S.P.
S.P. Abrina Abrina AnggrainiAnggraini
Abstrak :
Abstrak :Sistem pemurnian nira tebu yang digunakan umumnya disesuaikan denganSistem pemurnian nira tebu yang digunakan umumnya disesuaikan dengan kualitas produk yang dinginkan. Untuk membuat gula SHS (Supericur Hoofd Suiker) kualitas produk yang dinginkan. Untuk membuat gula SHS (Supericur Hoofd Suiker) nira tebu dimurnikan melalui proses karbonatasi dan sulfitasi. Nira mentah hasil nira tebu dimurnikan melalui proses karbonatasi dan sulfitasi. Nira mentah hasil pemerahan
pemerahan dari dari stasiun stasiun gilingan gilingan masih masih mengandung mengandung zat-zat zat-zat bukan bukan gula gula antara antara lainlain kotoran kasar seperti tanah, ampas halus maupun koloid dan organik maupun kotoran kasar seperti tanah, ampas halus maupun koloid dan organik maupun inorganik non sukrosa.
inorganik non sukrosa. Dengan latar belakang ini maka peneliti berusaha mengetahuiDengan latar belakang ini maka peneliti berusaha mengetahui pengaruh
pengaruh pH pH dan dan waktu waktu tunda tunda nira nira mentahmentah terhadap kualitas nira nira encer padaterhadap kualitas nira nira encer pada proses
proses pemurnian pemurnian nira nira mentah mentah sulfitasisulfitasi yang yang dibatasi dibatasi pada pada pH pH 8,9,10 8,9,10 dan dan waktuwaktu tunda nira mentah 0 hari, 4 hari dan 8 hari. Penelitian meliputi Analisa Settling Test, tunda nira mentah 0 hari, 4 hari dan 8 hari. Penelitian meliputi Analisa Settling Test, Brix,
Brix, Pol, Pol, Harga Harga Kemurnian, Kemurnian, CaO, CaO, Warna, Warna, dan dan Kekeruhan. Kekeruhan. Analisa Analisa pol pol diukurdiukur dengan metode polarimetris, brix dengan metode refraktometris, CaO menggunakan dengan metode polarimetris, brix dengan metode refraktometris, CaO menggunakan metode kompleksometris, warna dengan menggunakan metode kolorimetris 420 metode kompleksometris, warna dengan menggunakan metode kolorimetris 420 nanometer (ICUMSA) dan kekeruhan/ turbiditas diukur dengan metode turbidimetris nanometer (ICUMSA) dan kekeruhan/ turbiditas diukur dengan metode turbidimetris 900 nanometer.
900 nanometer. Analisa Analisa data data meng meng gunakan gunakan metode metode Ragam Ragam Acak Acak Lengkap Lengkap (RAL).(RAL). Analisa
Analisa Ragam Ragam Acak Acak Lengkap Lengkap (RAL) (RAL) dilanjutkan dilanjutkan dengan dengan uji uji Beda Beda Nyata Nyata TerkecilTerkecil dengan taraf kesalahan 5 %. Dari penelitian dapat dsimpulkan ada pengaruh dengan taraf kesalahan 5 %. Dari penelitian dapat dsimpulkan ada pengaruh perbedaan
perbedaan pH pH defekasi terhadefekasi terha dap dap kualitas kualitas nira nira ence, aence, ada da pengaruh pengaruh perbedaan perbedaan waktuwaktu tunda nira me
tunda nira mentah ntah terhadap kualitas terhadap kualitas nira encer, nira encer, indikator kualitas nira indikator kualitas nira mentahmentah optimal tidak ditemukan pada perlakuan yang sama. Hal ini terbukti dari volume optimal tidak ditemukan pada perlakuan yang sama. Hal ini terbukti dari volume endapan terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 8 waktu tunda nira mentah 0 endapan terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 8 waktu tunda nira mentah 0 hari, Delta Harga Kemurnian terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 9 waktu hari, Delta Harga Kemurnian terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 9 waktu tunda nira mentah 0 hari, kadar CaO terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 8 tunda nira mentah 0 hari, kadar CaO terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 8 waktu tunda nira mentah 0 hari, warna terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi waktu tunda nira mentah 0 hari, warna terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 10 waktu tunda nira mentah 0 hari, turbiditas terbaik dijumpai pada perlakuan pH 10 waktu tunda nira mentah 0 hari, turbiditas terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 9
defekasi 9 waktu tunda waktu tunda nira mentah 0 nira mentah 0 hari.hari.
