasanya juga merupakan lapisan epilimnion merupakan lapisan yang paling produktif. Lapisan ini mendapat pasokan cahaya matahari yang cukup sehingga proses fotosintesis berlangsung secara optimum. Keberadaan oksigen, baik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis maupun difusi dari udara, juga mencukupi. (Effendi, 2003)

Tiupan angin dan perubahan musim yang mengakibatkan perubahan intensitas cahaya matahari dan perubahan suhu dapat mengubah atau menghancurkan stratifikasi vertikal kolom air. Fenomena perubahan stratifikasi vertikal ini dapat diamati dengan jelas pada perairan tergenang yang terdapat di wilayah ugahari (temperate) yang memiliki empat musim. (Effendi, 2003)

Stratifikasi vertikal kolom air dapat berlangsung beberapa bulan secara permanen, tanpa ada percampuran massa air. Berdasarkan percampuran massa air, danau dibedakan menjadi dua yaitu amiktik dan miktik. Pada danau amiktik, massa air tidak mengalami percampuran sama sekali, baik percampuran secara vertikal maupun spasial, sedangkan pada danau miktik, massa air mengalami percampuran secara vertikal dan spasial. (Effendi, 2003)

Pada thermal stratification terjadi percampuran massa air secara menyeluruh (holomictik), yakni percampuran yang terjadi pada seluruh massa air, dari permukaan hingga dasar. Perubahan stratifikasi pada thermal stratification lebih banyak disebabkan oleh perubahan suhu, yang selanjutnya menyebabkan perubahan panas dan berat jenis. (Effendi, 2003)

(9)

9

Berdasarkan tingkat kesuburannya (trophic status), danau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomassa rendah. Perairan ini memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen. b. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan

produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan peralihan antara oligotrofik dan eutrofik.

c. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktivitas tinggi), yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memiliki tingkat kecerahan yang rendah dan kadar oksigen pada lapisan hipolimnion dapat lebih kecil dari 1mg/liter.

d. Hiper-eutrofik, yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer sangat tinggi. Pada perairan ini, kondisi anoksik (tidak terdapat oksigen) terjadi pada lapisan hipolimnion.

e. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik misalnya asam humus dan fulvic. (Effendi, 2003)

Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai fungsi ekologi dan fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai pengatur tata air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang dilindungi atau endemik, serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosial-ekonomi-budaya danau adalah memenuhi kebutuhan hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit tenaga listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi, dan tradisi. Selain itu, danau juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi; yaitu dengan menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir sungai, serta memasok air ke kantung-kantung air lain seperti akuifer (airtanah), sungai, dan persawahan. Dengan demikian danau dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim

(10)

10

hujan dan menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk., 2009).

Menurut Susmianto (2004), terdapat berbagai ancaman penyebab kerusakan ekosistem danau baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Penyebab kerusakan secara alami misal banjir, gempa bumi, dan vulkanik. Sedangkan ancaman kerusakan yang diakibatkan aktivitas manusia misalnya sedimentasi, pencemaran (limbah rumahtangga, limbah pertanian,limbah industri), pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, memasukkan spesies eksotik, konversi lahan, perubahan sistem hidrologi, serta pembangunan permukiman.

1.5.2. Kualitas Air

Kualitas air dapat diartikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan oleh adanya parameter kimia anorganik, kimia organik, fisik, biologis, dan radiologis (Martopo, 1987). Kualitas air dapat disimpulkan juga sebagai karakteristik mutu yang dimanfaatkan untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air. Kualitas air sangat penting karena dijadikan dasar dan pedoman untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang sesuai dengan peruntukannya.

1.5.2.1. Sifat Fisik Air (1) Suhu

Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen (Sastrawijaya, 2000). Pembuangan limbah yang dilakukan pada badan air dapat menimbulkan kenaikan suhu sehingga akan mempengaruhi aktivitas hidrologis di dalamnya.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran

(11)

11

suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30-35oC dan 20-30oC. Filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta dan diatom (Haslam,1995).

(2) Kecerahan

Kecerahan dapat diidentifikasi dari tingkat kekeruhan air dengan alat sechi-disk. Kekeruhan terdapat pada kebanyakan air permukaan akibat suspensi lempung, silt, organik dan anorganik, plankton, dan mikroorganisme lain.

