• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Lapisan ZnO dengan metode Sol-gel Spincoating Dan Karakterisasi Sifat Optiknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sintesis Lapisan ZnO dengan metode Sol-gel Spincoating Dan Karakterisasi Sifat Optiknya"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Sintesis Lapisan ZnO dengan metode Sol-gel Spincoating

Dan Karakterisasi Sifat Optiknya

Sukainil Ahzan, Sri Yani Purwaningsih, Darminto

Fisika MIPA Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya Email: Ahzan09@mhs.physics.its.ac.id

Abstrak

Telah berhasil disintesis lapisan ZnO dengan metode sol-gel spin coating. Serbuk zinc acetate dehydrate, etanol dan

monoetanolamine masing-masing digunakan sebagai material dasar, pelarut dan penstabil. Deposisi lapisan ZnO

dilakukan di atas substrat kaca. Proses pemanasan lapisan berturut-turut pada suhu 100C (kalsinasi), 300C (

pre-heating) dan 500C (post-heating). Karakterisasi sol-gel menggunakan TGA-DTA, sedangkan karakterisasi hasil lapisan ZnO meliputi XRD, SEM, dan spektrofotometer UV-Vis untuk mengamati sifat optiknya. Berdasarkan hasil analisis TGA-DTA pada bahan sol-gel menunjukkan pengurangan massa dari suhu kamar dan terlihat mulai stabil

pada suhu 280C. Analisis XRD lapisan ZnO menunjukkan pada suhu 300C sudah terbentuk fase ZnO polikristalin

dan intensitasnya meningkat pada suhu 500C. Berdasarkan hasil karakterisasi sifat optik dengan spektrofotometer

UV-Vis tampak bahwa lapisan ZnO yang dipanaskan pada suhu 500C memiliki transparansi tertinggi sebesar

65,50% pada daerah panjang gelombang 400 nm sampai 800 nm dengan energy gap sebesar 3,14 eV. Hasil

pengamatan struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, lapisan ZnO yang terbentuk memiliki kerapatan antar butir semakin tinggi dan rata-rata ukuran butir 300 nm.

Kata kunci: sol-gel, spin coating,post-heating, lapisan ZnO, sifat optik.

1. Pendahuluan

Dalam teknik material khususnya lapisan tipis, ZnO adalah salah satu bahan yang menarik untuk digunakan dalam bidang sensor, sel surya, serta

nanodivice, karena sifat emisinya yang dekat

dengan sinar UV, memiliki konduktivitas dan transparansi tinggi, fotokatalis (Guanglong, 2007). ZnO adalah material semikonduktor

tipe-n golongan II-IV dengan lebar band gap 3,2 eV pada suhu kamar (Yaoming, 2010).

Lapisan tipis ZnO dapat dibuat dengan berbagai macam teknik, seperti molecular beam

epitaxy (Changzheng W, 2009), RF magnetron

sputtering (Sungyeon Kim, 2006), pulsed laser

deposition (Zhu, 2010), spray pyrolysis (Prasada,

2010), chemical vapor deposition (Preetam Singh, 2007), physical vapor deposition (George, 2010), dan sol-gel spin coating (Davood, 2004). Pembuatan lapisan tipis dengan metode sol-gel

spin coating memiliki beberapa keuntungan,

antara lain biayanya murah, tidak menggunakan ruang dengan kevakuman tinggi, komposisinya homogen, ketebalan lapisan bisa dikontrol dan struktur mikronya cukup baik, sehingga metode ini banyak digunakan sebagai alternatif lain dalam pembuatan lapisan tipis (Ceng, 2004).

Sol-gel spin coting adalah metode untuk membuat lapisan dari bahan polimer photoresist

yang dideposisikan pada permukaan silikon dan material lain yang berbentuk wafer. Setelah

larutan (sol-gel) diteteskan di atas wafer, kecepatan putar diatur oleh gaya sentrifugal untuk menghasilkan lapisan tipis yang homogen. Metode sol-gel spin coating ini menggabungkan meteode fisika dan kimia biasa, dimana metode ini sangat mudah dan efektif untuk membuat lapisan tipis dengan hanya mengatur parameter waktu dan kecepatan putar serta viskositas larutan. Namun metode ini tidak dapat di aplikasikan untuk membuat lapisan metal, karena bahan dasar metal susah untuk dibuat dalam fase cair.

2. Metode Eksperimen a. Pembuatan sol-gel

Bahan dasar zinc acetate dehydrate (ZnAc) dilarutkan ke dalam etanol dengan kelarutan diatur 0,5 M. Proses pecampuran dilakuan di atas

hot plate pada rentang suhu 70C sampai 80C.

Kemudian larutan di atas ditambahkan

monoethanolamina (MEA) sebagai penstabil

dengan perbandingan molar antara MEA dan ZnAc adalah 1:1. Pada tahap ini terbentuk gel cair yang terdiri dari senyawa asam yang berasal dari partikel ZnAc yang terlarut, beserta air. ZnAc yang telah larut memiliki butir yang sangat kecil sehingga larutan tersebut terlihat bening. Setelah larutan didinginkan sampai suhu kamar akan terbentuk gel yang agak kental.

b. Teknik pelapisan

Lapisan ZnO dibuat dengan alat spin coating

yang dideposisikan di atas substrat kaca. Substrat kaca yang akan digunakan terlebih dahulu

(2)

dibersihkan dengan detergen dan alkohol sambil digetarkan dengan ultrasonic cleaner masing-masing selama 30 detik, untuk menghilangkan kandungan minyak dan kotoran yang melekat pada substrat. Selanjutnya proses pembuatan lapisan dengan spin coating dilakukan selama 30 detik. Setelah gel diteteskan di atas substrat, selanjutnya substrat diputar dengan putaran rendah (1000 rpm) selama 10 detik yang bertujuan untuk menyebarkan gel ke seluruh permukaan substrat. Kemudian substrat diputar dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 detik, dengan tujuan untuk membentuk lapisan yang datar dengan ketebalan homogen.

c. Proses pemanasan

Proses pemanasan dilakukan dengan menggunakan furnace. Pemanasan pertama dilakukan selama 1 jam pada suhu 100C, bertujuan untuk menghilangkan kandungan air serta sisa pelarut dalam lapisan secara bertahap. Pemanasan kedua dilakukan pada suhu 300C selama 5 jam. Tahap ini dikatakan juga sebagai tahap pre-heating yang berfungsi untuk menghilangkan pelarut etanol, air, dan gugus asam, serta memfasilitasi perubahan ZnOH menjadi ZnO seiring dengan pemanasan. Tahap selanjutnya adalah post-heating atau pemanasan akhir pada suhu 500C selama 1 jam.

Post-heating ini berfungsi untuk membentuk partikel

ZnO dengan orientasi kristal yang seragam, ukuran butir lebih besar dan pori-pori sangat kecil.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Analisis termal

Perilaku termal dari ZnO gel diuji dengan

Differensial Thermal Analysis (DTA) dan

Thermogravimetri Analysis (TGA). Analisis ini

bertujuan untuk mengamati perubahan energi dan perubahan massa akibat adanya perubahan suhu. Berdasarkan hasil analisis DTA-TGA dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan pemberian suhu, dimana transformasi fase suatu bahan terjadi.

Hasil pengamatan DTA-TGA ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasar kurva TGA terlihat penurunan massa terjadi pada suhu di sekitar 60C – 120C dan 140C – 280C . Penurunan massa pertama disebabkan oleh penguapan air dan pelarut, sedangkan penurunan massa yang kedua disebabkan dekomposisi dari sisa-sisa organik dan penstabil MEA. Berdasar pada kurva DTA, puncak eksotermal yang cukup lebar muncul disekitar sudut 240C, yang terjadi akibat pembentukan kristal ZnO. Hal ini didukung dengan tidak ada lagi pengurangan massa yang teramati pada suhu di atas 280C.

8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 20 60 100 140 180 220 260 300 340 380 420 460 500 540 580 o W e ig ht l o ss s(TGA /m g ) -220 -200 -180 -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 H e at f low (D TA /m W ) DTA TGA

Berdasarkan hasil analisis kurva DTA-TGA (Gambar 1) diperkirakan terbentuknya kristal ZnO pada pemanasan di atas suhu 280C, sehingga proses pre-heating lapisan ZnO dapat dilakukan pada suhu 300C.

Gambar 1. DTA-TGA sol-gel ZnO.

Suhu ( C)

3.2. Orientasi dan struktur kristal

Struktur dan orientasi bidang kristal dari lapisan ZnO diuji dengan diffraksi sinar-X (XRD). Pola XRD lapisan ZnO ditunjukkan pada Gambar 2. Pada pemanan suhu 100C belum terbentuk fase ZnO. Pada suhu ini terbentuk dua puncak, yaitu pada sudut 33,15 dan 59,30. Berdasarkan hasil search mach didapatkan informasi bahwa puncak dengan sudut 33,15 adalah fase zinc propianate (C6H10O4Zn),

sedangkan sudut 59,30 adalah fase zinc

salicylate dihydrete {(C6H10O6Zn).2H20}. Fase

kristal ZnO baru terbentuk pada suhu pemanasan 300C.

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, puncak ZnO polikristalin semakin tinggi, terutama pada suhu 500C terbentuk bidang-bidang kristal yaitu, bidang (010), (002) (010), (012) dan (110). Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu pemanasan, energi yang diperoleh atom-atom ZnO untuk membentuk bidang kristal semakin tinggi pula, sehingga ia memiliki kemampuan lebih untuk menyusun diri dalam bidang-bidang tertentu.

Gambar 2. Pola difraksi sinar-X lapisan ZnO

25 30 35 40 45 50 55 60 2 In te n s it a s 500°C 100°C 300°C (010 (002 ) (0 1 1 ) (012) (1 1 0 ) )

(3)

Morfologi permukaan suatu material dapat diamati dengan Scanning Electron Microscopy

(SEM). Hasil foto SEM ditunjukkan pada Gambar 3. 0 10 20 30 40 50 60 70 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800  (nm) Tr a n ( % ) (c) (b) (a)

Gambar 4. Data transmitansi lapisan ZnO yang dipanaskan: (a) 100C, (b) 300C, dan (c) 500C.

Berdasarkan Gambar 3a terlihat lapisan yang dipanaskan pada suhu 100C memiliki permukaan yang sangat kasar dengan porositas yang besar, karena masih mengandung air dan pelarut. Setelah dipanaskan 300C (Gambar 3b), kristal-kristal mulai mengatur diri membentuk fase ZnO sesuai dengan hasil DTA-TGA (Gambar 1). Pada suhu ini, butiran partikel-partikel ZnO mulai tumbuh, tetapi jarak antar partikel masih tinggi. Pada lapisan ZnO yang dipanaskan 500C (Gambar 3c), atom-atom pada butir-butir yang lebih kecil mendapat driving

force yang cukup untuk berdifusi membentuk

butir baru yang lebih besar. Akibat difusi antar butir ini akan terbentuk necking yang mengakibatkan mengecilnya perbatasan antar butir dan porositas sehingga permukaan lapisan terlihat menjadi lebih halus. Pada suhu 500C rata-rata ukuran butir yang terbentuk sekitar 500 nm.

3.3. Sifat optik lapisan ZnO

Sifat optik (transmitansi dan absorbansi) dari lapisan ZnO diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Transmitansi lapisan ZnO ditunjukkan pada Gambar 4.

Lapisan yang dipanaskan pada suhu 100C, transmitansinya sangat rendah (3,75%) pada rentang panjang gelombang 400 nm – 800 nm. Nilai transmitansi paling tinggi terjadi pada lapisan yang dipanaskan pada suhu 500C (65,50%). Hal ini berkaitan dengan kualitas film yang terbentuk, baik dari segi struktur kristal, ukuran butir dan jenis substrat yang digunakan. Selain itu menurut Annisa (2010), peningkatan transmitansi pada suhu yang lebih tinggi

dikibatkan oleh hamburan optik yang disebabkan oleh pemadatan dan penumbuhan butir antar partikel yang terbentuk. Hal ini menjadi acuan bahwa untuk mendapatkan kualitas lapisan yang baik diperlukan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 500C)

(a)

(b)

(c)

.

Berdasar kurva transmitansi (Gambar 4) dapat digunakan untuk menghitung indeks bias lapisan (nf)dengan persamaan (Matsuda, 1988): Gambar 3.Foto SEM permukaan lapisan ZnO pada

suhu: (a) 100C, (b) 300C, dan (c) 500C.

c c s s s f T T n n n n 2 4 ) 1 ( ) 1 ( 2  (3.1)

dengan ns adalah indeks bias substrat dan Tc adalah transmitansi minimum pada posisi lembah

(valley). Pengukuran ketebalan dengan metode

optik ditentukan berdasarkan hubungan indeks bias lapisan yang dihitung dengan persamaan (Matsuda, 1988):         2 1 1 1 2 1   f f n t (3.2)

dengan 1 dan 2 masing-masing adalah panjang

gelombang yang menghasilkan transmitansi maksimum. Nilai indeks bias dan ketebalan lapisan ZnO disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai indeks bias dan ketebalan lapisan ZnO.

Suhu (C) Indeks bias nf nf Ketebalan tf tf (m) 300 3,84  0,05 12,93  0,18 500 2,48  0,02 11,75  0,10

Berdasarkan Tabel 1 terlihat nilai indeks bias dan ketebalan lapisan menurun dengan bertambahnya suhu pemanasan. Hal ini disebabkan karena penambahan suhu pemanasan pada lapisan ZnO mempengaruhi ukuran butir kristal. Ukuran butir kristal menjadi lebih besar dan lebih rapat, sehingga ketebalannya makin menipis.

Pengukuran celah pita energi (energy gap)suatu bahan semikonduktor perlu diketahui,

(4)

karena sifat celah pita energi berimplikasi pada perbedaan sifat kebergantungan koefisien absorbsi terhadap frekuensi foton, khususnya foton dengan energi sedikit lebih besar daripada lebar celah pita energi. Untuk material dengan celah pita langsung, hubungan koefisien absorbsi terhadap frekuensi foton memenuhi Persamaan (Mikrajudin, 2010):

(3.3)

 

hvA

hvEg 2 2 

dengan hv adalah energi foton dan  adalah besaran yang diperoleh dari hasil pengukuran transmitansi.

Dari fungsi  dapat diplot nilai tersebut di daerah sekitar celah energi semikonduktor dalam sebuah grafik yang sumbu vertikalnya adalah

atau dan sumbu datarnya

adalah hv atau hc/. Grafik yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 5. Perpotongan grafik dengan sumbu datar menunjukkan lebar celah pita energi bahan. Kemiringan garis lurus fitting

pada Gambar 3.5 adalah A

 

2

hv

2 / hc

2 .

Tabel 2. Perhitungan besar pita energi lapisan ZnO.

Suhu (C)

Enery gap (eV)

300 3,18 500 3,14

Berdasarkan Tabel 2, terlihat nilai energy gap

lapisan ZnO menurun dengan bertambahnya suhu pemanasan. Hal ini diakibatkan kualitas lapisan ZnO pada suhu 500C lebih baik dari lapisan pada suhu 300C (Gambar 2). Energy gap menunjukkan pergerakan elektron pada bahan dalam melintasi pita valensi menuju pita konduksi. Energy gap juga berkaitan dengan kualitas kristal suatu bahan. Semakin baik tingkat kekristalan suatu bahan, maka nilai

energy gapnya menurun.

4. Kesimpulan

Lapisan ZnO telah berhasil dibuat dengan metode sol-gel spin coating di atas substrat kaca. Peningkatan perlakuan panas yang lebih tinggi dapat menghasilkan struktur kristal dan morfologi yang lebih baik. Perlakuan panas pada lapisan ZnO pada suhu 500C menghasilkan transmitansi 65,50%, indeks bias 2,48  0,02; ketebalan lapisan 11,75  0,10 m; dan energy gap sebesar 3,14 eV.

4. Pustaka

Annisa Aprilia, (2010), “Preparasi lapisan tipis ZnO Transapran menggunakan metode Sol-gel beserts ksrskterisasinya”, Prosiding seminar nasional Fisika ISBN: 978-979-98010-6-7.

Changzheng, W., (2009), “Effect of the oxygen pressure on the microstructure and optical properties of ZnO films prepared by laser molecular beam epitaxy”, Elsevier Physica B 404: p. 4075–4082.

Cheng, X.L., (2004), “ZnO nano particulate thin film: preparation, characterization and gas-sensing property”. Elsevier Sensor and

Actuators B 102: p. 248-252.

Davood, (2009), “The effect of heat treatment on the physical properties of sol-gel derived ZnO thin films”. Elsevier Applied Surface

Science 255 (2009) 5812–5817.

Guanglong, Z. (2007), “Orientation enhancement of polycrystalline ZnO thin films through thermal”¸ Elsevier Materials Letters 61: p. 4305–4308.

George, A., (2010), "Microstructure and field emission characteristics of ZnO nanoneedles grown by physical vapor deposition”, Elsevier Materials Chemistry and Physics

123: p. 634–638.

Matsuda (1988), “Amorphous Silicon From Glow Discharge Plasma”, edited by Prangtopo, Muliwati, Procedings International Workhop on Physics of

Materials, Jakarta, 250-255.

Mikrajuddin, A., (2010), Karakterisasi

Nanomaterial, CV. Rezeki Putera.,

Bandung.

Prasada, T., (2010), “Physical properties of ZnO thin films deposited at various substrate suhues using spray pyrolysis”, Elsevier

Physica B 405: p. 2226–2231.

Preetam Singh, (2008), “ZnO nanocrystalline powder synthesized by ultrasonic mist-chemical vapour deposition”, Elsevier

Optical Materials 30: p. 1316–1322.

Sungyeon Kim, (2006), “Fabrication of Zn/ZnO nanocables through thermal oxidation of Zn nanowires grown by RF magnetron

0 20 40 60 80 100 120 140 160 2.80 2.90 3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 h(eV) (h) 2 x 10 4 (e V /m ) 2 (a) (b)

Gambar 5. Kurva sebagai fungsi energi lapisan ZnO yang dipanaskan pada suhu:

2

]

[hv

(5)

sputtering”, Elsevier Journal of Crystal

Growth 290: p.485–489.

Suwonbon, S., (2008), “The Properties Of Nanostuctured Zno Thin Films via Sol-Gel Coating”, Songklanakarin J. Sci.

Technol.30: p. 65-69.

Yaoming Li, (2010), “The effect of heat treatment on the physical properties of sol– gel derived by sol-gel method”, Elsevier

Applied Surface Science 256: p. 4543–4547.

Zhu, B.L., (2009), “Low suhue annealing effects on the structure and optical properties of ZnO films grown by pulsed laser deposition”, Elsevier Vacuum 84: p. 1280– 1286.

Gambar

Gambar 1. DTA-TGA sol-gel ZnO.
Gambar 4. Data transmitansi lapisan ZnO yang  dipanaskan: (a) 100C, (b) 300C, dan (c) 500C
Tabel 2. Perhitungan besar pita energi lapisan ZnO.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi kadar NPK pada limbah cair sampah organik kering dan basah tidak memenuhi syarat sebagai pupuk cair organik dikarenakan air limbah yang dihasilkan dari proses

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: efektivitas dan efisiensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun 2010-2014, kontribusi retribusi

Puskesmas merupakan ujung tombak terdepan patient safety dalam pembangunan kesehatan mempunyai peran cukup besar dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diatas,

Hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pasien pasca operasi katarak di Poli Klinik Mata RSUD Arifin Achmad pekanbaru tahun

Kenaikan harga input yang terdiri dari input tradabel dan input faktor domestik sekaligus penurunan harga ouput sebesar 5 - 20 % dengan asumsi yang lain tetap,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan pengemudi becak dalam meningkatkan pendidikan anak yaitu memenuhi kebutuhan

Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a) motivasi instrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan

Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH