• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA

ANDI KASMAWATI

Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

Abstrak: Dalam perjanjian fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal 1 butir (1). Bahkan sesuai dengan Pasal 33 UU Fidusia setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila dibitor cidera janji akan batal demi hukum. Dalam pelaksanaannya, tidak jarang pemberi fidusia atau debitor mengalami wanprestasi atau cidera janji. Pasal 15, 17, dan 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang memberikan hak kepada penerima fidusia untuk mengeksekusi dan menjual barang jaminan apabila debitor cidera janji, debitor tidak diperkenankan melakukan fidusia ulang terhadap benda yang telah terdaftar sebagai objek jaminan fidusia, dan penghapusan jaminan fidusia sesuai ketentuan yang berlaku. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan eksekusi dapat saja terjadi apabila pihak debitor atau pemberi fidusia yang wanprestasi tidak bersedia menyerahkan benda jaminan fidusia begitu saja.

Kata Kunci: Perjanjian Fidusia, Jaminan Fidusia PENDAHULUAN

Menurut asal katanya, fidusia berasal dari kata “fides” yang berarti kepercayaan. Dalam praktek fidusia ini biasa disebut FEO (Fiduciaire Eignedom Overdracht) atau penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan. (Widjaya, 2000: 131). Subekti (1982 : 76) menjelaskan bahwa: “Perkataan fiduciaire yang berarti secara kepercayaan ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak kepada pihak yang lain, bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindah milik sebenarnya (kedalam intern) hanya satu jaminan saja untuk satu hutang.

Oey Heoy Tiong (1983 : 21) mengemukakan: “Fiducia atau lengkapnya Fiduciaire Eignedom Overdracht sering disebut sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan merupakan suatu bentuk jaminan hak milik secara kepercayaan, merupakan suatu bentuk jaminan hak secara kepercayaan, merupakan suatu bentuk jaminan benda-benda bergerak disamping

gadai yang dikembangkan oleh yurisprudensi. Pada fidusia berbeda dari gadai yang diserahkan sebagai jaminan kepada kreditor adalah hak milik sedangkan bendanya tetap berada pada pemiliknya.

Selain pengertian tersebut di atas, ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Fidusia (selanjutnya disingkat UU Fidusia) adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Selanjutnya dalam angka (2) dijelaskan: “Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

(2)

kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

Dengan demikian yang dimaksud dengan jaminan fidusia sesuai dengan pandangan dan ketentuan di atas, adalah jaminan hak atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak, yang tetap berada dalam penguasaan debitor, dijadikan sebagai agunan bagi pelunasan hutang debitor kepada kreditor.

RUANG LINGKUP HUKUM FIDUSIA Berdasarkan definisi fidusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang Jaminan fidusia dapat dikatakan bahwa dalam jaminan fidusia terjadi pengalihan hak kepemilikan. Pengalihan itu terjadi atas dasar kepercayaan dengan janji benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik banda.

Pengalihan hak kepemilikian tersebut dilakukan dengan cara penyerahan nyata (konstitutum possessorium atau verklaring van houdesrschap). Ini berarti pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut dimaksud untuk kepentingan penerima fidusia. Bentuk pengalihan seperti ini sebenarnya sudah dikenal luas sejak abad pertengahan di Perancis.

Apakah pengalihan sama dengan pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 jo Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata? Jika memperhatikan ketentuan Pasal 584 jo Pasal 612 ayat KUH Perdata jelas pengalihan secara konstitutum possessorium tersebut berbeda.

Pasal 584 KUH Perdata mengatur bahwa: “Hak milik atas suatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pendakuan (pemilikan), karena perlekatan, karena daluarsa, karena perwarisan-perwarisan, baik menurut Undang-Undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas sesuatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik,

dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

Adapun ketentuan Pasal 612 ayat (1) sebagai berikut: “Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan keberadaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.

