• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Limnologi -4 Morfometri Perairan Lentik-

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Limnologi -4 Morfometri Perairan Lentik-"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOMETRI PERAIRAN LENTIK Carissa Paresky Arisagy

12 / 334991 / PN / 12981 Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari

Waduk merupakan suatu perairan lentik (menggenang). Karakteristik dari suatu danau atau waduk tersebut dapat diketahui dengan mengukur morfometrinya. Morfometri merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS) atau danau. Parameter morfometri meliputi panjang, lebar, kedalaman, luas area, volume, keliling garis pantai, dan shore development. Praktikum ini bertujuan untuk untuk mengetahui morfometri (ukuran dan bentuk) suatu perairan danau atau waduk pada setiap level genangan. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 8 November 2013 dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan. Metode praktikum yang digunakan adalah metode gravimetri dengan skala peta 1 : 15.000. Peta yang digunakan adalah peta waduk Sermo tahun 1996, 2000 dan 2005. Hasil praktikum menunjukkan nilai shore development

(sd) Waduk Sermo pada tahun 1996 di level 110 = 2,275; 120 = 2,619; 130 = 3,168; 137 = 3,466, untuk tahun 2000 di level 110 = 2,160; 120 = 2,340; 130 = 3,308; 137 = 3,149, sedangkan untuk tahun 2005 di level 110 = 2,202; 120 = 2,803; 130 = 3,156; 137 = 4,023. Dapat disimpulkan bahwa nilai shore development berpengaruh terhadap tingkat kesuburan perairan. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2005, level 137 merupakan daerah paling subur.

Kata kunci : lentik, level, morfometri, subur, waduk

PENDAHULUAN

Perairan umum adalah bagian dari permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi oleh air, baik air tawar, payau maupun laut. Perairan umum tersebut diantaranya sungai, danau, waduk, kali dan sebagainya. Danau serta waduk merupakan perairan lentik (tenang) yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, baik bagi maunusia maupun organisme lain. Untuk tetap menjaga kualitas perairan danau agar dapat dimanfaatkan secara optimal, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan bentuk karakteristik fisik dari suatu danau. Karakteristik dari suatu danau tersebut dapat diketahui dengan mengukur morfometrinya. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk

(2)

mengetahui dan memahami ciri-ciri morfologi dari dasar perairan, termasuk massa atau volume melalui pengukuran morfometri.

Ekosistem perairan tawar secara umum dibagi menjadi dua yaitu perairan mengalir (lotik water) dan perairan menggenang (lentik water). Perairan lentik adalah perairan yang tenang di mana tidak ada arus atau kecepatan air, meskipun ada itu hanya dalam skala kecil dan tidak diperhitungkan (Wetzel, 1975). Perairan menggenang (lentik water) tersebut meliputi waduk, danau, kolam, telaga, situ rawa dan dan lain (Barus, 2001). Yuningsih dan Soewarno (1995) menyatakan bahwa waduk merupakan tempat menampung air dengan cara membendung alur sungai. Menurut Ryding dan Rast (1989) waduk umumnya dibentuk oleh pembuatan suatu dam melintang sungai atau suatu aliran yang menghasilkan suatu perairan yang terkurung oleh adanya bangunan dam tersebut. Suatu waduk dapat ditentukan karakteristiknya melalui pengukuran morfometri. Morfometri adalah nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS) atau danau (Welch, 1952). Parameter morfometri tersebut terdiri dari panjang, lebar, kedalaman, luas area, volume, keliling garis pantai, dan shore development (Cole, 1993). Dalam pengukuran morfometri suatu perairan membutuhkan bantuan peta topografi. Peta topografi tersebut akan memberikan gambaran tentang ketinggian dasar danau.

Praktikum morfometri perairan lentik bertujuan untuk mengetahui morfometri (ukuran dan bentuk) suatu perairan. Selain itu, praktikum ini juga bertujuan untuk mengetahui keadaan perairan danau atau waduk pada setiap level (tingkat) genangan. Dengan demikian dapat ditentukan karakteristik danau atau waduk melalui ciri-ciri morfologi dari dasar perairan, termasuk massa atau volume suatu perairan.

