• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR SHOFIA MUJAHIDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR SHOFIA MUJAHIDAH"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS

MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU,

BOGOR

SHOFIA MUJAHIDAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Shofia Mujahidah NIM G34100011

(4)
(5)

ABSTRAK

SHOFIA MUJAHIDAH. Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan I MADE SUDIANA.

Pinus merkusii merupakan tumbuhan gymnospermae yang memiliki nilai ekonomi penting karena menghasilkan resin dan kayu yang baik. Selain itu P. merkusii juga sering digunakan dalam program rebosisasi karena dapat tumbuh di lahan yang kritis. Pertumbuhan dan perkembangan P. merkusii dipengaruhi oleh cendawan ektomikoriza yang membentuk simbiosis dengan akar tumbuhan tersebut. P. merkusii bersimbiosis secara obligat dengan cendawan ektomikoriza. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis morfotipe akar, mengisolasi, dan mengkarakterisasi cendawan ektomikoriza yang bersimbiosis dengan P. merkusii. Sebanyak 70.9% akar yang diperoleh dari 28 sampel bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza. Terdapat 26 morfotipe akar P. Merkusii yang terdiri atas 6 tipe ramifikasi dan 9 warna. Dikotomus cokelat merupakan morfotipe dengan frekuensi, persentase kolonisasi, dan kelimpahan relatif tertinggi. Persentase kolonisasi morfotipe dikotomus cokelat ialah 18.9% sedangkan kelimpahan relatifnya 26.7%. Terdapat 22 isolat yang berhasil diidolasi. Sebanyak 6 isolat yang terdiri dari isolat GD.151(3), GD.151(5a), GD.151(5b), GD.151(5c), GD.174(1), dan isolat GD.174(2) bukan merupakan cendawan ektomikoriza karena bersporulasi yaitu. Terdapat 3 isolat yang diduga cendawan ektomikoriza yaitu isolat GD.134(2b) dan GD.142(5) yang merupakan spesies Cenococcum geophilum serta isolat GD.162(1) yang memiliki sambungan apit. Beberapa struktur yang teramati dari berbagai isolat yaitu klamidospora, blastospora, anastomosis, dan papila.

Kata kunci: Ektomikoriza, Hutan Penelitian Gunung Dahu, Morfotipe, Pinus merkusii

(6)

ABSTRACT

SHOFIA MUJAHIDAH. Isolation of Ectomycorrhizal Pinus merkusii Fungi at Gunung Dahu Research Forest, Bogor. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and I MADE SUDIANA.

Pinus merkusii is an economically important plant because it produce good quality of resin and wood. In addition P. merkusii also often used in reforestation because its ability to grown on critical land. Growth and development of P. merkusii was influenced by ectomycorrhizal fungi that form symbiotic assocition in plant root . This study aimed to analyze root morphotype, and to isolate and characterize the ectomycorrhizal fungi assotiation with P. merkusii. A total of 70.9% of 28 root samples colonized by ectomycorrhizal fungi. There were 26 morphotypes which observed, consists of 6 types of ramification and 9 colors. Dichotomous brown was morphotype with the highest frequency, percentage of colonization, and relative abundance. Percentage of colonization of dichotomous brown morphotype was 18.9% with relative abundance was 26.7%. Isolates which successfully obtained were 22 isolates. There were 6 isolates which werw not an ectomycorrhizal fungi they were isolate of GD.151(3), GD.151(5a), GD.151(5b), GD.151(5c), GD.174(1), and GD.174(2). Three isolates could be ectomycorrhizal fungi such as GD.134(2b) and GD.142(5) isolates which were identified as Cenococcum geophilum and isolate GD.162(1) which had clamp connection. Fungal stuctures were observed were chlamydospore, blastospore, anastomosis, and papillae.

Keywords: Ectomycorrhiza, Gunung Dahu Research Forest, Morphotype, Pinus merkusii

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS

MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU,

BOGOR

SHOFIA MUJAHIDAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor

Nama : Shofia Mujahidah NIM : G34100011

Disetujui oleh

Dr Ir Nampiah Sukarno Pembimbing I

Prof Dr I Made Sudiana, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah keragaman atau diversitas, dengan judul Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno dan Bapak Prof Dr I Made Sudiana, MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan materi maupun dukungan moriil dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Nurul Rahayu, Ibu Atit, Mbak Reva, teman-teman pojok miko, dan teman-teman biologi angkatan 47 yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mempermudah saya dalam melaksanakan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014 Shofia Mujahidah

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Koleksi Ektomikoriza 3

Analisis Morfotipe Ektomikoriza 3

Isolasi Cendawan Pembentuk Ektomikoriza 3

Pemurnian Isolat Cendawan 4

Analisis Morfologi 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil 4

Pembahasan 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi lingkungan di lokasi pengambilan sampel ektomikoriza pinus

di Hutan Penelitian Gunung Dahu 5

2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Pinus merkusii di Kawasan Hutan

Penelitian Gunung Dahu 7

3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Pinus merkusii di Kawasan

Hutan Penelitian Gunung Dahu 8

4 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis isolat dari akar Pinus merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza 9

DAFTAR GAMBAR

1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Hutan Penelitian Gunung

Dahu, Bogor, Mei 2014 5

2 Frekuensi morfotipe ektomikoriza yang diperoleh dari 28 sampel runut

akar 6

3 Ciri mikroskopis isolat cendawan dari akar yang terkolonisasi

cendawan ektomikoriza 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Morfotipe dan struktur morfologi isolat 18

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Penelitian Gunung Dahu (HPGD) merupakan kawasan hutan penelitian hasil kerjasama antara Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) dengan Komatsu yang dikukuhkan pada tahun 1997. Kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan produksi Perum Perhutani yang dipinjam pakai untuk kegiatan penelitian dengan luas 250 Ha. Pepohonan utama yang ada di kawasan hutan ini adalah meranti namun juga ditanami olah pinus. HPGD memiliki curah hujan 2500–2700 mm/tahun. Kondisi topografi curam dengan ketinggian sekitar 550-650 m dpl dan berada pada 106°34’00”-106°35’30” BT dan 6°36’30”-6°37’00” LS. Jenis tanahnya latosol cokelat kemerahan (Balitbanghut 2011).