Dalam jaminan fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal 1 butir (1). Bahkan sesuai dengan Pasal 33 UU Fidusia setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila dibitor cidera janji akan batal demi hukum. A.Veenhoven

(Widjaja, 2001: 131) menyatakan bahwa: “Hak milik itu sifatnya sempurna yang terbatas karena tergantung syarat tertentu. Untuk fidusia, hak miliknya tergantung pada syarat putus (ontbindende voorwaarde). Hak miliknya sempurna baru lahir jika pemberi fidusia tidak memenuhi kewajibannya.”

Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan Fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia ini tidak berlaku terhadap: (1) Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan diatas milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek Jaminan fidusia. (2) Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor

(3)

berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih. (3) Hipotek atas pesawat terbang. (4) Gadai.

Pemisahan mulai diadakan ketika kemudian orang-orang Romawi mengenal gadai dan hipotek. Ketentuan ini juga diikuti oleh Negara Belanda dalam Burgerlijke Wetboek-nya. Pada saat fidusia muncul kembali di Belanda, maka pemisahan antara benda bergerak yang berlaku untuk gadai dan benda tidak bergerak untuk hipotek juga diberlakukan. Objek fidusia dipersamakan dengan gadai yaitu benda bergerak karena pada waktu itu fidusia dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari larangan yang terdapat dalam gadai. Hal ini terus menjadi yurisprudensi tetap baik di Belanda dan di Indonesia. Sebagai contoh Keputusan Pengadilan di Indonesia yang menganggap bahwa fidusia hanya sah sepanjang mengenai benda bergerak, adalah Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 158/ 1950 Pdt tanggal 22 Maret 1951 dan Keputusan Mahkama Agung No. 372 K /Sip/1970 tanggal 1 September 1971.

Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 158/1950 Pdt tanggal 22 Maret 1951 atas kasus antara Algemene Volkskredirt Bank sebagai penggugat di Semarang melawan The Gwan Gee dan Marpoeah sebagai tergugat I dan tergugat II juga beralamat di Semarang. Duduk perkaranya adalah para tergugat meminjam uang kepada penggugat dengan jaminan hak milik secara kepercayaan atas benda-benda berupa benda bergerak dan sebuah rumah. Kemudian para tergugat tidak melunasi utangnya dan diputus oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan membatalkan penyerahan hak milik secara kepercayaan sepanjang mengenai bangunan tersebut, sedang yang mengenai benda-benda bergerak lainnya tetap dinyatakan sah. Pertimbangan yang digunakan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dalam keputusannya antara lain adalah karena masih adanya persoalan dalam bidang hukum mengenai penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda-benda tetap.

Demikian juga Keputusan Mahkama Agung Nomor 372 K/Sip/ 1970 tanggal 1

September 1970 yang memutuskan perkara antara Bank Negara Indonesia Unit 1 Semarang sebagai penggugat (dahulu penggugat pembanding), lawan Lo Ding Siang sebagai tergugat (dahulu Penggugat Terbanding), Perkaranya menyangkut penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda-benda bergerak dan sebuah percetakan serta sebuah gedung perkantoran. Sama dengan keputusan Pengadilan Pengadilan Tinggi Surabaya, sepanjang mengenai percetakan dan gedung perkantoran penyerahaan hak milik secara kepercayaannya dibatalkan.

Perkembangan selanjutnya adalah dengan lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang tidak membedakan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak melainkan pembedaan atas tanah dan bukan tanah. Bangunan-bangunan yang terletak di atas tanah tidak dapat dijaminkan terlepas dari tanahnya. Jadi orang yang memiliki bangunan di atas tanah dengan hak sewa misalnya tidak dapat membebaninya dengan hak tanggungan tersebut. Oleh karenanya jalan satu-satunya adalah dengan fidusia.

Dengan lahirnya UU Fidusia, yaitu dengan mengacu pada Pasal 1 butir (2) dan (4) serta Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atau Hipotek sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 314 Kitab Undang-Undang Dagang jis Pasal 1162 dst. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UU Fidusia, maka dapat

(4)

diharapkan bahwa nantinya jaminan Fidusia akan menggantikan Feo dan Cesis jaminan atas utang-piutang (zekerheidscesie van schuldvorderingen viduciary assignment of receivables) yang dalam praktek pemberian kredit banyak digunakan.

SIFAT JAMINAN FIDUSIA

Ketentuan Pasal 1 butir (2) UU Fidusia mengatur bahwa: “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Ini berarti UU Fidusia secara tegas menyatakan bahwa jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (Zakelijke zekerbeid,security right in rem) yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada Penerima Fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak ini tidak di hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi Fidusia (Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia).

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia secara tegas mengatur bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Sebagai suatu perjanjian assesoir, perjanjian jaminan Fidusia memiliki sifat sebagai berikut: (1) Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok. (2) Keabsahannya

semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok. (3) Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.

Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud di atas adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan ini mendahului kreditor-kreditor lainnya. Bahkan sekalipun pemberi fidusia dinyatakan pailit atau dilikuidasi, hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak termasuk dalam harta pailit pemberi fidusia. Dengan demikian penerima fidusia tergolong dalam kelompok kreditor separatis.

Dalam hal terjadi kepailitan bagi si penerima fidusia, maka harus melihat ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa setiap janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitor cedera janji, batal demi hukum. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa objek jaminan fidusia tidak menjadi bagian harta pailit penerima fidusia, oleh karena hak kepemilikan atas objek tersebut diperolehnya semata-mata sebagai jaminan. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.

Ketentuan ini merupakan pengakuan atas prinsip droit de suite yang telah merupakan bahagian dari peraturan perundang-udangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem). Namun demikian Undang-Undang tidak menutup kemungkinan terjadinya pengecualian. Pengecualian atas prinsip ini terdapat dalam hal benda yang menjadi objek jaminan Fidusia adalah benda persediaan. Sesuai dengan Pasal 21 UU Fidusia dapat mengalihkan benda yang menjadi objek

(5)

jaminan fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Pengalihan di sini maksudnya adalah antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.

Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur secara khusus, yaitu apabila penerima fidusia setuju bahwa pemberi fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampurkan atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka hal atau persetujuan tersebut tidak berarti bahwa penerima fidusia melepaskan jaminan fidusia atas benda yang dijaminkan tersebut.

Penjelasan pasal ini memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan “menggabungkan” adalah penyatuan bagian-bagian dari benda tersebut. Sedangkan “mencampur” adalah penyatuan benda yang sepadan dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pengaturan seperti ini memang perlu mengingat bahwa pada umumnya yang menjadi objek fidusia adalah benda bergerak yang beraneka ragam jenisnya. Sehubungan dengan itu Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia secara tegas melarang pemberi fudisia untuk mengalihkan atau menggadaikan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fudisia yang tidak merupakan persediaan, kecuali persediaan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia. Yang dimaksud dengan benda yang tidak merupakan benda persediaan, misalnya mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi objek jaminan fudisia.

Pelanggaran terhadap larangan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dengan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Penerima fudisia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fudisia baik yang timbul dari hubungan kontrak jual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum

sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia (Pasal 24 Undang-Undang Jaminan Fidusia).

Beban itu dilimpahkan kepada pemberi fidusia. Hal ini karena pemberi fudisia tetap menguasai secara fisik yang menjadi objek jaminan fidusia dan dia yang memakainya serta sepenuhnya memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian benda tersebut. Jadi sudah sewajarnya pemberi fidusia yang bertanggung jawab atas semua akibat dan resiko yang timbul berkenaan dengan pemakaian dan keadaan benda tersebut.ketentuan seperti ini juga terdapat dalam perjanjian financial lease yang mengatur bahwa lesse bertanggung jawab atas atas semua resiko yang berkenaan dengan benda yang menjadi objek perjanjian leasing karena memang lesse-lah yang menggunakan benda tersebut dan memperoleh manfaat ekonomisnya. PRINSIP-PRINSIP HUKUM FIDUSIA

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (Munir Fuady, 2000: 4), ada beberapa prinsip utama fidusia, yaitu: (1) Bahwa secara hal riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya. (2) Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi benda jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitor. (3) Apabila hutang sudah dilunasi, maka objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia. (4) Jika hasil penjualan (eksekusi) benda fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harta dikembalikan kepada pemberi fidusia.

Menurut M. Yahya Harahap (Munir, 2000: 25) yang menjadi prinsip hukum fidusia dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut adalah sebagai berikut: (1) Asas Spesialitas Fixed Loan. (2) Asas Assessor. (3) Asas Hak Preferen. (4) Yang dapat memberi fidusia harus pemilik benda. (5) Dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa atau wakil

(6)

penerima fidusia. (6) Larangan melakukan fidusia ulang terhadap benda objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. (7) Asas Detroit De Suite.

Asas Spesialitas Fixed Loan; Benda/objek Jaminan Fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu. Dengan demikian harus jelas dan tertentu benda/objek jaminan fidusia serta harus pasti jumlah utang debitor atau dapat dipastikan jumlahnya.

Asas Assessor; Jaminan Fidusia adalah perjanjian ikutan dari Perjanjian Pokok yakni Perjanjian Utang. Dengan demikian: (1) Keabsahan perjanjian jaminan fidusia tergantung pada keabsahan perjanjian pokok. (2) Penghapusan bendaj jaminan objek fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok.

Asas Hak Preferen; Memberi kedudukan hak yang didahulukan kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya. Kualtias hak didahulukan penerima fidusia: tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi. Yang dapat memberi fidusia: (1) Harus pemilik benda, (2) Benda itu milik pihak ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia: (a) Tidak boleh dengan kuasa subtitusi. (b) Tetap harus langsung pemilik pihak ketiga yang bersangkutan. (c) Dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa atau wakil penerima fidusia. (d) Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. (e) Larangan melakukan fidusia ulang terhadap benda objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Apabila objek jaminan fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum objek jaminan fidusia telah beralih kepada penerima fidusia.Oleh karena itu, pemberian fidusia ulang merugikan kepentingan penerima fidusia.

Asas Detroit De Suite; Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang jadi Objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, kecuali keberadaannya berdasar Penglihatan Hak Atas Piutang (Cessie), dengan demikian hak

atas Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan mutlak (in rem).

BENDA-BENDA YANG DAPAT MENJADI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

Benda-benda yang menjadi Objek Jaminan Fidusia tersebut adalah sebagai berikut: (1) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum. (2) Dapat atas benda berwujud. (3) Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang. (4) Benda bergerak. (5) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan. (6) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotek. (7) Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri. (8) Dapat atas satu satuan atau jenis benda. (9) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda. (10) Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia. (11) Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi Objek Jaminan Fidusia. (12) Benda persediaan (inventory, stok perdagangan) dapat juga menjadi Objek Jaminan Fidusia.

PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Penjelasan atas ketentuan Pasal 4 di atas dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian bahwa sebagai perjanjian ikutan dari perjanjian pokok dimana melahirkan kewajiban dari para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prestasi di sini berupa memberikan sesuatu,

(7)

berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Pembebanan jaminan fidusia, Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia mengatur bahwa pembebanan fidusia dibuat dalam suatu akta notaris dalam bahasa Indonesia. Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia ditegaskan bahwa suatu akta jaminan sekurang-kurangnya menurut: (1) Identitas pihak pemberi fidusia, berupa: (a) Nama lengkap. (b) Agama. (c) Tempat tinggal/tempat kedudukan. (d) Tempat lahir. (e) Jenis kelamin. (f) Status perkawinan. (g) Pekerjaan. (2) Identitas pihak penerima fidusia. (3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia. (4) Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yakni tentang: (a) Identitas benda tersebut. (b) Surat bukti kepemilikannya. (c) Jenis, merk dan kualitas dari benda jika bendanya selalu berubah-ubah seperti benda persediaan (inventory). (d) Nilai perjanjian. (5) Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Besarnya biaya pembuatan akan jaminan fidusia, berdasarkan ketentuan PP No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Pasal 11 menegaskan bahwa pembuatan akta jaminan fidusia dikenakan biaya yang besarnya ditentukan berdasarkan kategori nilai penjaminan.

Sebagai Undang-Undang baru yang diintroduksi Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan kelonggaran dalam bentuk beberapa pengecualian terhadap ketentuan tersebut, sebagai bagian dari kentuan peralihan Undang-Undang Jaminan fidusia terhadap perjanjian jaminan fidusia terhadap jaminan fidusia yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia ini.

Sejalan dengan ketentuan yang mengatur mengenai hipotek, dan Undang-Undang Hak tanggungan, maka akta jaminan fidusia juga harus dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat yang berwenang. KUHPdt menyatakan bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan

pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta para ahli warisnya atau para pengganti haknya. Itulah mengapa sebabnya Undang-Undang Jaminan Fidusia menetapkan perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris. Apalagi mengingat objek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak yang tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya bentuk akta otentiklah yang dianggap paling dapat menjamin kepastiaan hukum berkenaan dengan objek jaminan fidusia.

Utang yang pelunasannya dijamin dengan jaminan fidusia dapat berupa: (1) Utang yang telah ada. (2) Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengn istilah “kontinjen” misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank. (3) Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. Utang dimaksud adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian. Pasal 8 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari Penerima fidusia tersebut. Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. Yang dimaksud dengan kuasa dalam ketentuan ini adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan fidusia dari pemberi fidusia. Sedangkan yang dimaksud dengan wakil adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili penerima fidusia, misalnya, wali amanat dalam kepentingan pemegang obligasi.

(8)

Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia merupakan bawah jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Ini berarti benda tersebut demi hukum akan dibebani dengan jaminan fidusia diasuransikan.dengan perjanjian jaminan fleksibilitas yang berkwenaan dengan hal ihwal benda yang dapat dibebani jaminan fidusia bagi pelunasan utang.

Khusus mengenai hasil atau ikutan dari kebendaan yang menjadi objek jaminan fidusia, Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa kecuali diperjanjikan lain: (1) jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yaitu segala sesuatu yang diperoleh dari benda yang dibebani. (2) jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.

PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia yang terletak di indonesia. Kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang di bebani dengan jaminan Fidusia berada diluar wilayah negara Republik Indonesia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebeni Jaminan Fidusia.

Pendaftaran jaminan fidusia ini dilakukan pada kantor pendaftaran fidusia. Untuk pertama kalinya, kantor pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Republik

Indonesia. Secara bertahap, sesuai keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal kantor pendaftaran fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II maka wilayah kerja kantor pendaftaran fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh daerah wilayah tingkat II yang berada lingkungan wilayahnya. Pendirian kantor pendaftaran fidusia di daerah tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Keberadaan kantor pendaftaran fidusia ini berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri dan unit pelaksana teknis.

Sebagai pelaksanaan ketentuan ini akan dikeluarkan keputusan presiden tentang pembentukan Kantor Pendaftaran fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya. Segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada pada kantor Pendaftaran fidusia terbuka untuk umum (Pasal 18 Undang-Undang Jaminan fidusia). Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima jaminan fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pertanyaan pendaftaran jaminan fidusia, yang memuat; (1) Identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia; (2) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat jaminan fidusia (3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; (4) Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; (5) Nilai perjaminan; dan (6) Nilai benda yang menjadi obje jaminan fidusia.

Selanjutnya kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Ketentuan ini dimaksudkan agar kantor pendaftaran tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan yang dimuat dalam pernyataan pendaftaran fidusia. Tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar

(9)

fidusia ini dianggap saat lahirnya jaminan fidusia. Hal ini berlainan dengan feo dan cessi jaminan yang lahir pada waktu perjanjiannya dibuat antara debitor dengan kreditor.

Dengan demikian pendaftaran jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Penegasan lebih lanjut dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan apabila atas benda yang sama menjadi jaminan objek lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, maka kreditor yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditor yang menjadi pihak dalam perjanijian jaminan fidusia, karena hanya penerima fidusia, kuasa atau wakilnya yang boleh melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara jaminan pendaftaran fidusia dan biaya pendaftaran akan diatur dengan peraturan pemarintah.

Sebagai bukti bagi kreditor bahwa ia adalah pemegang jaminan fidusia adalah sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia. Penyerahan sertifikat ini kepada penerima fidusia juga dilakukan pada tanggal yang sama dengan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia sebenarnya merupakan salinan dari buku fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada saat pendaftaran.

Dalam sertifikat jaminan fidusia sebagimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Artinya adalah bahwa sertifikat jaminan fidusia ini dapat langsung dapat eksekusi/dilaksanakan tanpa melalui proses

persidangan dan pemeriksaan melalui pengadilan, dan final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Apabila debitor cidera janji, penerima fidusia berhak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Ini merupakan salah satu ciri jaminan kebendaan yaitu adanya kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak pemberi fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia diatur secara khusus tentang eksekusi jaminan fidusia ini melalui penata parate eksekusi.

Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia.

Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia itu harus diberitahukan kepada para pihak Namun demikian Undang-Undang jaminan fidusia jaminan fidusia menetapkan bahwa perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris dala rangka efesiensi untuk mememnuhi kebutuhan dunia usaha.

Kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohjonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahaan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.

Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar (Pasal 17 Undang-Undang Jaminan Fidusia). Fidusia ulang oleh pemberi fidusia, bail debitor maupun pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia karena hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia. Sedangkan syarat bagi sahnya jaminan fidusia adalah bahwa pemberi fidusia mempunyai hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan

(10)

fidusia pada waktu ia memberi jaminan fidusia. Hal ini karena kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia sudah beralih kepada penerima fidusia.

Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan sanksi pidana kepada debitor yang nakal karena memberikan keterangan yang menyesatkan sehingga terjadi fidusia yang dilarang ini, maka pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00,- (seratus juta rupiah)” (Pasal 35 Undang-Undang Jaminan Fidusia)

Pasal 3 Undang-Undang Jaminan fidusia, ditetapkan bahwa Undang-Undang Jaminan Fidusia ini tidak berlaku terhadap: (1) Hak tanggungan yang berkaitan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib daftar. Namun demikian bangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan ojek jaminan fidusia. (2) Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh)m3 atau lebih; (3) Hipotek atas pesawat terbang; dan d. Gadai.

PENGALIHAN DAN HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA

Pasal 19 Undang-Undang Jaminan Fidusia menetapkan bahwa pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan Jaminan Fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditor baru. Peralihan itu didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan secara tegas bahwa jaminan fidusia hapus karena: (a) hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, (b) pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh

penerima fidusia; atau (c) musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mensyaratkan adanya akta Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia sudah dilaksanakan. Pasal 11 dan 14 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mensyaratkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan serta penyerahan sertifikat Jaminan Fidusia wajib diserahkan kepada Penerima Fidusia telah terlaksana.

Pasal 15, 17, dan 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang memberikan hak kepada penerima fidusia untuk mengeksekusi dan menjual barang jaminan apabila debitor cidera janji, debitor tidak diperkenankan melakukan fidusia ulang terhadap benda yang telah terdaftar sebagai objek jaminan fidusia, dan penghapusan jaminan fidusia sesuai ketentuan telah terlaksana.

Begitu pula dengan Pasal 30 dan 34 UU Fidusia mengenai kewajiban pemberi fidusia menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam pelaksanaan eksekusi serta bilamana hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan maka pihak bank mengembalikan kelebihan tersebut kepada debitor.

