• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi

Lokasi penelitian untuk analisis vegetasi ditentukan dengan mempertimbangkan keragaman lokasi seperti hutan sekunder dan lahan bekas tambang yang telah direvegetasi dengan usia 0, 3, 16, dan 28 tahun (Lampiran 1). Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan hasil survei lokasi yang telah dilakukan. Hutan sekunder merupakan hutan yang pernah mengalami gangguan oleh manusia, misalnya pohon yang diambil kayunya untuk keperluan manusia.

Gambar 6 Jumlah jenis tumbuhan pada beberapa fase pertumbuhan di lokasi penelitian.

Jumlah jenis tumbuhan pada beberapa fase pertumbuhan di lokasi penelitian tersaji pada Gambar 6. Pada hutan sekunder jumlah jenis tumbuhan tertinggi dijumpai pada fase pancang sebanyak 18 jenis, fase semai sebanyak 17 jenis, diikuti fase tiang (10), dan fase pohon (9), sedangkan tumbuhan bawah ditemukan 4 jenis. Hal ini menunjukan bahwa hutan sekunder belum memiliki komposisi jenis sesuai dengan hutan hujan tropik secara umum. Hutan hujan tropis memiliki komposisi jenis yang baik karena jumlah jenis semai lebih banyak dari pada pancang, jumlah jenis tumbuhan pancang lebih banyak dari pada tiang, dan jumlah jenis tiang lebih banyak dari pada pohon. Pada Nibung 2 (lahan revegetasi usia 28 tahun) jumlah jenis tertinggi terdapat pada tumbuhan bawah yaitu 12 jenis, fase pancang sebanyak 13, fase semai (7), lalu diikuti fase pohon

0 5 10 15 20 25 Jongkong 5E (0 tahun) Jongkong 24 (3 tahun) Jongkong 1 (16 tahun) Nibung 2 (28 tahun) Hutan sekunder Lokasi Penelitian Ju m lah j en is tu m b u h a n

(2)

(6), dan fase tiang (5). Pada lokasi Nibung 2 terjadi pengurangan jumlah jenis pada fase tiang. Pada Jongkong 1 (lahan revegetasi usia 16 tahun) jumlah jenis tumbuhan tertinggi terdapat pada fase pancang sebanyak 20 jenis, lalu fase semai sebanyak 15 jenis, tumbuhan bawah 10 jenis, fase tiang sebanyak 8 jenis, dan fase pohon sebanyak 7 jenis. Sedangkan pada Jongkong 24 (lahan revegetasi usia 3 tahun) terjadi pengurangan jenis tumbuhan, yaitu hanya terdapat pada tumbuhan bawah (9), fase pancang (14) dan semai(4). Hasil analisis vegetasi secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2-19. Perubahan yang mendasar dari lahan bekas penambangan timah ini diduga karena terjadinya perubahan bentang alam, tercuci dan hanyutnya unsur hara tanah. Sehingga terjadi kerusakan ekologi di daerah tersebut dan hanya jenis tumbuhan tertentu saja yang dapat bertahan pada kondisi tanah yang bertekstur pasir ini.

Berdasarkan analisis vegetasi pada lahan bekas tambang timah dapat diduga yang pertama kali muncul adalah jenis paku-pakuan yaitu Gleichenia linearis (paku resam) karena jenis tumbuhan ini dijumpai pada tumbuhan bawah di lahan bekas tambang usia revegetasi 3 tahun (Jongkong 24) dan di lahan bekas tambang usia revegetasi 16 tahun (Jongkong 1). Setelah tumbuh jenis paku-pakuan dilanjutkan tumbuh jenis vegetasi lain seperti rumput dan permudaan pohon. Jenis paku-pakuan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi karena daya reproduksi yang tinggi pada lahan yang baru dibuka dan berkembang biak dengan sistem vegetatif melalui rhizoma dan generatif melalui spora.

Sistem perkembangbiakan dengan rhizoma mengakibatkan organ tumbuhan tersebut tidak terkena penetrasi setelah kondisi lingkungan cukup mendukung, maka akan muncul kembali tunas-tunas jenis paku-pakuan dengan cepat. Jenis vegetasi pada lahan bekas tambang timah memiliki urutan tumbuhan yang tumbuh adalah rumput-rumputan, semak kemudian pohon. Selanjutnya diikuti oleh jenis tumbuhan bawah yang terdiri dari herba dan rumput-rumputan. Beberapa jenis semai yang muncul merupakan jenis baru yang belum ada. Munculnya jenis baru ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu berasal dari tegakan disekitarnya yang penyebarannya dibantu oleh angin, hewan, dan air. Sebaliknya pertumbuhan bawah memiliki pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini diduga terjadi karena pada awal penambangan

(3)

ketersediaan nutrisi dan ruang tumbuh belum mendukung pertumbuhan tingkat semai, seiring perjalanan waktu kondisi lahan mengalami perubahan sehingga terjadi peningkatan jumlah jenis dan individu.

Analisis vegetasi pada hutan sekunder, Nibung 2, dan Jongkong 1 untuk tingkat pohon tercantum pada Tabel 1 yang menunjukkan komposisi dan struktur tumbuhan yang nilainya bervariasi pada setiap jenis. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan karakter pada masing-masing jenis pohon. Acacia mangium memiliki nilai INP tertinggi di setiap lokasi penelitian (Hutan sekunder = 104.19, Nibung 2 = 209.79, dan Jongkong 1 = 212.80). Acacia mangium merupakan tanaman revegetasi untuk lahan bekas tambang timah.

Tabel 1 Indeks Nilai Penting (INP) jenis pohon yang ditemukan pada lokasi penelitian

No Nama Jenis KR FR DR INP

Lokal Ilmiah

HUTAN SEKUNDER

1 Bintangor Calophyllum lanigerum 7.14 10.53 6.35 24.02

2 Akasia Acacia mangium 35.71 26.32 42.17 104.19

3 Seru Schima wallichii 28.57 26.32 25.02 79.90

4 Pelaik Dyera costulata 7.14 10.53 9.95 27.61

5 Kayu arang-arang Syzygium claviflorum 3.57 5.26 4.77 13.60

6 Mesiran Ilex cymosa 3.57 5.26 1.93 10.76

7 Cempedak Arthocarpus integer 7.14 5.26 4.91 17.32

8 Jeled Microcos tomentosa 3.57 5.26 1.98 10.82

9 Kayu pengikar Fam: Euphorbiaceae 3.57 5.26 2.91 11.74

NIBUNG 2

1 Akasia Acacia mangium 79.31 55.55 74.93 209.79

2 Leben Vitex pubescens 2.29 5.55 3.36 11.21

3 Kenidae Bridelia tomentosa 4.59 8.33 4.81 17.74

4 Pelaik Dyera costulata 2.29 5.55 2.22 10.07

5 Sengon Paraserianthes falcataria 9.19 19.44 13.48 42.12

6 Seru Schima wallichii 2.29 5.55 1.17 9.03

JONGKONG 1

1 Akasia Acacia mangium 76.59 55.55 80.65 212.80

2 Bebetun Syzygium sp 1.06 2.77 0.69 4.53

3 Karet Hevea brosiliensis 5.31 11.11 4.36 20.79

4 Pelaik Dyera costulata 3.19 8.33 3.11 14.63

5 Samak Eugenia sp 1.06 2.77 0.77 4.61

6 Sengon Paraserianthes falcataria 2.12 2.77 1.65 6.56

7 Seru Schima walliichii 10.63 16.66 8.74 36.04

Tumbuhan yang dominan pada hutan sekunder adalah Acacia mangium, karena tumbuhan ini mempunyai kemampuan adaptasi dan daya reproduksi yang

(4)

tinggi. Tumbuhan ini tumbuh di lapisan terluar dari hutan sekunder dan tidak dijumpai pada lapisan dalam hutan sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa Acacia mangium yang ada di hutan sekunder merupakan tumbuhan yang tumbuh sendiri karena terbawa oleh manusia ataupun hewan. Tumbuhan Schima wallichii dan Dyera costulata dijumpai pada hutan sekunder dan lahan revegetasi (Nibung 2 dan Jongkong 1). Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut dapat beradaptasi di lingkungan yang kurang subur seperti di lahan bekas tambang timah. Revegetasi dengan menggunakan jenis-jenis lokal dan eksotik yang telah beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh yang terdegradasi dapat memulihkan kondisi tanah dengan menstabilkan tanah, penambahan bahan organik dan produksi serasah yang dihasilkan sebagai humus untuk memperbaiki keseimbangan siklus hara pada lahan revegetasi.

Vegetasi lokal seperti Imperata cylindrica dan Melastoma malabraticum merupakan jenis tumbuhan bawah yang banyak dijumpai pada lahan bekas tambang. Secara umum Imperata cylindrica (alang-alang) mendominasi di lahan bekas tambang timah, hal ini diduga jenis tumbuhan ini memiliki senyawa alellopati yang dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain. Melastoma malabraticum (kera munting) merupakan vegetasi yang banyak menginvasi lahan bekas tambang timah. Hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut bersifat asam karena memiliki pH rendah dan terjadi penumpukan fosfat pada tanah tersebut (Badri 2004).