Pinus merkusii merupakan salah satu tumbuhan kehutanan di Indonesia yang memiliki berbagai potensi. Pinus pertama kali muncul pada zaman Mesozoic dan telah menyebar ke segala penjuru bahkan hingga daerah ekuator. Secara ekologi pinus menyebar di wilayah boreal, subalpine, temperate, dan hutan tropis (Gernandt et al. 2005). P. merkusii banyak digunakan dalam program reboisasi pada lahan kritis karena dapat menyimpan banyak air. Sejalan dengan Protokol Kyoto, negara berkembang yang didominasi oleh negara nonindustri di antaranya Indonesia, memiliki peran dalam penyerapan karbon. Indonesia dapat memanfaatkan hutan P. merkusii sebagai penyimpan karbon yang potensial (Saharjo dan Wardhana 2011). Secara ekonomi P. merkusii merupakan sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat tinggal di sekitar hutan P. merkusii. Peranan hutan P. merkusii sebagai hutan rakyat menyediakan berbagai sumber pendapatan berupa kayu dan getah resin. Pemanenan kayu dilakukan melalui daur tebang pilih (Andayani 2006).

P. merkusii merupakan tanaman yang bersimbiosis secara obligat dengan cendawan ektomikoriza. Ketergantungan pinus terhadap ektomikoriza karena habitatnya yang miskin unsur hara atau availibilitasnya rendah. Ektomikoriza merupakan salah satu bentuk mikoriza yang merupakan asosiasi simbiosis mutualistik antara akar tumbuhan dengan hifa cendawan. Cendawan tersebut memanfaatkan nutrisi berupa gula hasil fotosintesis dari inangnya dan sebagai gantinya cendawan tersebut berperan sebagai mediator untuk menyerap air dan mineral dari dalam tanah (Hibbett et al. 2000). Cendawan ektomikoriza merupakan bentuk simbiosis yang banyak ditemui pada bagian akar yang mengabsorpsi air dan hara. Akar yang dikolonisasi ektomikoriza memiliki karakteristik yang khas dengan terbentuknya tiga komponen struktur yaitu selubung atau mantel jaringan cendawan yang menyelimuti akar, pertumbuhan hifa di antara sel-sel epidermis dan korteks yang membentuk labirin, dan sistem elemen hifa yang tumbuh ke luar dan membentuk koneksi yang esensial antara tanah dan tubuh buah yang terbentuk dari cendawan ektomikoriza (Vioblet et al. 2001). Beberapa cendawan pembentuk ektomikoriza yang banyak ditemukan pada P. merkusii antara lain dari genus Scleroderma, Pisolithus, Rusulla, Rhizopogon, dan Suillus (Richardson 1998).

(14)

2

Sebelumnya telah banyak dipelajari bentuk simbiosis cendawan pada pinus. dari aspek peningkatan pertumbuhan dan struktur tubuh buah yang terbentuk. Namun penelitian tentang peranan keragaman terutama pada akar di Indonesia belum banyak dipelajari sedangkan banyak sekali cendawan ektomikoriza yang tidak menghasilkan tubuh buah. Masih sedikit penelitian mengenai aspek asosiasi ektomikoriza pada pinus di Indonesia mengingat Indonesia memiliki hutan pinus yang begitu luas dan tersebar di berbagai provinsi.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu masih sedikitnya penelitian yang melaporkan mengenai ektomikoriza pada P. merkusii di Indonesia dilihat dari aspek keragaman morfotipe akar maupun cendawannya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfotipe ektomikoriza pada P. merkusii, mengisolasi dan mengkarakterisasi cendawan ektomikoriza melalui analisis morfologi secara makroskopis maupun mikroskopis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menambahkan data inventarisasi mengenai keragaman cendawan ektomikoriza dan keragaman morfotipe ektomikoriza pada P. merkusii. Data ini dapat dijadikan bahan acuan maupun digunakan untuk penelitian lanjutan mengenai ektomikoriza pada P. merkusii di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis morfotipe ektomikoriza, persentase kolonisasi masing-masing morfotipe pada setiap plot dan kelimpahan relatif morfotipe pada setiap plot. Adapun cakupan yang lain yaitu mengisolasi cendawan ektomikoriza dan mengkarakterisasinya secara makroskopis maupun mikroskopis.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah akar P. merkusii yang terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza, cendawan ektomikoriza, media MMN, etanol 50% dan 70%, NaClO 0.05%, akuades steril, dan shear.

(15)

3

Alat

Alat yang digunakan delam penelitian ini ialah GPS, pH meter untuk tanah, 4 in 1, autoklaf, laminar air flow, mikroskop stereo Olympus, mikroskop majemuk Olympus, dan kamera Optilab.

Koleksi Ektomikoriza

Pengambilan sampel diawali dengan menetukan lokasi pengambilan sampel yang ada di Hutan Gunung Dahu secara acak. Petak seluas 20 x 20 meter dibuat dengan menancapkan pasak pembatas yang dihubungkan dengan tali rafia. Jumlah petak yang dibuat sebanyak 3 buah sebagai ulangan. Posisi plot ditentukan dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Setiap petak dipilih 7 buah pohon Pinus merkusii secara acak. Sampel akar dan tanah diambil dari akar utama dengan menetukan 4 titik berbeda dengan kedalaman berkisar antara 3 cm hingga 15 cm. Pengambilan sampel akar dan tanah dilakukan dengan menggunakan metode runut akar Ishida et al. (2007) yang telah dimodifikasi. pH tanah diukur pada setiap pohon yang diambil sampel akarnya. Sampel dimasukkan ke dalam plastik bersegel yang telah dimasukan kapas basah agar lembab dan diberi keterangan lokasi pengambilan, nomor petak, nomor ulangan, dan diberi kode sampel.

Analisis Morfotipe Ektomikoriza

Sampel akar P. merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza dikarakterisasi dengan cara diamati di bawah mikroskop stereo dan mikroskop cahaya. Analisis morfotipe dilakukan dengan menggunakan kunci Agerer (1996). Sampel akar yang diperoleh, kemudian dikelompokkan berdasarkan morfotipe masing-masing dan dihitung persen kolonisasi (K) dan kelimpahan relatifnya (KR) menggunakan rumus:

K = Jumlah akar terkolonisasi

Total akar teramati x 100%

KR = Jumlah seluruh tipe morfotipeJumlah setiap tipe morfotipe x 100%

Isolasi Cendawan Pembentuk Ektomikoriza

Proses isolasi merujuk pada metode Brundrett et al. (1996). Akar Pinus yang terkolonisasi cendawan pembentuk ektomikoriza dipotong-potong dengan panjang sekitar 0.5 cm. Sebanyak 30-50 potong akar dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali selama 15 menit. Kemudian akar direndam dalam etanol 50% selama 2 menit dilanjutkan dengan perendaman dengan air steril selama 1 menit, kemudian dipindahkan ke dalam NaClO 0.1% selama 30 detik. Akar dibilas kembali dengan air steril sebanyak tiga kali lalu dikeringkan dengan tissue steril, dan diinokulasikan pada media Modified Melin Norkans (MMN) yang telah

(16)

4

dicampur dengan antibiotik chloramphenicol. Selanjutnya isolat diinkubasi pada suhu ruang hingga tumbuh hifa. Isolat dimurnikan hingga dihasilkan koloni yang tunggal.