METODOLOGI

Praktikum morfometri perairan lentik dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 8 November 2013, pukul 13.30-15.30 WIB. Pelaksanaan praktikum bertempat di Labolatorium Manajemen Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran morfometri perairan lentik antara lain alat tulis, penggaris, gunting, benang jahit, jarum pentul, kertas kalkir, kalkulator, timbangan analitik, dan peta bathimetri.

Pada praktikum morfometri perairan lentik ini dilakukan perhitungan parameter-parameter morfometri yang terdapat pada Waduk Sermo. Parameter morfometri tersebut meliputi panjang, lebar, kedalaman, luas area, volume, keliling garis pantai, dan shore development. Perhitungan morfometri perairan lentik ini dilakukan pada tiga keadaan, yakni

(3)

pada tahun 1996, 2000 dan 2005. Pada setiap tahun yang diuji tersebut, diamati empat level genangan yakni 110m, 120m, 130m dan 137m.

Prinsip kerja pada praktikum kali ini yaitu menduplikatkan peta bathimetri ke kertas kalkir, kemudian mengukur keliling peta berskala 1 : 15000 dengan menggunakan benang untuk kemudian ditentuan luas, volume dan shore development. Luas peta ditentukan dengan menggunakan rumus W1/L1 = W2/L2, dimana W1 = berat peta (gram), W2 = berat sampel (gram), L1 = luas peta (km2), dan L2 = luas sampel (km2). Sementara untuk menghitung volume digunakan rumus V= h/3 (a1+a2+√a1 x a2), di mana V = volume (km2), h = kedalaman vertikal (m), a1 = luas area permukaan lebih atas (m2), dan a2 = luas area pada tempat permukaan tertentu yang lebih rendah (m2). Sedangkan untuk menghitung shore development menggunakan rumus Sd =

√ , di mana Sd = shore development (km

2

), SL = keliling peta

(km), dan Ao = luas peta (km2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Data Hasil Perhitungan dan Pengukuran

Tahu n Leve l (m) Berat sample (gr) Berat peta (gr) Luas peta (km2) Volum e (km3) Keliling (m) Shore developmen t 1996 110 0.01 0.10 0.225 3.825 2.275 120 0.01 0.32 0.720 0.005 7.875 2.619 130 0.01 0.58 1.308 0.010 12.840 3.168 137 0.01 0.80 1.800 0.011 16.500 3.466 2000 110 0.01 0.12 0.270 3.990 2.160 120 0.01 0.20 0.450 0.004 5.565 2.340 130 0.01 0.42 0.945 0.007 11.400 3.308 137 0.01 0.74 1.665 0.009 14.400 3.149 2005 110 0.01 0.05 0.125 2.766 2.202 120 0.01 0.22 0.495 0.004 6.990 2.803 130 0.01 0.44 0.990 0.007 11.130 3.156 137 0.01 0.72 1.620 0.009 18.150 4.023

(4)

Morfometri suatu danau atau waduk berbeda-beda, mulai dari luas, keliling, volume, serta shore development. Perbedaan ini mempengaruhi keadaan kesuburan periran waduk maupun danau tersebut. Sehingga pengukuran morfometri ini penting untuk mengetahui karakteristik suatu perairan guna pengembangan dan pemanfaatan kawasan perairan sesuai dengan potensinya. Dengan mengetahui morfometri dari suatu perairan, maka dapat ditentukan fungsi yang tepat untuk periran tersebut (Payne, 1986).

Berdasarkan data yang telah diperoleh, tampak adanya perubahan kondisi waduk setiap tahunnya. Luas perairan Waduk Sermo pada tahun 2005 level 110=0,225 km2, tahun 2000 level 110=0,270 km2, dan pada tahun 1996 level 110=0,125 km2. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa luas perairan Waduk Sermo pada level genangan 110 sejak tahun 1996 hingga 2005 cenderung fluktuatif. Di mana luas waduk paa tahun 2000 mengalami perluasan dan pada tahun 2005 mengalami penyempitan. Penyempitan waduk dari tahun 2000 ke tahun 2005 terjadi sangat signifikan, yaitu dari 0,270 km2 menjadi 0,125 km2. Pada level genangan 120 dan 130 luas perairannya juga tampak fluktuatif, di mana luas perairannya cenderung menurun atau bertambah sempit pada tahun 2000 dan meningkat pada tahun 2005. Akan tetapi, pada level genangan 137, kondisi penyempitan luas wilayah perairan Waduk Sermo terlihat secara bertahap, di mana pada tahun 1996 luasnya mencapai 1,8 km2, pada tahun 2000 menyempit menjadi 1,665 km2, serta pada tahun 2005 juga terjadi penyempitan, sehingga luas wilayah perairannya menjadi 1,62 km2. Berdasarkan luas wilayah perairannya, kondisi Waduk Sermo setiap tahunnya mengalami perubahan yang cenderung fluktuatif. Sementara Waduk Sermo cenderung mengalami penyusutan. Hal tersebut terlihat berdasarkan data yang diperoleh, di mana pada masing-masing level genangan dari tahun ketahun semakin mengalami penurunan. Penurunan volume waduk tersebut berpengaruh pada daya tampung waduk terhadap air. Semakin tinggi volume maka daya tampungnya pun semakin besar, begitu pula sebaliknya.