Analisis Tanah

Analisis sifat tanah merupakan indikator penting dalam menilai tingkat kesuburan tanah. Tanah yang dianalisis diambil dari hutan sekunder dan beberapa lahan bekas tambang yang telah direvegetasi. Karakteristik sifat fisik tanah berdasarkan hasil analisis laboratorium yaitu tekstur tanah menunjukkan ukuran butir tanah. Tekstur tanah secara umum dibedakan atas tiga kelas, yaitu pasir (50µ- 2mm), debu (2 µ-50 µ), dan liat (kurang dari 2 µ) (Hardjowigeno 2007). Berdasarkan hasil analisis sampel tanah dari Hutan sekunder, Nibung 2, Jongkong 1, Jongkong 24, dan Jongkong 5E memiliki tekstur tanah yang didominasi oleh pasir (Tabel 2). Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil

(5)

sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Kondisi demikian menyebabkan tanah-tanah di lokasi penelitian kurang subur, sehingga akan mempengaruhi jenis tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut.

Tabel 2 Analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian No Sifat Tanah Hutan Sekunder Nibung 2 (28 tahun) Jongkong 1 (16 tahun) Jongkong 24 (3 tahun) Jongkong 5E (0 tahun) 1 Pasir 68 76 72 86 76 2 Debu 17 8 4 9 14 3 Liat 15 16 24 5 15

Karakteristik sifat kimia tanah berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, terlihat perbedaan status hara antara Hutan sekunder, Nibung 2, Jongkong 1, Jongkong 24, dan Jongkong 5E (Tabel 3). Tanah pada hutan sekunder memiliki pH agak masam (5.6), sedangkan tanah pada lokasi bekas penambangan (Nibung 2, Jongkong 1, Jongkong 24, dan Jongkong 5E) memiliki pH yang bersifat masam (².6-4.9). Berdasarkan Kusumastuti (2005), tanah di wilayah ini mempunyai kesuburan yang rendah karena tingkat kemasamannya yang tinggi (nilai pH rendah).

Tabel 3 Analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian N o Sifat Tanah Hutan Sekunder Nibung 2 (28 th) Jongkong 1 (16 th) Jongkong 24 (3 th) Jongkong 5E (0 th) Lab Krit Lab Krit Lab Krit Lab Krit Lab Krit

1 pH (H2O) 5.6 AM 4.8 M 4.9 M 4.6 M 4.7 M 2 C (%) 2.11 S 1.61 R 2.83 S 0.40 SR 0.23 SR 3 N (%) 0.12 R 0.12 R 0.16 R 0.02 SR 0.02 SR 4 C/N 18 T 14 S 18 T 18 T 13 S 5 P2O5 Bray-1 mg/kg 24 T 16 S 3 SR 2 SR 3 SR 6 K cmol(+)/kg 0.07 SR 0.07 SR 0.12 R 0.07 SR 0.05 SR 7 Ca cmol(+)/kg 0.25 SR 0.49 SR 0.33 SR 0.32 SR 0.24 SR 8 Mg cmol(+)/kg 0.21 SR 0.23 SR 0.17 SR 0.06 SR 0.06 SR 9 Na cmol(+)/kg 0.07 SR 0.07 SR 0.09 SR 0.06 SR 0.07 SR 1 0 KTK cmol(+)/kg 4.76 SR 3.36 SR 7.77 R 1.75 SR 1.43 SR 1 1 KB (%) 13 SR 25 R 9 SR 29 R 29 R 1 2 Al cmol(+)/kg 1.97 SR 1.39 SR 5.47 SR 1.20 SR 0.89 SR

Sumber: Data primer dan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno 2007)

Keterangan : Lab: Laboratorium Krit: Kriteria SR: Sangat Rendah

R: Rendah S: Sedang T: Tinggi

(6)

Pada hutan sekunder nilai C-organik sebesar 2,11% (tergolong sedang), di Nibung 2 sebesar 1.61% (tergolong rendah), di Jongkong 1 sebesar 2.83% (tergolong sedang), di Jongkong 24 sebesar 0.40% (tergolong sangat rendah), sedangkan di Jongkong 5E sebesar 0.23% (tergolong sangat rendah). Nilai N-total di tiga lokasi penelitian berkriteria rendah yaitu berkisar antara 0.12% - 0.16%, sedangkan di lokasi Jongkong 24 dan Jongkong 5E berkriteria sangat rendah yaitu 0.02%. Nilai C/N rasio tinggi pada tanah hutan sekunder, Jongkong 1, dan Jongkong 24 yaitu 18, sedangkan tanah pada Nibung 2 dan Jongkong 5E berkriteria sedang (13-14). Jongkong 24 merupakan lahan revegatasi berusia 3 tahun ternyata memiliki C/N rasio tinggi (18).

Rendahnya kadar bahan organik di lahan bekas tambang timah disebabkan oleh hilangnya lapisan atas tanah (top soil) dan lapisan bawah (sub soil) pada saat proses awal penambangan, yaitu pada saat pengupasan tanah penutup bahan tambang. Akibatnya lapisan atas dan bawah tanah terbalik dan tertimbun oleh sisa bahan galian tambang timah. Top soil merupakan medium tempat tumbuh tumbuhan karena banyak mengandung bahan organik, unsur makro dan mikro serta mikroorganisme yang membantu mendekomposisikan bahan organik. Hilangnya top soil akan menyebabkan menurunnya produktivitas tumbuhan. Selain itu terbukanya lahan pasca tambang timah juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi yang dapat tumbuh di lahan tersebut. Badri (2004) menyatakan bahwa nilai N-total pada lahan pasca tambang umumnya sangat rendah, walaupun ada juga yang tinggi tetapi masih belum mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan.

Hutan sekunder memiliki nilai K, Ca, Mg, Na, dan Al yang sangat rendah (Tabel 3). Hal ini diduga terjadi akibat reaksi tanah yang mengalami ganguan akibat penebangan hutan dan berubahnya fungsi hutan, sehingga menyebabkan berkurangnya unsur-unsur tersebut. Sedangkan rendahnya nilai K, Ca, Mg, Na, dan Al pada bekas lokasi penambangan, diduga akibat aktivitas penambangan yang menyebabkan unsur-unsur tersebut mudah larut atau terbuang. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tumbuhan dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi jika tidak ada dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan (Hardjowigeno 2007).

(7)

Rendahnya nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada semua lokasi penelitian disebabkan adanya penurunan pH dan kadar bahan organik. KTK merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah, sebab tanah tidak akan mampu menyerap dan menyediakan unsur hara yang cukup bagi pertumbuhan tumbuhan apabila memiliki KTK yang rendah. Nilai KTK dipengaruhi oleh tekstur, pH tanah, jumlah dan tipe liat serta bahan organik. Tekstur tanah berkaitan dengan KTK karena peningkatan fraksi kasar (pasir) akan menurunkan KTK.

Produksi Serasah

Secara umum produksi serasah dari jenis-jenis pohon yang ditemukan pada lokasi penelitian sangat bervariasi (Tabel 4). Pengguguran daun atau ranting suatu jenis pohon yang dipengaruhi oleh umur daun, ketersediaan air dalam lingkungan, kelembaban, suhu udara, dan faktor fisiologis dari suatu pohon (Dubeux et al. 2006). Produksi serasah tertinggi pada setiap lokasi dijumpai pada tumbuhan Acacia mangium (Hutan sekunder = 1.74 x 10-4 ton/ha/tahun, Nibung 2 = 3.63 x 10-4 ton/ha/tahun, Jongkong 1 = 3.79 x 10-4 ton/ha/tahun). Produksi serasah untuk tumbuhan Dyera costulata adalah 0.89 x 10-4 ton/ha/tahun (Hutan sekunder), 0.68 x 10-4 ton/ha/tahun (Nibung 2), dan 3.20 x 10-4 ton/ha/tahun (Jongkong 1). Sedangkan pada tumbuhan Schima wallichii memiliki nilai produksi serasah sebesar 0.97 x 10-4 ton/ha/tahun (Hutan sekunder), 0.88 x 10-4 ton/ha/tahun (Nibung 2), dan 1.31 x 10-4 ton/ha/tahun (Jongkong 1). Produksi serasah tertinggi dihasilkan oleh Acacia mangium, hal ini diduga karena Acacia mangium memiliki rata-rata luas penutupan tajuk 3.1 m2 dan luas bidang dasar 0.17 m2 (Lampiran 18). Bentuk kanopi untuk jenis tumbuhan yang diberi perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 24.

Arrijani (2006) menyatakan bahwa terjadinya perbedaan produksi serasah pada setiap tumbuhan disebabkan karena adanya variasi kodisi lingkungan yang mempengaruhi tumbuhan tersebut. Selain itu kemampuan masing-masing pohon untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan disekitarnya juga berbeda-beda. Oleh sebab itu struktur dan komposisi pohon penyusun suatu kawasan hutan juga mempengaruhi produksi serasah pada hutan tersebut. Pada tegakan alamiah dalam

(8)

suatu kawasan hutan, variasi komposisi jenis penyusun formasi hutan tertentu, tingkat kerapatan pohon dan luas bidang dasar masing-masing tegakan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas serasah sehingga perbedaan parameter tersebut akan mengakibatkan adanya perbedaan dalam produksi serasah suatu kawasan hutan.