Pemurnian Isolat Cendawan

Hifa cendawan yang tumbuh dari akar P. merkusii, dimurnikan pada medium MMN agar hingga diperoleh kultur murni cendawan. Setelah diperoleh kultur murni, dibuat pula kultur pada media MMN cair.

Analisis Morfologi

Identifikasi isolat cendawan dilakukan secara morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi Brundrett et al. (1996) dengan metode Riddle (1950).

Secara ringkas metode tersebut sebagai berikut: Cendawan ditumbuhkan pada media MMN dalam kaca objek yang dilapisi dengan kaca penutup. Kaca objek dimasukan ke dalam cawan petri steril yang diberi kertas saring steril yang lembab dan diinkubasi selama 15-30 hari. Kaca penutup yang ditumbuhi cendawan dipindahkan pada kaca objek steril yang telah ditetesi larutan shear. Selanjutnya struktur morfologi cendawan diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400-1000 kali. Pengamatan terhadap struktur konidia dan miselia cendawan menggunakan kunci identifikasi Barnet dan Hunter (1998) dan Trappe (1962).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Lingkungan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Dahu

Suhu rata-rata seluruh plot pada saat pengambilan sampel ialah 31.3 oC

dengan suhu terendah ialah 28.2 oC dan suhu tertinggi 38.8 oC. Rata-rata kelembaban relatif (RH) sebasar 68.9% dengan RH tertinggi sebesar 77.7% dan RH terendah sebesar 55.6%. Adapun pH tanah di lingkungan HPGD memiliki rata-rata 4.9 dengan pH terendah ialah 4.2 dan pH tertinggi 6 (Tabel 1).

Plot 1 memiliki rata-rata suhu yang paling tinggi, rata-rata kelembaban relatif yang paling rendah, dan rata-rata pH tanah yang paling rendah. Adapun plot 3 memiliki kondisi sebaliknya. Rata-rata suhu pada plot 3 paling rendah, kelembaban relatif tertinggi, dan pH tanah tertinggi. Secara umum dapat dikatakan kondisi lingkungan di HPGD memiliki suhu yang umum dimiliki oleh wilayah yang beriklim tropis, kelembaban yang dapat dikatakan cukup rendah untuk wilayah yang memiliki iklim tropis, dan kondisi tanah yang asam berwarna merah. Tanah asam berwarna merah ini dikategorikan dalam tipe tanah latosol.

(17)

5 Tabel 1 Kondisi lingkungan di lokasi pengambilan sampel ektomikoriza Pinus

merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu Plot Kisaran (rata-rata)

Suhu (°C) RH (%) Intensitas cahaya (lux) pH tanah 1 28.2-36 (33) 55.6-71.8 (61.9) 6.51x103-39.3 x103 (20 x103) 4.2-5.5 (4.6) 2 29.1-38.8 (32.2) 63.8-72.4 (68.6) 4.69x103-24.5x103 (11.8 x103) 4.3-5.3 (4.9) 3 28.3-29.2 (28.8) 72-77.7 (75.3) 5.97x103-23.1x103 (14.8x103) 4.5-6 (5.3)

Analisis Morfotipe Ektomikoriza

Analisis morfotipe akar P. merkusii yang didapatkan dari HPGD dengan menggunakan kunci identifikasi Agerer (1996) menunjukan terdapat 26 morfotipe akar yang terdiri atas 6 tipe ramifikasi dan 9 variasi warna. Keenam tipe tersebut ialah unramified-simple, monopodial pinnate, monopodial pyramidal, dichotomous, irregularly pinnate, dan coralloid (Gambar 1) dengan variasi warnanya yaitu cokelat, cokelat gelap, cokelat terang, cokelat karamel, cokelat keputihan, putih, kuning, hitam, dan hitam keputihan.

Gambar 1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor, Mei 2014. Morfotipe coralloid putih (a), dichotomous putih (b),

dichotomous kuning (c), irregularly pinnate coklat karamel (d), irregularly pinnate cokelat gelap (e), monopodial pinnate cokelat terang (f), dan monopodial pyramidal cokelat (g), unramified –simple cokelat

a

b

c

d

e

f

(18)

6 22% 8% 3% 45% 16% 6% Unramified-simple (Cg= 9.5%; C= 76.2%; Ct= 9.5%; Ck= 9.5%) Monopodial pinnate (Cg= 25%; C= 12.5%; Ct= 37.5%; Ck= 25%) Monopodial pyramidal (Ct= 50%; Ck= 50%) Dichotomous (Cg= 13.6%; C= 38.6%; Ct= 2.3%; P= 20.5%; Cp= 15.9%; K= 6.8%; Hp = 2.3% ) Irregularly pinnate (Cg= 26.7%; C= 40%; Ct= 6.7%; Ck= 20%; Cp= 6.7%; H= 6.7%) Coralloid (Cg= 16.7%; P= 66.7%; Cp= 16.7%)

Morfotipe yang paling banyak ditemukan pada akar P. mrkusii ialah dikotomus sebanyak 44% dan diikuti unramified-simple sebanyak 22% (Gambar 2). Variasi warna paling banyak ditemukan pada morfotipe dikotomus yaitu sebanyak 7 variasi warna (Gambar 2) dan secara keseluruhan variasi warna yang paling banyak ditemui ialah cokelat. Morfotipe akar dengan warna cokelat paling banyak ditemukan pada morfotipe dikotomus. Variasi warna yang paling jarang ditemukan ialah warna hitam maupun hitam keputihan. Warna hitam hanya ditemukan pada morfotipe irregularly pinnate dan hitam keputihan ditemukan pada morfotipe dikotomus.

P. merkusii yang terdapat pada HPGD memiliki persentase akar yang terkolonisasi sebesar 70.9% (Tabel 2) yang artinya akar yang bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza lebih banyak dari pada yang tidak bersimbiosis. Akar yang tidak terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza sebanyak 29.1%. Persentase kolonisasi terbanyak ialah 18.9% yaitu pada morfotipe dikotomus cokelat sehingga dapat dikatakan pinus yang ada di HPGD mayoritas memiliki morfotipe dikotomus cokelat. Persentase tertinggi ini cukup jauh selisihnya dengan persentase kolonisasi kedua tertinggi yaitu sebasar 8.6% yang dimiliki oleh morfotipe unramified-simple cokelat. Demikian pula selisih persentase kolonisasi Gambar 2 Frekuensi morfotipe ektomikoriza yang diperoleh dari 28 sampel runut

akar. C) cokelat, Cg) cokelat gelap, Ck) cokelat karamel, Cp) cokelat keputihan, Ct) cokelat terang, H) hitam, Hp) hitam keputihan, K) kuning, P) putih

(19)

7 tertinggi kedua dengan persentase kolonisasi tertinggi ketiga yang hanya 5.9% dimiliki oleh irregularly pinnate cokelat. Setelah persentase tertinggi ketiga tidak terdapat selisih persentase kolonisasi yang begitu jauh pada tiap morfotipe lainnya. Morfotipe yang paling sedikit persentase kolonisasinya ialah coralloid cokelat gelap dan coralloid cokelat keputihan.

Tabel 2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Pinus merkusii di kawasan Hutan Penelitian Gunung Dahu

Sebanyak 21 sampel diamati dan didapatkan 1 669 potong akar yang terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza. Persentase kelimpahan relatif menggambarkan kelimpahan suatu morfotipe di antara morfotipe lainnya. Data yang didapatkan sebenarnya tidak berbeda jauh dengan data persentase kolonisasi. Persentase kelimpahan relatif tertinggi ialah dikotomus cokelat yaitu sebesar 26.7% . Kelimpahan relatif tertinggi selanjutnya ialah unramified-simple coklat (12.2%) dan irregularly pinnate cokelat (8.3%). Selisih persentase kelimpahan relatif pada morfotipe selain yang telah disebutkan di atas tidak terlalu jauh. Kelimpahan relatif terendah sebesar 0.2% pada morfotipe coralloid cokelat gelap dan coralloid cokelat keputihan.

Morfotipe Persentase kolonisasi (%)

Coralloid cokelat gelap 0.1

Coralloid cokelat keputihan 0.1

Coralloid putih 1.6

Dichotomous cokelat 18.9

Dichotomous cokelat gelap 4.2

Dichotomous cokelat keputihan 3.3

Dichotomous cokelat terang 0.9

Dichotomous hitam keputihan 0.3

Dichotomous kuning 1.7

Dichotomous putih 2.8

Irregularly pinnate cokelat 5.9

Irregularly pinnat cokelat gelap 2.7

Irregularly pinnate cokelat karamel 4.3

Irregularly pinnate cokelat keputihan 0.4

Irregularly pinnate cokelat terang 0.4

Irregularly pinnate hitam 1.7

Monopodial pinnate cokelat 0.3

Monopodial pinnate cokelat gelap 0.8

Monopodial pinnate cokelat karamel 1.8

Monopodial pinnate cokelat terang 2.2

Monopodial pyramidal coklat karamel 1.5

Monopodial pyramidal cokelat terang 1.4

Unramified-simple cokelat 8.6

Unramified-simple cokelat gelap 3.1

Unramified-simple cokelat karamel 0.2

Unramified-simple cokelat terang 1.7

(20)

8

Tabel 3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Pinus merkusii di kawasan Hutan Penelitian Gunung Dahu

Isolasi, Pemurnian, dan Analisis Morfologi Cendawan Ektomikoriza

Isolat yang berhasil didapatkan dari 28 sampel sebanyak 22 buah. Sebanyak 6 isolat dari 22 isolat tersebut ada yang bersporulasi (Lampiran 1). Cendawan yang bersporulasi membentuk konidium merupakan cendawan dari kelompok cendawan imperfekti atau cendawan mitospora karena tidak atau belum ditemukannya struktur reproduksi seksual. Keenam cendawan ini berasal dari ordo Moniliales yang struktur konidiumnya berasal dari hifa. Cendawan yang bersporulasi ini kemungkinan besar bukan merupakan cendawan ektomikoriza. Tabel 4 memperlihatkan karakteristik morfologi isolat yang berhasil dimurnikan. Struktur mikroskopik yang ditemukan pada berbagai isolat dapat dilihat pada Gambar 3. Hanya ada satu isolat yang memiliki sambungan apit yaitu isolat GD.162(1). Sambungan apit adalah ciri dari cendawan filum Basidiomycetes yang merupakan cendawan penyusun ektomikoriza terbanyak (Gambar 3a). Selain itu diperoleh juga cendawan yang memiliki ciri morfologi Cenococcum geophilum yaitu pada isolat GD.134(2b) dan GD.142(5). Ciri tersebut antara lain koloni hitam, hifa sepat gelap, dan memiliki struktur anastomosis dan papila pada hifa.

Morfotipe Jumlah (potong) Kelimpahan relatif (%)

Coralloid cokelat gelap 3 0.2

Coralloid cokelat keputihan 3 0.2

Coralloid putih 37 2.2

Dichotomous cokelat 445 26.7

Dichotomous cokelat gelap 99 5.9

Dichotomous cokelat keputihan 78 4.7

Dichotomous cokelat terang 22 1.3

Dichotomous hitam keputihan 6 0.4

Dichotomous kuning 40 2.4

Dichotomous putih 65 3.9

Irregularly pinnate cokelat 136 8.3

Irregularly pinnat cokelat gelap 63 3.8

Irregularly pinnate cokelat karamel 102 6.1

Irregularly pinnate cokelat keputihan 9 0.5

Irregularly pinnate cokelat terang 10 0.6

Irregularly pinnate hitam 39 2.3

Monopodial pinnate cokelat 8 0.5

Monopodial pinnate cokelat gelap 18 1.1

Monopodial pinnate cokelat karamel 42 2.5

Monopodial pinnate cokelat terang 51 3.1

Monopodial pyramidal coklat karamel 35 2.1

Monopodial pyramidal cokelat terang 34 2.0

Unramified-simple cokelat 203 12.2

Unramified-simple cokelat gelap 72 4.3

Unramified-simple cokelat karamel 5 0.3

Unramified-simple cokelat terang 41 2.6

(21)

Ta be l 4 Ka ra kter ist ik m akroskopis da n mi kroskopis isol at da ri a ka r Pinus me rk usii y an g ter koloni sa si ce nda w an e ktom ikori za K o d e Is o lat Mo rf o tip e ak ar Usi a is o lat (h ar i) Diam ete r (m m ) B en tu k k o lo n i W ar n a k o lo n i E lev asi k o lo n i T ek stu r k o lo n i Miseli -um T ep ian k o lo n i E fek p ad a m ed iu m C ir i-cir i m ik ro sk o p is h if a Per m u k a an m ed iu m B awah m ed iu m GD. 134 (2a) Un ra mified -simp le co k elat 7 33 Ir reg u la r Ab u -ab u d en g an lin g k ar an tep i p u ti h Ab u -ab u k eh itam an F la t V elvety Immer -sed Un d u la te -H y alin b er sek at, Per cab an g an teg ak lu ru s GD. 134 (2b ) Un ra mified -simp le co k elat 7 25 C ir cu la r Hitam k eab u -ab u an Hitam F la t C o tto n y A eria l E n tir e Hif a g elap b er sek at, m e m ilik i an asto m o sis d an p ap illa GD. 142 (2a) Dich o to -mo u s co k elat 7 53 C ir cu la r Pu tih b er k o n tu r Pu tih b er k o n tu r F la t F elty Immer -sed C u rled - H y alin b er sek at, m em b en tu k k lam id o sp o ra GD. 142 (2b ) Dich o to -mo u s co k elat 7 54 C ir cu la r Pu tih Pu tih F la t F elty Immer -sed E n tir e - H y alin b er sek at, m em b en tu k k lam id o sp o ra GD. 142 (5) Dich o to -mo u s co k elat k ep u tih an 7 5 9 ,5 C ir cu la r Hitam k eab u -ab u an Hitam F la t C o tto n y A eria l E n tir e - Hif a g elap b er sek at, m em b en tu k an asto m o sis d an p ap ila GD. 151 (1b ) C o ra ll o id co k elat k ep u tih an 23 37 Ir reg u la r Pu tih Pu tih R a is ed V elvety A eria l Ir reg u la r - H y alin b er sek at GD. 151 (3) Ir reg u la rly p in n a te co k leat 41 5 7 ,5 Ir reg u la r Ab u -ab u K u n in g F la t F elty Immer -sed Ir reg u la r K e k u n i-n g an H y alin b er sek at d an b er cab an g , m em b en tu k k o n id iu m GD. 151 (4) Dich o to -mo u s co k elat 41 28 Ir reg u la r-F ila men to u s C o k elat C o k elat R a is ed C o tto n y A eria l Un d u la te -F ilifo rm - Jin g g a b er sek at , m em b en tu k k lam id o sp o ra 9

(22)

10 Ta be l 4 Ka ra kter ist ik m akroskopis da n mi kroskopis isol at da ri a ka r Pinus me rk usii y an g ter koloni sa si ce nda w an e ktom ikori za ( lanjut an ) K o d e is o lat Mo rf o tip e ak ar Usi a is o lat (h ar i) Diam ete r (m m ) B en tu k k o lo n i W ar n a k o lo n i E lev asi k o lo n i T ek stu r k o lo n i Miseli -um T ep ian k o lo n i E fek p ad a m ed iu m C ir i-cir i m ik ro sk o p is h if a Per m u k a an m ed iu m B awah m ed iu m GD.1 51 (5 a) C o ra ll o id p u tih 41 4 4 ,5 F ila men to u s K u n in g p ad a b ag ian ten g ah d en g an tep ian p u tih Me rah m u d a C reteri form C o tto n y A eria l F ilifo rm Me rah m u d a H y alin b er sek at, m em b en tu k k o n id iu m GD. 151 (5b ) C o ra ll o id p u tih 41 49 F ila men to u s K u n in g K u n in g R a is ed C o tto n y A eria l F ilifo rm - H y alin b er sek at, m em b en tu k k o n id iu m GD. 151 (5c) C o ra ll o id p u tih 41 51 C ir cu la r Ab u -ab u Pu tih F la t F elty Immers e d C ir cu la r -H y alin b er sek at, m em b en tu k k o n id io sp o ra GD. 152 (1) Dich o to -mo u s co k elat 23 65 C ir cu la r C o k elat b er k o n tu r Hitam b er k o n tu r F la t C o tto n y A eria l C u rled - Gelap b er sek at, m em b en tu k k lam id o sp o ra GD. 153 (2a) Un ra mified -simp le co k elat 23 51 F ila men to u s Pu tih Me rah m u d a R a is ed C o tto n y A eria l F ilifo rm Me rah m u d a H y alin b er sek at, m em b en tu k k lam id o sp o ra GD. 153 (2b ) Un ra mified -simp le co k elat 23 33 Ir reg u la r Pu tih Kr em k ek u n in g an F la t C o tto n y Imme -rs ed Un d u la te - H y alin b er sek at GD. 162 (1) Ir reg u la rly p in n a te co k elat k ar a m el 23 7 1 ,5 Ir reg u la r C o k elat C o k elat k eh itam an F la t V elvety Immer -sed Un d u la te Hitam H y alin , m em ili k i Sam b u n g an ap it GD. 164 (3) Ir reg u la rly p in n a te co k elat k ar a m el 46 27 Ir reg u la r Hi tam H itam F la t A b sen t Immer -sed Un d u la te - Gelap b er sek at , m em b en tu k b last o sp o ra 10 11

(23)

11 Ta be l 4 Ka ra kter ist ik m akroskopis da n mi kroskopis isol at da ri a ka r Pinus me rk usii y an g ter koloni sa si ce nda w an e ktom ikori za ( lanjut an ) K o d e is o lat Mo rf o tip e ak ar Usi a is o lat (h ar i) Diam ete r (m m ) B en tu k k o lo n i W ar n a k o lo n i E lev asi k o lo n i T ek stu r k o lo n i Miseli -um T ep ian k o lo n i E fek p ad a Me d iu m C ir i-cir i m ik ro sk o p is h if a Per m u k a an m ed ia Dasar m ed ia GD. 171 (1) Mo n o p o d ia l p yra mid a l co k elat k ar a m el 7 0 ,9 Ir reg u la r Kr em Kr em F la t W a xy Immer -sed C u rled - H y alin b er sek at, m em ili k i k o n id iu m tu n g g al p ad a k o n id io fo r y an g b er cab an g GD. 171 (2) Ir reg u la rly p in n a te co k elat 7 30 C ir cu la r Pu tih Pu tih F la t V elvety Immer -sed F ilifo rm - H y alin b er sek at , p er cab an g an teg ak lu ru s GD. 172 (2b ) Mo n o p o d ia l p in n a te co k elat k ar a m el 63 80 F ila men to u s Pu tih b er k o n tu r Pu tih b er k o n tu r F la t F elty Immer -sed F ilifo rm -C u rled - H y alin b er sek at, m em b en tu k k lam id o sp o ra GD. 174 (1) Mo n o p o d ia l p in n a te co k elat k ar a m el 46 69 C ir cu la r Pu tih p ad a b ag ian ten g ah d en g an tep ian ab u -ab u K rem k ek u n in g an F la t F elty Immer -sed E n tir e - H y alin b er sek at, m em b en tu k k o n id u m GD. 174 (2) Mo n o p o d ia l p in n a te co k elat ter an g 46 78 C ir cu la r Pu tih p ad a b ag ian ten g ah tep ian ab u -ab u Kr em k ek u n in g an F la t F elty Imme -rs ed E n tir e - H y alin b er sek at, m em b en tu k k o n id u m d an k lam id o sp o ra GD. 174 (3b ) Ir reg u la rly p in n a te co k elat g elap 46 5 7 ,5 Ir reg u la r Pu tih k eab u an d en g an lin g k ar an tep i k rem C o k elat F la t V elvety Immer -sed E n tir e - H y alin b er sek at, m em b en tu k k lam id o sp o ra 11

(24)

12

Pembahasan

Hutan Penelitian Gunung Dahu merupakan hutan yang memiliki tanah dengan tipe latosol. Tanah latosol merupakan tanah asam yang mengandung Al dan Fe. Adanya Fe menyebabkan tanah berwarna kemerahan. Ion-ion Al maupun Fe dapat menjerap fosfat sehingga ketersediannya di dalam tanah menjadi rendah (Utami 1993). Cendawan ektomikoriza tumbuh baik pada lingkungan yang asam dengan ketersediaan fosfat yang rendah.

Hasil karakterisasi morfotipe ektomikoriza dari 28 akar pinus dengan menggunakan kunci identifikasi Agerer (1996) menunjukkan sebanyak 26 morfotipe diperoleh dari 1 669 potong akar. Frekuensi morfotipe menggambarkan seberapa sering suatu morfotipe tersebut ditemukan pada tiap sampel akar tanpa menghitung banyaknya jumlah morfotipe tersebut per satuan sampel. Dikotomus cokelat merupakan morfotipe yang paling banyak ditemui pada tiap sampel akar (Gambar 2).

Persentase kolonisasi menggambarkan tingkat kolonisasi cendawan ektomikoriza pada akar. Tabel 2 memperlihatkan bahwa akar pinus yang ada di HPGD memiliki tingkat kolonisasi yang tinggi yaitu 70.9%. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa akar yang tidak terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza hanya 29.1%. Nilai total kolonisasi ini dapat dibagi lagi berdasarkan morfotipe yang telah berhasil dikarakterisasikan. Sama seperti pada frekuensi morfotipe, dikotomus cokelat memiliki persentase kolonisasi tertinggi yaitu 18.9%. Artinya dari 1 669 potong akar, sebanyak 18.9% dikolonisasi oleh morfotipe ini.

Berbeda dengan persentase kolonisasi, kelimpahan relatif menggambarkan tingkat kelimpahan suatu morfotipe dari keseluruhan morfotipe yang ada. Sehingga data jumlah suatu morfotipe dibandingkan dengan data jumlah keseluruhan morfotipe tanpa mempedulikan akar yang tidak terkolonisasi. Data

a

b

c

d

e

f

Gambar 3 Ciri mikroskopis isolat cendawan dari akar yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza. a) sambungan apit, b) konidium, c) blastospora, d) klamidospora, e) anastomosis, f) papila

(25)

13 yang diperoleh tentu dapat diperkirakan melalui data persentase kolonisasi karena hasilnya tentu tidak akan berbeda. Kelimpahan relatif tertinggi hingga yang terendah akan sama dengan persentase kolonisasi tertinggi hingga yang terendah. Tabel 3 menunjukan data kelimpahan relatif tiap morfotipe yang hasilnya serupa dengan data pada Tabel 2 namun hanya nilai persentasenya yang berbeda.

Frekuensi morfotipe dapat dipengaruhi oleh sumber atau ketersedian inokulum. Faktor tersebut bergantung pada kompatibilitas terhadap tanaman inang, pengenalan, dan potesial inokulum tersebut (Smith dan Read 2008). Ada beberapa spesies cendawan yang spektrum kolonisasinya sempit sehingga hanya dapat dikenali dan kompatibel dengan inang tertentu. Spesifitas cendawan ektomikoriza ini dapat menentukan morfotipe apa saja yang mudah atau banyak ditemukan pada suatu tanaman. Salah satu cendawan ektomikoriza yang umum dijumpai pada tanaman pinus adalah Russula (Richardson 1998). Russula membentuk struktur morfotipe dikotomus pada pinus (Niazi et al. 2006). Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Hawley et al. (2008) mengenai morfotipe ektomikoriza pada P. patula di Afrika selatan juga menunjukan bahwa morfotipe dikotomus merupakan morfotipe yang paling banyak dijumpai. Menurut Smith dan Read (2008), Suillus dan Rhizopogon adalah cendawan yang berasosiasi spesifik dengan P. merkusii sehingga tentunya morfotipe keduanya juga paling dominan P. merkusii.

Persentase kolonisasi dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah, ketersediaan inokulum, dan kondisi iklim mikro (Germino et al. 2006). Kondisi tanah seperti ketersediaan nutrisi dan pH tanah serta usia tanaman juga berpengaruh terhadap kolonisasi cendawan ektomikoriza (Smith dan Read 2008). Swaty et al. (1998) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kolonisasi ektomikoriza pada lokasi dengan tanah yang miskin nutrisi dan kelembaban rendah (cinder site) lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dengan tanah kaya nutrisi dan kelembaban tinggi (sandy-loam site). Hal ini dikarenakan ektomikoriza dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan penyerapan nutrisi dan air sehingga kolonisasinya akan semakin meningkat jika lingkungan tersebut memiliki air dan nutrisi yang rendah.

Isolasi cendawan dari akar yang terkolonisasi oleh ektomikoriza diperoleh dari morfotipe coralloid putih, dichotomous cokelat, dichotomous cokelat keputihan, irregularly pinnate cokelat, irregularly pinnate cokelat terang, irregularly pinnate cokelat gelap, irregularly pinnate cokelat karamel, monopodial pinnate cokelat terang, monopodial pinnate cokelat karamel, dan unramified-simple coklat. Beberapa morfotipe ada yang menghasilkan lebih dari satu isolat. Isolat yang diperoleh berasal dari 5 pohon yaitu pohon 3, 4, 5, 6, dan 7. Pohon 3 menghasilkan 1 isolat, pohon 4 menghasilkan 3 isolat, pohon 5 menghasilkan 9 isolat, pohon 6 menghasilkan 2 isolat, dan pohon 7 menghasilkan 5 isolat. Diperolehnya isolat yang diduga C. geophilum pada P. merkusii diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurhayat (2013) yang juga memperoleh C. geophilum pada P. merkusii di BKPH Lembang. Belum ada laporan sebelumnya yang menyatakan cendawan ektomikoriza C. geophilum berasosiasi denga P. merkusii di Indonesia.

Isolat yang bersporulasi berasal dari cendawan mitospora. Sebagian besar kelompok ini bukan merupakan cendawan ektomikoriza. Menurut Brundrett et al. (1996) cendawan mitospora yang dapat membentuk struktur ektomikoriza berasal dari kelas Hipomycetes. Salah satu cendawan hipomiset yang telah diketahui dapat

(26)

14

membentuk struktur ektomikoriza adalah C. geophilum. Sebagian besar cendawan yang membentuk struktur ektomikoriza berasal dari filum Basidiomycota sehingga isolat yang memiliki sambungan apit dapat dipastikan merupakan cendawan ektomikoriza. Struktur lainnya yang ditemukan pada berbagai isolat antara lain anastomosis (jembatan antar hifa), blastospora, klamidospora, dan papila pada hifa. Isolasi cendawan yang dilakukan dari akar cukup sulit dilakukan dilihat dari sedikitnya isolat yang di dapat. Kontaminasi yang berasal dari akar sering terjadi karena metode sterilisasi akar yang kurang baik maupun sampel yang sudah terlalu lama sehingga terjadi kolonisasi sekunder oleh cendawan saprofit yang tumbuh lebih cepat saat dikulturkan.

Diversitas atau keragaman cendawan ektomikoriza dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi lingkungan, kedalaman tanah (Byrd et al. 2000), dan usia tanaman (Smith dan Read 2008). Kondisi lingkungan yang terganggu seperti cemaran logam berat, kawasan tebang habis (Hagerman et al. 1999), dan lahan yang terbakar (Standell et al. 1999) menurunkan baik diversitas maupun jumlah cendawan ektomikoriza. Demikian pula halnya dengan kedalaman tanah. Semakin dalam tanahnya diversitas ektomikoriza semakin tinggi. Sedangkan pada usia tanaman atau pohon yang semakin tua memiliki diversitas cendawan ektomikoriza yang semakin tinggi.

Cendawan ektomikoriza mayoritas memiliki pertumbuhan yang lambat jika dikulturkan pada media sintetik (Brundrett et al. 1996). Lambatnya pertumbuhan cendawan ektomikoriza karena hilang atau menurunnya kemampuan cendawan ektomikoriza dalam mendegradasi selulosa dan lignin (Smith dan Read 2008). Penurunan kemampuan tersebut menyebabkan saprofisitas cendawan ektomikoriza menjadi rendah dan lebih bergantung terhadap inang. Oleh karena itu dibutuhkan media khusus untuk mengkulturkan cendawan ektomikoriza. Salah satu media standar yang digunakan untuk mengisolasi cendawan ektomikoriza adalah media MMN. Media ini mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cendawan ektomikoriza serta sumber karbon sederhana berupa glukosa yang dapat dimanfaatkan langsung (Lampiran 2).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lingkungan di HPGD memiliki suhu yang normal pada iklim tropis, kelembaban yang rendah, dan tanah asam merah (latosol). Sebanyak 1 669 potong akar yang terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza berhasil diperoleh dari 28 sampel dari HPGD. Sebanyak 26 morfotipe akar yang terdiri atas 6 tipe ramifikasi dan 9 variasi warna berhasil diidentifikasi. Dikotomus cokelat merupakan morfotipe dengan frekuensi, persentase kolonisasi, dan kelimpahan relatif paling tinggi. Isolat yang berhasil didapatkan dari 28 sampel sebanyak 22 buah yang berasal dari sampel GD.134, GD.142, GD.151, GD.152, GD.153, GD.162, GD.164, GD.171, GD.172, dan GD.174. Sebanyak 6 isolat bersporulasi sehingga dapat dipastikan bahwa isolat tersebut bukan cendawan ektomikoriza. Sebanyak 3 isolat dipastikan merupakan cendawan ektomikoriza yaitu isolat GD.134(2b),

(27)

15 GD.142(5), dan GD.162(1). Isolat GD.134(2b) dan GD.142(5) memiliki ciri morfologi seperti C. geophilum yang merupakan cendawan ektomikoriza. Isolat GD.162(1) diduga merupakan cendawan ektomikoriza karena memiliki sambungan apit yang menandakan bahwa isolat tersebut berasal dari filum Basidiomycota. Beberapa isolat memiliki struktur klamidospora, blastospora, anastomosis, dan papila. Perlu dilakukan identifikasi lanjut untuk mengetahui dan memperjelas status isolat lainnya yang masih belum jelas.

Saran

Analisis morfotipe maupun analisis morfologi belum cukup untuk mengetahui spesies cendawan yang berhasil diisolasi maupun statusnya sebagai cendawan ektomikoriza atau bukan. Analisis molekuler diperlukan untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki oleh analisis morfotipe dan analisis morfologi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi isolat yang telah diperoleh dan untuk mengetahui pengaruh diversitas cendawan ektomikoriza tersebut terhadap pertumbuhan P. merkusii.

(28)

16

DAFTAR PUSTAKA

Agerer R. 1996. Colour Atlas of Ectomycorrhizae. Schwabish Gmund (DE): Einhorn-Verlag

Andayani W. 2006. Analisis keuntungan pengusahaan hutan pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di KPH Pekalongan Barat. J Man Hut Trop. 12(3): 26-39.

[Balitbanghut] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2011. Hutan Penelitian Gunung Dahu [internet]. Bogor (ID): [diunduh 2013 apr 22]. Tersedia pada: http://www.forda-mof.org/index.php/content/nonkhdtk/128. Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4.

Minneapolis (US): Burgess Publishing Company.

Brundrett MC, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working With Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): ACIAR Monograph 32.

Byrd KB, Parker VT, Vogler DR, Cullings KW. 2000. The influence of clear cutting on ectomycorrhizal fungus diversity in a lodgepole pine (Pinus contorta) stand, Yellowstone National Park, Wyoming, and Gallatin National Forest, Montana. Cen J Bot. 78(2): 149-156.

Gernandt DS, Gretel GD, Sol OG, Aaron L. 2005. Phylogeny and classification of Pinus. Taxon 54(1): 29-42.

Germino MJ, Hasselquist NJ, McGonigle T, Smith WK, Sheridan PP. 2006. Landscape- and age-based factors affecting fungal colonization of conifer seedling roots at the alpine tree line. Can J For Res. 36(4): 901-909.

Hagerman SM, Jones MD, Gillespie M, Durall DM. 1999. Effects of clear-cut logging on the diversity and persistence of ectomycorrhizae at a subalpine forest. Can J For Res. 29(1): 124-134.

Hawley GL, Taylor AFS, Dames JF. 2008. Ectomycorrhizas in association with Pinus patula in Sabie, South Africa. South Afr J Sci. 104(7-8): 273-283. Hibbett DS, Luz BG, Michael JD. 2000. Evolutionary instability of

ectomycorrhizal symbioses in Basidiomycetes. Nature 407: 506-507. Ishida TA, Nara K, Hogetsu T. 2007. Host effects on ectomycorrhizal fungal

communities: insight from eight host species in mix conifer-broadleaf forests. New Phytol. 174(2): 430-440.

Niazi AR, Iqbal SH, Khalid AN. Biodiversity of mushroom and ectomycorrhizas Russula brevipes Peck. and its ectomycorrhiza-a new recordfrom himalayan moist temperate forests of Pakistan. Pak J Bot. 38(4): 1271-1277.

Nurhayat OD. 2013. Ektomikoriza Pinus merkusii di Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Lembang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Richardson DM. 1998. Ecology and Biogeography of Pinus. Cambridge (GB):

Cambrdige University Pr.

Riddle RW. 1950. Permanent stained mycological preparation obtained by slide culture. Mycol Res. 42(2): 265-270.

Saharjo BH, Wardhana HFP. 2011. Pendugaan potensi simpanan karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. J Silvikult Trop. 3(1): 96-100.

(29)

17 Smith SE, Read DJ. 2008. Mychorrhizal Symbiosis. Ed ke-3. London (GB):

Academic Pr.

Stendell AR, Horton TR, Bruns TD. 1999. Early effects of prescribed fire on the structure of ectomycorrhizal fungus community in a Sierra Nevada ponderosa pine forest. Mycol Res. 103(10): 1352-1359.

Swaty RL, Gehring CA, Ert MV, Theimer TC, Keim P, Witham TG. 1998. Temporal variation in temperature and rainfall differentially affects ectomycorrhizal colonization at two contrasting sites. New Phytol. 139(4): 733-739.

Trappe JM. 1962. Cenococcum grandiforme ITS distribution, ecology, mycorhiza formation, and inherent variation [disertasi]. Michigan (US): University of Washington.

Utami SNH. 1993. Faktor jerpan dan pelepasan fosfat di tanah andosol dan lutisol [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Voiblet C, Sébastien D, Nathalie E, Francis M. 2001. Identification of symbiosis regulated genes in Eucalyptus globulus-Pisolithus tinctorius ectomycorrhiza by differential hybridization of arrayed cDNA. Plant J. 25(2): 181-191.

(30)

18

Lampiran 1 Morfotipe dan struktur morfologi isolat

Kode

Isolat Morfotipe Struktur morfologi Koloni

GD. 134 (2a) Unramified-simple cokelat GD. 134 (2a) Unramified-simple cokelat GD. 142 (2a) Dichotomous cokelat

(31)

19 Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Isolat Morfotipe Struktur morfologi Koloni

GD. 142 (2b) Dichotomous Cokelat GD. 142 (5) Dichotomous cokelat keputihan GD. 151 (1b) Corraloid cokelat keputihan GD. 151 (3) Irregularly pinnate cokelat

(32)

20

Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Isolat Morfotipe Struktur morfologi Koloni

GD. 151 (4) Dichotomous cokelat GD. 151 (5a) Coralloid putih GD. 151 (5b) Coralloid putih GD. 151 (5c) Coralloid putih

(33)

21 Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Isolat Morfotipe Struktur morfologi Koloni

GD. 152 (1) Dichotomous cokelat GD. 153 (2a) Unramified-simple cokelat GD. 153 (2b) Unramified-simple cokelat GD. 162 (1) Irregularly pinnate cokelat caramel

(34)

22

Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Isolat Morfotipe Struktur morfologi Koloni

GD. 164 (3) Irregularly pinnate cokelat karamel GD. 171 (1) Monopodial pyramidal cokelat karamel GD. 171 (2) Irregularly pinnate cokelat GD. 172 (2b) Irregularly pinnate cokelat caramel

(35)

23 Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Isolat Morfotipe Struktur morfologi Koloni

GD. 174 (1) Monopodial pinnate cokelat karamel GD. 174 (2) Monopodial pinnate cokelat terang GD. 174 (3) Irregularly pinnate cokelat gelap

(36)

24

Lampiran 2 Komposisi media Modified Melin Norkans (MMN) (Brundrett et al. 1996) Nutrisi mineral (mg/L) (NH4)2HPO4 250 KH2PO4 500 MgSO4.7H2O 150 CaCl2.2H2O 50 NaCl 25 Fe EDTA 20 Sumber karbohidrat (g/L) Glukosa 10 Ektrak malt 3 Vitamin (μg/L) Thiamine HCL 0.1 Agar-agar (g/L) 15

(37)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 11 Desember 1992 dari ayah Dr. Aris Munandar, M.Si dan ibu Dra. Ida Hamidah. Penulis merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikannya di SDIT Ummul Quro Bogor pada tahun 2004, MTsS Husnul Khotimah Kuningan pada tahun 2007, dan MAS Husnul Khotimah Kuningan pada tahun 2010. Penulis diterima di IPB Departemen Biologi pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan di IPB, penulis pernah meraih prestasi Medali Perak pada PIMNAS tahun 2011 bidang PKMM. Penulis juga pernah mengikuti program studi lapangan di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) dengan topik Cendawan Pada Serasah Palem dan program praktek lapangan di BPPT dengan topik Pengelolaan Sampah Komunal di TPST Rawasari Cempaka Putih. Penulis merupakan penerima beasiswa Tanoto Foundation semenjak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) yaitu pada tahun 2010. Selain itu penulis juga aktif di organisasi sebagai sekretaris Himpunan Mahsiswa Biologi (HIMABIO) selama dua periode yakni 2011-2012 dan 2012-2013. Selepas pendidikan S1 di IPB, penulis berncana untuk melanjutkan pendidikan untuk menjadi dosen dan peneliti mengikuti jejak sang ayah.

Gambar

Gambar  1  Morfotipe  ektomikoriza  yang  berasal  dari  Hutan  Penelitian  Gunung  Dahu,  Bogor,  Mei  2014
Tabel  2  Persentase  kolonisasi  ektomikoriza  Pinus  merkusii  di  kawasan  Hutan  Penelitian Gunung Dahu
Tabel  3  Kelimpahan  relatif  morfotipe  ektomikoriza  Pinus  merkusii  di  kawasan   Hutan Penelitian Gunung Dahu
Tabel 4 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis isolat dari akar Pinus merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza Kode  IsolatMorfotipe akar
+2

Referensi

Dokumen terkait