• Tidak ada hasil yang ditemukan

termatoda darah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "termatoda darah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS INDIVIDU

TREMATODA DARAH

Oleh:

NAMA

: MEITY REZALINA

NIM

: 20112508047

BKU

: PARASITOLOGI

DOSEN : Dr. Hj. MAZNAH HAMZAH, DAPK,

Mkes, SpPark.

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(2)

TREMATODA DARAH

Pendahuluan

Bilharziosis atau Schistosomiasis pada manusia disebabkan oleh tiga species Trematoda yang tergolong dalam genus Schistosoma;

 Schistosoma haematobium Bilharz (1852), penyebab bilharziosis vesikel.  Schistosoma mansoni Sambon (1907), penyebab bilharziosis usus.

 Schistosoma japonicum Katsurada (1904,) penyebab bilharziosis asia.

Transmisi dari penyebab bilharziosis ini tidak pernah terjadi langsung dari manusia ke manusia. Pertumbuhan dari ketiga spesies ini adalah sama dan selalu tergantung pada adanya keong air tertentu (hospes perantara).

1. Schistosoma Japonicum

a. Hospes

Hospesnya adalah manusia dan berbagai mamalia (seperti anjing, kucing, sapi, babi

rusa).

b. Penyakit

Schistosomiasis japonica adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi salah satu

species cacing trematoda darah yang disebut Schistosoma japonicum. Penyakit ini

hanya terdapat di daerah-daerah asia timur, yaitu di Hupeh, Anhwei, Kiangsu dan

Kiangsi daerah kecil di Jepang, didaerah lembah Yangtse Propinsi Cina Hunan,

Pilipina Selatan (Leyte, Mindanao), Taiwan, Thailand, Laos, Malaysia dan Indonesia.

Di Indonesia penyakit ini telah ditemukan sejak tahun 1937 yaitu di daerah danau

Lindu, Sulawesi Tengah. Pada tahun 1972 telah ditemukan daerah endemik baru, yaitu

(3)

c. Distribusi Geografik

Cacing ini ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Malaysia,

dan Indonesia. Di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu daerah danau

Lindu, dan Lembah Napu.

d. Morfologi

S. japonicum berwarna kuning atau kuning-coklat, berukuran 12–15 mmx 0,5 mm. Cacing dewasa jantan berbentuk memanjang seperti daun, dapat menggulungkan sisi badan membentuk suatu tabung dan dalam gulungan ini terletak yang betina (lintah sejoli). Itulah sebabnya badan yang jantan kelihatan seperti terbelah memanjang. Cacing ini berbeda dengan Trematoda lain, adalah uniseks. Badan ditutupi integument tuberkulasi kecil, memiliki 2 batil isap berotot, yang ventral lebih besar. Disebelah belakang batil isap ventral, melipat kearah ventral sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik. Dibelakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus ginalis tapat dibawah batil isap ventral. Cacing betina berukuran 26 x 0,3 mm, panjang, silindris. Uterus panjang sekitar 50 atau lebih, telur berkembang pada satu saat dalam uterus. Cacing dewasa hidup terutama di dalam saluran darah mesentrica dari usus dan juga dalam vena hati.

Telur berukuran kira-kira 85 µ lebih lebar dan kebanyak berbentuk agak bulat hanya mempunyai duri lateral yang kecil,berwarna coklat kekuningan, memiliki duri terminal, transparan. Berhubung karena permukaan telur yang agak lengket, partikel-partikel tinja melekat padanya, dengan demikian telur ini sukar dibedakan dengan telur Schistosoma mansoni.

