• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERAT PARAMAYOGA 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SERAT PARAMAYOGA 2003"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SERAT PARAMAYOGA

SERAT PARAMAYOGA

SERAT PARAMAYOGA

SERAT PARAMAYOGA

Serat Paramayoga adalah salah satu karya sastra Jawa baru yang digubah oleh R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk gancaran (prosa). Karya yang digubah dalam bentuk prosa ini telah disadur oleh Aroem ke dalam bahasa Sunda dalam bentuk tembang. Serat Paramayoga dikenal juga dengan nama Kitab Paramayoga. (http://www.wikipedia.com). Serat Paramayoga adalah kitab karangan Ronggowarsito yang diambil dari berbagai macam kitab dan diurutkan berdasarkan waktu kejadian. Kisah dimulai dari Adam dan Hawa hingga nabi-nabi, setelah itu pararel dengan kisah para dewa hingga masuknya manusia pertama ke tanah jawa.

Kitab Paramayoga menceritakan perjalanan hidup Nabi Adam, sampai dengan keturunan para dewa, dan selanjutnya sampai dengan awal mula tanah Jawa ditinggali oleh manusia. Isinya diambil dari kitab Jitapsara karangan begawan Palasara di Astina, juga mencuplik dari Pustaka Darya dari Tanah Hidustan, digabungkan dengan kitab Miladuniren dari Najran, juga kita Silsilatulguyup dari Selan, dan juga kitab Musarar sekaligus juga kitab Jus al-Gubet dari Rum, jadi kitab-kitab tersebut diambil sebagian yg ada hubungannya dengan kita Paramayoga saja, juga mengambil berbagai macam hikayat dan riwayat hidup, lalu diurutkan berdasarkan perhitungan tahun Matahari dan Bulan (http://blogspot@bayu’s blog.org).

1. Kisah Nabi Adam

Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai kalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia dinilai hanya berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat. Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji

Nama : Masruroh

NIM : 101211066

(2)

kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat pun serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali pemimpin mereka yang bernama Ajajil.

Malaikat Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis. Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.

Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam bisa dikalahkan. Dengan kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.

Adam kemudian membangun tempat tinggal di daerah Asia Barat Daya bernama Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang cantik, sedangkan putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.

Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putrinya. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek atau sebaliknya, sedangkan Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik dan putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.

Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan,

(3)

sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.

Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi tersebut pun hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sayid Sis, dan kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.

Sepeninggal Adam, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, yang diberi nama Cupumanik Astagina.

Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.

Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan Adam. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat. Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.

2. Kisah Sanghyang Wenang

Setelah cukup lama berkuasa, Sanghyang Nurrasa menikah dengan Dewi Sarwati putri Prabu Rawangin raja jin Pulau Darma. Dari perkawinan itu mula-mula lahir dua orang putra tanpa wujud. Masing-masing hanya terdengar suaranya saja. Terdengar keduanya berebut siapa yang lebih tua.

Sanghyang Nurrasa kemudian mengheningkan cipta, masuk ke alam gaib. Dengan ketekunannya ia bisa melihat wujud kedua putranya itu. Yang bersuara besar berada di depan, dan yang bersuara kecil berada di belakang. Keduanya bisa terlihat setelah

(4)

disiram dengan Tirtamarta Kamandalu. Nurrasa akhirnya menetapkan, bahwa yang di belakang lebih tua daripada yang di depan.

Putra bersuara kecil yang ada di belakang itu diberi nama Sanghyang Darmajaka, sementara putra bersuara besar yang ada di depan diberi nama Sanghyang Wenang. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2900 Matahari, atau tahun 2989 Bulan.

Beberapa tahun kemudian, Dewi Sarwati melahirkan seorang putra lagi, kali ini berwujud jin. Putra ketiga tersebut diberi nama Sanghyang Taya.

Setelah ketiga putranya dewasa, Sanghyang Nurrasa mewariskan semua ilmu kesaktiannya kepada mereka. Di antara ketiganya, Sanghyang Wenang paling berbakat sehingga terpilih sebagai ahli waris Kahyangan Pulau Dewa. Sanghyang Nurrasa kemudian turun takhta dan menyatu ke dalam diri Sanghyang Wenang.

Sama seperti kakeknya, Sanghyang Wenang juga gemar bertapa dan olah rasa. Segala macam tempat keramat ia datangi. Segala macam jenis tapa ia jalankan. Ia kemudian membangun istana melayang di atas Gunung Tunggal, sebuah gunung tertinggi di Pulau Dewa. Setelah 300 tahun bertakhta, ia akhirnya dipertuhankan oleh seluruh jin di pulau tersebut.

Pada saat itu hidup seorang raja bangsa manusia bernama Prabu Hari dari kerajaan Keling di Jambudwipa. Ia marah mendengar ulah Sanghyang Wenang yang mengaku Tuhan tersebut. Tanpa membawa pasukan ia datang menggempur Kahyangan Pulau Dewa seorang diri. Perang adu kesaktian pun terjadi. Dalam pertempuran itu Prabu Hari akhirnya mengakui keunggulan Sanghyang Wenang.

Prabu Hari kemudian mempersembahkan putrinya yang bernama Dewi Sahoti sebagai istri Sanghyang Wenang. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berwujud akyan, yang diliputi cahaya merah, kuning, hitam, dan putih. Setelah dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu, keempat cahaya dalam tubuh bayi itu bersatu. Bayi tersebut kemudian menjadi sosok berbadan rohani yang memancarkan cahaya gemerlapan. Putra pertama Sanghyang Wenang itu diberi nama Sanghyang Tunggal. Peristiwa ini terjadi pada tahun 3500 Matahari.

(5)

Beberapa waktu kemudian Dewi Sahoti melahirkan bayi kembar dampit, laki-laki-perempuan, yang keduanya juga berwujud akyan, dengan diliputi cahaya gemerlapan. Keduanya kemudian dimandikan dengan Tirtamarta Kamandalu dan diberi nama oleh sang ayah. Yang laki-laki diberi nama Sanghyang Hening, sementara yang perempuan diberi nama Dewi Suyati.

Sementara itu kakak Sanghyang Wenang, yaitu Sanghyang Darmajaka juga sudah menikah. Istrinya bernama Dewi Sikandi, putri Prabu Sikanda dari Kerajaan Selakandi. Kerajaan ini terletak di Tanah Srilangka.

Dari perkawinan tersebut Sanghyang Darmajaka mendapatkan lima orang anak, yaitu Dewi Darmani, Sanghyang Darmana, Sanghyang Triyarta, Sanghyang Caturkanaka, dan Sanghyang Pancaresi.

Sanghyang Darmajaka kemudian berbesan dengan Sanghyang Wenang, yaitu melalui pernikahan Dewi Darmani dan Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal sendiri kemudian menjadi raja Keling, menggantikan sang kakek, Prabu Hari.

3. Berdirinya Kahyangan Tengguru

Tersebutlah seorang keturunan Sayid Anwas bernama Nabi Suleman, yang selain menjadi pemimpin agama juga menjadi raja Kerajaan Banisrail. Selain memimpin bangsa manusia, ia juga memimpin golongan jin dan binatang. Saat itu Nabi Suleman merasa heran mengapa jumlah pengikutnya dari bangsa jin banyak yang berkurang. Ternyata ada laporan bahwa para jin tersebut banyak yang berpindah mengabdikan diri dan mempertuhankan Sanghyang Wenang di Pulau Dewa. Nabi Suleman memutuskan untuk menaklukkan Sanghyang Wenang.

Pasukan jin pun dikirimnya dengan dipimpin oleh senapati bernama Sakar. Sesampainya di Pulau Dewa, pertempuran besar pun meletus. Pada awalnya pasukan Banisrail unggul. Akan tetapi, keadaan berbalik setelah Jin Sakar menyerah kalah pada kesaktian Sanghyang Wenang. Jin Sakar ganti mengabdikan diri kepada Sanghyang Wenang. Sanghyang Wenang sangat menyukai senapati jin tersebut. Ia bahkan mengangkat Sakar sebagai murid dan mengajarinya berbagai ilmu kesaktian.

(6)

Pada suatu hari Sanghyang Wenang bertanya tentang rahasia kesaktian Nabi Suleman. Sakar menjawab Nabi Suleman memiliki sebuah pusaka pemberian Tuhan bernama Cincin Maklukatgaib.

Sanghyang Wenang tertarik ingin memiliki cincin tersebut. Jin Sakar pun diutusnya untuk mencuri cincin itu. Dengan cara menyamar sebagai Nabi Suleman, Sakar berhasil menyusup ke dalam istana Banisrail. Dengan kepandaiannya, Sakar berhasil mencuri Cincin Maklukat Gaib. Karena kehilangan pusakanya, Nabi Suleman jatuh sakit dan mengurung diri. Hal ini dimanfaatkan oleh Sakar untuk memperpanjang penyamarannya sebagai Suleman palsu, dan memerintah negeri dengan sesuka hatinya.

Lama-lama Sakar teringat kalau kedatangannya hanya untuk mencuri Cincin Maklukatgaib. Ia pun melesat pergi meninggalkan istana Banisrail, kembali menuju Pulau Dewa. Akan tetapi di tengah jalan, Cincin Maklukat Gaib jatuh ke dasar laut dan hilang tak bisa diketemukan lagi. Jin Sakar tiba di hadapan Sanghyang Wenang melaporkan kegagalannya. Sanghyang Wenang menyadari kalau Cincin Maklukatgaib ternyata memang ditakdirkan bukan menjadi miliknya.

Nabi Suleman yang masih sakit parah mendapat petunjuk Tuhan tentang keberadaan Cincin Maklukatgaib dan siapa pencurinya. Setelah menemukan kembali cincin tersebut, Suleman sembuh dari sakitnya dan mempersiapkan hukuman untuk Sakar dan pasukannya. Suleman kemudian memerintahkan para prajuritnya dari bangsa manusia untuk memasang tumbal di segenap penjuru Pulau Dewa. Tujuh hari kemudian Pulau Dewa meledak. Pulau yang semula berjumlah dua yaitu Lakdewa dan Maldewa tersebut akhirnya pecah menjadi ribuan pulau kecil. Para jin berhamburan karena bencana yang terjadi. Sementara Sanghyang Wenang sekeluarga memutuskan untuk mengungsi ke dasar bumi.

Beberapa tahun kemudian, setelah Nabi Suleman meninggal dunia, Sanghyang Wenang kembali muncul di permukaan. Karena keadaan Pulau Dewa telah hancur lebur, Sanghyang Wenang memutuskan untuk membangun kahyangan baru di puncak Gunung Tengguru di wilayah Pegunungan Himalaya.

(7)

4. Kisah Antaga, Ismaya, dan Manikmaya

Sanghyang Tunggal dan yang bertahta di Kerajaan Keling, telah memiliki tiga orang putera dari Dewi Darmani yaitu Sanghyang Rudra, Sanghyang Darmastuti, dan Sanghyang Dewanjali. Ketiganya berwujud halus. Sanghyang Tunggal prihatin dan berkeinginan untuk mempunyai putera lagi yang bisa memiliki wujud halus dan wujud kasar agar bisa menguasai tiga lapisan dunia. Setelah membaca Kitab Pustaka Darya, akhirnya Sanghyang Tunggal tertarik dengan kisah perjalanan Sanghyang Nurcahya. Ia memutuskan untuk meniru sang kakek buyut, yaitu bertapa untuk mencapai cita-citanya. Tahta kerajaan Keling diturunkan kepada putera sulungnya yaitu Sanghyang Rudra.

Sanghyang Tunggal kemudian bertapa tidur di atas sebuah Batu Datar. Begitu heningnya ia bertapa, ketika terbangun ia telah berada di sebuah istana indah di dasar samudera. Ternyata ia telah diculik oleh raja siluman kepiting bernama Sanghyang Yuyut untuk dinikahkan dengan Dewi Rakti, puteri sang raja. Dewi Rakti mengaku pernah bertemu dengan Sanghyang Tunggal di alam mimpi, dan jatuh hati kepadanya. Karena merasa ini adalah jalan untuk mewujudkan cita-citanya, Sanghyang Tunggal pun menerima lamaran tersebut.

Beberapa waktu kemudian Dewi Rakti melahirkan putra Sanghyang Tunggal, namun tidak berwujud bayi normal, melainkan berwujud sebutir telur bercahaya. Sanghyang Tunggal sangat kecewa dan berniat membanting telur tersebut. Secara ajaib, telur itu melesat terbang di angkasa. Sanghyang Tunggal pun mengejar ke mana perginya telur bercahaya itu. Telur ajaib itu masuk ke dalam kahyangan di Gunung Tengguru. Pada saat itu, Sanghyang Wenang sedang menerima kunjungan kakaknya yaitu Sanghyang Darmajaka. Sanghyang Darmajaka sendiri ditemani putera ke empatnya, yaitu Sanghyang Caturkanaka. Begitu telur itu datang, Sanghyang Wenang langsung menangkapnya. Tidak lama kemudian Sanghyang Tunggal tiba dan menceritakan asal-usul telur tersebut.

Sanghyang Wenang memahami kegundahan puteranya yang merasa gagal meraih cita-cita. Ia mengajak Sanghyang Darmajaka untuk mencipta telur itu agar menjadi bayi normal. Mula-mula Sanghyang Darmajaka mengambil cahaya telur tersebut

(8)

dan diciptanya menjadi bayi laki-laki yang diberi nama Batara Narada dan dijadikan anak angkat Sanghyang Caturkanaka. Sementara itu cangkang telur, putih telur, dan kuning telur dicipta oleh Sanghyang Wenang menjadi tiga bayi laki-laki pula yang masing-masing diberi nama Batara Antaga, Batara Ismaya dan Batara Manikmaya.

Setelah kelahiran ketiga cucunya tersebut, Sanghyang Wenang berniat turun tahta dan mewariskannya kepada Sanghyang Tunggal. Tidak hanya itu, Sanghyang Wenang juga menyatu ke dalam diri kepada Sanghyang Wenang. Sejak saat itu Sanghyang Tunggal juga dikenal sebagai Sanghyang Padawenang. Beberapa tahun kemudian, Antaga, Ismaya, dan Manikmaya. Mereka mendengar berita bahwa Sanghyang Padawenang berniat turun tahta dan mewariskan kahyangan kepada salah satu di antara puteranya. Menanggapi hal itu maka terjadi lah persaingan antara Antaga dan Ismaya. Keduanya adu kekuatan untuk membuktikan siapa yang lebih pantas menjadi pemimpin kahyangan Tengguru.

Karena dalam pertarungan itu tidak ada pemenangnya, mereka memutuskan untuk adu kesaktian yaitu menelan sebuah gunung besar. Mulanya Antaga maju dan melahap gunung tersebut. Karena terlalu memaksakan diri, akibatnya ia menderita cacat. Mulutnya robek dan matanya melotot. Giliran Ismaya maju, ia dengan sabar ia memakan gunung itu sedikit demi sedikit. Selama berbulan-bulan ia tidak beristirahat namun berhasil memindahkannya ke dalam perutnya. Akan tetapi ketika hendak mengeluarkan gunung itu melalui duburnya, ia tidak berhasil. Hanya tertahan di pantat. Akibatnya sejak saat itu Ismaya memiliki badan yang bulat dan bermata sembab.

Sanghyang Tunggal marah begitu mendengar kedua ulah puteranya itu. Tahta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya. Sedang Antaga dan Ismaya, masing-masing ditugasi untuk menjadi pengasuh keturunan Manikmaya dengan nama Togog dan Semar. Setelah Manikmaya menjadi ahli waris kahyangan Tengguru, timbul rasa bangga dalam dirinya. Ia merasa dirinya paling tampan di banding kedua saudaranya. Sanghyang Tunggal tanggap akan hal ini, dan secara tidak sengaja ia mengutuk putera bungsunya itu kelak akan memiliki cacat empat macam. Manikmaya pun menyesal dan memohon ampun. Namun kutukan tidak bisa

(9)

ditarik kembali. Tiba saatnya Sanghyang Tunggal mengundurkan diri dan tinggal di kahyangan baru bernama Awang-awang Kumitir. Batara Manikmaya kemudian menjadi penguasa kahyangan Tengguru.

5. Asal Usul Batara Guru

Tersebutlah seorang raja bernama Prabu Japaran yang bertahta di kaki pegunungan Himalaya. Ia beserta segenap rakyatnya mempertuhankan seekor sapi betina bernama Lembu Andini. Sapi ajaib putri Jin Rohpatanam ini bersemayam di sebelah tenggara Gunung Tengguru.

Pada suatu hari Batara Manikmaya melihat ada sebuah pilar cahaya yang bersinar di tenggara kahyangannya. Ia segera mendatangi sumber cahaya tersebut dan menemukan bahwa sumber dari cahaya tersebut adalah Lembu Andini. Dalam waktu singkat, keduanya terlibat perdebatan tentang siapa yang lebih berkuasa di pegunungan ini. Ucapan Lembu Andini yang mengaku dirinya sebagai tuhan semakin membuat Batara Manikmaya murka. Batara Manikmaya pun melepaskan Aji Pangabaran yang membuat Lembu Andini lemas dan tergeletak tak berdaya. Setelah mengetahui betapa saktinya Batara Manikmaya, maka Lembu Andini pun menyatakan dirinya tunduk dan mengabdi kepada penguasa kahyangan Gunung Tengguru tersebut.

Sejak itu Lembu Andini pun menjadi kendaraan Batara Manikmaya, dan Batara Manikmaya sendiri dijuluki sebagai Sanghyang Pasupati yang artinya penguasa para hewan. Tidak lama kemudian Prabu Japaran dan para raja bawahannya datang untuk memuja Lembu Andini. Mereka terkejut ketika melihat sang lembu telah menjadi kendaraan seorang yang tidak dikenal. Lembu Andini memperkenalkan Batara Manikmaya sebagai sesembahan yang baru. Namun Prabu Japaran dan para raja bawahannya masih keheranan tak percaya. Maka, Batara Manikmaya pun mengerahkan kesaktiannya yang membuat orang-orang itu lemas seperti yang pernah dialami oleh Lembu Andini. Mereka memohon ampun dan menyatakan pengabdian kepada Batara Manikmaya.

(10)

Setelah menaklukkan para raja di tanah Jambudwipa, Batara Manikmaya membawa Lembu Andini pulang ke kahyangan. Sementara itu sekembalinya dari gunung, para raja pun menyebarkan perintah kepada rakyatnya masing-masing agar menyembah Sang Batara Manikmaya. Batara Manikmaya kemudian mendengar bahwa rakyat di wilayah Tibet dan Cina banyak yang menyembah berhala perwujudan putera-puteri kelima belas Nabi Adam yaitu Latta dan Ujya. Mendengar itu ia sangat prihatin dan berusaha mencari jalan agar orang-orang tersebut berpindah untuk menyembah dirinya.

Batara Manikmaya mengirimkan angin yang besar untuk menghancurkan berhala orang-orang itu. Di tengah kepanikan mereka, Batara Manikmaya datang bersama Lembu andini dan kemudian duduk di bekas berhala utama. Ia mengaku sebagai penjelmaan berhala yang telah sirna tadi. Orang-orang Tibet dan Cina meminta Batara Manikmaya menunjukkan kemahakuasaannya, dengan cara mendatangkan air. Batara Manikmaya pun mengeluarkan air yang mereka minta dari balik tempat duduknya. Melihat itu orang-orang tersebut menyatakan tunduk kepada Batara Manikmaya.

Batara Manikmaya pun memerintahkan mereka untuk menyebarkan ajaran memuja dirinya. Sejak itu ajaran menyembah Batara Manikmaya semakin menyebar luas ke segenap penjuru Tanah Asia. Karena berkahyangan di Gunung Tengguru, Manikmaya pun sering dijuluki para pemujanya sebagai Batara Tengguru, atau disingkat Batara Guru.

6. Kelahiran Para Dewa

Batara Guru telah menjadi penguasa wilayah Himalaya dan sekitarnya, baik itu alam halus maupun alam kasar. Wilayah kekuasaannya membentang dari daratan Tiongkok sampai ke Asia Barat, kecuali negeri Banisrail yang menolak mengakui kekuasaannya. Pada saat itu Batara Guru memutuskan untuk memiliki keturunan. Siang malam ia bermain cinta dengan Batari Uma seperti layaknya manusia. Beberapa bulan kemudian lahirlah seorang putra yang kelahirannya disertai bau harum semerbak ke seluruh alam. Putra pertama ini diberi nama Batara Sambu.

(11)

Dua tahun kemudian Batari Uma melahirkan putra kedua yang disertai api besar menyala-nyala, menjilat ke angkasa. Putra kedua ini diberi nama Batara Brahma. Dua tahun kemudian Batari Uma melahirkan putra ketiga yang disertai hujan deras dan gempa bumi di berbagai belahan dunia. Putra ketiga ini diberi nama Batara Indra. Dua tahun kemudian Batari Uma melahirkan lagi seorang putra yang disertai angin dahsyat menerjang alam semesta. Putra keempat ini diberi nama Batara Bayu.

Setelah memiliki empat orang putra Batara Guru mendapat teguran dari sang ayah, yaitu Sanghyang Padawenang, bahwa jika terus-terusan berputra seperti layaknya manusia, maka ia tidak akan memiliki putra yang sakti dan memiliki kelebihan di alam semesta. Jika ingin memiliki putra yang bisa diandalkan, maka harus menempuh dengan cara hening, bukan melalui olah asmara seperti manusia biasa, tetapi menggunakan ilmu asmaracipta, asmaraturida, dan asmaragama.

Setelah mendapatkan nasihat tersebut, Batara Guru dan Batari Uma segera memuja samadi, mengheningkan cipta bersama. Kemudian mereka menyatukan rasa melaksanakan ilmu asmaracipta dan yang lain. Tidak berapa lama kemudian Batari Uma mengandung, dan setelah tiba waktunya lahirlah bayi yang diliputi misteri. Kelahirannya disertai bencana alam melanda di seluruh dunia. Hujan deras disertai petir menyambar-nyambar. Gunung meletus, gempa bumi, badai topan, dan lain sebagainya. Para raja pemuja Batara Guru berjatuhan dari singgasana masing-masing, dan langsung menyembah. Bahkan, Batara Guru sendiri yang saat itu sedang duduk di takhta Madeprawaka juga ikut roboh.

Bersamaan dengan itu terdengarlah suara gaib yang menyebutkan bahwa, putra kelima yang baru lahir itu supaya diberi nama Batara Wisnu. Ia akan menjadi dewa yang paling sakti di antara para dewa lainnya, yang akan menjadi pelindung alam semesta beserta isinya. Begitu bahagia Batara Guru mendengar suara gaib tersebut. Ia pun menyayangi Batara Wisnu melebihi putra-putranya yang lain.

Selain keluarga Batara Guru, saat itu keluarga dewa-dewa lainnya juga semakin berkembang banyak. Putra bungsu Sanghyang Nurrasa yaitu Sanghyang Taya juga telah berputra empat orang. Yang sulung bernama bernama Sanghyang Parma memiliki putra bernama Sanghyang Pramana. Putranya tersebut memiliki putri

(12)

bernama Dewi Tappi yang menikah dengan raja jin penguasa bangsa binatang bernama Sanghyang Darampalan. Dari perkawinan itu lahir Batara Winata berwujud burung, Batara Agli berwujud musang, Batara Karpa berwujud kowangan, dan Batara Kowara berwujud sapi.

Sementara itu, putra kedua Sanghyang Wenang yang bernama Sanghyang Hening berputra dua belas orang. Putra pertamanya yang bernama Batara Sanggana telah menurunkan putra berwujud para dewa bangsa belibis, serta para dewi berwujud naga. Anak nomor dua Sanghyang Hening bernama Dewi Sanggani telah menikah dengan Batara Ismaya, kakak Batara Guru. Dari perkawinan itu lahir Batara Wungkuhan, Batara Siwah, Batara Wrehaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kuwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya, dan Batari Sasanasiti. Putra nomor delapan Sanghyang Hening yang bernama Batara Hermaya menikah dengan putri jin perairan. Dari perkawinan itu lahir seorang putera bernama Batara Gangga, yang kemudian mempunyai putera bernama Batara Baruna penguasa lautan.

Sementara itu, putera ke lima Sanghyang Darmajaka yang bernama Sanghyang Pancaresi telah memiliki sebelas anak. Putera sulungnya bernama Batara Guruweda yang memiliki beberapa orang puteri antara lain Batari Sustika yang menikah dengan Batara Sambu, Batari Saci yang menikah dengan Batara Brahma, dan Batari Wiyati yang menikah dengan Batara Indra.

Putera kedua Batara Pancaresi yang bernama Batara Pancaweda memiliki tiga orang puteri yaitu Batari Swamyana yang menikah dengan Batara Sambu, serta Batari Saraswati dan Batari Rarasati yang keduanya dinikahi Batara Brahma. Putera kelima Batara Pancaresi yang bernama Batara Wismaka memiliki dua orang puteri yaitu Batari Lasmi dan Batari Sri Lasmita yang keduanya dinikahi Batara Wisnu. Putera keenam Batara Pancaresi yang bernama Batara Satya memiliki beberapa anak. Yang sulung bernama Batari Sri Satyawarna, menikah dengan Batara Wisnu.

Putera ketujuh Batara Pancaresi yang bernama Batara Janaka memiliki puteri tunggal yang bernama Batari Nignyata yang menikah dengan Batara Wisnu. Putera kedelapan Batara Pancaresi yang benama Batara Soma mempunyai beberapa orang

(13)

puteri. Yang sulung bernama Batari Ratih menikah dengan Batara Kamajaya dimana mereka terkenal sebagai pasangan tertampan dan tercantik di seluruh kahyangan. Yang kedua bernama Batari Sumi menikah dengan Batara Bayu.

7. Para Dewa Melawan Banisrail

Kekuasaan Batara Guru semakin lama semakin bertambah besar. Akan tetapi, ada sebuah daerah yang menolak memujanya. Yaitu daerah bekas negeri Nabi Suleman dahulu, negeri Banisrail. Sudah berkali-kali para dewa diutus ke sana untuk menyampaikan ajaran kahyangan Tengguru, namun selalu mengalami kegagalan. Berbagai cara telah dilakukan antara lain, menggunakan ilmu kesaktian namun tetap saja tak berhasil.

Kemudian Batara Guru mengerahkan ilmu sihir (waktu itu belum diharamkan) untuk menaklukkan bangsa Banisrail. Maka muncul wabah penyakit yang melanda negeri yahudi dan ibrani tempat bangsa Banisrail tinggal. Namun demikian, para pemuka agama mereka tetap teguh dan tekun berdoa. Dan wabah tersebut pun sirna.

Batara Guru semakin gelisah hatinya. Di tengah kebingungannya, ia memutuskan untuk menundukkan bangsa Banisrail dengan jalan peperangan. Ia memerintahkan Batara Ramayadi beserta puteranya yang bernama Batara Anggajali untuk menciptakan berbagai senjata dan peralatan perang.

Kedua mpu kahyangan itu pun menjalankan tugas mereka. Batara Ramayadi bekerja di atas mega, sementara Batara Anggajali mengerjakannya di atas laut. Cara menciptakan senjata cukup dengan pijatan tangan dan kaki mereka. Tahap akhir dari pembuatan senjata tersebut , mereka sepuh dengan jilatan lidah. Senjata yang mereka ciptakan antara lain Alugara, Musala, Trisula, Kunta, Cakra, Nanggala, dan Limpung. Setelah selesai, senjata itu dipersembahkan kepada Batara Guru. Dengan gembira dibagikannya senjata itu kepada para dewa dan memerintahkan mereka untuk menyerang negeri Banisrail.

Perang besar pun terjadi. Bangsa Banisrail mengalami kekalahan besar. Akan tetapi para pemimpin mereka tetap bersiteguh memeluk agama lama, yaitu menyembah

(14)

Yahweh. Tidak sanggup menghadapi kesaktian para dewa, mereka pun mengungsi ke hutan-hutan dan pegunungan, kemudian kembali lagi pada jaman Zionisme. Akan tetapi di tengah puncak kemenangannya, Batara Guru mendapat bisikan gaib. Bahwa tidak sepantasnya ia memaksakan ajaran kepada Banisrail. Mereka ditakdirkan untuk tidak memeluk ajaran Kahyangan Tengguru. Sebaliknya kelak akan lahir di antara Banisrail itu, seorang pemimpin suci yang akan menentang ajaran Kahyangan Tengguru.

Mendengar petunjuk tersebut, Batara Guru gelisah hatinya namun tak kuasa membantah. Ia memanggil pasukannya untuk kembali ke kahyangan. Beberapa tahun kemudian, sabda gaib itu menjadi kenyataan. Di tengah bangsa Banisrail lahir seorang putera dari rahim seorang gadis bernama Siti Mariam. Putera tersebut diberi nama Isa. Ketika Isa berumur satu bulan, Batara Guru dan kelima putera mendatanginya tanpa menunjukkan diri.

Batara Guru merasa heran ketika melihat bayi Isa yang dulu pernah diramalkan akan membuatnya terusir dari Tengguru ternyata tidak menunjukkan keistimewaan apa pun. Isa masih digendong ibunya, tidak seperti dirinya yang waktu masih bayi dulu sudah bisa terbang. Tiba-tiba, keajaiban terjadi. Kaki kiri Batara Guru mendadak lumpuh, beruntung ia bisa terbang dan juga mempunyai kendaraan berupa Lembu Andini. Batara Guru dan para puteranya sangat terkejut. Ia mengakui bahwa Isa benar-benar bayi yang diramalkan oleh sabda gaib dahulu. Ia memutuskan untuk kembali ke kahyangan Tengguru dan menunggu datangnya peristiwa itu.

8. Jaka Sengkala

Tersebutlah seorang raja dari Kerajaan Najran bernama Prabu Sarkil yang gemar sekali berdagang. Pada suatu hari ia berlayar menuju Tanah Hindustan namun di tengah perjalanan kapalnya hancur dihantam badai. Seluruh pengawalnya tewas tenggelam, sementara Prabu Sarkil terapung-apung pingsan di lautan.

Saat itu Batara Anggajali sedang duduk di atas lautan sambil membuat senjata untuk para dewa sesuai perintah Batara Guru. Tiba-tiba ia melihat Prabu Sarkil terapung-apung di bawa ombak. Ia pun menyambar tubuh raja itu dan membawanya ke

(15)

daratan. Beberapa waktu kemudian Prabu Sarkil sadar dari pingsan. Ia terkejut melihat seorang pria tampan di hadapannya. Batara Anggajali pun memperkenalkan diri. Prabu Sarkil sangat gembira dan mengundangnya datang ke Negeri Najran.

Sesampainya di Najran, Prabu Sarkil menjodohkan Batara Anggajali dengan putrinya yang bernama Dewi Saka. Keduanya pun melangsungkan pernikahan. Beberapa bulan kemudian Dewi Saka pun mengandung. Saat itu Batara Anggajali teringat pada tugasnya dan takut mendapat murka dari Batara Guru. Maka, ia pun memutuskan untuk kembali ke lautan. Sebelum berangkat, ia sempat berpesan jika putranya kelak lahir laki-laki supaya diberi nama Jaka Sengkala.

Beberapa waktu kemudian, ketika usia kandungan Dewi Saka menginjak sembilan bulan, namun belum juga terlihat tanda-tanda kelahiran sang bayi. Berbagai macam obat-obatan sudah dicoba, namun tidak membuahkan hasil. Prabu Sarkil sangat sedih namun hanya bisa pasrah kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Akhirnya setelah usia kandungan mencapai dua tahun, dewi Saka pun melahirkan bayi laki-laki yang menunjukkan tanda-tanda kedewataan. Bayi itu memiliki mata merah dan kulit bersih tanpa dilumuri darah dan ari-ari seperti bayi lainnya. Selain itu ia juga tidak menetek pada ibunya. Dewi saka sendiri langsung sehat setelah melahirkan bayi yang diberi nama Jaka sengkala itu.

Jaka Sengkala tumbuh menjadi anak yang memiliki kekuatan luar biasa. Sejak kecil ia sudah bisa terbang di angkasa. Dalam membaca dan menghafalkan kitab kepandaiannya jauh melebihi para guru pengajarnya. Setelah berusia 25 tahun Jaka Sengkala mendesak ibu dan kakeknya agar memberi tahu siapa ayah kandungnya. Setelah berusaha keras ia akhirnya mengetahui kalau ayah kandungnya seorang dewa pembuat senjata bernama Batara Anggajali.

Maka berangkatlah Jaka Sengkala terbang di angkasa menuju tempat ayahnya. Di atas lautan ia melihat seorang dewa sibuk membuat senjata. Setelah berkenalan ternyata dewa itu adalah Batara Anggajali, ayahnya sendiri. Jaka Sengkala sangat kagum melihat kesaktian ayahnya. Ia memutuskan untuk berguru kepada sang ayah dan tidak mau pulang ke Najran. Batara Anggajali dipujinya sebagai orang paling

(16)

sakti di dunia. Batara Anggajali menolak pujian itu, karena kesaktiannya masih kalah dibanding Batara Ramayadi, ayahnya.

Maka Jaka Sengkala membatalkan niat untuk berguru kepada sang ayah. Sesuai petunjuk yang diterimanya, ia pun terbang ke angkasa menuju tempat Batara Ramayadi, kakeknya sendiri. Batara Ramayadi langsung mengenali Jaka Sengkala sebagai cucunya sendiri. Jaka Sengkala sangat kagum dibuatnya, dan memuji Batara Ramayadi sebagai orang paling sakti di dunia. Batara Ramayadi menolak pujian itu, karena menurutnya, yang paling sakti di dunia adalah putra Batara Guru yang bernama Batara Wisnu. Jaka Sengkala pun melesat menuju ke tempat tinggal dewa tersebut sesuai petunjuk sang kakek.

Akhirnya, Jaka Sengkala berhasil menemukan tempat tinggal Batara Wisnu. Ia sangat kagum karena Batara Wisnu mampu mengetahui asal-usulnya, serta maksud dan tujuan kedatangannya. Atas desakan Jaka Sengkala, Batara Wisnu terpaksa memamerkan kesaktian di hadapan pemuda itu. Ketika Jaka Sengkala menyatakan mantap ingin berguru, Batara Wisnu justru menjelaskan bahwa di dunia ini tidak ada orang yang memiliki kesaktiuan sempurna. Menurutnya, yang paling sempurna hanya Tuhan Yang Mahaesa. Maka Jaka sengkala pun memutuskan untuk mencari di mana Tuhan berada dan berguru kepada-Nya.

Batara Wisnu menjelaskan bahwa Tuhan itu tidak terbatas ruang dan waktu. Untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yang diperlukan adalah ilmu kesempurnaan hidup, yaitu ilmu tentang asal dan tujuan kehidupan. Menurutnya, jika Jaka Sengkala ingin memiliki ilmu itu harus belajar pada sahabatnya yang bernama Pandita Usmanaji.

Akhirnya Jaka Sengkala berhasil bertemu Pandita Usmanaji yang tinggal di Negeri Banisrail. Kepadanya ia berguru ilmu kesempurnaan hidup sesuai ajaran Nabi Isa. Semakin lama ia semakin larut dalam pelajarannya. Pada puncaknya, Jaka Sengkala meminta untuk dipertemukan dengan Nabi isa. Pandita Usmanaji menolak permintaan tersebut karena Jaka Sengkala tidak ditakdirkan bertemu dengan Nabi Isa, tetapi kelak ia akan bertemu dengan nabi penutup yang bernama Nabi Muhammad. Kelahiran nabi tersebut masih 500 tahun lagi, namun Jaka Sengkala

(17)

ditakdirkan bisa mendapatkan air ajaib Tirgtamarta Kamandalu sehingga bisa hidup abadi dan berumur panjang.

Pandita Usmanaji menyarankan agar untuk sementara ini Jaka Sengkala pergi menemui ayahnya yang kini telah menetap di Kerajaan Surati. Kerajaan tersebut adalah hadiah dari Batara Guru karena jasa-jasa Batara Anggajali dalam menciptakan pusaka-pusaka kahyangan. Dalam perjalanan menuju Negeri Surati kali ini Jaka Sengkala tidak menggunakan kesaktiannya dengan terbang di angkasa, melainkan menempuh jalur darat saja. Akhirnya ia pun menemukan negeri tersebut di mana sang ayah, Batara Anggajali, telah bertakhta di sana dengan bergelar Prabu Iwasaka.

Referensi

Dokumen terkait

• Asesmen terfokus Asesmen terfokus --kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi baik, kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki

Dengan dibentuknya Kecamatan Wolo yang semula merupakan bagian dari.. wilayah Kecamatan Kolaka, maka wilayah Kecamatan Kolaka dikurangi dengan wilayah

Artinya tidak terdapat perbedaan persepsi antara akademisi dan praktisi akuntansi terhadap isu teori dan teknik intelektual / relevansi / periode pelatihan /

dan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia “Kera Sakti” menurut data yang diperoleh bahwa tingkat agresivitas pada tingkat tinggi sebesar 0 % yang. artinya tidak ada salah

Beberapa ketentuan tradisi pra perkawinan suku Using tidak sesuai dengan hukum Islam sehingga harus ditinggalkan, misalnya colongan dan ngeleboni boleh dilakukan dengan

Sistem Aplikasi Mobile GIS layanan informasi lokasi penting kota Surakarta berbasis Android bersifat client server yang terdiri dari dua aplikasi, yaitu aplikasi client yang

Hasil pilkada di atas menunjukkan bahwa wilayah-wilayah seperti kecamatan Kraton, Ngampilan, Wirobrajan dan juga Umbulharjo, dalam pilkada 2017 yang selama ini menjadi basis