Kata kunci
Kata kunci : Nira, sulfitasi, karbonatasi : Nira, sulfitasi, karbonatasi
Sistem pemurnian nira tebu yang digunakan umumnya disesuaikan dengan Sistem pemurnian nira tebu yang digunakan umumnya disesuaikan dengan kualitas produk yang dinginkan. Untuk membuat gula terbaik nira tebu dimurnikan kualitas produk yang dinginkan. Untuk membuat gula terbaik nira tebu dimurnikan melalui proses sulfitasi. Dengan berkembangnya terknologi dan peralatan proses melalui proses sulfitasi. Dengan berkembangnya terknologi dan peralatan proses dalam satu dasawarsa ini pabrik gula sulfitasi mampu memproduksi gula SHS IA. dalam satu dasawarsa ini pabrik gula sulfitasi mampu memproduksi gula SHS IA. Berbagai modifikasi telah diadakan berbagai sulfitasi yang disesuaikan dengan Berbagai modifikasi telah diadakan berbagai sulfitasi yang disesuaikan dengan kualitas bahan baku maupun bahan pembantunya.
kualitas bahan baku maupun bahan pembantunya.
Permasalahan yang muncul akhir-akhir ini banyak berkaitan dengan kualitas Permasalahan yang muncul akhir-akhir ini banyak berkaitan dengan kualitas bahan baku (tebu giling) yang rendah. Masih
bahan baku (tebu giling) yang rendah. Masih banyak gula yang mengelolah nira tbanyak gula yang mengelolah nira tebuebu dengan HK <
dengan HK < 75. serta mengandung 75. serta mengandung CaO, turbiditas dan warna yCaO, turbiditas dan warna yang tinggi. ang tinggi. KapurKapur dengan konsentrasi (baume) yang tinggi merupakan basa kuat dan bila bereaksi dengan konsentrasi (baume) yang tinggi merupakan basa kuat dan bila bereaksi dengan nira dapat mengakibatkan destruksi gula reduksi. Oleh karena itu nira yang dengan nira dapat mengakibatkan destruksi gula reduksi. Oleh karena itu nira yang mempunyai kadar gula reduksi tinggi perlu mendapat perlakuan yang baik dalam mempunyai kadar gula reduksi tinggi perlu mendapat perlakuan yang baik dalam menentukan proses pemurnian, terutama penetapan pH pada defekator.
menentukan proses pemurnian, terutama penetapan pH pada defekator.
Untuk meningkatkan kualitas nira encer dan untuk mencegah inversi, Untuk meningkatkan kualitas nira encer dan untuk mencegah inversi, digunakan bahan-bahan pembantu berupa susu kapur dan gas sulfit. Susu kapur digunakan bahan-bahan pembantu berupa susu kapur dan gas sulfit. Susu kapur berfungsi
berfungsi untuk untuk menyerap menyerap kotoran kotoran nira. nira. Gas Gas sulfit sulfit berfungsi berfungsi untuk untuk menurunkanmenurunkan alkalinitas pada pH optimal defekasi yakni pH 7,2 (Jenkins, 1996). Pada alkalinitas alkalinitas pada pH optimal defekasi yakni pH 7,2 (Jenkins, 1996). Pada alkalinitas (pH) yang tinggi dan waktu tunda yang lama akan menyebabkan terjadinya inversi. (pH) yang tinggi dan waktu tunda yang lama akan menyebabkan terjadinya inversi.
S.P. Abrina Anggraini adalah dosen Jurusan Teknik Kimia Universitas T
S.P. Abrina Anggraini adalah dosen Jurusan Teknik Kimia Universitas T ribhuwana Tunggadewiribhuwana Tunggadewi Malang
Pentingnya kontrol terhadap pH dan waktu tunda nira mentah dalam mengendalikan proses pemurnian banyak dibicarakan para pakar industri gula (Mochtar, 1974).
Otomatis pengendalian pH selama proses berlangsung dan kontrol terhahap waktu tunda tunda nira mentah dapat mengurangi proses fluktuasi, bahkan dapat menekan kehilangan gula (Hasim, 1975; Istandi, 1984; Ruwiyani, 1986).
Menurut Mead-Chen (1986) peningkatan Delta HK (Harga Kemurnian), warna, turbiditas dan Cao berkaitan dengan penambahan kapur. Semakin besar delta HK semakin baik kualitas nira encer. Peningkatan susu kapur dapat menaikan delta HK. Namun penambahan susu kapur juga menaikan kadar CaO, warna dan turbiditas dimana hal ini dapat menurunkan kualitas nira encer. Nira encer dikatakan berkualitas baik bila kadar Harga Kemurnian (HK) > 75 % atau kenaikan delta HK > 2 point, kadar CaO < 1000 ppm, kandungan warna < 15000 ICUMSA, dan kadar turbiditas < 100 ppm SIO2.
Mengingat betapa pentingnya pengaruh pH defekasi dan kontrol terhadap waktu tunda nira mentah, maka penelitian tentang pengaruh pH defekasi dan waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer perlu diadakan. Dengan latar belakang ini maka peneliti berusaha mengetahui pengaruh pH defekasi dan waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer yang dibatasi pada stasiun pemurnian.
Permasalahan yang mau dikemukakan penulis dalam penelitian ini meliputi: 1. Bagaimana pengaruh pH defekasi dalam proses pemurnian nira mentah sulfitasi
terhadap kualitas nira encer?
2. Bagaimana pengaruh waktu tunda nira mentah dalam proses pemurnian nira mentah sulfitasi terhadap kualitas nira encer?
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh alkalinitas (pH) defekasi nira mentah terhadap kualitas nira encer pada proses pemurnian nira mentah sulfitasi.
2. Mengetahui pengaruh waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer pada proses pemurnian nira mentah sulfitasi.
TINJAUAN PUSTAKA Proses Pemurnian Gula
Proses pemurnian bertujuan untuk memurnikan nira mentah dengan perlakuan sedemikian rupa, sehingga memudahkan proses selanjutnya. Di Indonesia proses standard yang ditetapkan adalah meliputi:
1) Proses defekasi. 2) Proses sulfitasi 3) Proses karbonatasi
Ketiga cara pemurnian inilah yang dapat menghasilkan bermacam-macam gula. Standarisasi untuk gula sekarang telah menggunakan istilah GKP (Gula Kristal Putih) misalnya GKP I, GKP II dan seterusnya.
1) Proses defekasi
Merupakan proses yang paling sederhana yang pada intinya adalah memberikan susu kapur pada nira, sehingga terjadi pengendapan, kemudian dapat dipisahkan antara nira kotor dan nira jernih.
Pada proses defekasi ini nira dari gilingan dipanaskan pada temperatur 700C kemudian dilakukan penambahan susu kapur sehingga pH 7,8 – 8 dalam peti defekator. Kemudian dipanaskan lagi hingga titik didihnya mencapai sekitar 100 – 1050C.
Reaksi yang terjadi adalah :
3 Ca (OH)2 + 2 H3PO4 Ca5 (PO4)2 + 6 H2O
P2O5 yang berada dalam tebu bereaksi dengan air dari nira mentah
membentuk asam phospat. Penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat dalam bentuk kalsium phospat. Dalam bentuk prakteknya proses defekasi
tidak lagi digunakan karena menghasilkan gula coklat. 2) Proses sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2 dan gas SO2. Penambahan Ca(OH)2 pada nira mentah dilakukan secara
berlebih untuk mendapatkan suasana basa pada nira, karena pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2akan
dinetralkan kembali oleh gas SO2 yang didapatkan dari pembakaran belerang padat.
3) Proses Karbonatasi
Gula yang dihasilkan dari pemurnian cara karbonatasi lebih baik daripada proses sulfitasi karena lebih putih. Pada prinsipnya proses ini dilakukan dengan jalan pemberian susu kapur dan selanjutnya kelebihannya dinetralkan dengan gas CO2.
Reaksi adalah sebagai berikut:
CO2 + H2O H2CO3
Ca(OH)2 + H2CO3 CaCO3 + 2 H2O
Proses Pemurnian secara Sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2 dan gas SO2. Penambahan Ca(OH)2 pada nira mentah dilakukan secara
berlebih untuk mendapatkan suasana basa pada nira, sebab pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan
dinetralkan kembali oleh gas SO2 yang didapat dari pembakaran belerang padat.
Macam-macam sulfitasi: 1) Sulfitasi Asam
Nira mentah disulfitasi pendahuluan dengan gas sulfat pH rendah (6,5) dengan diikuti netralisasi yaitu penambahan susu kapur hingga mencapai pH 7 – 7,2. 2) Sulfitasi Netral
Nira mentah ditambah susu kapur hingga pH 8 – 8,5, kemudian dialiri gas sulfit hingga pH 7 7,2.
3) Sulfitasi Basa
Nira mentah diberi susu kapur sampai pH mencapai 10,5 kemudian kelebihan susu kapur ini dinetralkan dengan gas sulfit (SO2) hingga pH 7 – 7,2.
Proses sulfitasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Batch
Pada cara ini nira diberi susu kapur pada bejana, setelah itu nira diproses selanjutnya.
b. Kontinyu
Pada cara ini pengeluaran dan pemasukan nira dalam bejana reaksi berjalan secara terus menerus.
Indikator Penentuan Kualitas Nira
Settl i ng Test (Vol ume Endapan)
Volume endapan dalam bejana defekator mempunyai peran penting dalam proses pemurnian gula. Nira sulfitasi diendapkan dengan bantuan flokulant untuk memperoleh kecepatan endapan setinggi mungkin. Jenis dan konsentrasi flokulant sangat mempengaruhi volume endapan nira dalam bejana defekator. Volume endapan sangat dipengaruhi oleh banyaknya senyawa non-sukrosa, kotoran dan padatan kering yang terkandung dalam nira mentah. Volume pengendapan pada waktu tertentu dipengaruhi oleh kecepatan endapan. Makin lama nira diendapkan dalam bejana defekator maka semakin banyak senyawa non gula yang diendapkan. Volume endapan akibat perbedaan waktu tunda nira mentah dan pH yang berbeda berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas proses selanjutnya. Waktu tunda yang
semakin lama dapat menurunkan efisiensi kerja pada pabrik gula. Untuk itu diperlukan flokulant dengan jenis dan konsentrasi yang optimal. Volume endapan dalam bejana defekator diukur dalam interval waktu tertentu.
Pengu ku r an Pol dan Sukr osa
Sukrosa ialah gula kristal yang manis rasnya, dibuat dari tebu atau beet, mempunyai rumus kimia C12H22O11, mempunyai sifat aktif optik (memutar bidang
polarisasi). Dengan adanya sifat ini maka kadar gula (sukrosa, atau zat aktif optik lainnya) dalam suatu larutan gula dapat ditentukan kadarnya dengan cara polarisasi (pada panjang gelombang 589,44 nm (sinar natrium), larutan sukrosa dengan konsentrasi 26,00 sukrosa per 100 ml larutan pada suhu 20,0 0C dan ketebalan larutan 2 dm memutar bidang polarisasi sebesar 34,620 derajat bujur).
Polarisasi atau pol didefinisikan sebagai jumlah gula (garam) yang terlarut dalam 100 gram larutan yang mempunyai kesamaan putaran optik dengan sukrosa murni terlarut dalam air. Alat yang digunakan untuk mengukur pol suatu larutan gula dinamakan polarimeter atau sakarimeter. Satuan polarisasi ialah oS (sugar scale, skala gula).
Pengukuran pol dengan polarimeter didasarkan pada putaran optik larutan sukrosa dimana penunjukkan angka 100 oS pada polarimeter didapat dari mengukur larutan sukrosa murni yang mengandung 26,00 g sukrosa setiap 100 ml larutan. Pengukuran ini dilakukan pada panjang gelombang 589,44 nm pada suhu pengukuran 20 0C panjang tabung 2 dm.Dari dasar di atas dapat dilanjutkan: untuk pembacaan pol = 100 oS setara dengan 26,00 g sukrosa per 100 ml per larutan analit.Untuk pembacaan pol = p oS setara dengan (p : 100 x 26,00 ) g sukrosa per 100 ml larutan analit.
Pengukur an Bri x
Brix ialah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (garam per 100 gram laruitan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut sebagai gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium, kalsium dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan dihitung setara dengan sukrosa.
Seandainya larutan tersebut hanya mengandung sukrosa saja, maka mengukur brix berarti mengukur sukrosa, jadi kadar sukrosa dalam larutan tersebut = kadar brix.
Terlihat bahwa semua zat telarut ( sukrosa, garam dapur dan campuran keduanya) merespon dirinya sebagi brix. Respon brix dari sukrosa sesuai dengan konsentrasinya. Demikian pula respon brix dari campuaran sukrosa dan garam dapur lebih tinggi daripada konsentrasinya.
Jadi brix ibaratnya suatu wadah. Karena wadah, maka barang-barang yang dimasukkan tak mungkin melebihi dari wadahnya, atau sampai tumpah. Artinya tidak ada kemurnian lebih dari 100. Kalau sampai terjadi kemurnian melebihi 100 berarti ada kesalahan analisis atau perhitungan.
Brix suatu larutan gula dapat ditentukan dengan cara mengukur berat jenis atau indeks bias larutan tersebut. Setelah diketehui berat jenis atau indeks bias larutan maka brix dapat ditentukan, yaitu dengan cara mengkonversi berat jenis atau indeks bias menjadi brix. Alat yang digunakan untuk mengukur brix ialah piknometer, hydrometer dan refraktometer. Piknometer dan hydrometer prinsip pengukuran berdasarkan berat jenis, sedangkan refraktometer berdasarkan indeks bias. Untuk NPP lebih baik digunakan hydrometer dan refraktometer.Pada umumnya digunakan cara refrakrometer. Alat ini prinsip kerjanya berdasarkan hukum Snellius. Indeks bias atau derajat pembiasan suatu media (bahan, zat atau larutan) ialah perbandingan antara kecepatan sinar di udara dengan kecepatan sinar pada media
tersebut. Indeks bias dapat diartikan pula sebagai perbandingan antara sudut datang (i) dengan sudut bias (r).
r i sin sin nII nI Dimana :
nI = Indeks bias pada media I
nII = indeks bias pada media II
i = sudut datang
r = sudut bias (sudut pergi)
H arga Kemurn ian
Harga kemurnian adalah perbandingan pol terhadap brix. Harga kemurnian menentukan berapa kadar kemurnian nira dalam volume tertentu. Semakin besar harga kemurnian, semakin baik kualitas suatu nira. Untuk memperoleh harga kemurnian terbaik pemurnian dalam pabrik gula harus dilakukan secara optimal. Penelitian menunjukan bahwa banyak pabrik gula masih menggunakan harga kemurnian yang rendah. Akibatnya kualitas nira yang dihasilkan masih banyak mengandung kotoran dan senyawa bukan sukrosa.
Pemurnian dilakukan untuk menekan senyawa bukan sukrosa sekecil mungkin dan meningkatkan kadar sukrosa sebanyak mungkin tanpa merusak kualitas nira. Secara matematik harga kemurnian dapat dirumuskan :
% HK = brix pol % % x 100 %
Perbedaan harga kemurnian atau ∆HK adalah selisih harga kemurnian sesudah sulfitasi dikurangi harga kemurnian sebelum sulfitasi. Proses pemurnian yang baik harus mampu menciptakan selisih HK pol dari nira jernih dan nira mentah > 2 poin.
Anali sa Warna
Salah satu pembentuk warna pada kristal GKP adalah warna nira hasil pemurnian. Warna nira hasil pemurnian ini terbentuk dari warna nira tebunya sendiri (khas) dan warna bentukan sewaktu proses pemurnian nira berlangsung (suhu, waktu dan pH dari kondisi operasi proses mempengaruhi warna bentukan ini). Oleh karena itu sesuai tujuan pemurnian nira, membuang bukan gula sebanyak-banyaknya tanpa merusak kadar gula yang ada, artinya tanpa menambah masalah dengan menambah warna pada nira hasil pemurnian.
Di lain pihak, warna pada penjernihan dalam analisis pol dibentuk karena warna nira tebu-nya sendiri (khas) kebasaan/keasaman dari larutan (filtrat) dan warna bahan penjernih yang ditambahkan. Semakin basa warna khas nira semakin muncul, sebaliknya semakin tersembunyi. Semakin berwarna bahan penjernih yang digunakan semakin berwarna pula filtrat yang dihasilkan.
Ada 2 cara untuk mengukur warna nira, cara Bottler’s dan cara ISUMSA. Cara Bottler’s warna diukur pada 2 panjang gelombang tanpa menyaring nira yang akan diukur warnanya, yaitu pada panjang gelombang 420 nm dan 720 nm. Absorbsi
warna = absorbsi pada 420 nm – absorsbsi pada 720 nm. Cara Bottler’s ini cocok untuk skala rutin pada industri minuman atau makanan, namun pada skala penelitian lebih cocok digunakan cara ICUMSA. Pada cara ICUMSA warna nira diukur pada panjang gelombang 420 nm, yaitu setelah nira disaring terlebih dahulu dengan kiezelguhr dan telah dinetralkan pada pH 7 dengan asam atau basa. Warna ICUMSA adalah nilai indeks absorbans dikalikan dengan 1000, hasil yang diperoleh dinyatakan dalam ICUMSA Units (IU). Pada umumnya nira jernih dikatakan baik bila mengandung kadar warna < 15000 ICUMSA.
Penguku ran K ekeru han (Tur biditas)
Hasil pemurnian nira ataupun penjernihan dalam analisis pol nira seharusnya jernih. Jika tidak terjadi demikian (artinya keruh), khususnya dalam pemurnian nira nira, dampak tak langsung adalah gula kristal putih yang dihasilkan berkenampak manghkak dan “dop” (tidak bercahaya). Sedangkan untuk penjernihan memberikan dampak langsung tidak dapat dibaca dengan polarimeter. Kadar turbiditas dalam nira encer dipengaruhi oleh zat-zat bukan gula baik larut maupun tidak larut serta adanya pengotor yang terbawa dalam nira mentah setelah penggilingan. Pada umumnya nira jernih dikatakan baik bila mengandung kadar turbiditas < 100 ppm SiO2.
Penguku ran Kalsium Oksida (CaO)
Kalsium oksida dalam proses pemurnian terdapat dalam susu kapur (Ca(OH)2). Kalsium oksida dalam proses pemurnian berfungsi sebagai pengendap
kotoran untuk mencegah terjadinya inversi. Analisa kadar CaO dalam contoh nira dan bahan alur proses pabrikasi digunakan cara kompleksometris. Ion Ca dan Mg yang ada dalam nira akan terikat sebagai garam kompleks oleh EDTA (Ethylen Diamine tetra Acetic acid disodium saltsz). Mula-mula yang diikat adalah ion Ca (dapat dilihat dengan indikator murexid , sesudah itu ion Mg (dapat dilihat dengan indikator murexid), sesudah itu ion Mg (dapat dilihat dengan indikator ErBT atau Eriochroom Black T). Perubahan warna indikator ini dapat dilakukan pada suasana basa NaOH untuk murexid, dan suasana basa NH4OH-NH4Cl untuk ErBT.
Gangguan oleh adanya logam-logam berat dapat dihindarkan dengan penambahan larutan KCN, atau (NH4)2 atau Ma2S. Pada umumnya nira jernih dikatakan baik bila
mengandung kadar CaO < 1000 ppm. METODE PENELITIAN
Nira mentah dengan waktu tunda (0,4 dan 8 hari) dimasukan ke dalam Heater I (750C), lalu dimasukan ke dalam defekator sampai pH (8,9 dan 10) dengan penambahan susu kapur. Nira dimasukan ke dalam sulfitier sampai pH 7,2 (pH optimal) dengan penambahan gas sulfit. Waktu tinggal dalam sulfitator adalah 5 menit Dari sulfitier nira dimasukan ke dalam Heater II (1000C – 1050C), lalu dimasukan ke dalam dorr clarifier. Di dalam dorr clarifier, nira ditambahkan flokulan jenis Anion Superfloc A – 110 berkadar 2,5 ppm untuk membantu mempercepat pengendapan. Waktu pengendapan dalam perhitungan settling test adalah 1,2,3,...15
menit. Selanjutnya dimasukan ke dalam tabung Settling Test untuk dinalisa. Metode Analisa
Analisa pol diukur dengan metode polarimetris, brix dengan metode refraktometris, CaO menggunakan metode kompleksometris, warna dengan menggunakan metode kolorimetris 420 nanometer (ICUMSA) dan kekeruhan/turbiditas diukur dengan metode turbidimetris 900 nanometer.
Metode Perhitungan
Analisa data menggunakan metode Ragam Acak Lengkap (RAL) yang meliputi metode eksperimen, analisis, pengamatan dan kalkulasi statistik yang menjelaskan kedudukan variabel yang diteliti. Analisa Ragam Acak Lengkap (RAL)
KURVA SETLLING TEST 0 20 40 60 80 100 120 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Waktu (menit) V o l . p e n g e n d a p a n ( %
) pH 8 waktu tunda 0 hari
pH 9 waktu tunda 0 hari pH 10 waktu tunda 0 hari pH 8 waktu tunda 4 hari pH 9 waktu tunda 4 hari pH 10 waktu tunda 4 hari pH 8 waktu tunda 8 hari pH 9 waktu tunda 8 hari pH 10 waktu tunda 8 hari
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil dengan taraf kesalahan 5 % (Hanafiah, 1995).
Skema Prosedur Penelitian
Gambar 1. Skema Prosedur Penelitian
HASIL
Gambar 2. Hubungan antara kecepatan volume pengendapan dengan waktu tunda nira terhadap pH defekator
Nira Mentah (0, 4, dan 8) hari Heater I. 750C Defekator pH : 8,9,dan 10 Sulfitator Heater II 1000C – 1050C Settling test Nira Jernih (ditentukan kualitasnya) Dorr
Brix Pol CaO Warn Turbiditas
Flokulan 2,5 ppm
Diamati pengendapan waktu 1-15 menit
Gas SO2
Ca(OH)
GRAFIK DELTA HK 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 7 8 9 10 pH D e l t a H K ( p o i n t )
Waktu tunda 0 hari Waktu tunda 4 hari Waktu tunda 8 hari
GRAFIK CaO 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 7 8 9 10 pH C a O ( p p m )
Waktu tunda 0 hari Waktu tunda 4 hari Waktu tunda 8 hari
GRAFIK WARNA 0 1500 3000 4500 6000 7500 9000 10500 12000 13500 15000 16500 7 8 9 10 pH W a r n a ( I C U M S A )
Waktu tunda 0 hari Waktu tunda 4 hari Waktu tunda 8 hari
Gambar 3. Pengaruh pH defekasi dan waktu tunda nira mentah terhadap Delta HK nira encer
Gambar 4. Pengaruh pH defekasi dan Waktu Tunda Nira Mentah Terhadap Kadar CaO Nira Encer
Gambar 5. Pengaruh pH defekasi dan Waktu Tunda Nira mentah Terhadap warna Nira Encer
GRAFIK TURBIDITAS 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 7 8 9 10 pH T u r b i d i t a s ( p p m )
Wakt u tunda 0 hari Wakt u tunda 4 hari Wakt u tunda 8 hari
Gambar 6. Pengaruh pH Defekasi dan Waktu Tunda Nira Mentah Terhadap Turbiditas Nira Encer
PEMBAHASAN
Dengan meningkatnya pH defekasi dan waktu tunda ada kecenderungan kecepatan pengendapan semakin menurun. Indikasi ini terlihat dengan jelas pada pengamatan volume endapan pada menit ke 3,4,5,dan 6. Makin banyak susu kapur atau Ca(OH)2 yang ditambahkan (alkalinitas makin tinggi), mengakibatkan pada
dosis tertentu (pH tinggi dan peningkatan waktu tunda) dapat menghambat proses pengendapan kotoran. Volume yang terbaik dijumpai pada pH 8 dengan waktu tunda 0 hari karena pada perlakuan tersebut jumlah susu kapur yang ditambahkan dalam perlakuan ini paling sedikit bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Kecepatan pengendapan relatif mendekati konstan pada menit ke 13 – 15. Waktu konstan untuk mencapai volume maksimal nira encer yan bersih sangat penting, karena berhubungan dengan sistem keseimbangan pemisahan kotoran dalam
clarifier yang bekerja secara kontinyu.
Berdasarkan gambar 2 di atas maka diketahui bahwa perbedaan pH defekasi dan waktu tunda nira mentah menyebabkan kecepatan pengendapan yang berbeda yang berimplikasi pada volume endapan. Hal ini disebabkan karena P2O5 yang
berada dalam tebu pada saat gilingan terbawa dan bereaksi dengan air dari nira mentah membentuk asam phospat. Kemudian dengan penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat dalam bentuk kalsium phospat.
Semakin kecil volume endapan yang diperoleh semakin efisien suatu proses pemurnian karena waktu yang diperlukan untuk mengendapkan kotoran semakin kecil. Kualitas volume endapan akan berpengaruh terhadap proses selanjutnya teristimewa perolehan kualitas nira encer.
Harga kemurnian ditentukan oleh besarnya kandungan brix dan pol dalam nira encer. Pemberian Ca(OH)2 ke dalam bejana defikator berpengaruh tehadap
perolehan Harga Kemurnian. Kekurangan dosis kapur dapat m enyebabkan terjadinya inversi. Namun pemberian susu kapur yang berlebihan dapat meningkatkan alkalinitas dan pada dosis tertentu dapat menghambat proses pengendapan kotoran. Hal ini disebabkan karena masih banyak terdapat senyawa non sukrosa, kotoran dan padatan kering (asam phospat) yang terkandung dalam nira mentah. Untuk itu
diperlukan penambahan susu kapur optimal untuk mengurangi resiko ter sebut.
Dari gambar 3 di atas diketahui adanya perbedaan pH defekasi dan waktu tunda nira mentah, menyebabkan perbedaan delta HK nira encer. Delta HK terbaik
dijumpai pada pH 9 dengan waktu tunda 0 hari karena pada perlakuan ini pemberian susu kapur berada pada tingkat optimal.
Kandungan CaO dalam proses pemurnian nira mentah sulfitasi disebabkan oleh penambahan susu kapur. Semakin besar penambahan susu kapur pada sebuah proses pemurnian, ada kecenderungan meningkatkan kadar CaO dalam nira encer.
Besarnya volume susu kapur yang diberikan ke dalam defekator sangat dipengaruhi oleh pH nira mentah defekasi dan waktu tunda nira mentah. Hal ini akan berimplikasi pada perolehan kadar CaO nira encer. Suatu proses pemurnian
dikatakan paling baik bila menghasilkan kadar CaO terkecil dari batas maksimal yang diijinkan , 1000 ppm.
Dari gambar 4 di atas diketahui adanya perbedaan pH defekasi dan waktu tunda nira mentah, menyebabkan perbedaan kadar CaO nira encer. Kalsium oksida yang ada dalam nira encer berasal dari penambahan susu kapur. Kadar CaO terbaik dijumpai pada perlakuan pH 8 dengan waktu 0 hari karena jumlah susu kapur yang ditambahkan paling sedikit.
Warna dalam proses pemurnian nira mentah sulfitasi disebabkan oleh penambahan gas SO2. Fungsi gas SO2 sebagai bleaching (pemucatan) warna nira dan
juga sebagai penetralisasi susu kapur dalam proses pemurnian nira mentah.
Dari gambar 5 di atas diketahui adanya perbedaan pH defekasi dan waktu tunda nira mentah, menyebabkan perbedaan ICUMSA warna. Perbedaan warna dalam nira encer dipengaruhi oleh warna nira mentah dan penambahan gas SO2. Gas
SO2 berfungsi sebagai bleaching (pemucatan) warna nira. Penambahan gas SO2
menurunkan kandungan warna nira encer. Semakin tinggi alkalinitas, semakin kecil kadar warna nira namun semakin lama waktu tunda semakin tinggi kandungan warna dalam nira encer. Berdasarkan grafik 4.3. di atas maka dapatlah diketahui bahwa kandungan warna terbaik dijumpai pada pH 10 dengan waktu tunda nira mentah 0 hari karena pada pH 10 dijumpai penambahan gas sulfit terbanyak dan pada waktu tunda tunda nira mentah 0 hari kandungan warna asli nira merupakan yang terkecil.
Dari gambar 6 di atas diketahui adanya perbedaan pH defekasi dan waktu tunda nira mentah menyebabkan perbedaan kadar turbiditas nira encer. Turbiditas dipengaruhi senyawa bukan gula baik yang larut maupun yang tidak larut dalam nira encer serta kadar phosfat. Dari grafik di atas dapatlah diketahui bahwa kadar turbiditas terbaik dijumpai pada perlakuan pH 9 dengan waktu tunda 0 hari karena dalam perlakuan tersebut ditemukan kadar bukan gula dan kotoran serta kandungan phosfat terkecil.
PENUTUP Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian tentan pengaruh pH defekasi dan waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer pada proses pemurnian nira mentah sulfitasi sebagai berikut:
1. Ada pengaruh perbedaan pH defekasi terhadap kualitas nira encer.
2. Ada pengaruh perbedaan waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer. 3. Indikator kualitas nira menta optimal tidak ditemukan pada perlakuan yang sama.
Hal ini terbukti dari : Volume endapan terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 8 waktu tunda nira mentah 0 hari, Delta Harga Kemurnian terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 9 waktu tunda nira mentah 0 hari, kadar CaO terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 8 waktu tunda nira mentah 0 hari, warna terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 10 waktu tunda nira mentah 0 hari, turbiditas terbaik dijumpai pada perlakuan pH defekasi 9 waktu tunda nira mentah 0 hari
DAFTAR RUJUKAN
Annonymous, 1997, Instruksi Kerja Laboratorium Pengawasan Mutu Gula dan Bahan Pembantu, P3GI.
Harjadi, 1986, Ilmu Kimia Analitik Dasar , Jakarta : PT Gramedia Anggota IKAPI Hardjono, Sastrohamidjojo. Dr, 1991, Spektroskopi, Yogyakarta:Liberty.
J. Basset, FRIC, R.C. Denny, 1991, Vogel’s Text Book of Quantitative In Organic Analysis, 4th edition, Prentice Hall International.
Khopkar, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik , cetakan pertama, Universitas Indonesia.
Mochtar, M dan Sumarmo. 1990. Peningkatan Kadar P 2O5. Nira Tebu Sehubungan
Dengan Peningkatan Kualitas Nira dan Efisiensi Pengolahan. Pasuruan:P3GI. Purnomo, Edi. 1994. Susu Kapur Bening Untuk Pra-Defekasi Nira Gilingan.
Majalah Penelitian Gula XXX (2), Juni 1994: 3- 4.
R. day. Jr ; A.L. Underwood, 1993, Analisa Kimia Kuantitatif , edisi 4, Jakarta:Erlangga.
Sumarmo dan M Mochtar, 1993. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Tingginya Kadar Abu Dalam Tetes. Berita P3GI No. 10 Desember 1993: 109-110.