Kekeruhan pada perairan tergenang, misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus, sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta juga dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. (Vidyadevi, 2007)

(3) Total Dissolved Solids (TDS)

Selama perjalanannya air dapat melarutkan dan membawa kandungan material wahana yang dilaluinya. Sehingga selain mengadung unsur-unsur, air dapat pula mengandung material yang terkandung di dalamnya. Pengukuran suspensi dilakukan dengan dua cara, yaitu pengendapan dan pemisahan, cara pengendapan didasari oleh prinsip perubahan berat jenis suatu zat. Artinya karena berat jenis suatu material yang terlarut dalam air lebih besar daripada berat jenis air itu sendiri, maka jika didiamkan beberapa saat maka material tersebut lambat laun akan mengendap. Dengan mengetahui besarnya endapan tersebut secara tidak

(12)

12

langsung dapat diketahui besarnya suspensi. Sementara itu cara pemisahan dilakukan dengan mendasarkan prinsip bahwa jika banyaknya material yang tersuspensi dapat diketahui beratnya, maka secara langsung dapat diketahui suatu suspensi pada suatu contoh air. (Effendi, 2003)

Berdasarkan Tabel 1.1., Nilai TSS yang sesuai untuk kegiatan perikanan adalah <25 mg/l, di mana pada nilai ini keberadaan TSS tidak berpengaruh terhadap kegiatan perikanan, kemudian untuk nilai 25-80 mg/l memiliki sedikit pengaruh terhadap perikanan. Kandungan TSS mulai 81-400 mg/l memiliki pengaruh kurang baik untuk perikanan hingga >400 mg/l yang tidak baik untuk perikanan.

Tabel 1.1. Kesesuaian Perairan untuk Kepentingan Perikanan Berdasarkan Nilai TSS

Nilai TSS (mg/liter) Pengaruh terhadap perikanan

<25 Tidak berpengaruh

25-80 Sedikit berpengaruh

81-400 Kurang baik bagi kepentingan perikanan

>400 Tidak baik bagi kepentingan perikanan

Sumber: Effendi, 2003 1.5.2.2. Sifat Kimia Air (1) pH

Kadar asam atau basa suatu larutan ditunjukkan melalui pH, yaitu konsentrasi ion hidrogen efektif atau merupakan aktivitas ion hidrogen. Ion hidrogen merupakan faktor utama untuk mengetahui suatu reaksi kimiawi. Ion hidrogen selalu ada dalam keseimbangan dinamis dengan air, yang membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air di mana sumber ion hidrogen tidak pernah habis. Ion hidrogen tidak hanya unsur molekul H2O saja tetapi juga merupakan unsur dari senyawa lain, hingga jumlah reaksi tanpa H+ dikatakan sedikit saja.

(13)

13

pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis tinggi (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia. Amonia yang tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan amonium (Tebbut,1992).

(2) Amonia (NH3)

NH3 (amonia) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4 pada pH rendah dan amonium. Amoniak berasal dari air seni dan tinja serta hasil oksidasi zat organik secara mikrobiologis, yaitu yang berasal dari air buangan industri dan penduduk. Karena rasaya tidak enak, maka kadarnya dalam air minum harus nol. (Vidyadevi, 2007)

(3) Phospat (PO4)

Phospat terdapat dalam air alam atau limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat, dan fosfat-organis. Setiap nyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi, atau terikat di dalam sel organisme air. Fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri, dan pertanian. Pemilihan senyawa fosfat yang akan dianalisa tergantung dari keperluan pemeriksaan dan keadaan badan air. Untuk sampel air alam yang jernih dan diperuntukkan bagi air minum, misalnya mungkin hanya diperlukan pemeriksaan fosfat atau ortofosfat terlarut. (Vidyadevi, 2007)

(4) Dissolved Oxygen (DO)

Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Adanya oksigen terlarut di dalam air sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme air. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya oksigen terlarut (DO). Oksigen terlarut dalam air berasal dari udara dan proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Beberapa faktor

(14)

14

yang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air antara lain temperatur, tekanan udara, dan kadar mineral dalam air. (Effendi, 2003)

Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Brown,1987). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen berkurang. Kelarutan oksigen dan gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut lebih rendah daripada di perairan tawar.

Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae yang banyak terdapat pada mintakat epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. (Effendi, 2003)

(5) Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis tersuspensi di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat buangan air penduduk atau industri dan mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.

BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat dikomposisi secara biologis (bioagredable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji (strach), glukosa, aldehida, ester, dsb. Dekomposisi selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yag telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan industri. (Vidyadevi, 2007)

(15)

15

(6) Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dalam hal ini K7Cr7O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. (Vidyadevi, 2007)

1.5.2.3. Sifat Biologis Air (1) Bakteri E-coli

Organisme air yang dapat digunakan sebagai indikator biologi adalah bakteri. Kandungan bakteri coli menunjukkan terjadinya kontaminasi oleh organisme patogen, sehingga kehadiran bakteri coli dapat dijadikan petunjuk pencemaran air yang berasal dari limbah domestik tinja manusia. (Vidyadevi, 2007)

1.5.3. Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya (Fardiaz, 1995 dalam Vidyadevi, 2007). Batasan pencemaran air ditentukan berdasarkan parameter-parameter yang terkonsentrasi dalam air, yang akan menentukan kualitas air tersebut (Ariandhati, 2005 dalam Vidyadevi, 2007).

Menurut Wardiyatmoko (2012) dalam Vidyadevi (2007), pencemaran air adalah keberadaan konsentrasi suatu zat pengotor dalam air dalam waktu cukup

(16)

16

lama sehingga dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya persediaan air bersih dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lain. Jumlah zat pencemar yang masuk ke dalam air pada waktu tertentu mempengaruhi tingkat pencemaran.

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:

a. Adanya perubahan suhu air

b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen c. Adanya perubahan warna, bau, rasa air

d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut e. Adanya mikroorganisme

f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

Menurut sumbernya limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan menjadi limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah pertanian dan peternakan, serta limbah wisata. Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, cair, dan gas, serta campuran dari limbah tersebut. Menurut jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau beracun (Manik,2003 dalam Vidyadevi, 2007).

Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cucian rumah tangga. Limbah domestik bisa digolongkan menjadi padat, cair, dan gas (Naryanto, 1995).

Air limbah rumah tangga memiliki sifat fisik tertentu, seperti pada Tabel 1.2. Suhu, kekeruhan, warna, bau, rasa, dan benda padat yang merupakan sifat fisik air limbah rumah tangga ini memiliki penyebab dan pengaruh tertentu. Pada dasarnya sifat fisik air limbah bergantung pada bahan yang terlarut pada air limbah, yaitu bahan panas, organik, anorganik, volatile, dan gas terlarut yang

(17)

17

kemudian memberikan pengaruh pencemaran air dan menyebabkan terganggunya kehidupan biota air.

Tabel 1.2. Sifat Fisik dari Air Limbah Rumah Tangga

Sifat Penyebab Pengaruh

Suhu Kondisi sekitarnya, air panas yang dibuang dari rumah maupun industri

Kehidupan biologis kelarutan oksigen/gas lain, kerapatan air, daya viskositas, dan tekanan permukaan

Kekeruhan Benda tercampur limbah padat, garam tanah liat, bahan organik yang halus dari buah-buahan asli, algae, organisme kecil

Memantulkan sinar, mengurangi produksi oksigen yang dihasilkan tanaman. Mengotori pemandangan dan mengganggu kehidupan. Warna Bahan terlarut seperti

sisa bahan organik dari daun dan tanaman

(kulit,gula,besi), buangan industri

Umumnya tidak berbahaya dan berpengaruh pada kualitas keindahan air Bau Bahan volatile, gas

terlarut, selalu hasil pembusukan bahan organik, minyak utama dari organisme

Petunjuk adanya pembusukan air limbah dan merusak keindahan, untuk itu perlu adanya pengolahan

Rasa Bahan penghasil bau, benda terlarut beberapa ion

Mempengaruhi kualitas keindahan air

Benda padat Benda organik maupun anorganik yang terlarut ataupun tercemar

Mempengaruhi jumlah organik padat, garam, juga merupakan petunuk pencemaran atau

kepekatan limbah meningkat

(18)