Tabel 4 Rata-rata produksi serasah di lokasi penelitian N

o

Nama jenis pohon Berat kering

Lokal Ilmiah g/m2/hr Ton/ha/th

HUTAN SEKUNDER

1 Pelaik Dyera costulata 3.25 0.89 x 10-4

2 Seru Schima wallichii 3.55 0.97 x 10-4

3 Akasia Acacia mangium 6.34 1.74 x 10-4

4 Bintangor Calophyllum lanigerum 2.47 0.61 x 10-4

NIBUNG 2

1 Pelaik Dyera costulata 2.47 0.68 x 10-4

2 Seru Schima wallichii 3.22 0.88 x 10-4

3 Akasia Acacia mangium 13.26 3.63 x 10-4

4 Leben Vitex pubescens 5.39 1.48 x 10-4

5 Sengon Paraserianthes falcataria 2.93 0.80 x 10-4

JONGKONG 1

1 Pelaik Dyera costulata 11.68 3.20 x 10-4

2 Seru Schima wallichii 4.77 1.31 x 10-4

3 Akasia Acacia mangium 13.82 3.79 x 10-4

Ewusie (1990) yang membandingkan produktivitas tahunan serasah di 4 zona iklim yang berbeda dan menemukan pada hutan hujan tropis, hutan iklim sedang yang hangat, hutan iklim sedang yang sejuk, dan hutan alphin produktivitasnya berturut-turut adalah: 10.2 ton/ha/tahun; 5.6 ton/ha/tahun; 3.1 ton/ha/tahun; dan 1.1 ton/ha/tahun. Hutan hujan tropis adalah ekosistem dengan produktivitas serasah tercepat dibanding ekosistem-ekosistem lainnya. Produksi serasah pada hasil penelitian ini berkisar antara 0.61x10-4 ton/ha/tahun sampai 3.79x10-4 ton/ha/tahun yang berarti produktivitas serasahnya sangat lambat. Hal ini diduga karena lokasi penelitian merupakan lahan yang kurang subur sehingga mempengaruhi produksi serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan yang ada. Selain itu produksi serasah dapat dipengaruhi oleh angin atau kombinasi antara angin dengan faktor cuaca lainnya dan proses kematian dari tanaman itu sendiri (Brown 1984). Intensitas cahaya matahari diduga juga mempengaruhi produksi serasah pada suatu tumbuhan, dimana pada proses fotosintesis diperkirakan akan berlangsung lebih cepat dan sempurna bila intensitas cahaya matahari tinggi.

(9)

Keadaan ini akan mengakibatkan tumbuhan lebih aktif sehingga lebih cepat melakukan regenerasi, misalnya dengan mempercepat proses penggantian daun, dan selama musim kering akan terjadi persaingan antara daun tua dan daun muda untuk mendapatkan sinar matahari. Daun tua yang umumnya berada di bagian bawah tajuk yang kurang mendapat sinar matahari akan lebih cepat menguning dan kemudian gugur karena gagal melakukan fotosintesis (Alrasjid 1986). Adapun faktor yang mempengaruhi kecepatan pergantian daun dan banyaknya daun yang gugur adalah produksi bunga dan buah, aktivitas serangga, dan daun tumbuhan mempunyai masa hidup tertentu tergantung pada jenis tumbuhannya, misalnya A. Marina dan B. Cylindrica masa hidup daunnya 13 bulan dan R. apiculata selama 17 bulan.

Laju Dekomposisi Serasah

Pada hutan sekunder nilai berat kering sisa serasah daun tumbuhan yang telah mengalami beberapa lama masa dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 7. Secara umum serasah daun tumbuhan mengalami penurunan berat kering sisa serasah di setiap minggunya. Pada minggu ke 3 berat kering sisa serasah tertinggi terdapat pada Calophyllum lanigerum yaitu 8.58 gram. diikuti Schima wallichii (6.38 gram), Dyera costulata (6.00 gram), dan Acacia mangium (4,00 gram).

Gambar 7 Berat kering sisa serasah daun di hutan sekunder yang didekomposisikan selama 3 minggu.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 1 2 3 Waktu (minggu) B er at ker in g si sa ser asah (g ra m )

(10)

Berat kering sisa serasah daun tumbuhan di Nibung 2 yang telah mengalami beberapa lama masa dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 8. Secara umum serasah daun tumbuhan mengalami penurunan berat kering sisa serasah di setiap minggunya. Pada minggu ke 3 berat kering sisa serasah tertinggi terdapat pada Acacia mangium sebesar 7.37 gram, diikuti Schima wallichii (7.35 gram), Paraserianthes falcataria (².84 gram), Vitex pubescens (².80 gram), dan Dyera costulata (3,90 gram).

Gambar 8 Berat kering sisa serasah daun di Nibung 2 yang didekomposisi selama 3 minggu.

Pada Jongkong 1 berat kering sisa serasah daun tumbuhan yang telah mengalami beberapa lama masa dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 7. Secara umum serasah daun tumbuhan mengalami penurunan berat kering sisa serasah di setiap minggunya. Pada minggu ke 3 berat kering sisa serasah tertinggi terdapat pada Acacia mangium sebesar 7.21 gram, diikuti Schima wallichii (5.26 gram). dan Dyera costulata (².83 gram).

Gambar 9 Berat kering sisa serasah daun di Jongkong 1 yang didekomposisi selama 2 minggu.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 1 2 3 Waktu (minggu) B er at ker in g si sa ser asah (g ra m )

Dyera costulata Schima wallichii Acacia mangium Vitex pubescens P. falcataria

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 1 2 Waktu (minggu) B er at ker in g si s a s er a sa h (g ra m )

(11)

Laju dekomposisi serasah dapat dilihat berdasarkan kecepatan penyusutan berat kering sisa serasah. Secara umum berat kering sisa serasah daun terendah dijumpai pada Dyera costulata (di Nibung 2 = 3.90 g dan di Jongkong 1 = ².83 g) yang berarti serasah ini memiliki kehilangan serasah terbesar jika dibanding dengan tumbuhan lainnya. Hal ini disebabkan oleh lamanya waktu dekomposisi, kualitas serasah, aktivitas dekomposer, dan faktor lingkungan (Dubeux et al. 2006).

Tabel 5 Rata-rata laju dekomposisi serasah dan residience time beberapa tumbuhan setelah 21 hari terdekomposisi

Lokasi Jenis Tumbuhan

k (tahun-1)

residience time (tahun)

Hutan sekunder Dyera costulata 8.88 0.11

Schima wallichii 7.81 0.13

Acacia mangium 15.93 0.06

Calophyllum lanigerum 2.66 0.38

Nibung 2 Dyera costulata 16.36 0.06

Schima wallichii 5.35 0.19

Acacia mangium 5.30 0.19

Vitex pubescens 12.76 0.08

Paraserianthes falcataria 12.61 0.08

Jongkong 1 Dyera costulata 13.84 0.07

Schima wallichii 11.98 0.08

Acacia mangium 6.17 0.16

Rata-rata laju dekomposisi dan residience time setelah terdekomposisi selama 21 hari di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5. Nilai laju dekomposisi yang terjadi pada serasah daun bervariasi di setiap lokasi (Lampiran 21-23). Pada hutan sekunder laju dekomposisi terbesar terdapat pada Acacia mangium dengan nilai k sebesar 15.93/tahun. lalu diikuti Dyera costulata (8.88/tahun), Schima wallichii (7.81/tahun), dan Calophyllum lanigerum (2.66/tahun). Pada Nibung 2 laju dekomposisi terbesar terdapat pada Dyera costulata dengan nilai k sebesar 16.36/tahun, kemudian Vitex pubescens (12.76/tahun), Paraserianthes falcataria (12.61/tahun), Schima wallichii (5.35/tahun), dan Acacia mangium (5.30/tahun). Sedangkan di Jongkong 1 laju dekomposisi terbesar terdapat pada Dyera costulata dengan nilai k sebesar 13.84/tahun, diikuti Schima wallichii (11.98/tahun), dan Acacia mangium (6.17/tahun). Nilai laju dekomposisi (k) yang tinggi

(12)

menunjukkan bahwa proses dekomposisi berlangsung cepat. Hal ini terjadi di hutan sekunder yaitu pada serasah Acacia mangium, sedangkan di Nibung 2 dan Jongkong 1 terjadi pada serasah Dyera costulata.