(4)

d. Daur hidup

Siklus hidup Schistosoma japonicum dan Schistosoma mansoni sangat mirip. Secara singkat, telur dari parasit dilepaskan dalam tinja dan jika mengalami kontak dengan air mereka menetas menjadi larva yang berenang bebas, yang disebut miracidia tapi mirasidium ini hanya dapat hidup selama 48 jam. Larva kemudian harus menginfeksi keong dari genus Oncomelania seperti jenis lindoensis Oncomelania. Di dalam keong, larva mengalami reproduksi aseksual melalui serangkaian tahapan yang disebut sporocysts induk yang berbentuk tabung. Dalam sporokista induk ini terbentuklah sporokista anak secara partogenesis. Hanya stadium inilah yang menghasilkan stadium larva infektif yang khas dan dinamakan cercaria yang dihasilkan dalam jumlah besar. Serkaria keluar bebas melalui lubang pernapasan keong dan kembali mencari air dan harus menginfeksi dengan menembus kulit inang vertebrata yang cocok. Setelah cercaria menembus kulit tuan rumah ia melepas ekornya dan menjadi sebuah schistosomule. Jika serkaria tidak tidak berhasil menembus hospes akhir dalam beberapa jam, mereka akan mati. Cacing muda kemudian bermigrasi melalui daerah vena kulit sampai ventrikel atau kamar kanan jantung, dari sini dengan melewati alveoli paru-paru dan vena pulmo ke kamar kiri jantung dan kemudian sampai ke arteri badan. Cacing betina tidak akan menjadi dewasa seks sampai ia mendapat pasangan dan kemudian mereka migrasi keluar system atau susunan portal hepar untuk meletakkan telur dalam saluran mesenterika dimana mereka kawin dan mulai bertelur. Setiap pasangan desposits sekitar 1500 - 3500 telur per hari dalam dinding usus. Akhirnya telur masuk ke dalam lumen usus dan terdapat dalam tinja.

e. Patologi dan Gejala Klinis

Kelainan tergantung dari beratnya infeksi. Kelainan yang ditemukan pada stadium I adalah gatal-gatal (uritikaria). Gejala intoksikasi disertai demam hepatomegali dan eosinofilia

(5)

tinggi. Pada stadium II ditemukan pula sindrom disentri. Pada stadium III atau stadium menahun ditemukan sirosis hati dengan splenomegali; biasanya penderita menjadi lemah (emasiasi). Mungkin terdapat gejala saraf, gejala paru dan lain-lain. Pada kasus yang gawat pada kasus yang gawat pada pasien muda dapat sangat mengganggu pertumbuhan mental dan seksual. Pada akhir fase dari penyakit telur tidak lagi ditemukan secara teratur dalam tinja.

f.Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum.

Pada infeksi ringan dianjurkan untuk melakukan metode penetasan mirasidium. Untuk metode diambil tinja sekitar 5 gram , diaduk dengan 250 ml NaCl fisiologis, disaring lalu dimasukkan ke dalam gelas kerucut. Setelah terbentuk sedimen, proses penjernihan ini diulangi sampai larutan menjadi bening. Gelas kerucut disimpan dalam lemari es dan dibiarkan semalam.Besao harinya diberi air hangat sampai suhu mencapai antrara 30-40oC. Pengaruh sinar matahari atau cahaya lampu listrik yang kuat membuat mirasidium akan menetas dalam beberapa menit atau beberapa jam. Pemeriksaan dilakukan dengan latar belakang yang gelap untuk dapat melihat gerakannya yang lincah.

Untuk membuktikan penyebab schistosomiasis berkembang serangkaian metode yang tidak langsung, tapi menggunakan material parasit hidup yaitu reaksi serologi.

Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).

Umumnya sekarang dipakai CHR, IFAT dan IHAT. Untuk IFAT dipergunakan serkaria yang diliofilisir dan difiksasi dengan formalin.

(6)

g. Epidemiologi

Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemi di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di daerah danau Lindu dan lembah Napu. Di daerah danau Lindu penyakit ini ditemukan pada tahun 1937 dan di lembah Napu pada tahun 1972.

Sebagai sumber infeksi, selain manusia ditemukan pula hewan-hewan lain sebagai hospes reservoar; yang terpenting adalah berbagai spesies tikus sawah (rattus). Selain itu rusa hutan, babi hutan, sapi, dan anjing dilaporkan juga mengandung cacing ini.

Hospes perantaranya, yaitu keong air Oncomelania hupensis Lindoensis baru ditemukan pada tahun 1971 (Carney dkk, 1973). Habitat keong di daerah danau Lindu ada 2 macam, yaitu:

1. Fokus di daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai lagi, atau di pinggir parit di antara sawah.

2. Fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah.

Cara penanggulangan skistomiasis di Sulawesi Tengah, yang sudah diterapkan sejak tahun 1982 adalah pengobatan masal dengan prazikuantel yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan melalui Subdirektorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Subdit, P2M dan PLP) dengan hasil cukup baik. Prevalensi dari kira-kira 37% turun menjadi kira-kira 1,5% setelah pengobatan.

h. Pencegahan

Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini;

 Buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak

(7)

Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu dilakukan tetapi biasanya tidak praktis.

 Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan

membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air.

 Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia

mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini).

 Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu

bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.  Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari

sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya.

 Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit

berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.  Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko

penularan dan cara pencegahan

i. Pengobatan

Obat Niridazol (1-Nitro-2, thiazoyl-2 imidazolidnone) (Ambilhar, Ciba-32, 644, Ba)

Niridazol agak lambat diserap dari traktus intestinalis dan diuraikan di dalam hati menjadi metabolit yang tidak toksik. Pengobatan infeksi S.japonicum dengan Niridazol telah dilakukan di Jepang, Filipina, dan Indonesia. Dosis yang dipakai adalah 25 mg/kg berat

(8)

badan/hari selama 10 hari berturut-turut dan mendapatkan hasil 20% masih positif 2 bulan setelah pengobatan, 13% masih positif 6 bulan setelah pengobatan 21,8% positif 11 bulan setelah pengobatan. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, tidak nafsu makan dan diare.

Obat Prazikuantel (Embay® 8440; Droncit®, Biltricide®) Bayer, A.G. dan Merck Darmstadt

Di Indonesia prazikuantel dipakai untuk pertama kali sebagai pengobatan percobaan pada infeksi S. japonicum (Joesoef dkk, 1980). Dosis yang dipakai adalah 35 mg per kg berat badan, diberikan 2 kali dalam satu hari sehingga dosis total adalah 70 mg/kg berat badan per hari. Efek samping adalah mual (3,7%), pusing (6,1%), demam (2,4%) dan disentri (1,8%).

Dari hasil pengobatan yang diuraikan diatas ternyata obat ini cukup baik dengan hasil penyembuhan cukup besar serta efek samping dapat dikatakan ringan, sehingga prospek obat ini cukup baik untuk dipakai dalam pengobatan masal sebagai obat anti Schistosoma di daerah Danau Lindu dan Napu, Sulawesi Tengah.

2. Schistosoma mansoni a. Hospes

Hospes definitif adalah manusia dan kera baboon di Afrika b. Penyakit

Pada manusia cacing ini menyebabkan bilharziosis atau schistosomiasis usus. c. Distribusi Geografik

Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara Arab (Mesir), Amerika Selatan dan Tengah.

(9)

Schistosoma, tidak seperti trematoda lainnya, cacing panjang dan langsing. Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1 cm. Pada badan cacing jantan S.mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S. haematobium dan S .japonicum. Warnanya putih, dan memiliki pengisap oral berbentuk corong pada akhir anterior. The external part of the worm is composed of a double bilayer, which is continually renewed as the outer layer, known as the membranocalyx, is shed continuously. The tegument bears a large number of small tubercules. Alat kelamin laki-laki terdiri dari 6 sampai 9 massa testis, terletak pada bagian punggung. There is one deferent canal beginning at each testicle which is connected to a single deferent that dilates into a reservatory, the seminal vesicle, located at the beginning of the gynacophoric canal. The female has a cylindrical body, longer and thinner than the male (1.2 to 1.6 cm long by 0.016 cm wid betina ukurannya kira-kira 1,4 cm, betina memiliki tubuh silinder, lebih panjang dan lebih tipis dibandingkan laki-laki. Parasit perempuan lebih gelap, dan tampak abu-abu. Warna gelap ini disebabkan oleh adanya pigmen (hemozoin) dalam tabung pencernaannya. Pigmen ini berasal dari pencernaan darah. The is elongated and slightly lobulated and is located on the anterior half of the body.. Dalam saluran rahim kemungkinan ditemukan 1 hingga 2 telur (jarang 3 sampai 4), namun hanya 1 telur yang diamati dalam ootype pada satu waktu. Alat kelamin terbuka dibagian perut. Dua pertiga posterior tubuh berisi kelenjar vittelogenic dan kanal mereka berkelok-kelok, Saluran pencernaan dimulai pada ujung anterior cacing, di bagian bawah pengisap oral. Saluran pencernaan terdiri dari kerongkongan yang membagi dalam dua cabang (kanan dan kiri) dan yang menyatukan kembali dalam satu sekum. Akhir usus tidak ada anus.

(10)

Setelah telur dari parasit yang ada pada manusia dikeluarkan melalui kotoran dan masuk ke air, mirasidium menetas keluar dari telur. Penetasan ini terjadi sebagai respon terhadap suhu, cahaya dan cairan tinja dengan air. From a single miracidium result a few thousand cercaria, every one of which is capable of infecting man. Dari 1 mirasidium berkembang menjadi beberapa ribu cercaria, setiap serkaria mempunyai kemampuan menginfeksi manusia. cercaria ini muncul dari siput pada siang hari dan berenang dalam air dengan bantuan ekor bercabang mereka, secara aktif mereka mencari tuan rumah terakhir mereka. Ketika mereka mengenali kulit manusia, mereka menembus itu dalam waktu yang sangat singkat. This occurs in three stages, an initial attachment to the skin, followed by the cercaria creeping over the skin searching for a suitable penetration site, often a , and finally penetration of the skin into the using secretions from the cercarial post-acetabular, then pre-acetabular . Hal ini terjadi dalam tiga tahap, tahap awal untuk kulit, diikuti oleh cercaria merayapi kulit mencari situs yang cocok dan akhirnya penetrasi ke dalam kulit epidermis menggunakan proteolitik sekresi dari cercarial pasca- acetabular, kemudian pra-acetabular kelenjar . Pada penetrasi, kepala cercaria yang berubah menjadi sebuah endoparasitic larva , schistosomule. Setiap schistosomule menghabiskan beberapa hari di kulit dan kemudian memasuki sirkulasi dimulai pada dermal limfatik dan venula. Di sini mereka memakan darah. schistosomule ini berpindah ke paru-paru (5-7 hari pasca-penetrasi) dan kemudian bergerak melalui sirkulasi melalui sisi kiri jantung ke sirkulasi hepatoportal (>15 hari) di mana, jika bertemu dengan pasangan lawan jenis, itu berkembang menjadi dewasa dan pasangan bermigrasi ke vena mesenterika. schistosomes jantan mengalami pematangan yang normal dan perkembangan morfologi dengan adanya atau tidak adanya betina. Di sisi lain, schistosomes betina tidak matang tanpa jantan. Schistosomes betina dari infeksi seks-tunggal kurang berkembang dan menunjukkan

(11)

sistem reproduksi yang belum matang. Meskipun pematangan dari cacing betina tampaknya tergantung pada kehadiran jantan dewasa, rangsangan untuk pertumbuhan betina dan untuk pengembangan reproduksi tampaknya independen satu sama lain. Cacing betina dewasa berada di dalam kanal gynaecophoric cacing jantan dewasa, yang merupakan modifikasi dari permukaan ventral jantan membentuk alur. Langkah cacing dipasangkan melawan aliran darah ke ceruk terakhir mereka dalam sirkulasi mesenterika mana mereka mulai produksi telur (> 32 hari). Setiap betina meletakkan telur sekitar 300 hari (satu telur setiap 4,8 menit), yang disimpan pada endotel lapisan vena kapiler dinding.

[11]

Sebagian besar massa tubuh schistosomes betina dikhususkan untuk sistem reproduksi. Telur pindah ke lumen dari inang usus dan dilepaskan ke lingkungan dengan tinja.

f. Patologi dan Gejala Klinis

Kelainan dan gejala yang ditimbulkannya kira-kira sama seperti pada S. Japonicum, akan tetapi lebih ringan.

Pada penyakit ini splenomegali dilaporkan dapat menjadi berat sekali.

g. Diagnosis, Pengobatan, Prognosis, dan Epidemiologi

Sama seperti pada S. japonicum. Telur sering berada dalam lender berdarah yang terdapat dalam tinja.

h. Pencegahan

Menghindari kontak langsung dengan air yang terkontaminasi oleh larva cacing, terapi untuk penderita, pengendalian hospes perantara, dan perbaikan sanitasi.

i. Pengobatan

(12)

Pada tahun 1918 Chistopherson mengobati penyakit kala azar dengan tartars emetikus. Tartars emetikus atau antimon kalium tartrat dapat dikatakan sebagai obat schistosomisida yang cukup efektif, akan tetapi mempunyai efek amping yang agak berat, antara lain: mual, muntah, batuk, pusing, sakit kepala, nyeri pada tubuh, miokarditis yang tampak pada EKG, bradi atau takikardia, syok dan kadang-kadang mati mendadak.

- Fuadin Stibofen, Reprodal, Neo-antimosan (Antimony-bispyrocatechin-disulfonic-Na Compound)

Obat ini pertama kali diperkenalkan di Mesir pada tahun 1929. Obat ini merupakan trivalent antimony salt yang dapat disuntikkan secara intramuscular sebagai larutan 7%. Efek sampingnya adalah syok, neuritis retrobulbar, skotoma sentralis dan buta warna. Sering pula dilaporkan efek samping muntah-muntah, tidak nafsu makan, nyeri tubuh, sakit kepala, reaksi alergi, syok dan anuria. Hasil penyembuhan adalah 40-47%.

3. Schistosoma haematobium a. Hospes

Hospes definitif adalah manusia. Baboon dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.

b. Penyakit

Cacing ini menyebabkan skistosomiasis kandung kemih.

c. Distribusi Geografik

Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (Timur Tengah, Lembah Nil); tidak ditemukan di Indonesia.

(13)

d. Morfologi

Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm dan yang betina kira-kira 2,0 cm. Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih. Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan rektum

e. Daur hidup

Cacing dewasa berada dalam vena kandung kemih. Telur dikeluarkan bersama urin dan tinja. Telur dalam air menetas menjadi mirasidium. Mirasidium masuk ke dalam tubuh keong (hospes perantara). Mirasidium berkembang menjadi serkaria. Serkaria menginfeksi manusia dalam air . serkaria menjadi skistosomula. Kemudian menjadi cacing dewasa dalam hati.

f. Patologi dan Gejala Klinis

Kelamin terutama ditemukan pada dinding kandung kemih. Gejala yang ditemukan adalah hematuria dan disuria bila terjadi sistitis. Sindroma disentri ditemukan bila terjadi kelainan di rektum.

g. Diagnosis

Telur dapat dikonsentrasikan dengan melakukan sentrifuge urine. Telur yang berbentuk khas mudah ditemukan pada sedimen urine.

(14)

Pengendalian efektif yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pendidikan masyarakat yang disertai perbaikan sanitasi untuk mencegah ekskreta yang mencemari persediaan air bersih atau dengan memperbaiki tata cara penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari.

h. Pengobatan

- Astiban TW 56 (Stibocaptate atau antimony-dimercaptosuccinate, garam Na dan K) Obat ini diperkenalkan pada tahun 1954 oleh Friedheim dkk., dengan angka penyembuhan pada infeksi S.haematobium yang hampir mencapai 100%. Astiban diberikan secara intramuscular dalam bentuk larutan 10%. Dosis tergantung dari beberapa faktor seperti: umur, keadaan umum penderita, spesies parasit, pengobatan perorangan atau masal dan pengobatan radikal atau supresif.

Dosis total untuk dewasa adalah 30-50 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimum 2,5 gram. Dosis total ini harus dibagi dalam 5 kali suntikan. Pada anak-anak dengan berat badan kurang dari 20 kg, dosis total adalah 40-60 mg/kg berat badan. Efek samping hampir sama dengan obat antimon lainnya, akan tetapi lebih ringan seperti pada pengobatan dengan tartras emetikus.

(15)

Tabel.1 Perbedaan morfologi pada Schistosoma hematobium, Schistosoma mansoni dan Sshistosoma japonicum.

S. hematobium S. mansoni S. japonicum

Cacing jantan

Ukuran 10-15 x 1 mm 10x 1 mm 12-20 x 0,5 mm

Kutikula Tubekula halus Tuberkula kasar Tidak bertuberkel

Testis 4-5, berkelompok 8-9, deret zigzag 6-7, berderet

Cacing betina

Ukuran 20 X 0,25 mm 14 X 0,25 mm 26 X 0,3 mm

Ovarium Posterior pertengahan

badan

Anterior pertengahan badan

Pertengahan badan

Telur dalam uterus 20-30 butir 1 – 3 butir 50 butir atau lebih

Sekum yang menyatu Panjang (menyatu

dipertengah badan) Terpanjang (menyatu anterior pertengahan badan) Pendek (menyatu di posterior pertengahn badan)

Hospes perantara Bulinus (physopsis

dan planobarius)

Planorbis boissyi dan Australorbis glabartus Oncomelania hupensis, Schistomosphora dan Katayama

Hospes definitive Manusia, babon Manusia, babon Manusia dan hewan

mamalia Penyebaran geografis Afrika, timur tengah Afrika dan Amerika

Selatan

Asia Timur (oriental)

Habitat Pleksus vena vesikulis

dan prostatika Pleksus mesentrikus daerah sigmoidorektal (v.mesentrika inferior dan cabang-cabangnya) Pleksus meentrikus daerah ileocaecalis (v.mesentrika superior dan cabang-cabangnya)

Referensi

Dokumen terkait

Kotak ini digunakan untuk menggambarkan suatu entitas eksternal (bagian lain, sebuah perusahaan, seseorang atau sebuah mesin) yang dapat mengirim data atau menerima data dari

Bahwa Pengesahan Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian, Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Konsolidasian Perseroan dan Entitas Anak tahun buku yang

Web mining untuk pencarian dokumen bahasa Inggris menggunakan Hill Climbing Automatic Clustering adalah sebuah aplikasi dari salah satu metode pencarian dokumen berdasarkan

Besar kecilnya bahan bakar yang dialirkan ke ruang pembakaran akan menentukan cepat atau lambatnya kecepatan putar turbin pada Gas Turbin Generator (GTG) yang

Bagi tenaga kerja diharapkan tenaga kerja dapat meningkatkan dan menjaga motivasi kerja yang tinggi dalam setiap melaksanakan tugas dan pekerjaannya, misalnya bekerja

Karena sebagian ikhwah Salafiyin tidak tunduk dan hormat dengan nasehat dan bantahan para Ulama Kibar, bahkan ada diantara mereka mencela para Ulama –

Setelah itu baru kemudian pengajaran kepada perkara kebaikan yang lainnya dan bimbingan untuk menjauhi larang-larangan seperti berma'siat atau memakan makanan yang harom

Alternatifnya, Doi yang diterjemahkan oleh Bey (1992, hal. 24-25) mengatakan futekusareru dan yakekuso ni naru, masing-masing berarti suatu sikap menantang dan