• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT)

Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat yang dapat hancur secara cepat, biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan di atas lidah. Orally disintegrating tablet juga disebut dengan Oro-disperse, mouth dissolving, rapidly disintegrating, fast melt, dan quick dissolve (Kundu dan Sahoo, 2008). ODT telah mendapatkan perhatian sebagai alternatif pilihan dari tablet konvensional dan kapsul, karena dapat memberikan kepatuhan pasien yang lebih baik. Teknologi ODT memenuhi beberapa kebutuhan pasien dalam kenyamanan penggunaan obat seperti pada pasien geriatrik, pasien pediatrik dan pasien disfagia (Hirani, et al., 2009).

ODT diharapkan cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik (Kundu dan Sahoo, 2008). Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi dengan adanya air ludah, lalu ditelan oleh pasien dan obat akan diabsorpsi seperti umumnya. Untuk proses ini, jumlah air ludah yang sedikit telah mencukupi untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air untuk menelan obat (Koseki, et al., 2008). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien anak-anak ataupun orang tua dalam penggunaan obat. Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke

(2)

lambung sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas terapi.

2.2 Karakteristik Ideal ODT

Sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka sediaan ODT harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain:

a. disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet ODT harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. Begitu juga ODT harus terdisintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk terdispersi dengan air ludah pasien sendiri.

b. penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan ODT akan mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan tidak meninggalkan residu serta rasa enak di mulut. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan mouthfeel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di mulut.

c. kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka dibutuhkan zat tambahan (excipient) dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi, yang dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet.

d. sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk mengatasi

(3)

hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan (Fu, et al., 2004).

2.3 Kelebihan ODT

ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solida, antara lain ketepatan dosis, kemudahan produksi dan praktis dibawa bepergian. ODT juga memiliki kelebihan lain seperti kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak nafas (tersedak) akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan (Fu, et al., 2004), kecepatan absorpsi dan onset kerja obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi serta rasa yang enak pada mulut sehingga membantu untukmengubah persepsi bahwa obat itu pahit pada anak-anak.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, zat aktif dapat diabsorpsi baik di daerah bucal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun ke lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet konvensional (Fu, et al., 2004). Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo, 2008).

ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan (disfagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh. Keuntungan lain seperti pada kasus mabuk

(4)

perjalanan, dimana diinginkan onset kerja obat yang cepat (Verma dan Garg, 2001; Bhowmik, et al., 2009).

2.4 Metode Formulasi ODT

Sifat ODT yang cepat larut (fast-dissolving) berasal dari jalan masuk air yang sangat singkat ke dalam matriks tablet sehingga mengakibatkan disintegrasi yang sangat cepat. Oleh karena itu, pendekatan mendasar dalam mengembangkan tablet jenis ini meliputi:

a. memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet.

b. menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat.

c. menggunakan zat tambahan (excipient) yang sangat mudah larut air dalam formulasi.

Sejauh ini, beberapa metode pembuatan ODT telah dikembangkan dengan berbagai prinsip dasar yang berbeda (Shukla, et al., 2009). Formulasi ODT dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu metode yang menggunakan proses pemanasan dan yang tidak menggunakan pemanasan. Menurut Goel, et al. (2008), metode yang menggunakan proses pemanasan antara lain: proses gula kapas (cotton candy process), tekanan leburan (melt extrusion), pencetakan tablet (tablet molding), dan sublimasi (sublimation). Sementara itu, metode yang tidak menggunakan proses pemanasan meliputi pengeringan beku (freeze drying), cetak langsung (direct compression) dan sistem effervescent (effervescent system).

Dari beberapa teknologi tersebut, freeze drying (liofilisasi) dianggap yang paling sukses. Tablet yang dihasilkan menggunakan teknologi ini, secara

(5)

umum memperlihatkan waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat karena dapat memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet, sehingga memungkinkan penetrasi saliva melalui matriks tablet yang mengakibatkan tablet terdisintegrasi (Alhusban, et al., 2010; Jones, et al., 2011).

2.4.1 Pengertian liofilisasi

Liofilisasi merupakan suatu proses yang juga dikenal sebagai “freeze drying”, adalah suatu proses pengeringan material dengan menyublimasi air dari sampel beku pada tekanan yang sangat rendah. Secara umum, proses ini telah digunakan untuk mengeringkan produk yang termolabil (Ansel,1976). Oleh karena senyawa farmasi dapat diproses dengan tanpa adanya peningkatan temperatur, sehingga menghilangkan efek yang merugikan akibat pengaruh temperatur tinggi dan disimpan dalam keadaan kering sehingga masalah yang berkaitan dengan stabilitas produk dapat dihindari (Khan, et al., 2011).

2.4.2 Prinsip liofilisasi

Hal yang mendasari proses ini yaitu sampel dibekukan dan diterapkan secara vakum sehingga air akan tersublimasi tanpa meleleh. Oleh sebab itu, proses ini disebut freeze drying (pengeringan beku).

Ada dua komponen besar yang terlibat dalam membuat ODT dengan metode ini. Komponen pertama merupakan pembentuk matriks, memberikan bentuk tablet dan beberapa struktrur pendukung selama proses pembuatan dan penanganan pasien. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimer-polimer yang larut dalam air seperti gelatin, dekstran, dekstrin, polivinilpirolidon dan alginat (Sastry, et al., 2000; Virley dan Yarwood, 1990).

(6)

Secara fisik, bahan-bahan ini juga dapat membuat bahan aktif terperangkap di dalamnya selama proses freeze drying berlangsung (Darkwah, 2011).

Komponen besar kedua mencakup gula-gula (seperti sukrosa, laktosa, glukosa) dan poliol (seperti xylitol, manitol). Bahan-bahan ini bekerja untuk meningkatkan sifat mekanik dari ODT. Bagaimanapun pula, untuk mencapai sifat mekanik yang diinginkan, penambahan gula dan poliol dalam jumlah besar diperlukan (Chandrasekhar, et al., 2009; Seager, 1998).

2.4.3 Proses formulasi menggunakan teknik liofilisasi

Untuk membuat ODT menggunakan teknologi liofilisasi, bahan aktif farmasi didispersikan ke dalam matriks yang terdiri dari pembetuk struktur polimerik (seperti gelatin) dan sakarida (utamanya manitol) yang dilarutkan di dalam air. Selanjutnya, campuran bahan-bahan tesebut dibekukan menjadi es yang kemudian es tersebut akan diubah fasenya secara sublimasi pada suhu + 15ºC dengan suhu kondensor < -40ºC dan dalam keadaan vakum pada tekanan < 50 mTorr menggunakan freeze dryer (Alhusban, et al., 2010; Jones, et al., 2011).

Pada produk akhir, struktur seperti kaca (glassy) berbentuk amorf dari komponen polimerik memberikan kekuatan dan ketahanan walaupun tetap memberikan fleksibilitas. Gelatin dengan kualitas khusus yang biasanya digunakan dan hal itu dapat mempengaruhi karakteristik disolusi, mempercepat waktu hancur di mulut. Manitol mengkristal selama pembekuan, sehingga memberikan tampilan yang elegan yang berkaitan dengan kekerasan tablet serta memastikan bahwa produk tersebut tahan (kuat) untuk penanganan dan

(7)

transportasi. Oleh karena manitol mudah larut dalam air, sehingga dapat pula berfungsi untuk memperbaiki tekstur, rasa, dan kenyamanan di mulut (mouthfeel) (Alhusban, et al., 2010; Jones, et al., 2011).

2.4.4 Keunggulan liofilisasi

Keungulan liofilisasi dibandingkan metode lainnya, antara lain (Pujihastuti, 2009):

a. Dapat meningkatkan daya rehidrasi karena hasil liofilisasi menghasilkan pori-pori kecil yang banyak sehingga memperlihatkan peningkatan waktu disintegrasi yang cepat ketika kontak dengan saliva dan segera melepaskan obat dari bentuk sediaan.

b. Dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lain).

c. Dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil).

2.5 Ibuprofen Sebagai Model Obat

Ibuprofen ((±)-2-(p-isobutilfenil) asam propionat) dengan rumus molekul C

13H18O2 dan berat molekul 206,28. Rumus bangun ibuprofen seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

O HO

(8)

Ibuprofen merupakan OAINS (Obat Anti Inflamsi Non Steroid) derivat asam fenil propionat, yang sering menunjukkan efek samping tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung). Efek samping ini secara dominan disebabkan oleh penghambatan sintesis prostaglandin, yaitu senyawa yang disintesis di mukosa lambung untuk melindungi fungsi fisiologis tubuh, seperti mukosa lambung. Oleh sebab itu, ibuprofen dijadikan model obat untuk formulasi ODT pada penelitian ini. Alasan lainnya berkaitan dengan kelarutan ibuprofen yang praktis tidak larut dalam air (Ditjen POM, 2005; Misnadiarly, 2009).

Ibuprofen berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat, larut dalam larutan alkali hidroksida dan karbonat (Ditjen POM, 1995). Senyawa ini mempunyai titik lebur 75-77ºC dengan pKa 4,4; 5,2 dan log P (oktanol/air) 4,0 (Moffat, et al., 2005).

Obat ini menunjukkan aksinya sebagai analgetik, anti-inflamasi, dan anti-piretik. Daya anti-inflamasi tidak terlalu kuat dibandingkan dengan sifat analgetiknya. Efek anlagesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui saluran pencernaan dengan bioavailabilitas lebih besar dari 80%, kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam dan waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam (Wilmana dan Gan, 2009). Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin serta menghambat siklooksigenase-I (COX I) dan siklooksigenase-II (COX II) secara reversible melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam arakhidonat. Ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang ringan

(9)

hingga sedang, khususnya nyeri oleh karena inflamasi seperti pada arthritis dan gout (Trevor, et al., 2005; Anderson, et al., 2002). Untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang, secara umum dosis penggunaan ibuprofen per oral adalah 200-400 mg (5-10 mg/kg pada anak-anak) setiap 4-6 jam bila diperlukan, untuk nyeri haid 400 mg per oral jika perlu, untuk arthritis rheumatoid 400-800 mg, untuk demam pada anak-anak 5 mg/kg berat badan, dan untuk nyeri pada anak-anak 10 mg/kg berat badan (Anderson, et al., 2002).

2.6 Eksipien

Eksipien adalah suatu bahan yang digunakan untuk membuat sediaan farmasi yang tidak berefek farmakologis (Wade dan Weller, 2009). Eksipien digolongkan berdasarkan fungsinya dalam membuat sediaan farmasi. Untuk sediaan tablet, eksipien terdiri dari:

1. Pengisi

Pengisi merupakan bahan yang ditambahkan untuk mendapatkan bobot tablet yang diharapkan bila dosis obat tidak dapat memenuhinya. Pengisi juga berfungsi untuk memperbaiki daya kohesi sehingga membuat laju alir menjadi baik dan dapat dikempa langsung. Contoh bahan pengisi adalah laktosa, pati dan derivatnya, selulosa dan derivatnya, manitol, sorbitol, dan sebagainya (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).

2. Pengikat

Pengikat merupakan bahan yang digunakan untuk membentuk granul pada granulasi basah atau kering. Pengikat juga berguna untuk meningkatkan kekompakan kohesi pada tablet kempa langsung. Contoh bahan pengikat

(10)

adalah gelatin, tragakan, akasia, selulosa dan derivatnya, pati dan derivatnya, alginat, dan sebagainya (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).

3. Penghancur (Disintegran)

Penghancur merupakan eksipien yang ditambahkan pada pembuatan tablet yang berguna untuk memudahkan pecahnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Penghancur juga berfungsi untuk menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan pecahnya tablet menjadi bagian-bagian kecil yang akan menentukan kelarutan obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan. Konsentrasi dan bahan yang digunakan mempengaruhi kecepatan pecahnya tablet dan lepasnya zat aktif dalam obat untuk melarut. Adanya bahan-bahan lain seperti eksipien yang larut dalam air dapat mempercepat proses disintegrasi (Bhowmik, et al., 2009).

Ada empat mekanisme utama penghancur tablet, yaitu (Bhowmik, et al., 2009):

a. Mengembang (Swelling)

Cairan akan berpenetrasi ke dalam tablet melalui celah antar partikel bahan penghancur sehinga akan membuat tablet mengembang kemudian tablet pecah dan hancur. Pada proses ini partikel mengembang dan menghancurkan matriks tablet secara bersamaan. Mengembang merupakan mekanisme yang secara luas diterima untuk tablet yang terdisintegrasi. Perlu diingat bahwa jika pengempaan terlalu kuat, cairan tidak dapat berpenetrasi ke dalam tablet dan disintegrasi

(11)

akan menurun. Proses mengembang dari penghancur tablet dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Proses mengembang b. Aksi Porositas dan Kapilaritas (Wicking)

Disintegrasi dengan aksi kapilaritas merupakan tahapan pertama. Ketika kita meletakkan tablet pada medium cair yang sesuai, medium akan berpenetrasi ke dalam tablet dan menggantikan udara yang ada pada partikel sehingga akan melemahkan ikatan intermolekuler dan merusak tablet menjadi ukuran yang halus. Pengambilan air oleh tablet tergantung pada hidrofilisitas dari obat/eksipien dan kondisi saat pembuatan. Untuk tipe ini bahan penghancur menjaga struktur pori dan menurunkan tegangan permukaan terhadap cairan yang penting untuk membantu proses disintegrasi dengan menciptakan suatu jaringan hidrofilik di sekitar partikel obat. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

(12)

Gambar 2.3 Proses aksi porositas dan kapilaritas c. Gaya Repulsif Partikel (Tolak Menolak Antar Partikel)

Mekanisme lain dari bahan penghancur dapat dijelaskan pada tablet yang dibuat dengan bahan penghancur yang “tidak mengembang”. Guyot-Hermann mengajukan suatu teori repulsif partikel berdasarkan penelitian dari partikel yang tidak bisa mengembang juga menyebabkan tablet terdisintegrasi. Gaya elektrik repulsif antara partikel merupakan mekanisme dari disintegrasi dan air dibutuhkan untuk hal itu. Peneliti menemukan bahwa repulse merupakan kejadian yang menyebabkan wicking. Proses penghancur tablet dengan mekanisme di atas dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(13)

d. Deformasi

Selama proses pengempaan kapasitas pengembangan akan mengalami peningkatan. Akibatnya partikel yang terdisintegrasi akan mengalami deformasi. Bentuk deformasi ini akan menjadi bentuk normal jika kontak dengan cairan. Proses deformasi dari penghancur tablet dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5 Proses deformasi 4. Pemanis

Bahan pemanis sangat penting dalam pembuatan ODT. Rasa tablet yang dirasakan saat tablet berada dalam rongga mulut berkaitan dengan keterimaan oleh pasien dan berarti pula berpengaruh terhadap kualitas produk. Bahan pemanis yang biasa digunakan seperti aspartam, manitol atau sorbitol. 2.7 Uraian Tentang Manitol

Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-manitol, merupakan gula

alkohol yang terdapat pada banyak tanaman dan hewan serta terdapat dalam jumlah kecil pada hampir setiap tumbuhan. Manitol merupakan isomer dari sorbitol, perbedaannya pada gugus OH pada atom karbon kedua dalam orientasi planar. Manitol stabil dalam keadaan kering dan dalam larutan

(14)

(Rowe, et al., 2009). Rumus bangun manitol dalam bentuk planar dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Manitol berupa serbuk putih, tidak berbau, kristalin atau berupa granul yang mudah mengalir dan alirannya dapat ditingkatkan oleh material lain, larut dalam air, sangat sukar larut dalam alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa, dan memberikan sensasi dingin di mulut. Secara mikroskopik, manitol berbentuk jarum-jarum ketika dikristalisasi dari alkohol. Manitol juga menunjukkan polimorfisme (Rowe, et al., 2009).

C

CH

2

OH

C

H

C

C

CH

2

OH

HO

H

HO

OH

H

OH

H

Gambar 2.6 Rumus bangun D-manitol

Manitol biasanya digunakan dalam formula sediaan farmasi dan produk makanan. Dalam formulasi sediaan farmasi, manitol digunakan sebagai diluen (10–90% b/b) dalam formulasi tablet, dimana menjadi nilai lebih karena tidak bersifat higroskopis dan dapat digunakan bersama bahan aktif yang mempunyai kelembaban sensitif. Manitol dapat digunakan pada formulasi tablet cetak langsung dimana manitol terdapat dalam bentuk granul atau bentuk

spray-dried dan teknik granulasi basah. Granulasi yang mengandung manitol mempunyai keuntungan yaitu mudah dikeringkan (Rowe, et al., 2009).

(15)

Manitol mempunyai keunggulan dibandingkan jenis gula lainnya terkait dengan kesehatan, antara lain (Kepala Badan POM RI, 2008):

• Manitol termasuk dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe) menurut pengaturan JECFA (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) sehingga aman dikonsumsi manusia.

• Penggunaan manitol tidak menyebabkan karies gigi.

• Manitol (gula alkohol) memiliki kalori lebih sedikit daripada gula biasa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g. Ini berarti bahwa gula alkohol dapat dianggap sebagai pemanis berkalori rendah, dan dapat membantu dalam pengendalian berat badan.

• Manitol dapat meningkatkan kadar gula darah karena termasuk karbohidrat. Tetapi, karena tubuh tidak menyerap gula alkohol seluruhnya, maka efek pada kenaikan kadar glukosa dalam darah lebih sedikit dibandingkan gula-gula lainnya. Penderita diabetes dapat mengkonsumsi manitol tetapi tetap harus memperhatikan jumlah total karbohidrat dalam makanan dan makanan ringan.

Seperti pemanis buatan, FDA (Food and Drug Administration) mengatur gula alkohol sebagai bahan tambahan pangan. Gula alkohol diakui aman untuk digunakan dan tidak memerlukan persetujuan FDA sebelum dijual. Namun, ada beberapa masalah kesehatan yang berhubungan dengan alkohol gula. Jika digunakan dalam jumlah besar, biasanya lebih dari 50 gram, gula alkohol dapat memiliki efek pencahar, menyebabkan kembung, dan diare. Pada etiket produk biasanya terdapat peringatan tentang efek pencahar potensial.

(16)

Dan menurut pengaturan CAC (Codex Alimentarius Commission), batas maksimal penggunaan manitol adalah 60.000 mg/kg produk (Kepala Badan POM RI, 2008).

2.8 Uraian Tentang Gelatin

Gelatin berasal dari bahasa latin, yaitu gelatus yang berarti kuat atau beku. Nama gelatin mulai digunakan secara umum sekitar tahun 1700-an. Menurut Leiner Davis Gelatin Co (2000), gelatin diperoleh dari hidrolisis terkontrol serat protein kolagen yang banyak ditemukan di alam sebagai unsur pokok dari kulit, tulang, dan jaringan ikat.

Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang tersusun atas asam-asam amino. Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya terdiri atas asam amino basa atau asam, seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan hidroksiprolin, dan sisanya asam amino lain. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu melilit membentuk coil helix seperti halnya pada kebanyakan molekul protein. Sebaliknya molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul-molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam proses pembentukan gel. Adapun komposisi asam amino pada gelatin dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

(17)

Tabel 2.1 Komposisi asam amino pada gelatin (Cole, 2000)

Parker (1982) juga menambahkan bahwa gelatin merupakan suatu polimer linear dari asam amino yang umumnya terjadi dari pengulangan asam amino glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada spesies hewan penghasil, sumber kolagen, dan jenis kolagen. Gelatin bukan termasuk protein yang lengkap karena gelatin tidak mengandung asam amino triptofan (Cole, 2000), namun gelatin mengandung sedikit asam amino yang jarang ditemui yaitu hidroksilisin (Glicksman, 1969). Gelatin mengandung asam glutamat dengan jumlah yang cukup tinggi. Asam glutamat ini sangat berperan dalam pengolahan makanan karena dapat menimbulkan citarasa yang lezat (Winarno, 1997).

Sifat fisik dan kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, pH, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu, dan konsentrasinya (Parker, 1982). Secara fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran gelatin. Gelatin yang berbentuk lembaran atau butiran, harus direndam terlebih dahulu sebelum digunakan, sedangkan gelatin yang

(18)

berbentuk bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin murni biasanya tidak berasa, tidak berbau, dan berwarna sedikit kuning (Mark dan Stewart, 1957). Gelatin dapat berubah dari bentuk sol menjadi gel dan sebaliknya dapat berubah dari bentuk gel menjadi sol kembali. Gelatin juga dapat membengkak atau mengembang dalam air dingin, membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Menurut Jones (1977), sifat gelatin yang dapat berubah dari sol menjadi gel secara reversible itulah yang membuat gelatin lebih istimewa daripada gel hidrokoloid lain yang tidak dapat berubah secara reversible seperti pati, alginat, protein susu, dan albumin telur. Salah satu sifat fisik gelatin yang penting adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Gel gelatin terbentuk akibat adanya pembentukan jala atau jaring tiga dimensi oleh molekul polimer yang membentuk ikatan silang di antara sesamanya. Ikatan atau interaksi yang berperan dalam pembentukan ikatan silang ini diperkirakan adalah ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan hidrofobik antar rantai (Fardiaz, 1989). Perubahan sol ke gel atau sebaliknya dipengaruhi oleh perubahan suhu, komposisi pelarut, dan tingkat keasaman (pH). Pembentukan atau perubahan menjadi gel ini akan terganggu jika kondisi terlalu asam atau terlalu basa.

Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dibedakan atas dua jenis yaitu gelatin tipe A (gelatin A) dan gelatin tipe B (gelatin B) (Hinterwaldner, 1977). Gelatin A dibuat dengan cara ekstraksi menggunakan asam-asam organic. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, asam yang paling baik digunakan adalah asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 1-5% (v/v) dan masa

(19)

perendaman selama 10-48 jam. Asam klorida memiliki kelebihan yaitu dapat menguraikan serat kolagen lebih banyak dan lebih cepat tanpa mengurangi kualitas gelatin yang dihasilkan, serta mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts, 1977). Gelatin B dihasilkan dari ekstraksi dengan larutan yang bersifat basa seperti air kapur. Waktu perendaman yang diperlukan untuk ekstraksi menggunakan basa biasanya lebih lama, dapat mencapai 12 minggu dan menghasilkan kolagen rantai ganda (Poppe, 1992). Secara umum semua gelatin mempunyai kegunaan yang sama, namun terdapat perbedaan sifat antara gelatin A dan gelatin B, di antaranya adalah dalam hal viskositas, kadar abu, pH, dan titik isoelektrik yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbedaan gelatin A dan B (GMIA, 2012)

Gelatin banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri antara lain industri pangan. Salah satu industri lain yang juga menggunakan gelatin dengan jumlah yang cukup besar adalah industri farmasi. Gelatin dalam industri farmasi digunakan untuk membuat kapsul obat sehingga obat lebih mudah ditelan, selain itu juga digunakan dalam pembuatan tablet obat agar bentuk tablet lebih padat, kompak, dan kandungan zat menjadi lebih awet. Gelatin dalam pembuatan tablet biasanya digunakan sejumlah 1-5% (b/b) (Herbert, et al.,

Gambar

Gambar 2.2 Proses mengembang  b.  Aksi Porositas dan Kapilaritas (Wicking)
Gambar 2.3 Proses aksi porositas dan kapilaritas  c.  Gaya Repulsif Partikel (Tolak Menolak Antar Partikel)
Gambar 2.5 Proses deformasi  4.  Pemanis
Tabel 2.1 Komposisi asam amino pada gelatin (Cole, 2000)
+2

Referensi

Dokumen terkait

S., 2007, Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Laboratorium Teknologi Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Susanto, T., dan Saneto, B., 1994, Teknologi Pengolahan

Metode: Pada penelitian ini dibuat Orally Disintegrating Tablet dengan metode sublimasi yang mengandung metoklopramida HCl sebanyak 10 mg sebagai bahan obat dengan bahan

Hasil pengujian aktivitas analgesik dan anti inflamasi menegaskan bahwa nanopartikel efektif untuk meningkatkan efek farmakologi meloksikam yang diformulasi menjadi

Tablet terdisintegrasi cepat sangat nyaman digunakan dan sesuai untuk pasien penyandang cacat, pasien yang mengalami mual dan muntah, penderita stroke, pediatrik, geriatrik,

Manitol dipilih sebagai bahan pengisi dalam penelitian ini karena manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan dalam tablet kunyah, bersifat non-higroskopis, tahan

Perhitungan pembuatan orally disintegrating tablet ibuprofen Masing-masing formula dibuat untuk 100 tablet, total berat tablet.. sebelum freeze drying 400 mg dan dicetak pada

Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada

Tablet dalam kategori ini biasanya dibuat untuk salah satu dari kedua alasan yaitu: untuk memisahkan secra fisika atau kimia bahan- bahan yang tidak dapat bercampur, atau