Nilai laju dekomposisi serasah Dyera costulata memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yaitu 16.36/tahun dengan residience time 0.06 tahun (di Nibung 2) dan 13.84/tahun dengan residience time 0.07 tahun (di Jongkong 1). Hal ini menunjukkan bahwa serasah Dyera costulata lebih mudah terdekomposisi jika dibanding dengan serasah dari jenis tumbuhan lainnya. Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kelembapan udara, organisme flora dan fauna mikro, serta kandungan kimia dari serasah. Tanner (1981) menyatakan perbedaan laju dekomposisi disebabkan oleh faktor tipe hutan, karakteristik daun, serta suhu dan curah hujan. Anderson dan Swift (1984) berpendapat bahwa proses dekomposisi serasah ditentukan oleh 3 variabel utama yaitu komunitas dekomposer alami (makrofauna dan mikroorganisme), sifat bahan organik yang menentukan keteruraian, dan keadaan fisika-kimia lingkungan (iklim makro, edafik, dan tanah). Selain itu laju dekomposisi secara relatif akan berubah-ubah dari satu tempat ke tempat yang lain dan antara satu komponen dengan komponen yang lain. Tergantung pada tempat dekomposisi dan jenis komponen serasah. Polunin (1986) menyatakan proses dekomposisi merupakan suatu proses pencucian. perombakan secara fisik dan tahap katabolisme. Pencucian (leaching) sejumlah tertentu senyawa terlarut dan bahan organik dapat terbebaskan, yang dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti suhu, curah hujan, dan aktivitas dekomposer yang tinggi yaitu bakteri anaerob dan beberapa jenis jamur. Pribadi (2000) menyatakan karakteristik daun meliputi morfologi, anatomi, dan sifat kimia dari setiap jenis tumbuhan akan menghasilkan kecepatan dekomposisi yang berbeda. Aktivitas mikroorganisme yang memiliki enzim tertentu juga berpengaruh terhadap laju dekomposisi.

(13)

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Dyera costulata di Lokasi Hutan Sekunder

Pada rizosfer, akar, daun segar, dan serasah daun Dyera costulata dijumpai 11 jenis fungi seperti tersaji pada Gambar 10. Jenis fungi pada rizosfer Dyera costulata ialah Paecilomyces sp4., Miselia sterilia 1 dan Miselia sterilia 3. Pada akar Dyera costulata diperoleh fungi Penicillium sp1. dan Coelomomyces. Pada daun segar Dyera costulata diperoleh jenis fungi Aspergillus sp1., Basidiomycetes isolat 2, Basidiomycetes isolat 3, dan Coelomomyces. Jenis fungi pada serasah minggu ke-0 ialah Trichoderma sp1. Jenis fungi pada serasah minggu ke-1 ialah Trichoderma sp1., dan Miselia sterilia 1. Jenis fungi pada serasah minggu ke-2 ialah Aspergillus niger dan Penicillium sp1. Jenis fungi pada serasah minggu ke-3 ialah Trichoderma sp1. dan Aspergillus niger.

Gambar 10 Keragaman fungi pada Dyera costulata di Hutan sekunder. Pada tumbuhan ini diperoleh fungi saprofit antara lain Paecilomyces, Aspergillus, Trichoderma, Penicillium, Miselia sterilia, dan Basidiomysetes. Sedangkan Coelomomyces merupakan fungi yang bersifat parasit pada serangga (Anke 1997).

Paecilomyces sp4. membentuk koloni seperti kapas berwarna kuning kehijauan dengan serbuk berwarna hijau kehitaman dan luar koloni berwarna kuning (Gambar 11 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 11 B).

Miselia sterilia 1 membentuk koloni seperti kapas renggang, berwarna putih, steril, dan luar koloni berwarna putih krem sampai putih kecoklatan

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3

Paecilomyces sp4. Miselia sterilia 1 Miselia sterilia 3 Coelomomyces Penicillium sp1. Basidiomycetes isolat2 Basidiomycetes isolat3 Aspergillus sp1. Coelomomyces Trichoderna sp1 Aspergillus niger Penicillium sp1. Trichoderma sp1. Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Aspergillus niger

(14)

(Gambar 12 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta, hialin, dan tidak ada sambungan apit (Gambar 12 B).

Miselia sterilia 3 membentuk koloni seperti kapas, kompak, padat, berwarna putih ada tetes eksudat, hifanya sangat rapat sehingga waktu diambil sangat liat, dan luar koloni berwarna putih ada lingkar konsentris (Gambar 13 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 13 B).

Gambar 11 Fungi Paecilomyces sp4 dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Konidium.

Gambar 12 Fungi Miselia sterilia 1 dengan perbesaran 600x (a) Hifa.

Gambar 13 Fungi Miselia sterilia 3 dengan perbesaran 150x (a) Hifa. a b A B 100 µm A a A B 100 µm a B A 100 µm

(15)

Coelomomyces yang dijumpai memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu koloni seperti kapas padat, putih krem sampai kecoklatan, ada sklerotia warna hitam, dan sebalik koloni berwarna putih krem sampai coklat tua hingga hitam. Diameter koloni mencapai 8 cm dalam waktu 7 hari inkubasi (Gambar 14 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 14 B).

Penicillium sp1. yang diisolasi dari akar Dyera costulata memiliki ciri-ciri makroskopis koloni seperti kapas padat, kompak, berbubuk berwarna hijau keabu-abuan tersusun secara lingkar konsentris, dan sebalik koloni berwarna putih kekuningan. Koloni berdiameter 4 cm pada usia 7 hari inkubasi (Gambar 15 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 15 B).

Gambar 14 Fungi Coelomomyces dengan perbesaran 150x (a) Hifa.

Gambar 15 Fungi Penicillium sp1. dengan perbesaran 600x (a) Konidiofor (b) Konidium.

Basidiomycetes isolat 2 yang diisolasi dari daun segar Dyera costulata memiliki bentuk koloni seperti kapas, putih, miselium terlihat halus, dan luar koloni berwarna putih krem (Gambar 16 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta, hialin, dan terdapat sambungan apit (Gambar 16 B).

Basidiomycetes isolat 3 membentuk koloni seperti kapas, tipis, merata dipermukaan agar, hifa terlihat halus agak transparan, dan luar koloni putih

a A B b a A B 100 µm 100 µm

(16)

(Gambar 17 A). Struktur hifa bersepta, hialin, dan terlihat ada sambungan apit (Gambar 17 B).

Aspergillus sp1. yang berhasil diisolasi memiliki bentuk koloni seperti kapas berwarna putih, di tengah berwarna hijau diikuti oleh putih di bagian pinggir, dan tersusun secara konsentris. Diameter koloni mencapai 8 cm pada umur 8 hari inkubasi dalam media PDA. Luar koloni berwarna hijau kekuningan (Gambar 18 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta, berwarna agak kehijauan. Konidiofor terlihat hialin dan kepala konidiofor (vesikel) bulat. Konidia berbentuk bulat dan berwarna kuning kehijauan (Gambar 18 B).

Gambar 16 Fungi Basidiomycetes isolat 2 dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Sambungan apit.

Gambar 17 Fungi Basidiomycetes isolat 3 dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Sambungan apit b a b q A B 100 µm A B 100 µm

(17)

Gambar 18 Fungi Aspergillus sp1. dengan perbesaran 150x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Trichoderma sp1. yang dijumpai membentuk koloni seperti kapas berwarna putih, hifanya menggunung, terdapat serbuk berwarna hijau, dan luar koloni berwarna putih kehijauan. Koloni tumbuh cepat pada media PDA, diameter mencapai 6.5 cm setelah diinkubasi selama dua hari (Gambar 19 A). Struktur hifa bersepta dan hialin (Gambar 19 B).

Aspergillus niger membentuk koloni seperti kapas putih padat dengan butiran kepala konidia berwarna hitam. Awalnya koloni berwarna putih, lama-kelamaan menjadi hitam karena diproduksinya konidia. Sedangkan luar koloni berwarna putih kehitaman. Dalam media PDA diameter koloni mencapai 4.5 cm setelah disimpan dalam suhu 27oC selama 7 hari masa inkubasi (Gambar 20 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta, hialin, dengan konidia berlimpah berwarna hitam (Gambar 20 B).

Gambar 19 Fungi Trichoderma sp1. dengan perbesaran 150x (a) Konidium (b) Konidiofor.

a b A B 100 µm B a b A 100 µm

(18)

Gambar 20 Fungi Aspergillus niger dengan perbesaran 600x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Pada akar tumbuhan Dyera costulata ditemukan jenis fungi Volutella sp. yang tumbuh pada media CMC, dimana media tersebut mengindikasikan bahwa jenis fungi tersebut mampu mendegradasi selulosa. Volutella sp. yang dijumpai membentuk koloni seperti kapas, putih abu-abu gelap, dan luar koloni berwarna abu-abu tua sampai hitam (Gambar 21 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 21 B).

Gambar 21 Fungi Volutella sp dengan perbesaran 150x (a) Konidium (b) konidiofor. a b B A 100 µm b a B 100 µm A

(19)

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Schima wallichii di Lokasi Hutan Sekunder

Keragaman fungi pada tumbuhan Schima wallichii dari hasil isolasi adalah 12 jenis fungi seperti tersaji pada Gambar 22. Secara umum diperoleh fungi seperti Aspergillus niger, Paecilomyces, dan Trichoderma.

Gambar 22 Keragaman fungi pada Schima wallichii di Hutan sekunder.

Pada rizosfer dari tumbuhan Schima wallichii dijumpai jenis fungi Penicilium sp1. dan Trichoderma sp1. Pada akar tumbuhan ini hanya diperoleh jenis Penicillium sp4. Pada daun segar diperoleh isolasi fungi seperti Basidiomycetes isolat 1, Phoma sp., dan Coelomomyces. Pada serasah daun minggu ke-0 diperoleh jenis fungi Trichoderma sp2. dan Aspergillus niger. Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi Aspergillus niger, Paecilomyces sp1., dan Miselia sterilia 1. Pada serasah minggu ke-2 diperoleh fungi Aspergillus niger, Paecilomyces sp1., dan Miselia sterilia 1. Pada serasah minggu ke-3 diperoleh fungi Aspergillus niger, Trichoderma sp1., dan Paecilomyces sp 1.

Phoma sp. yang dijumpai memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas berwarna abu-abu tua sampai hitam, terdapat tetes eksudat warna jingga, hifa menggunung, dan luar koloni berwarna abu-abu dengan bercak kehitaman (Gambar 23 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin, konidia terdiri dari 1 sel berbentuk lonjong-oval, dan hialin (Gambar 23 B).

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3 Penicillium sp1. Trichoderma sp1. Penicillium sp4. Basidiomycetes isolat 1 Phoma sp. Coelomomyces Trichoderma sp2. Aspergillus niger Aspergillus niger Paecolomyces sp1. Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Aspergillus niger Paecilomyces sp1. Aspergillus niger Paecolomyces sp1. Miselia sterilia 1

(20)

Paecilomyces sp1. membentuk koloni seperti kapas berwarna kuning kehijauan, berbubuk seperti tepung, dan luar koloni berwarna putih kecoklatan (Gambar 24 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 24 B).

Penicillium sp4. yang dijumpai memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas bergranula putih, ada garis zonasi, dan luar koloni coklat kekuningan (Gambar 25 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 25 B).

Gambar 23 Fungi Phoma sp. dengan perbesaran 150x (a) Konidia.

Gambar 24 Fungi

Paecilomyces sp1. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Konidium (c) Konidiofor.

Gambar 25 Fungi Penicillium sp. dengan perbesaran 150x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Pada serasah minggu ke-0 tumbuhan Schima wallichii ditemukan fungi Syncephalastrun sp. yang tumbuh pada media alkali lignin. Meskipun tumbuh pada media alkali lignin, namun fungi ini diduga hanya memanfaatkan unsur

a a c b A B 100 µm 100 µm B A b a 100 µm B A

(21)

karbon yang telah diuraikan oleh fungi lignolitik yang mendegradasi lignin. Syncephalastrun sp. yang dijumpai memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas, hifanya aerial, berwarna abu-abu kehitaman transparan, dan luar koloni berwarna abu-abu kehitaman (Gambar 26 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 26 B).

Gambar 26 Fungi Syncephalastrum sp. dengan perbesaran 600x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Acacia mangium di Lokasi Hutan Sekunder

Gambar 27 Keragaman fungi pada Acacia mangium di Hutan sekunder. Keragaman fungi pada Acacia mangium sebanyak 11 jenis seperti tersaji pada Gambar 27. Pada rizosfer tumbuhan Acacia mangium ditemukan fungi Paecilomyces sp4., Aspergillus sp1., dan Cunninghamella sp. Pada akar hanya diperoleh fungi Acremonium sp. Pada daun segar diperoleh fungi seperti Fusarium

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3

Paecilomyces sp4. Aspergillus sp1. Cunninghamella sp. Acremonium sp. Basidiomycetes isolat 1 Basidiomycetes isolat 2 Fusarium sp3. Miselia sterilia 1 Basidiomycetes isolat 1 Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Paecilomyces sp3 Penicillium sp1. Trichoderma sp1. A B 100 µm b a

(22)

sp3., Basidiomycetes isolat 1, Basidiomycetes isolat 2, dan Miselia sterilia 1. Pada serasah minggu ke-0 ditemukan Basidiomycetes isolat 1 dan Miselia steria 1. Pada serasah minggu ke-1 hanya ditemukan fungi Trichoderma sp1. Pada Serasah minggu ke-2 ditemukan fungi Paecilomyces sp3. dan Penicillium sp1. Pada serasah minggu ke-3 hanya diperoleh Trichoderma sp1.

Cunninghamella sp. yang diperoleh memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas putih keabu-abuan, menggunung, hifa aerial, dan luar koloni putih keabu-abuan dengan pusat putih krem sampai kehitaman. Koloni tumbuh cepat di media PDA, usia 4 hari setelah diinkubasi berdiameter 8 cm (Gambar 28 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 28 B).

Acremonium sp. yang berhasil diisolasi memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas putih dengan hifa terlihat halus, tekstur koloni terlihat kompak, dan luar koloni berwarna putih kecoklatan. Pada media PDA diameter koloni mencapai 1-3 cm setelah diinkubasi selama 7 hari dalam suhu 27oC (Gambar 29 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin. Konidia terdiri dari 1 sel, berbentuk oval dan hialin (Gambar 29 B).

Basidiomysetes isolat 1 membentuk koloni seperti kapas kompak, putih, menggunung agak padat, steril, dan luar koloni putih kekuningan (Gambar 30 A). Struktur hifa bersepta, hialin dan terlihat ada sambungan apit (Gambar 30 B).

Fusarium sp3. membentuk koloni seperti kapas putih dengan pusat berwarna keunguan, menggunung, tetes eksudat kuning, luar koloni kuning kecoklatan (Gambar 31 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin. Konidia terdiri dari makrokonidia dan mikrokonidia (Gambar 31 B).

Penicillium sp3. yang berhasil diisolasi memiliki ciri-ciri koloni berbetuk seperti kapas padat, berbubuk berwarna hijau kebiruan, dan luar koloni berwarna putih kuning kehijauan (Gambar 32 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 32 B).

(23)

Gambar 28 Fungi Cunninghamella sp. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Konidium (c) Konidiofor.

.

Gambar 29 Fungi Acremonium sp. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (c) Konidium (c) Konidiofor.

Gambar 30 Fungi Basidiomycetes isolat 1 dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Sambungan apit. a b c a c b b a 100 µm B A 100 µm B A 100 µm B A

(24)

.

Gambar 31 Fungi Fusarium sp3. dengan perbesaran 150x (a) Hifa (b) Makrokonidia (c) Mikrokonidia.

Gambar 32 Fungi Penicillium sp3. dengan perbesaran 150x (a) Konidium.

Pada media alkali lignin dijumpai fungi Verticillium sp. hasil isolasi dari akar Acacia mangium dan Fusarium sp3. hasil isolasi dari serasah minggu ke-3 Acacia mangium.

Verticillium sp. yang berhasil diisolasi memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas, putih sampai putih krem, terdapat tetes eksudat, dan luar koloni berwarna putih krem (Gambar 33 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin. Konidiofor hialin dengan konidia berbentu oval, terdiri dari 1 sel, dan hialin (Gambar 33 B).

Fusarium sp3. yang diperoleh memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas berwarna putih ungu kemerahan, menggunung, dan luar koloni ungu kemerahan (Gambar 34 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin. Memiliki dua jenis konidia yaitu makrokonidia dan mikrokonidia (Gambar 34 B).

b B a a c A 100 µm A B 100 µm

(25)

Gambar 33 Fungi Verticillium sp dengan perbesaran150x (a) Hifa (b) Konidium.

Gambar 34 Fungi Fusarium sp2. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Makrokonidia (c) Mikrokonidia.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Callophyllum lanigerum di Lokasi Hutan Sekunder

Keragaman fungi pada tumbuhan Callophyllum lanigerum sebanyak 10 jenis seperti tersaji pada Gambar 35. Pada rizosfer dari tumbuhan Callophyllum lanigerum diperoleh fungi Aspergillus sp1. Pada akar diperoleh fungi seperti Fusarium sp3., Penicillium sp1, Dematiceae, dan Miselia sterilia 1. Pada daun segar diperoleh fungi Miselia sterilia 2 dan Coelomomyces. Pada serasah minggu ke-0 diperoleh fungi Trichoderma sp1. dan Miselia sterilia 1. Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi Aspergillus niger dan Paecilomyces sp1. Pada serasah minggu ke-2 diperoleh Paecilomyces sp1. dan Fusarium sp1. Pada serasah minggu ke-3 diperoleh Trichoderma sp1. dan Aspergillus niger.

b a A B 100 µm a c b A B 100 µm

(26)

Gambar 35 Keragaman fungi pada Callophyllum lanigerum di Hutan sekunder.

Ciri-ciri Fusarium sp1. yang berhasil diisolasi ialah koloni berbentuk seperti kapas, berwarna putih halus agak transparan, luar koloni putih (Gambar 36 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta, hialin, konidiofor umumnya tidak bercabang, konidia terdiri dari 2 macam yaitu makrokonidia dan mikrokonidia. Mikrokonidia terdiri dari 1-2 sel, hialin, dan fusiform. Sedangkan makrokonidia berbentuk seperti kano perahu, terdiri lebih dari dua sel, dan hialin (Gambar 36 B).

Dematiaceae yang dijumpai membentuk koloni seperti kapas padat, abu-abu kehitaman, terdapat tetes eksudat, dan luar koloni berwarna hitam (Gambar 37 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan berwarna coklat transparan (Gambar 37 B).

Gambar 36 Fungi Fusarium sp1. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Makrokonidia (c) Mikrokonidia (d) Konidiofor.

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3 Aspergillus sp1. Fusarium sp3. Dematiaceae Miselia sterilia 1 Penicillium sp1. Paecilomyces sp1. Fusarium sp1. Trichoderma sp1. Aspergillus niger a c b d A B 100 µm Miselia sterilia 2 Coelomomyces Trichoderma sp1. Miselia sterilia 1 Aspergillus niger Paecilomyces sp1.

(27)

Gambar 37 Fungi Dematiaceae dengan perbesaran 600x (a) Hifa.

Pada akar tumbuhan Callophyllum lanigerum ditemukan jenis fungi Cladosporium sp. dan Penicillium sp2. yang tumbuh pada media CMC. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis fungi ini mampu mendegradasi selulosa.

Cladosporium sp. yang diperoleh membentuk koloni seperti kapas, berbubuk hijau tua coklat gelap dan luar koloni berwarna hitam (Gambar 38 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan berwarna kecoklatan (Gambar 38 B).

Ciri-ciri Penicillium sp2. yang berhasil diisolasi ialah koloni berbentuk seperti kapas berwarna putih kecoklatan, berbubuk, dan luar koloni berwarna coklat muda (Gambar 39 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 39 B).

Gambar 38 Fungi Cladosporium sp. dengan perbesaran 150x (a) Konidium.

Gambar 39 Fungi Penicillium sp2. dengan perbesaran 150x (a) Konidium. a A B 100 µm a A A A a A B 100 µm

(28)

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Dyera costulata di Lokasi Nibung 2 (Lahan Revegetasi Usia 28 tahun)

Keragaman fungi pada tumbuhan Dyera costulata di Nibung 2 dapat dijumpai pada Gambar 40 dan berjumlah 11 jenis fungi. Pada rizosfer tumbuhan Dyera costulata diperoleh Aspergillus sp1. Pada akar diperoleh fungi Phoma sp. dan Dematiaceae. Pada daun segar diperoleh fungi Miselia sterilia 1. Pada serasah minggu ke-0 dijumpai fungi Trichoderma sp1. dan Trichoderma sp2. Pada serasah minggu ke-1 ditemukan fungi Trichoderma sp1. dan Trichoderma sp2. Pada serasah minggu ke-2 dijumpai fungi Paecilomyces sp1., Aspergillus niger, dan Curvularia sp. Pada serasah minggu ke-3 diperoleh fungi Trichoderma sp2., Penicillium sp1., dan Aspergillus sp1.

Gambar 40 Keragaman fungi pada Dyera costulata di Nibung 2.

Curvularia sp. yang berhasil diisolasi memiliki ciri-ciri koloni seperti kapas, sedikit berbubuk berwarna abu-abu coklat tua kehitaman, dan luar koloni berwarna hitam (Gambar 41 A). Diameter koloni setelah diinkubasi selama 7 hari mencapai 7.5 cm, bagian media yang ditumbuhi terasa padat waktu diambil untuk pembuatan kultur kaca objek. Struktur hifa yang terbentuk bersepta, berwarna coklat transparan, dan bercabang. Konidia terdiri dari 4 sel, dengan 2 sel di tepi berwarna coklat terang/transparan, sedangkan 2 sel ditengah berwarna coklat tua (Gambar 41 B).

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3

Aspergillus Phoma sp. Dematiaceae Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Trichoderma sp2. Aspergillus niger Paecilomyces sp1. Curvularia sp. Trichoderma sp1. Trichoderma sp2. Trichoderma sp2. Penicillium sp1. Aspergillus sp1.

(29)

Trichoderma sp2. yang dijumpai memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas tipis berwarna putih, terdapat serbuk berwarna hijau tersusun secara konsentris, dan luar koloni berwarna putih kehijauan. Koloni tumbuh cepat pada media PDA, setelah diinkubasi selama 2 hari diameter mencapai 6 cm (Gambar 42 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 42 B).

Gambar 41 Fungi Curvularia sp. dengan perbesaran150x (a) Hifa (d) Konidium.

Gambar 42 Fungi Trichoderma sp2. dengan perbesaran 150x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Hasil isolasi fungi yang ditumbuhkan pada media CMC ialah Paecilomyces sp2 dari akar Dyera costulata dan Gliocladium sp. dari serasah minggu ke-1 Dyera costulata. Ini menunjukkan bahwa fungi Paecilomyces sp2 dan Gliocladium sp tersebut mampu mendegradasi selulosa.

Ciri-ciri Gliocladium sp. yang berhasil diisolasi ialah koloni berbentuk seperti kapas halus, putih transparan, ada serbuk halus berwarna krem muda, dan luar koloni berwarna putih dengan lingkar konsentris yang jelas (Gambar 43 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin. Konidiofor bercabang dengan

a b A A 100 µm A B a b 100 µm

(30)

percabangan terminal. Konidia bersel satu, berbentuk slindris, dan hialin (Gambar 43 B).

Paecilomyces sp2 yang diperoleh membentuk koloni seperti kapas berwarna putih kekuningan, berbubuk, dan luar koloni berwarna coklat kekuningan (Gambar 44 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 44 B).

Gambar 43 Fungi Gliocladium sp. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Konidum (c) Konidiofor.

Gambar 44 Fungi Paecilomyces sp2. dengan perbesaran 600x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Schima wallichii di Lokasi Nibung 2 (Lahan Revegetasi Usia 28 tahun)

Keragaman fungi pada tumbuhan Schima wallichii terdiri dari 9 jenis seperti tersaji pada Gambar 45. Pada rizosfer dari tumbuhan Schima wallichii dijumpai fungi Paecilomyces sp4. dan Miselia sterilia 3. Pada akar hanya diperoleh fungi Dematiaceae. Pada daun segar diperoleh fungi Miselia sterilia 2 dan Coelomomyces. Pada serasah minggu ke-0 hanya diperoleh Trichoderma sp1.

a b c A B 100 µm b a A B 100 µm

(31)

Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi antara lain Trichoderma sp1. dan Paecilomyces sp1. Pada serasah minggu ke-2 dijumpai fungi Paecilomyces sp1. dan Paecilomyces sp3. Pada serasah minggu ke-3 diperoleh fungi Trichoderma sp1. dan Penicillium sp1.

Gambar 45 Keragaman fungi pada Schima wallichii di Nibung 2.

Paecilomyces sp3. yang berhasil diisolasi memiliki ciri-ciri koloni berbentuk seperti kapas berwarna kuning kecoklatan, berbubuk dengan lingkar konsentris, dan sebalik koloni berwarna coklat muda (Gambar 46 A). Struktur hifa bersepta dan hialin (Gambar 46 B).

Miselia sterilia 2 yang dijumpai memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu koloni berbentuk seperti kapas, menggunung, berwarna putih, dan sebalik koloni putih kekuningan (Gambar 47 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta, hialin, dan tidak ada sambungan apit (Gambar 47 B).

Gambar 46 Fungi Paecilomyces sp3. dengan perbesaran 600x (a) Hifa (b) Konidium (c) Konidiofor.

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3 Paecilomyces sp4. Miselia sterilia 3 Dematiaceae Miselia sterilia 2 Coelomomyces Trichoderma sp1 Trichoderma sp1. Paecilomyces sp1. Paecilomyces sp1. Paecilomyces sp3. Trichoderma sp1. Penicillium sp1. a c b A B 100 µm

(32)

Gambar 47 Fungi Miselia sterilia 2 dengan perbesaran 150x (a) Hifa.

Pada rizosfer dan akar tumbuhan Schima wallichii ditemui Paecilomyces sp5. yang tumbuh pada media CMC. Hal ini menunjukkan bahwa fungi tersebut berkemampuan untuk mendegradasi selulosa. Paecilomyces sp5. yang berhasil diisolasi memiliki ciri-ciri yaitu koloni seperti kapas berwarna coklat, berbubuk seperti tepung, dan luar koloni putih kecoklatan(Gambar 48 A). Struktur hifa yang terbentuk bersepta dan hialin (Gambar 48 B).

Gambar 48 Fungi Paecilomyces sp5. dengan perbesaran 600x (a) Konidium (b) Konidiofor.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Acacia mangium di Lokasi Nibung 2 (Lahan Revegetasi Usia 28 tahun)

Keragaman fungi pada tumbuhan Acacia mangium terdiri dari 11 jenis fungi seperti tersaji pada Gambar 49. Hasil isolasi fungi dari rizosfer Acacia mangium ialah Paecilomyces sp4. dan Trichoderma sp1. Pada akar diperoleh fungi Coelomomyces dan Dematiaceae. Pada daun segar diperoleh fungi Basidiomycetes isolat 3, Basidiomycetes isolat 2, dan Coelomomyces. Pada

a A B 100 µm a b A B 100 µm

(33)

serasah minggu ke-0 diperoleh fungi Paecilomyces sp1. Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi seperti Aspergillus niger, Aspergillus sp1., dan Trichoderma sp1. Pada serasah minggu ke-2 diperoleh fungi seperti Paecilomyces sp1., Paecilomyces sp3., dan Aspergillus niger. Pada serasah minggu ke-3 diperoleh fungi seperti Aspergillus niger dan Penicillium sp1.

Gambar 49 Keragaman fungi pada Acacia mangium di Nibung 2.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Vitex pubescens di Lokasi Nibung 2 (Lahan Revegetasi Usia 28 tahun)

Keragaman fungi pada tumbuhan Vitex pubescens yang diperoleh sebanyak 11 jenis fungi seperti tersaji pada Gambar 50. Pada rizosfer ditemukan fungi seperti Trichoderma sp1. dan Miselia sterilia 1. Fungi yang ditemui pada akar adalah Dematiaceae. Pada daun segar diperoleh fungi seperti Basidiomycetes isolat 1, Basidiomycetes isolat 2, Miselia sterilia 1, dan Miselia sterilia 2. Pada serasah minggu ke-0 hanya diperoleh fungi Penicillium sp1. Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi seperti Aspergillus niger dan Trichoderma sp1. Pada serasah minggu ke-2 diperoleh fungi sebagai berikut yaitu Aspergillus niger, Miselia sterilia 1, dan Penicillium sp1. Pada serasah minggu ke-3 diperoleh fungi seperti Cunninghamella sp, Trichoderma sp1, Aspergillus sp1, dan Aspergillus niger.

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3 Paecilomyces sp4 Trichoderma sp1. Coelomycetes Dematiaceae Basidiomycetes isolat 3 Basidiomycetes isolat 2 Coelomomyces Paecilomyces sp1. Aspergillus niger Aspergillus sp1. Trichoderma sp1. Paecilomyces sp1. Paecilomyces sp3. Aspergillus niger Aspergillus niger Penicillium sp1.

(34)

Gambar 50 Keragaman fungi pada Vitex pubescens di Nibung 2.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Paraserianthes falcataria di Lokasi Nibung 2 (Lahan Revegetasi Usia 28 tahun)

Keragaman fungi pada tumbuhan Paraserianthes falcataria dari hasil isolasi diperoleh 10 jenis fungi (Gambar 51). Pada rizosfer diperoleh fungi seperti Paecilomyces sp4., Aspergillus sp1., dan Miselia sterilia 2. Pada akar tumbuhan diperoleh fungi Aspergillus niger dan Coelomomyces. Pada daun segar diperoleh fungi Coelomomyces, Miselia sterilia 1, dan Miselia sterilia 2. Pada serasah minggu ke-0 hanya diperoleh fungi Trichoderma sp2. Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi seperti Aspergillus niger dan Trichoderma sp1. Pada minggu ke-2 dijumpai fungi seperti Trichoderma sp1. dan Miselia sterilia 1. Pada minggu ke-3 diperoleh fungi seperti Trichoderma sp1. dan Trichoderma sp2.

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3 Trichoderma sp1. Miselia sterilia 1 Dematiaceae Basidiomycetes isolat 1 Basidiomycetes isolat 2 Miselia sterilia 1 Miselia sterilia 2 Penicillium sp1. Aspergillus niger Trichoderma sp1. Aspergillus niger Miselia sterilia 1 Penicillium sp1. Cunninghamella sp. Trichoderma sp1. Aspergillus sp1. Aspergillus niger

(35)

Gambar 51 Keragaman fungi pada Paraserianthes falcataria di Nibung 2.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Dyera costulata di Lokasi Jongkong 1 (Lahan Revegetasi Usia 16 tahun)

Hasil identifikasi fungi pada tumbuhan Dyera costulata sebanyak 9 jenis fungi (Gambar 52). Pada rizosfer dijumpai fungi Aspergillus sp1. Pada akar dijumpai fu Aspergillus niger dan Penicillium sp1. Pada daun segar dijumpai fungi seperti Coelomomyces, Basidiomyces isolat 2, Basidiomyces isolat 3, dan Miselia sterilia 2. Pada serasah minggu ke-0 ditemukan Trichoderma sp1. Pada serasah minggu ke-1 diperoleh fungi seperti Aspergillus niger dan Aspergillus sp1. Pada serasah minggu ke-2 dijumpai fungi seperti Aspergillus niger, Miselia sterilia 1, dan Trichoderma sp1.

Fungi yang mendominasi dari hasil isolasi tumbuhan Dyera costulata ialah Aspergillus dan diduga merupakan fungi saprofit. Pada hasil identifikasi ditemukan juga fungi yang diduga bersifat patogen yaitu Coelomomyces.

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0

Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Serasah minggu ke 3

Paecilomyces sp4. Aspergillus sp1. Miselia sterilia 2 Aspergillus niger Coelomomyces Coelomomyces Miselia sterilia 1 Miselia sterilia 2 Trichoderma sp2. Aspergillus niger Trichoderma sp1. Trichoderma sp1. Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Trichoderma sp2.

(36)

Gambar 52 Keragaman fungi pada Dyera costulata di Jongkong 1.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Schima wallichii di Lokasi Jongkong 1 (Lahan Revegetasi Usia 16 tahun)

Keragaman fungi untuk tumbuhan Schima wallichii terdiri dari 9 jenis seperti tersaji pada Gambar 53. Hasil identifikasi fungi yang berasal dari rizosfer seperti Miselia sterilia 1 dan Trichoderma sp1. Hasil isolasi fungi dari akar diperoleh Trichoderma sp1. dan Aspergillus niger. Hasil isolasi dari daun segar seperti Basidiomycetes isolat 1, Basidiomycetes isolat 2, Basidiomycetes isolat 3, dan Miselia sterilia. Hasil identifikasi fungi dari isolat serasah minggu ke-0 seperti Trichoderma sp1. Hasil identifikasi fungi dari isolat serasah minggu ke-1 adalah Paecilomyces sp1. dan Penicillium sp. Sedangkan hasil identifikasi pada isolat serasah minggu ke-2 adalah Penicillium sp. Berdasarkan hasil identifikasi fungi tersebut diatas maka diduga semua jenis fungi tersebut berperan sebagai saprofit.

I

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0 Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Aspergillus sp1. Aspergillus niger Penicillium sp1. Coelomomyces Basidiomycetes isolat 2 Basidiomycetes isolat 3 Miselia sterilia 2 Trichoderma sp1. Aspergillus niger Aspergillus sp1. Aspergillus niger Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1.

(37)

Gambar 53 Keragaman fungi pada Schima wallichii di Jongkong 1.

Jenis-jenis Fungi yang Terdapat pada Tumbuhan Dyera costulata di Lokasi Jongkong 1 (Lahan Revegetasi Usia 16 tahun)

Keragaman fungi untuk tumbuhan Acacia mangium terdiri dari 6 jenis fungi seperti tersaji pada Gambar 54. Secara umum fungi yang diperoleh bersifat saprofit seperti Aspergillus niger dan Trichoderma sp1. Pada tumbuhan ini ada fungi yang diduga bersifat patogen yaitu Fusarium sp3.

Gambar 54 Keragaman fungi pada Acacia mangium di Jongkong 1. Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0 Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2

Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Trichoderma sp1. Aspergillus niger Basidiomycetes isolat 1 Basidiomycetes isolat 2 Basidiomycetes isolat 3 Miselia sterilia 1 Trichoderma sp1. Penicillium sp1. Paecilomyces sp1. Penicillium sp1

Tanah Akar Daun segar Serasah minggu ke 0 Serasah minggu ke 1 Serasah minggu ke 2 Penicillium sp1. Dematiaceae Basidiomycetes isolat 1 Fusarium sp3. Trichoderma sp1. Aspergillus niger Trichoderma sp1. Trichoderma sp1

(38)

Pada tumbuhan Acacia mangium diperoleh fungi Penicillim sp1. yang berasal dari isolat rizosfer, Dematiaceae berasal dari isolat akar, Basidiomycetes isolat 1 dan Fusarium sp3. berasal dari isolat daun segar, Trichoderma sp1. berasal dari serasah minggu ke-0, Aspergillus niger dan Trichoderma sp1. berasal dari isolat serasah minggu ke-1, dan isolat serasah minggu ke-2 hanya ditemukan Trichoderma sp1.

Secara umum jenis-jenis fungi yang diperoleh pada penelitian ini yang berasal dari serasah daun dari beberapa jenis tumbuhan pada tiap-tiap minggunya bervariasi, baik dari jumlah ataupun dari jenisnya. Hal ini diduga karena waktu pengamatan yang relatif singkat sehingga proses dekomposisi masih relatif lambat, kualitas serasah daun, dan faktor lingkungan. Fungi berperan penting dalam ekosistem yaitu untuk mempercepat proses dekomposisi serasah daun. Fungi merupakan pengurai utama serasah daun tumbuhan karena mempunyai kemampuan menguraikan selulosa dan lignin. Seperti telah diketahui bahwa selulosa dan lignin merupakan komponen utama penyusun dinding sel di daun. Pada daun tumbuhan banyak dijumpai fungi yang bersifat parasitik dan saprofit.

Pada hasil isolasi-isolasi tersebut diperoleh beberapa fungi yang secara umum bersifat saprofit seperti Trichoderma, Aspergillus, Paecilomyces, Penicillium, Miselia sterilia, dan Basidiomycetes. Fungi Aspergillus, Penicillium, dan Trichoderma merupakan fungi pendegradasi selulosa, sedangkan Basidiomycetes merupakan fungi yang mampu mendegradasi selulosa dan lignin dengan baik (Suciatmih 2001). Beberapa fungi mampu mendegradasi selulosa dengan baik misalnya kelompok Basidiomycetes, Trichoderma sp., Cladosporium sp., dan Paecilomyces sp. (Anke 1997; Gandjar et al. 2006)

Fungi yang diduga bersifat parasit antara lain ialah Coelomomyces, Acremonium, Fusarium, Cunninghamella, dan Phoma. Hal ini diduga bahwa jaringan tua (senescent) dan jaringan mati berpengaruh terhadap keberadaan jenis fungi parasit, saprofit primer dan sekunder yang menggunakan karbohidrat sederhana terutama selulosa dan lignin sebagai makanan. Secara alami suksesi fungi pada tumbuhan diawali oleh tumbuhnya fungi patogen lemah, lalu diikuti fungi saprofit, dan kemudian fungi dekomposer (Frankland 1998). Organ tumbuhan seperti akar, batang, dan daun bisa saja dihuni oleh fungi patogen, saat

(39)

organ-organ tersebut mulai tua dan menguning tapi belum gugur (senescent) maka akan ditumbuhi oleh fungi saprofit yang masih memanfaatkan senyawa-senyawa sederhana. Setelah organ-organ tumbuhan tersebut mati maka akan tumbuh jenis fungi dekomposer yang menguraikan senyawa-senyawa lebih kompleks seperti selulosa dan lignin. Secara umum jenis fungi yang diperoleh merupakan fungi yang kosmopolit yaitu hidup bebas dan bisa dijumpai pada spektrum habitat yang luas.

Dekomposisi adalah proses penghancuran tumbuhan mati secara bertahap yang menyebabkan terurainya struktur organisme yang semula kompleks menjadi bentuk-bentuk sederhana seperti air, karbohidrat dan unsur-unsur hara mineral. Penghancuran serasah dapat diartikan sebagai tahapan-tahapan dalam proses dekomposisi, yang menyebabkan terjadinya kehilangan bobot materi (organik). Proses dekomposisi bahan-bahan tumbuhan dipengaruhi oleh kandungan lignin dan lilin dalam bahan tumbuhan, suplai nitrogen, kondisi lingkungan, aerasi tanah, kelimpahan mikroorganisme, dan suhu udara (Yunafis 2006). Anderson dan Swift (1984) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi adalah organisme penghancur (hewan dan jasad renik), kualitas serasah (sifat bahan organik serasah yang mempengaruhi kecepatan dekomposisi), dan lingkungan.

Daun-daun senescent jatuh di permukaan tanah, selanjutnya mengalami pembusukan, melepaskan unsur hara, dan secara perlahan menyatu ke dalam struktur tanah. Fungi berperan penting pada saat itu, tetapi relatif masih sedikit jenis-jenis fungi yang berperan. Dekomposisi berbagaimacam tipe serasah suatu tumbuhan setelah dikolonisasi fungi sekunder, biasanya berlangsung satu tahun. Pada tahap ini juga berlangsung sejumlah proses fisika dan kimia. Serasah tumbuhan berada di permukaan tanah selama beberapa bulan sampai beberapa tahun sebelum terdekomposisi sempurna dan akhirnya menyatu ke dalam tanah mineral (Dix & Webster 1995).

Potensi Tumbuhan Indigenos dan Keragaman Funginya

Tumbuhan indigenos adalah tumbuhan asli di suatu wilayah atau bukan merupakan tumbuhan introduksi. Berdasarkan hasil analisis vegetasi ditemukan beberapa tumbuhan indigenos yang dapat tumbuh di lahan bekas tambang timah

(40)

yaitu Dyera costulata dan Schima wallichii. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tumbuhan tersebut dapat tumbuh pada kondisi tanah yang kurang subur dan bersifat asam.

Pada penelitian ini nilai produksi serasah tumbuhan Dyera costulata dan Schima wallichii lebih rendah jika dibandingkan dengan Acacia mangium. Namun nilai laju dekomposisi serasah Dyera costulata lebih tinggi jika dibanding dengan tumbuhan Acacia mangium dan Schima wallichii. Hal ini diduga karena pengguguran daun atau ranting suatu jenis pohon dipengaruhi oleh umur daun, ketersediaan air dalam lingkungan, kelembaban, suhu udara, dan faktor fisiologis dari suatu pohon. Selain itu laju dekomposisi dipengaruhi oleh lamanya waktu dekomposisi, kualitas serasah, aktivitas dekomposer, dan faktor lingkungan (Dubeux et al. 2006).

Pada analisis keragaman fungi dari serasah daun Dyera costulata dan Schima wallichii ditemukan fungi dominan yaitu Aspergillus, Trichoderma dan Basidiomycetes. Jenis-jenis fungi tersebut berperan dalam proses dekomposisi karena mampu mendegradasi selulosa dan lignin (Anke 1997; Griffin 1972; Gandjar et al. 2006). Hasil pengujian laboratorium menunjukkan Aspergillus dan Trichoderma dapat tumbuh pada media CMC (Lampiran 25-27). Hal ini membuktikan bahwa kedua jenis fungi tersebut mampu mendegradasi selulosa. Dan Basidiomycetes dapat tumbuh pada media alkali lignin yang membuktikan bahwa jenis fungi ini mampu mendegradasi lignin (Lampiran 28-30). Berdasarkan penelitian Novera (2008) pada tumbuhan Dyera costulata dan Schima wallichii memiliki persentase kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang cukup tinggi sehingga diduga mampu beradaptasi dengan lahan bekas tambang yang bersifat marginal. Dyera costulata dan Schima wallichii berpotensi sebagai tumbuhan revegetasi pada lahan bekas tambang timah karena memiliki keragaman jenis fungi yang tinggi yang akan membantu proses dekomposisi serasah tumbuhan tersebut sehingga dapat memperbaiki agregat tanah dan unsur hara di dalam tanah

Nurtjahya (2003) menyatakan bahwa Dyera costulata dan Schima wallichii merupakan tumbuhan lokal di Pulau Bangka yang dapat digunakan untuk revegetasi di lahan bekas tambang timah karena memiliki kemampuan cepat

(41)

tumbuh, pengikat nitrogen, dapat tumbuh di lahan yang bernutrisi rendah, serasahnya mudah terdekomposisi, dan mudah diperbanyak. Secara ekonomi tumbuhan Dyera costulata dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar permen, kerajinan tangan, dan pensil (Rosdayanti 2004; Misery 1996). Sedangkan tumbuhan Schima wallichii bermanfaat untuk bahan bangunan dan furniture (Salim 2005).

Gambar

Gambar 6  Jumlah jenis tumbuhan pada beberapa fase pertumbuhan di lokasi  penelitian.
Tabel 1 Indeks Nilai Penting (INP) jenis pohon yang ditemukan pada lokasi  penelitian
Tabel 3  Analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian  N o  Sifat Tanah  Hutan  Sekunder  Nibung 2 (28 th)  Jongkong 1 (16 th)  Jongkong 24 (3 th)  Jongkong  5E   (0 th)  Lab  Krit  Lab  Krit  Lab  Krit Lab  Krit  Lab Krit  1 pH  (H 2 O) 5.6 AM  4.8
Tabel 4 Rata-rata produksi serasah di lokasi penelitian  N
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saimaan syväväylän yhteistoimintasuunnitelma laaditaan öljyvahinkojen torjuntalain 13 §:n 1 momentista poiketen kuitenkin vain alusöljyvahinkojen varalta, elleivät

Dengan mengamati data-data mengenai perkembangan bank syariah tiap tahunnya, kita akan memperoleh fakta bahwa bank-bank syariah mampu survive untuk terus berkembang

Oleh karena itu, pemerintah telah mengambil kebijakan strategis untuk menggratiskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sejak 1 Januari 2005 program ini menjadi Program

Kami bekerjasama dengan pelanggan dan pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa perekonomian yang kami dukung memberikan dampak yang baik untuk manusia dan lingkungan..

Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

Sistem akuntansipengeluarankasadalahserangkaian kegiatan bisnis dalam pemrosesan data yang meliputi pengeluaran cek untuk melunasi hutang berhubungan dengan pembelian

Pada bagian sistem pendaratan otomatis banyak metode yang digunakan dalam membuat pesawat dapat mendarat secara otomatis.Salah satunya adalah dengan menggunakan citra dari

7 a) Dalam menghitung diskonto arus kas dalam metode EVE, margin komersial dan spread components lainnya telah diperhitungkan dalam arus kas hingga jatuh.. b) NMD