PENUTUP

Lahirnya UU Fidusia, yaitu dengan mengacu pada Pasal 1 butir (2) dan (4) serta Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atau Hipotek sebagai mana yang

(11)

dimaksud dalam Pasal 314 Kitab Undang-Undang Dagang jis Pasal 1162 dst. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Ketentuan UU Fidusia, maka dapat diharapkan nantinya jaminan Fidusia akan menggantikan Feo dan Cesis jaminan atas utang-piutang (zekerheidscesie van schuldvorderingen viduciary assignment of receivables) yang dalam praktek pemberian kredit banyak digunakan. Pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal 1 butir (1). Pasal 33 UU Fidusia setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila dibitor cidera janji akan batal demi hukum. Dalam pelaksanaannya, tidak jarang pemberi fidusia atau debitor mengalami wanprestasi atau cidera janji. Pasal 15, 17, dan 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang memberikan hak kepada penerima fidusia untuk mengeksekusi dan menjual barang jaminan apabila debitor cidera janji, debitor tidak diperkenankan melakukan fidusia ulang terhadap benda yang telah terdaftar sebagai objek jaminan fidusia, dan penghapusan jaminan fidusia sesuai ketentuan yang berlaku. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan eksekusi dapat saja terjadi apabila pihak debitor atau pemberi fidusia yang wanprestasi tidak bersedia menyerahkan benda jaminan fidusia begitu saja.

DAFTAR PUSTAKA

A. Sanjung Manulang Hamzah, A. 1987. Lembaga Fidusia dan Permasalahnnya. Indhiil Co. Jakarta.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2000. Sari Hukum Jaminan Fidusia. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.

Hartono Soerjopratikjo. 1984. Hutang Piutang Perjanjian Pembayaran dan Jaminan. Seksi Notaris Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta.

John Salindeho. 1981. Perjanjian Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Sinar Grafika. Jakarta. Kartono. 1983. Hak-Hak Jaminan Kredit.

Pradya Pramitha. Jakarta.

Mariam Darus Badrulzaman. 1979. Bab-Bab Tentang Credietverband Gadai dan Fidusia. Alumni. Bandung. ---. 1983. Bab-Bab Tentang

Hypothek. Alumni. Bandung. Muhammad Jumhana. 1993. Hukum

Perbankan Di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Munir Fuady. 2000. Jaminan Fidusia. PT.

Citra Aditya Bakti. Bandung. ---, 1999. Hukum Perbankan

Modern. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980. Hukum Jaminan Di Indonesia Perbankan, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perirangan. Liberty, Yogyakarta. Subekti, R. 1982. Jaminan-Jaminan Untuk

Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Alumni. Bandung.

---. 1985. Aneka Perjanjian. Alumni. Bandung.

Tahir Tungadi. 1975. Hukum Benda. Lephas. Ujung Pandang.

Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator ini dapat dipahami bahwa ketaatan pada aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini panitia

Hasil ramalan pasutnya didapat bahwa hasil peramalan pasut yang lebih akurat terdapat di perairan Tanjung Buyut 80,47% daripada Boom Baru 76,47%, dan peluang

Pengendalian kualitas penting untuk dilakukan oleh perusahaan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, memperbaiki serta meningkatkan kualitas

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas sedimen Sungai Segah dapat disimpulkan konsentrasi logam berat Cd masih memenuhi baku mutu berdasarkan ANZECC [17] di semua titik

Menurut Sumantri (2005: 145) tujuan dan fungsi mengembangkan ketrampilan motorik halus bagi anak TK usia 4 – 6 tahun tujuannya yaitumampu mengembangkan kemampuan

Hasil analisis menyimpulkan bahwa perkembangan pajak reklame terjadi peningkatan dari tahun ke tahun baik target maupun realisasinya, kontribusi pajak reklame baik terhadap

Vprašali so se, kaj se zgodi, če peti postulat zanikamo: Skozi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih karena Penulis bias menyelesaikan karya akhirnya yang berjudul “Business Plan mendirikan dan mengembangkan toko ritel fashion di Manado” guna