• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan dilindungi. Dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan dilindungi. Dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi. Dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dalam hal ini Anak mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.1 Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa Anak memiliki hak-hak yang perlu diperjuangkan dan dilindungi.

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UndangUndang Dasar 1945, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak, dan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia.2 Dalam hal ini pentingnya merujuk pada filosofi pemidanaan anak adalah wujud kesadaran bahwa, Anak yang berhadapan dengan hukum mempunyai hak-hak untuk mendapatkan perlindungan, keadilan, bimbingan dan pembinaan, juga tidak mendapatkan tindakan diskriminasi.

Adapun makna dari filosofi pemidanaan terhadap anak diartikan dalam arti umum dan khusus. Dalam arti umum, pemberian pidana oleh pembentuk UU adalah

1Romi Asmara, et al., Kejahatan Kesusilaan Terhadap Anak (Suatu Tinjauan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Perempuan Korban Kejahatan Kesusilaan di Kota Lhokseumawe), Jurnal Pasai, Vol. II, No. 2, September, 2008, hlm. 70.

2Lukman Hakim dan Nainggolan, “Masalah Perlindungan Hukum Terhadap Anak”, Jurnal

Equality, Vol. 10, No. 2, Agustus 2006, hlm. 90. Dewi Nurul Musjtari, “Memberikan Hak Memilih Agama Sebagai Upaya Perlindungan Anak”, Jurnal Konstitusi, Vol. 3, No. 2, Mei 2006, hlm.25.

(2)

2

hal penetapan sanksi hukum pidana, dalam arti khusus, menyangkut berbagai badan atau lembaga yang mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana tersebut (pemberian pidana in concreto).3 Sedangkan pengertian anak menurut hukum positif indonesia sering diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang dibawah umur/keadaan di bawah umur atau kerap disebut anak yang dibawah pengawasan wali.

Menurut Pasal 1 ayat 2 UU SPPA, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang berumur 12 tahun namun belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dalam UU 11 tahun 2012 (UU SPPA) diatur bahwa proses peradilan pidana anak mengutamakan keadilan Restoratif (Restorative

Justice) dimana dalam penyelesaian perkara dengan melibatkan

korban,pelaku,keluarga dan pihak-pihak terkait bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali ke keadaan semula, bukan pembalasan,penangkapan, atau pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya sebagai upaya terakhir.

Bila dilihat dari penjelasan umum UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa substansi yang paling mendasar dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi. Filosofi UU SPPA bertitik tolak untuk kepentingan terbaik bagi anak. Filosofi UU SPPA telah meninggalkan paradigma lama dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang berorientasi dimensi pidana pembalasan (teori Retributif) kepada aspek yang lebih mengedepankan pengadilan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana

(3)

3

(diversi), dan bukan pembalasan, serta penempatan pidana penjara atau penahanan sebagai upaya terakhir yang bersifat ultimum remedium.

Oleh karena itu, UU SPPA tidak hanya memuat dan menekankan aspek penjatuhan sanksi pidana bagi anak pelaku tindak pidana, melainkan juga difokuskan pada pemikiran bahwa penjatuhan sanksi dimaksudkan sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan anak pelaku tindak pidana. Hal sedemikian sejalan dengan tujuan penyelengaraan SPPA yang dikehendaki oleh dunia internasional sebagai mana terlihat pada peraturan perserikatan bangsa-bangsa mengenai administrasi peradilan bagi anak. Yang menyatakan :

“The juvenile justice system shall emphasize well-being of the juvenile and shall ensure that any reaction to juvenile offenders shall always be in proportion to the circumstances of both the offenders an offence”4

Dalam hal ini penerapan untuk UU SPPA harus memperhatikan pula ketentuan yang terdapat dalam konvensi hak-hak anak, meliputi:

a. Nondiskriminasi

Semua hak yang diakui dan terkandung dalam konvensi hak-hak anak harus di perlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun.5

b. Kepentingan terbaik bagi anak

Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif,

4 Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia dimuat dalam Lilik Mulya, di Jakarta, 2014,

hlm.32.

