BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai:
a. Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang digunakan Amilum Manihot, Kalsium fosfat, Kalsium Karbonat dan zat lain yang cocok.
b. Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah musilago 10-20%, larutan Metil cellulosum 5%.
c. Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan. Biasanya yang digunakan Amilum manihot kering, Gelatin, Natrium Alginat. d. Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak melekat pada cetakan. Biasanya yang
digunakan Talkum 5%, Magnesium stearat, asam stearat.
Menurut Ansel, (1989) berdasarkan penggunaannya tablet diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Tablet kunyah
Tablet ini harus lembut (segera hancur ketika dikunyah) atau mudah melarut dalam mulut. Pengunyahan dapat mempercepat penghancuran tablet dan memberikan keadaan basa untuk garam-garam logam yang digunakan dalam
tablet antasida. Tablet kunyah diberikan pada pasien yang mengalami gangguan menelan tablet. Tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak-anak (dalam sediaan multivitamin). Sediaan ini juga memungkinkan untuk digunakan ditempat yang tidak tersedia air. Contohnya: Acitral, Vitacimin, Promag
b. Tablet Sublingual
Tablet yang disisipkan dibawah lidah. Biasanya berbentuk datar, ditujukan untuk obat-obat yang diabsorbsi melalui mukosa oral. Cara ini berguna untuk penyerapan obat yang rusak oleh cairan lambung dan sedikit sekali diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Tablet ini dibuat segera melarut untuk memberikan efek yang cepat. Contohnya: Bodrexin tablet
c. Tablet bukal
Tablet yang disisipkan di pipi. Tablet ini dibuat agar hancur dan melarut perlahan-lahan. Contohnya: Promag tablet
d. Tablet triturat
Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder. Tablet triturat harus cepat dan mudah larut seutuhnya didalam air. Contohnya: Supradyn, Bevitram.
e. Tablet hipodermik
Tablet ini digunakan melalui bawah kulit, dibuat dari bahan yang mudah larut. Contohnya: Andantol, sagalon, Confortin.
e. Tablet efervesen
Tablet yang menghasilkan gas, dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam efervesen atau bahan-bahan lain yang mampu menghasilkan gas ketika bercampur dengan air. Misalnya penggabungan logam karbonat atau
bikarbonat dengan tatrat menghasilkan gas CO2 di dalam air. Tablet bentuk ini mempercepat pelarutan sediaan dan meningkatkan rasa, contohnya: tablet CDR, Redoxon.
f. Tablet Sistemik; Per Oral
Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi:
- yang bekerja short acting (jangka pendek ): dalam satu hari memerlukan beberapa kali menelan tablet. Contohnya: Dextamin tablet, Dermasolon. - yang bekerja long acting (jangka panjang): dalam satu hari cukup satu kali
menelan tablet, contohnya: Pharmaton tablet, Hemaviton Formula. 2.2 Antihistamin-antialergi
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerj menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin. Antagonis Reseptor Histamin H1 secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Deksklorfeniramin maleat merupakan suatu antihistamin yang dapat mencegah gejala-gejala alergi, yang disebabkan sebagian besar oleh histamin (H1). Deksklorfeniramin maleat bekerja dengan menghambat reseptor H1, pada pembuluh darah, bronkus, dan berbagai otot polos. Selain itu juga dapat mengatasi reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen yang berlebihan.
Klorfeniramin merupakan antihistamin derivat propilamin. Deksklorfeniramin maleat merupakan bentuk dextro isomer, memiliki aktivitas 2X lipat dibanding klorfeniramin berbentuk rasematnya.
Obat-obat anti alergi yang bisa dijumpai secara bebas di apotek atau toko obat adalah golongan antihistamin. Obat ini bekerja dengan cara memblokir reseptor histamin sehingga histamin tidak bisa bekerja lagi menyebabkan reaksi-reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala alergi, tetapi tidak bisa menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun sekarang sudah hilang gatal-gatalnya, tetapi jika suatu saat terjadi kontak lagi dengan alergen, maka reaksi alergi bisa timbul lagi. Obat antihistamin yang paling banyak digunakan adalah klorfeniramin maleas atau CTM (chlor tri methon). Obat ini bisa diperoleh dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan obat-obat lain. Pada komposisi obat flu atau obat batuk, sering sekali dijumpai adanya CTM, mungkin karena sebagian kejadian flu atau batuk dapat dipicu oleh reaksi alergi. Obat antihistamin lain adalah : prometazin, difenhidramin, dan deksklorfeniramin. Obat-obat ini termasuk antihistamin generasi pertama yang memiliki efek samping mengantuk. Karena itu, jika menggunakan obat-obat ini sebaiknya tidak mengemudi atau
menjalankan mesin-mesin berat. Obat ini dapat dibeli secara bebas di apotek atau toko obat. Antihistamin generasi yang lebih baru adalah antihistamin yang tidak berefek sedatif (mengantuk), contohnya : loratadin, terfenadin, triprolidin, setirizin, dan ketotifen. Obat-obat ini biasanya harus diperoleh dengan resep dokter.
Semua obat-obat antihistamin ini aksinya mirip satu sama lain, tetapi berbeda lama aksinya. Loratadin dan terfenadin misalnya, lama aksinya lebih dari 12 jam, sehingga cukup diminum sehari sekali atau dua kali, sedangkan prometazin dan difenhidramin aksinya hanya 4-6 jam, sehingga harus diminum 3-4 kali sehari. Obat-obat antihistamin bisa diperoleh dalam bentuk tablet, sirup, atau salep. Penggunaannya disesuaikan dengan macam alerginya dan kemudahan pasien menggunakannya. Jika reaksi alerginya hanya bersifat lokal di permukaan kulit, penggunaan salep cukup efektif. Tetapi jika reaksinya luas di seluruh tubuh, penggunaan obat per-oral (yang diminum) lebih disarankan(Zulliesikawati, 2010).
2.3 Evaluasi tablet
Untuk menjamin mutu tablet maka dilakukan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut:
a. Uji keseragaman bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet-tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot
dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen POM,1979).
Tabel 1 : Penyimpangan bobot rata-rata Bobot
rata-rata
Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B 25 mg atau kurang 15% 30% 26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20% 151 sampai dengan 300 mg 7,5% 15% Lebih dari 300 mg 5% 10%
b. Uji kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan. Alat yang di gunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet (Lachman,1994).
c. Uji keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8 %(Ansel,1989).
d. Uji waktu hancur
Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10 selama percobaan, tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang. Kemudian keranjang tersebut bergerak naik turun pada larutan transparan dengan kecepatan 29 – 32 putaran
permenit. Interval waktu hancur adalah 5 – 30 menit. Tablet dikatakan hancur bila bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan inti yang tidak jelas(Ansel,1989).
e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Uji penetapan kadar berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia Edisi IV 1995.
f. Uji disolusi
Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukan jumlah bahan obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat secara invivo.
2.4 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tsweet pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi esktrak petroleum eter dalam kolom gelas yang
berisi kalsium karbonat (CaCo3). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparative dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase)(Rohman, 2007).
Jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisa kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis dan KCKT.
2.4.1 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom terbagi atas kromatografi kolom adsorpsi dan kromatografi kolom partisi. Pada kromatografi kolom adsorpsi zat uji dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan kedalam kolom dan dibiarkan mengalir kedalam penjerap, sedangkan pada kromatografi kolom partisi, zat yang harus dipisahkan terbagi antara dua cairan yang tidak saling bercampur. Salah satu campuran. Salah satu cairan, yaitu fase diam, umumnya diadsorpsikan pada penyangga padat.
2.4.2 Kromatografi Kertas
Pada kromatografi kertas sebagai penjerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Sebagai alternatif dapat juga digunakan sistem dua fase. Kertas diimpregnasi dengan salah satu fase yang kemudian
menjadi fase diam (umumnya fase yang lebih polar dalam hal kertas yang dimodifikasi). Kromatogram dilakukan dengan merambatkan fase gerak, melalui kertas. Dapat dilakukan kromatografi menaik, pelarut merambat naik pada kertas ditarik oleh gaya kapiler ataupun kromatografi menurun, pelarutnya mengalir oleh gaya gravitasi.
2.4.3 Kromatografi Lapis Tipis
Pada KLT, zat penjerap merupakan lapis tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca. Plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi atau kombinasi dari kedua efek, tergantung jenis penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hamper sama. Dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama. Bercak dapat dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur secara spektrofotometri.
2.5 Pembagian Kromatografi
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dapat dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorpsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi eksklusi ukuran; (f) kromatografi afinitas.
2.5.1 Kromatografi Adsorpsi
Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan sekali-kali dikacaukan dengan proses absorpsi yang berarti penyerapan keseluruhan. Adsorpsi pada permukaan melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang diinduksi oleh dipole. Silika gel merupakan jenis absorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH).
2.5.2 Kromatografi Partisi
Partisi merupakan analog dengan ekstraksi pelarut. Fase diam diikatkan pada padatan lapis tipis yang lembam (inert). Karena fase diam cair diikatkan pada padatan pendukung maka masih diperdebatkan apakah proses adsorpsinya merupakan partisi murni atau partisi yang dimodifikasi karena absorpsi juga mungkin terjadi(Rohman,2007).
Cara ini didasarkan pada partisi linarut antara dua pelarut yang tak bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya bergerak (fase gerak). Pada tahap awal KC, fase diam dibuat dengan cara yang sama seperti membuat penyangga kromatografi gas(Johnson, Stevenson,1991).
2.5.3 Pertukaran Ion
Cara ini didasarkan pada pertukaran (penjerapan) ion antara fase gerak dan titik ion pada kemasan. Banyak dammar diperoleh dari kopolimer stirena divinilbenzena yang telah ditambahi gugus fungsi. Dammar jenis asam sulfonat dan jenis amin kuartener merupakan pilihan terbaik untuk sebagian besar
pemakaian. Baik fase terikat maupun dammar telah digunakan. Cara tersebut banyak dipakai dalam ilmu hayat, contohnya pemisahan asam amino, dan dapat pula dipakai untuk pemisahan kation dan anion (Jonhson, Stevenson,1991)
2.5.4 Kromatografi Eksklusi
Eksklusi berbeda dari mekanisme sorpsi yang lain, yakni dalam eksklusi tidak ada interaksi spesifik antara solute dengan fase diam. Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat pengepak (fase diam). Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat kecil (porous) yang inert. Sebagai fase gerak digunakan cairan. Kromatografi jenis ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran molekul (Rohman,2007)
.
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi( Rohman, 2007).
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu : (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu computer atau integrator atau perekam.
2.6.1 Pompa
fase gerak dalam KCKT sudah tentu cair, dan untuk menggerakkannya melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan : tekanan-tetap dan pendesakan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis alas detector yang stabil jika detector peka terhadap aliran. Kelebihan utamanya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas(Johnson, Stevenson 1991).
2.6.2 Kolom
Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 µm di jalur antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom(Munson, 1991).
2.6.3 Wadah Fase Gerak pada KCKT
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah fase
gerak biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa detektor sehingga akan mengacaukan analisis.(Rohman, 2007)
2.6.4 Fase Gerak pada KCKT
Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang berlaku umum. Fase gerak haruslah : (a) murni, tanpa cemaran; (b) tidak bereaksi dengan kemasan; (c) sesuai dengan detektor; (d) dapat melarutkan cuplikan; (e) mempunyai viskositas rendah; (f) memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan; (g) harganya wajar ( Johnson & Stevenson,1991). 2.6.5 Detektor
Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapat diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sample timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sample, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai.
2.6.6 Perekam
Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan atau
mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan integrator(Munson, 1991).
2.7 Deksklorfeniramin Maleat 2.7.1 Sifat Fisika Kimia
Nama kimia : (+)-2-[p-Kloro α-[(Dimetilamino)etil]benzil] piridina maleat
Rumus molekul : C16H19ClN2. C4H4O6 Berat molekul : 390,87
Pemerian : Serbuk hablur putih tidak berbau
Susut pengeringan : Lakukan pengeringan pada suhu 65oC selama 4 jam sebelum digunakan.
pKb : 4-5
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam kloroform, sukar larut dalam benzene dan dalam eter Aqueous acid 265 nm : A¦ 320a
Deksklorfeniramin Maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C16H19ClN2. C4H4O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan(Ditjen POM,1995).
2.7.2 Mekanisme Kerja
Memblokir reseptor-H1 dengan menyaingi histamine pada reseptornya diotot licin dinding pembuluh dan dengan demikian menghindarkan timbulnya reaksi alergi. Khasiat lainnya menciutkan bronchi, saluran cerna, kandung kemih dan rahim(Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat yang menentang kerja histamin pada H1 reseptor histamin berguna dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena histamin(ISO, 2007).
2.7.3 Farmakokinetik Deksklorfeniramin Maleat
Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan kembali disebut farmakokinetik. Termasuk dalam proses farmakokinetik ialah absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek, sesuatu obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu bekerja ( Sutomo,1991).
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diapsorsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan dan maksimal 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru, sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah( Udin, S, 1987).
2.7.4 Efek samping
Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi (2-50% kasus). Efek sedasi ini bersifat individual, tergantung pada individu, dosis, dan jenis antihistamin yang diberikan. Efek samping lain berupa perasaan lemas dan pusing. Jarang-jarang dapat pula terjadi gejala stimulasi SSP (gelisah, gugup, insomnia), gejala efek antikolinergik berupa retensi urin (terutama pada orang tua), palpitasi, mulut kering, dan konstipasi. Umumnya efek samping ini timbul pada dosis tinggi (Sjamsuir,1991).
2.8 Metode Penetapan Deksklorfeniramin maleat 2.8.1 Secara Spektrofotometri UV
Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,002% b/v dalam asam sulfat 0,1 N setebal 2 cm pada daerah panjang delombang antara 230 nm dan 350 nm menun- jukkan maksimum hanya pada 265 nm.
2.8.2 Secara Volumetri
Pada titrasi bebas air-basa penetapan kadar deksklorfeiramin maleat menggunakan pelarut asam asetat dan pentiter asam perklorat. Asam asetat merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak berkompetisi secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima proton. Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidra dengan tujuan untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat(Rohman, 2007)