18 1.5.4. Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada, atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya (PP No.82 2001). Di Indonesia terdapat dua macam baku mutu yang dapat digunakan di dalam evaluasi, yaitu baku mutu nasional yang dikeluarkan KLH dan baku mutu daerah (propinsi). Baku mutu dari KLH pada umumnya lebih bersifat global dan dengan batasan kisaran yang lebih longgar, sementrara baku mutu daerah biasanya lebih detail dan ketat. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya setiap daerah memiliki spesifikasi sendiri-sendiri sehingga dasar baku mutu airpun dapat berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu dalam mengevaluasi kualitas air di suatu daerah sebaiknya didasarkan pada baku mutu air di daerah yang bersangkutan.

1.6.Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang kualitas air danau sebelumnya pernah dilakukan berkaitan dengan agihan kualitas air, kandungan fitoplankton, indeks pencemaran biologik, dan berkaitan dengan dampak masyarakat. Penelitian ini diantaranya dilakukan oleh Mayapitha Vidyadevi (2007), Ardianoor (2003), Nyoman Wijana (2008), dan Mohammad Soerjani (2009).

Mayapitha Vidyadevi (2007) meneliti tentang Agihan Kualitas Air Danau Ruwet Kalimantan Tengah. Penelitian ini betujuan untuk mengkaji kualitas air di inlet, tengah, dan outlet danau, menentukan tingkat pencemaran, dan mengevaluasi kualitas air danau sebagai bahan baku air minum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan sampel purposive, di mana sampel diambil pada 10 titik yang mewakili bagian inlet, tengah, dan outlet danau, kemudian metode analisisnya menggunakan analisis laboratorium. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas Danau Ruwet yang terbaik adalah bagian inlet dan tengah, tinkat pencemaran termasuk dalam tingkat sedang

(19)

19

(outlet) dan belum tercemar (inlet dan tengah), dan semua bagian Danau Ruwet tidak layak untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum.

Ardianoor, dkk. (2003) mengkaji tentang Studi Awal Fitoplankton di Beberapa Danau Oxbow di Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air danau terutama kandungan fitoplankton yang berguna sebagai informasi pengembangan limnologi di daerah gambut. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive yang dilakukan pada lima danau yang berdekatan. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan jenis fitoplankton pada masing-masing danau, terdapat pula perbedaan kadar DO dan pH pada masing-masing danau, dan ditemukannya fitoplankton jenis kosmopolit.

Nyoman Wijana (2008) meneliti tentang Penentuan Kualitas Air Danau Batur dengan Indeks Pencemaran Biologik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air danau melalui indeks pencemaran biologik dan mengetahui upaya pemanfaatan Danau Batur. Metode pengambilan sampel adalah secara sistematik.Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa berdasarkan indeks pencemaran algae, Danau Batur diklasifikasikan sebagai danau yang belum tercemar, sedangkan berdasarkan indikator Oscilatora, Danau Batur diklasifikasikan sebagai Danau yang tercemar.

Mohamad Soerjani (2009) meneliti tentang Dampak Kegiatan Masyarakat pada Kualitas Air Danau Buyan Buleleng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan masyarakat sebagau sumber yang potensial dalam memberikan pemasukan total N dan P serta mengetahui kualitas air danau parameter N dan P. Metode penelitiannya adalah secara survei dan ex post facto. Parameter dalam penelitian ini fokus pada N dan P saja. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa kegiatan masyarakat yang memberikan dampak pemasukan N dan P adalah pertanian, kawasan lindung, tegalan, dan semak serta pemukiman. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III dengan rasio amonia:fosfat adalah 1:6.

(20)

20

Tabel 1.3. Perbandingan Penelitian Sebelum dengan Penelitian yang Dilakukan

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil

1 Mayapitha Vidyadevi (2006) Analisis Agihan Kualitas Air Danau Ruwet Kalimantan Tengah

1. Mengkaji kualitas fisika, kimia, biologi air Danau Ruwet di bagian inlet, tengah, outlet

2. Menentukan tingkat pencemaran yang terjadi 3. Mengevaluasi kualitas air

Danau Ruwet sebagai bahan baku air minum dan ekosistem yang baik untun perikanan

1. Metode pengambilan sampel adalah

purposive

2. Metode analisis data adalah analisis laboratorium

1. Kualitas air Danau Ruwet di bagian inlet, tengah, dan outlet berbeda. Kualitas air di bagian inlet dan tengah lebih baik daripada kualitas air di outlet.