Pada tahun1996, nilai dari luas, volume, keliling sampai dengan shore development (SD) Waduk Sermo di setiap level genangan mengalami perubahan yang cenderung meningkat seiring dengan tingginya tingkatan level genangan. Luas waduk berturut-turut dari level 110, 120, 130 hingga 137 adalah 0,225 km2, 0,720 km2, 1,308 km2, dan 1,8 km2. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa Waduk Sermo mengalami perluasan bertahap pada setiap level genangan. Untuk keliling waduk juga semakin panjang sejalan dengan tingkatan level genangan periran tersebut, pada level 110 = 3,825 km, level 120 = 7,875 km, level 130 = 12,84 km, dan pada level 137 = 16,5 km. Volume dapat dihitung dengan membandingkan luasan daerah pada suatu level dengan satu level yang berada di bawahnya, sehingga volume

(5)

yang tercatat dari level 120, 130, dan 137 adalah 0,005 km3, 0,01 km3, dan 0,011 km3. Semakin tinggi level maka semakin besar daya tampung dan volume waduk tersebut. Tidak jauh berbeda dengan parameter lainnya, nilai shore development danau pada setiap level genangan akan semakin bertambah, dimana level 137 > level 130 > level 120 > level 110 dengan nilai 3,466 > 3,168 > 2,619 > 2,275.

Pada tahun 2000 nilai dari luas, volume, dan keliling Waduk Sermo di setiap level genangan cenderung berubah. Perubahan tersebut terjadi seiring dengan semakin meningkatnya level genangan. Akan tetapi, terdapat sedikit perbedaan untuk nilai shore development (Sd) pada level 110, 120, dan 130 cenderung meningkat, sementara pada level 137 terjadi penurunan shore development (Sd), di mana level 130 > level 137 > level 120 > level 110 dengan nilai 3,308 > 3,149 > 2,34 > 2,16. Ditinjau berdasarkan luasnya, dari masing-masing level genangan pada tahun 2000 menunjukan adanya perluasan bertahap seiring dengan semakin meningkatnya tingkatan level genangan. Luas Waduk Sermo secara berturut-turut dari level 110, 120, 130, hingga level 137 adalah 0,27 km2, 0,45 km2, 0,945 km2, dan 1,665 km2. Di samping itu, keliling Waduk Sermo juga tampak mengalami peningkatan seiring dengan tingkat/ level genanngan pada perairan tersebut, di mana pada level 110 3,99 km, level 120 = 5,565 km, level 130 = 11,4 km, serta pada level 137 = 14,4 km. Sementara untuk volume tercatat dari level 120, 130, dan 137 sebesar 0,004 km3, 0,007 km3, dan 0,009 km3. Dari data tersebut tampak semakin tinggi level genangan maka akan semakin besar pula daya tampung air dan volume waduk tersebut.

Pada tahun 2005 kondisi perubahan morfometri waduknya hampir sama dengan tahun 1996 di mana nilai dari luas, volume, keliling, serta shore development (Sd) secara umum cenderung meningkat seiring dengan tinggi tingkatan level genangannya. Berdasarkan pengukuran dan perhitungan nilai luas dari Waduk Sermo berturut-turut dari level 110, 120, 130, hingga 137 adalah 0,125 km2, 0,495 km2, 0,99 km2, dan 1,62 km2. Dari data tersebut tampak adanya perluasan pada setiap level genangan. Keliling pada waduk tersebut juga mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya level genangan., di mana pada level 110 = 2,766 km, level 120 = 6,99 km, level 130 = 11,13 km, serta pada level 137 = 18,15 km. Volum yang diperoleh pada level 120, 130, dan 137 secara berturut-turut adalah 0,004 km3, 0,007 km3, dan 0,009 km3. Di samping itu, nilai shore development (Sd) pada Waduk Sermo tersebut juga mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya tingkatan genangan, di mana level 137 > level 130 > level 120 > level 110 dengan nilai 4,023 > 3,156 > 2,803 > 2,202.

(6)

Shore development merupakan ideks besarnya atau jauhnya penyimpangan bentuk perairan dari bentuk lingkaran. Nilai shore development yang tinggi menunjukan tingkat kesuburan yang tinggi dari suatu perairan (Odum, 1993). Sementara shore development yang rendah menunjukkan bahwa peranan wilayah tepian danau kurang mendukung produktifitas perairan (Fakhrudin, 2010). Danau maupun waduk yang memiliki nilai shore development < 2 menunjukkan bahwa danau cenderung bulat, sedangkan apabila shore development > 2 menandakan bahwa danau atau waduk tersebut memiliki bentuk yang tidak beraturan (Triyatmo, 2001).

Berdasarkan data pengamatan morfometri Waduk Sermo diperoleh bahwa nilai shore development pada tiap tahunnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000 terjadi penurunan shore development pada masing-masing level genangan. Sementara pada tahun 2005 nilai shore developmentnya meningkat drastis. Hal tersebut menandakan bahwa pada periran Waduk Sermo terjadi perubahan bentuk setiap tahunnya. Penurunan shore development (Sd) pada tahun 2000 tersebut menandakan bahwa bentuk waduk pada periode tersebut berubah cenderung membulat. Sedangkan pada tahun 2005, bentuk waduknya semakin tidak beraturan. Di samping itu, penurunan dan kenaikan nilai shore development pada tahun 2000 dan 2005 juga menandakan bahwa pada perairan Waduk Sermo tersebut terjadi penurunan dan kenaikan tingkat kesuburan. Semakin suburnya waduk yang berbentuk tak beraturan tersebut disebabkan oleh adanya pelapukan material yang tergenang pada waduk, yang mana material tersebut berubah menjadi mineral-mineral yang membuat periran tersebut menjadi semakin subur. Perkembangan garis pesisir (shore development), memiliki manfaat atau peranan dalam penentuan tingkat trofik danau karena kawasan dangkal merupakan kawasan yan paling produktif (Fakhrudin, 2010). Nilai shore development yang ingi menunjukkan tingkat kesuburan yang tinggi dari suatu peraian (Odum, 1993).

Pada Waduk Sermo ini terjadi perubahan kondisi ukuran dan bentuk pada setiap level atau tingkat genangannya. Perubahan tersebut meliputi penyempitan luas perairan, penurunan keliling, penyusutan volume, serta peningkatan nilai shore development setiap tahunnya. Penyempitan luas waduk tersebut dapat disebabkan oleh adanya bahan yang mengendap namun dapat pula dikarenakan jumlah air yang masuk ke dalam waduk menjadi lebih banyak dikarenakan pengaruh hujan dan juga pengaruh waduk sebagai daerah penampungan air dari dataran yang lebih tinggi dari waduk tersebut (Subagio, 1987). Seiring dengan bertambahnya luas waduk maka akan bertambah pula kelilingnya. Air yang semakin naik ke atas mengakibatkan luas perairan bertambah, begitu pula keliling dari perairan tersebut. Selain itu, terjadinya penurunan volume dapat disebabkan oleh penguapan air karena pengaruh panas

(7)

atau musim pada suatu daerah waduk (Welch, 1952). Adanya penurunan volume tersebut akan diikuti peningkatan shore development, sebab apabila terjadi penurunan volume maka secara langsung pada danau tersebut terjadi penyurutan sehingga mempengaruhi garis pantainya. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa meskipun terjadi penurunan volume waduk serta perubahan bentuk waduk menjadi semakin tidak teratur, pada waduk tersebut juga mengalami peningkatan kesuburan karena adanya peningkatan nilai shore development (Sd). Selain dikarenakan adanya penurunan volume waduk, perubahan nilai shore development (Sd) dapat juga disebabkan oleh faktor sedimentasi. Sedimentasi yang terakumulasi dengan nilai tinggi, dapat merubah bentuk perairan dan juga bentuk garis pantai (Wetzel, 1975). Di samping itu, nilai shore development juga dapat dipengaruhi oleh manusia seperti pembuatan tanggul.

Berdasarkan pengamatan tersebut maka dapat diketahui bahwa perairan tersebut secara umum masih subur. Daerah yang paling subur berdasrakan pengamatan melalui media peta tersebut terdapat pada tahun 2005 terutama pada level 137, di mana pada level tersebut memiliki nilai shore development (Sd) tertinggi, yakni sebesar 4,023. Daerah pada level 137 merupakan daerah yang sangat cocok bagi usaha perikanan baik itu usaha budidaya maupun perikanan tangkap. Hal tersebut disebabkan karena daerah yang subur biasanya terdapat banyak ikan serta kaya akan kandungan bahan organik yang dapat digunakan sebagai nutrisi untuk ikan budidaya.

Morfometri memiliki hubungan erat, khususnya dengan program studi Manajemen Sumberdaya Perikanan, sebab pada program studi tersebut morfometri dapat bermanfaat dalam usaha konservasi danau maupun dalam penentuan daerah yang subur untuk menentukan tempat yang sesuai untuk usaha penangkapan. Dalam usaha konservasi dapat ditentukan daerah perairan yang perlu dilakukan perbaikan dengan mengaplikasikan ilmu tentang morfometri. Di mana morfometri dapat dijadikan pedoman dalam menentukan kebijakan di suatu area perairan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengukuran, perhitungan dan pengamatan terhadap parameter-parameter morfometri, Waduk Sermo mengalami perubahan bentuk dan ukuran yang fluktuatif, di mana pada tahun 2000 cenderung membulat dan pada tahun 2005 menjadi tidak teratur. Nilai shore development pada Waduk Sermo dari tahun 1996 sampai tahun 2005 pada setiap level genangannya cenderung mengalami peningkatan, maka tingkat kesuburannya pun meningkat.

(8)

Tingkat kesuburan tertinggi terdapat pada tahun 2005, pada level 137, sebab pada daerah tersebut memiliki nilai shore development tertinggi, yakni 4,023.

SARAN

Sebaiknya pada praktikum selanjutnya, kegiatan praktikum morfometri tidak hanya dilakukan pada laboratorium saja, namun sesekali mendatangi langsung lokasi waduk, agar praktikan dapat menyaksikan kondisi waduk secara langsung pada saat ini dan membandingkan dengan data waduk beberapa tahun yang lalu.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T.A. 2001. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA USU, Medan.

Cole, Gerald. 1993. Buku Teks Limnologi (Alih Bahasa Fatimah MD. Yusoff dan Shamsiah MD. Said). Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.

Fakhrudin, M. 2010. Kajian Hidroklimatologi. Pusat Penelitian Limnologi. Sumatera Barat. Odum, Eugene P. 1993. Dasar Ekologi. UGM Press. Yogyakarta.

Payne, A. I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and River. John Willey and Sons, Great Britain.Ryding, S.O dan W. Rast. 1989. The Control of Eutrophication of Lakes and Reservoir. The Parthenon Publishing Group. New Jersey.

Subagio.W.E.1987. Pengenalan Morfologi Danau Toba. Cahaya Ilmu. Jakarta.

Triyatmo, B. 2001. Kajian Morfometri Berdasarkan Kondisi Topografi dan Estimasi. Potensi Perikanan Waduk Sermo. Jurnal Perikanan UGM (GMUJ Fish Sci). III (2);17-23. Welch, P.S. 1952. Limnology. McGraw-Hill. New York.

Wetzel, Robert G. 1975. Limnology Third Edition. Sounders College. Philadelphia.

Yuningsih, S.M. dan Soewarno. 1995. Pengaruh Erosi DPS Serayu Hulu terhadap Pendangkalan Waduk PLTA PB Sudirman. Jurnal Pengairan, (34): 28 – 40.

Gambar

Tabel 1. Data Hasil Perhitungan dan Pengukuran

Referensi

Dokumen terkait

Dari data pada tabel 10 tersebut diketahui bahwa pasangan artikel yang memiliki kekuatan pasangan bibliografi untuk seluruh volume HYLE tahun terbit 1999-2005 adalah sebanyak

Bea balik nama kendaraan bermotor Propinsi Jawa Barat telah diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33