5 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, Cetakan ke-I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010,

(4)

4

maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.6

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan

Maksudnya adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.7 d. Penghargaan terhadap pendapat anak

Dalam hal ini dimaksud asas penghargaan terhadap anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupanya.8

Maraknya tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak akhir-akhir ini telah sangat memprihatinkan. Sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, penegak hukum wajib mengupayakan diversi bagi anak yang terlibat tindak pidana, tetapi khusus untuk anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, maka diversi tidak dapat diupayakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan diberikan sanksi tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku.9

Dalam kasus anak sebagai pelaku pencabulan tentunya tidak mudah untuk memutuskan sanksi pidana kepada mereka, mengingat mereka merupakan seorang anak yang masih memiliki hak-hak untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, untuk menjaga dan melindungi hak-hak Anak yang Berkonflik dengan Hukum

6 Penjelasan Pasal 12 huruf b UU.23 Tahun 2002. Tentang perlindungan anak 7 Penjelasan Pasal 2 huruf c UU.23 Tahun 2002. Tentang perlindungan anak 8 Penjelasan Pasal 2 huruf d UU.23 Tahun 2002. Tentang perlindungan anak

9 Joni, Mohammad dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. Hlm.39.

(5)

5

ini, maka disusunlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.10

Padahal pemidanaan itu sendiri lebih berorientasi kepada individu pelaku atau biasa disebut dengan pertanggungjawaban individual atau personal (individual responsibility), di mana pelaku dipandang sebagai individu yang mampu untuk bertanggung jawab penuh terhadap perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan anak merupakan individu yang belum dapat menyadari secara penuh atas tindakan atau perbuatan yang dilakukannya, hal ini disebabkan karena anak merupakan individu yang belum matang dalam berpikir. Oleh sebab itu, dengan memperlakukan anak itu sama dengan orang dewasa, maka dikhawatirkan si anak akan dengan cepat meniru perlakuan dari orang-orang yang ada di dekatnya.

Perlakuan hukum pada anak sudah selayaknya mendapatkan perhatian yang serius karena bagaimana pun anak-anak ini adalah masa depan suatu bangsa. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan, hakim harus yakin benar bahwa keputusan yang diambil akan dapat menjadi satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengatur anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi kehidupan bangsa.11

Sistem pemidanaan yang berlaku di Indonesia saat ini hanya bertumpu pada sifat pemidanaannya saja tanpa memperhatikan bagaimana dapat merubah si anak tersebut menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya suatu sistem pemidanaan yang bersifat edukatif bagi anak yang berkonflik dengan hukum.

10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak

11 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak: Kumpulan Karangan, Edisi Ketiga, Bhuana

(6)

6

Sistem pemidanaan edukatif sendiri merupakan suatu sistem untuk anak yang berkonflik dengan hukum tidak hanya diberikan suatu sanksi berupa pemidanaan semata, namun diberikan suatu tindakan yang memposisikan anak bukan sebagai pelaku kejahatan layaknya orang dewasa, yang membutuhkan bimbingan moral, mental dan spiritualnya agar menjadi calon individu dewasa yang lebih baik. Negara dibebani kewajiban untuk memberikan perlakuan yang berbeda antara orang dewasa dan anak yang melakukan tindak pidana.

Sistem pemidanaan yang bersifat edukatif harus menjadi prioritas Hakim dalam memberikan putusan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam putusan Hakim tentunya tidak hanya memperhatikan fakta persidangan dalam penjatuhan putusan, akan tetapi yang tidak kalah penting adalah mempertimbangkan dampak dari pemidanaan yang akan diterima oleh anak yang berkonflik dengan hukum berkaitan dengan putusan Hakim tersebut.

Oleh karena itu adalah sebuah keniscayaan dalam memberikan harapan dan tuntutan terhadap sebuah produk hukum perlindungan anak sebagai tameng terdepan dalam proses perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum untuk menjawab permasalan yang terus dihadapi dalam perlindungan hukum terhadap anak, dalam hal ini dapat dibuktikan dalam studi kasus putusan Pengadilan Negeri Salatiga.

1. Putusan Nomor: 01/Pid.Sus-Anak/2016/PN.SLT.

a. Menyatakan anak Yoga Fredi Santosa bin Eko Budi Santosa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan.

(7)

7

Menjatuhkan tindakan terhadap anak Yoga Fredi Santosa bin Eko Budi Santosa oleh karena itu dengan tindakan berupa rehabilitasi di Panti Sosial Studi Putra (PSMP) SMA 1 Magelang.

2. Putusan No.29/Pid.sus-Anak/2016/PT.SMG

a. Menerima banding dari jaksa penuntut umum;

b. Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Salatiga tanggal 17 Juni 2016 Nomor: 01/Pid.Sus-Anak/2016/PN.SLT. Sekedar mengenai jenis pidana yang dijatuhkan kepadaYoga Ferdi Santosa bin Eko Budi Santosa selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

1) Menyatakan anak yoga fredi santosa bin eko budi santosa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak “pidana membujuk anak untuk melakukan persetubuhan”

2) Menjatuhkan pidana terhadap anak tersebut diatas dengan pidana penjara selama 1 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kutoharjo dan pelatihan kerja selama 2 bulan di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena Magelang.

Adanya perubahan putusan pada tingkat Pengadilan Negeri Salatiga dari tindakan rehabilitasi menjadi pidana penjara selama satu tahun pada tingkat Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, menurut hemat penulis pidana penjara memberikan efek buruk terhadap psikologis anak yang kemudian akan mengganggu tumbuh kembang si anak dimana semestinya dia bisa mendapatkan hukuman yang tidak mengganggu psikologisnya di dalam proses rehabilitasinya.

(8)

8

Menurut hemat penulis bila anak dipenjara di dalam lembaga permasyarakatan anak, akan memberikan dampak pada psikologis anak dan traumatik buruk terhadap anak, segi negatifnya adalah dalam menjalani masa pidananya pelaku akan mendapatan label yang buruk dari masyarakat, misalnya mereka adalah pelaku tindak kejahatan meskipun sudah menjalani hukuman, tetap saja pandangan tersebut akan melekat sampai akhir hidup mereka. Oleh karna itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Filosofi Pemidanaan Terhadap Anak Dalam Perkara No:01/Pid.sus-Anak/2016/PN Salatiga. Jo

29/Pid.Sus-Anak/2016/PT.Semarang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka dapat yang menjadi rumusan masalah adalah, bagaimana pertimbangan hakim dalam perkara No: 01/Pid.sus-Anak/2016/PN Slt. Jo No. 29/Pid.Sus–Anak/2016/PT.SMG dikaitkan dengan filosofi pemidanaan terhadap anak?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian pada dasarnya memiliki tujuan tertentu yang hendak di capai. Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis untuk mengetahui sesungguhnya tentang:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam perkara No. 01/Pid.Sus-Anak/2016/PN .SLT. Jo No. 29/Pid.Sus–Anak/2016/PT.SMG dikaitkan dengan filosofi pemidanaan terhadap anak.

(9)

9

2. Untuk mengetahui apakah putusan hakim dalam perkara tersebut tepat jika dikaitkan dengan UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Peradilan Anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Agar dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi ilmu pengetahuan berkaitan pidana untuk anak.

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan dengan penelitian ini, peneliti dapat menerapkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari sebelumnya kedalam suatu permasalahan yang nyata sehingga bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis ini adalah jenis penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.12 Penelitian normatif adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan).

12Soejono soekanto et. al., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Raja

(10)

10

Penulis melakukan pendataan yang di dasari bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Jenis dan Sumber Data

Sumber data penelitian berasal dari data kepustakaan dan data lapangan. Sedangkan jenis data terdiri dari atas data primer dan data sekunder.13

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif).14 Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang di gunakan terdiri dari:

1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2) Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor: 01/Pid.sus-Anak/2016/PN Slt. Jo 29/Pid.sus-Anak/2016/PT.SMG. 3) Undang-Undang No. 23 tahun 2002 jo Undang-Undang

nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Menurut Marzuki bahan penelitian hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks,

13Rachman, Maman, Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian Semarang, Ikip Semarang

Press, Semarang, 1999.

(11)

11

kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan penelitian hukum yang di gunakan buku-buku yang terkait dengan materi/bahasan yang penulis gunakan.15

3. Teknik Pengumpulan Data

Studi dokumentasi sebagai sumber utama adalah diambil dari buku-buku hukum dan dokumen-dokumen pada obyek penelitian, laporan penelitian, serta bahan-bahan lain yang relevan dengan permasalahan penelitian ini.

4. Teknis Analisis Data

Analisis kualitatif. Pengertian analisis kualitatif adalah suatu cara pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif. Data sekunder yang telah tersedia menjadi pangkal penelitian dihubungkan dengan data primer yang meliputi hasil observasi dan wawancara kemudian dianalisa secara kualitatif.

Referensi

Dokumen terkait

Informasi kepada dosen mata kuliah fisika terapan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing pokok bahasan gerak rotasi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan

agar calon investor dan atau pemegang saham tidak salah dalam mengambil keputusan. Rekayasa terhadap laporan keuangan atau penyajian laporan keuangan dan tahunan yang. tidak

Usaha peningkatan effisiensi operasi ini dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara meningkatkan PLTG (Open Cycle) menjadi PLTGU (Combined

Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena yang dituangkan dalam sebuah lirik lagu “Krisis Air” tentang kondisi air yang saat ini berubah karena adanya pencemaran air,

(2008), pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa, sehingga

Responden dengan pengetahuan kurang bisa di sebabkan karena ibu-ibu tidak pernah mendapatkan penyuluhan dan tidak berkonsultasi pada petugas kesehatan untuk mendapatkan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ada, yaitu analisis keberadaan asam lemak bebas pada minyak goreng jenis curah berdasarkan waktu

Yang dimaksud dengan narcotic adalah a drug that dulls the sense, relieves pain, induces sleep, and can produce addiction in varying degrees (Sudargo, 1981). Yang