2. Tingkat pencemaran air Danau Ruwet jika ditinjau dari parameter Dissolved Oxygen

berada dalam tingkat sedang (outlet), sedangkan bagian inlet&outlet berada dalam tingkat belum tercemar.

3. Semua bagian danau tidak layak untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum. Bagian danau layak untuk perikanan adalah bagian tengah

2 Ardianoor, dkk (2003) Studi Awal Fitoplankton di Beberapa Danau Oxbow di Sekitar Desa Sigi Kalimantan Tengah

1. Mengetahui kondisi awal beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi, khususnya fitoplankton yang berguna sebagai informasi untuk pengembangan limnologi di daerah lahan gambut

1. Metode pengambilan sampel adalah purposive, yang dilakukan di lima danau yang berdekatan

1. Terdapat perbedaan jenis fitoplankton yang mendominasi pada masing-masing danau 2. Terdapat perbedaan kadar oksigen terlarut

dan pH pada masing-masing danau. 3. Ditemukan fitoplankton jenis kosmopolit

yang dikenal dengan Phacun.

3 Nyoman Wijana (2008) Penentuan Kualitas Air Danau Batur

1. Mengetahui kualitas air Danau Batur melalui indeks pencemaran biologik

1. Metode pengambilan sampel secara

sistematic

1. Berdasarkan indikator pencemaran algae, Danau Batur diklasifikasikan sebagai danau yang belum tercemar

(21)

21

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil

melalui Indeks Pencemaran Biologik

2. Mengetahui upaya pemanfaatan Danau Batur

2. Berdasarkan indikator Oscilatora, Danau Batur diklasifikasikan sebagai danau yang tercemar 4 Mohamad Soerjani (2009) Dampak Kegiatan Masyarakat pada Kualitas Air Danau Buyan Buleleng Bali 1. Mengetahui kegiatan masyarakat sebagai sumber yang potensial dalam memberikan pemasukan total N dan P

2. Mengetahui kualitas air danau parameter N&P dan menentukan tipe trofik

Survei dan ex post facto 1. Kegiatan masyarakat yang memberikan dampak pemasukan total N dan P adalah pertanian, kawasan lindung, tegalan dan semak, serta pemukiman

2. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III, rasio amonia dan fosfat adalah 1:6, tipe trofik adalah mesotrofik. 5 Auliyannisa

Widyana (2013)

Kajian Kualitas Air Situ Gintung, Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

1. Mengetahui variasi kualitas air Situ Gintung di inlet, tengah, outlet pada setiap strata

2. Mengetahui karakteristik limbah domestik yang masuk ke dalam badan air Situ Gintung

3. Mengidentifikasi pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan di Situ Gintung

4. Mengevaluasi kualitas air Situ Gintung sebagai air baku minum dan kebutuhan perikanan

Stratified random sampling

1. Kualitas air di inlet lebih baik daripada di tengah dan outlet pada bagian permukaan berdasarkan parameter fisika dan kimia, sedangkan berdasarkan parameter biologis, kualitas yang terbaik pada outlet bagian dasar.

2. Limbah domestik memiliki kadar DO rendah, serta kadar amonia, phosphat, dan TDS tinggi.

3. Kegiatan perikanan tidak sesuai karena rendahnya DO yang merupakan komponen utama pertumbuhan ikan serta TDS dan phosphat yang menyebabkan ikan sulit bernafas.

4. Kualitas air Situ Gintung tidak sesuai untuk pemanfaatan air baku minum, namun sesuai untuk perikanan terutama di titik 4

(22)

22

1.7.Kerangka Pemikiran

Air permukaan memiliki potensi air tawar yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, baik manusia, hewan, dan tumbuhan. Salah satu potensi air tawar permukaan adalah air danau/situ. Baik di desa maupun di kota, sebagian besar danau/situ memiliki fungsi sebagai cadangan air, sehingga banyak penduduk sekitar banyak memanfaatkan potensi air tawar danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Danau/situ sendiri memiliki bagian yaitu inlet, tengah, dan outlet. Danau/situ juga memiliki sumber air masuk. Situ Gintung memiliki sumber air yang berasal dari saluran pemukiman penduduk di inlet dan juga dari air hujan. Sumber air yang berasal dari saluran permukiman menimbulkan masalah tersendiri karena mengandung zat berbahaya dari limbah domestik penduduk sehingga dapat membahayakan kegiatan perikanan yang saat ini dilakukan di Situ Gintung dan juga kesehatan lingkungan penduduknya.

Kualitas air perlu diteliti untuk mengetahui kadar unsur fisik, kimia, dan biologi pada setiap stratanya. Perbedaan unsur fisik, kimia, dan biologi ini merupakan pengaruh dari perbedaan suhu, sehingga akan mempengaruhi proses di dalamnya dan juga berpengaruh bagi ekosistem perikanan. Baku mutu air merupakan suatu standar minimal dari pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan air kelas tertentu. Dengan membandingkan kualitas air danau dengan baku mutu makan dapat diketahui kesesuaian pemanfaatannya

Diagram alir kerangka pemikiran pada Gambar 1.1. menunjukkan bahwa danau/situ terdiri dari bagian inlet, tengah, dan outlet yang turut mendapat pengaruh dari limbah domestik. Kemudian dapat dilakukan penelitian atas kualitas air danau dengan parameter fisika (suhu, kecerahan, TDS), kimia (DO, BOD, COD, amonia, phosphat), dan biologi (E-coli). Kemudian, hasil analisa kualitas air dapat disesuaikan dengan baku mutu air kelas I dan II, sehingga dapat diperoleh kesesuaian pemanfaatan airnya.

(23)

23

Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.8.Hipotesis

1. Kualitas air di outlet Situ Gintung adalah yang terburuk dibanding tengah dan inlet

2. Limbah domestik mengandung Total Coliform tinggi dan kadar DO yang rendah dengan debit limbah yang rendah.

3. Limbah domestik menurunkan kadar DO sehingga mempengaruhi produktivitas perikanan

Danau/Situ u

Pemanfaatan

Inlet Tengah Outlet

Limbah Domestik

Kesesuaian Pemanfaatan Baku Mutu

Air Kelas I dan II Kualitas Air Danau

Sifat Fisik: a. Suhu b. Kecerahan c. TDS d. Sifat Kimia: a. DO b. BOD c. COD d. Amonia e. Phosphat Sifat Biologi: a. Total Coliform

(24)

24

4. Kualitas air Situ Gintung tidak memenuhi baku mutu kelas I, sehingga tidak layak dikonsumsi sebagai air baku minum, namun memenuhi baku mutu perikanan.

1.9. Batasan Operasional

a. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya ( Fardiaz 1995 dalam Vidyadevi, 2007) b. Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi,

WC, kakus, dapur, tempat cuci pakaian,apotek, rumah sakit, dan lain sebagainya secara kuantitatif limbah tersebut berisi zat organik baik berupa padat, cair, atau bahkan berbahaya dan beracun, garam terlarut, bakteri, jasad patogen, dan parasit (Sastrawijaya, 2000)

c. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai peruntukannya ( PP no.82 tahun 2001)

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam lingkungan air tersebut (Wisnu,2002) e. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui proses kimia (Wisnu,2002)

f. pH merupakan istilah yang menyatakan konsentrasi H+ dalam suatu larutan (Sutrisno 2002 dalam Vidyadevi, 2007)

g. Total Dissolved Solids adalah jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air (Sutrisno,2002)

Gambar

Tabel  1.1.  Kesesuaian  Perairan  untuk  Kepentingan  Perikanan  Berdasarkan  Nilai  TSS
Tabel 1.2. Sifat Fisik dari Air Limbah Rumah Tangga
Tabel 1.3. Perbandingan Penelitian Sebelum dengan Penelitian yang Dilakukan
Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran  1.8. Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan FGD pada orang tua atau keluarga korban, anak yang menjadi korban, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pejabat dari instansi terkait,

Kerusakan yang terjadi pada bahan perpustakaan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu menurut Martoatmodjo (2009, hlm. 2.3) : a) Faktor Biologi, Kerusakan

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan