• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI GULA MERAH DAN PERBANDINGAN PROPORSI PASTA UBI DAN TEPUNG KETAN TERHADAP MUTU DODOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI GULA MERAH DAN PERBANDINGAN PROPORSI PASTA UBI DAN TEPUNG KETAN TERHADAP MUTU DODOL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI GULA MERAH DAN

PERBANDINGAN PROPORSI PASTA UBI DAN

TEPUNG KETAN TERHADAP MUTU DODOL

Saleh Malawat

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Jl. Chr. Soplanit Rumah Tiga – Ambon. Kotak Pos 204 Passo Telp. (0911) 322664, 330865; Fax. (0911) 322542

ABSTRAK

Ubi/uwi (Dioscorea alata) sudah lama dibudidayakan dan digunakan sebagai sumber pangan dengan potensi produksi di MTB 5.879 ton, Maluku Tenggara 3.296 ton, Maluku Tengah 3.366 ton, Buru 2.614 ton, SBB 1.410 ton SBT 754 ton dan Kepulauan Aru 671 ton. Salah satu upaya pengembangan potensi ubi Dioscorea adalah pemanfaatan dalam bentuk pasta ubi untuk pembuatan dodol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penga-ruh konsentrasi gula merah dan proporsi pasta ubi Dioscorea dan tepung ketan terhadap penerimaan konsumen terhadap mutu dodol ubi Dioscorea yang dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kamarian, Kecamaan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat, Labora-torium Pasca Panen BPTP Maluku dan LaboraLabora-torium Balai Industri Ambon pada bulan Januari s/d Desember 2012. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 (dua) kali ulangan menggunakan 2 faktor. Faktor 1 adalah konsentrasi gula merah (5%;10%; 15%) dan faktor 2 adalah proporsi pasta ubi dan tepung ketan (80%:20%; 70%:30%; 60%:40%). Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Varians (ANOVA) dan dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kepercayaan 5%. Tingkat kesukaan konsumen di analisis dengan uji organoleptik menggunakan Hedonic Scale. Hasil Penelitian menunjukan bahwa perlakuan terbaik dari dodol ubi Dioscorea alata adalah pada proporsi pasta ubi : tepung ketan (80%:20%) dan konsentrasi gula merah 5% dengan tingkat kadar air 24,29%, kadar karbohidrat 63,45%, kadar protein 4,38%, kadar lemak 5,41%, kadar abu 0,41%, dan serat kasar 1,51. Sedangkan perlakuan terbaik organoleptik memiliki penilaian warna 3,85 (agak-suka), aroma 3,56 (agak suka-suka) rasa 3,60 (agak suka-suka), dan tekstur (agak-suka), kekenyalan 3,80 (agak suka-suka) dan over all 3,53 (agaksuka-suka).

Kata kunci: Dioscorea alata, pasta ubi, dodol dioscorea, konsentrasi gula merah, proporsi pasta

ABSTRACT

The effect of brown sugar concentration and comparison of the proportion of yam paste with glutinous rice flavor on the quality of lunkhead. Ubi/uwi had long cultivated and used as a food source in the area with the potential for the spread include: MTB 5879 tons, 3,296 tons of Southeast Maluku, Central Maluku 3,366 tons, 2,614 tons of Buru, SBB SBT 1,410 tons and 754 tons 671 tons Aru Islands (BPS Maluku 2011). One effort is the development potential of cassava utilization in benuk Dioscorea yam paste for making lunkhead. The purpose of this study was to determine the effect of sugar concentration and the proportion of Dioscorea yam paste and glutinous rice flour to consumer acceptance of the quality of the resulting lunkhead yam Dioscorea. The research was conducted in the village of Kamarian, Kecamaan Kairatu West Seram regency, Maluku BPTP Post Harvest Laboratory and Laboratory of Industrial Hall Ambon from January to December 2012. Research designed using completely randomized design (CRD) factorial with 2. (two) replications using 2 factors. Factor 1 is the concentration of sugar (5%, 10%, 15%) and factor 2 is the proportion of yam paste and glutinous rice flour (80%: 20%, 70%: 30%, 60%: 40%). Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and the test continued Honestly Significant Difference (HSD) with a confidence level of 5%.

(2)

The level of consumer preferences in the organoleptic analysis using Hedonic Scale. Research results showed that the best treatment of lunkhead yam Dioscorea alata is the proportion of potato pasta: glutinous rice flour (80%: 20%) and sugar concentration level of 5% with a water content of 24.29%, 63.45% carbohydrate content, protein content 4:38%, levels fat 5:41%, 0:41% ash, and crude fiber 1.51. While the best treatment organoleptic have color assessment 3.85 (somewhat-like), 3:56 aroma (somewhat like-like) taste of 3.60 (somewhat like-like), and texture (kinda-like), elasticity of 3.80 (somewhat like-like) and over all 3.53 (agaksuka-like) Key words: pasta yam, Dioscorea lunkhead, brown sugar concentration, the proportion of pasta

PENDAHULUAN

Provinsi Maluku merupakan salah satu daerah yang memiliki keragaman sumber daya hayati yang cukup tinggi seperti ubi/uwi dengan potensi penyebaran meliputi: MTB 5.879 ton, Maluku Tenggara 3.296 ton, Maluku Tengah 3.366 ton, Buru 2.614 ton, SBB 1.410 ton SBT 754 ton dan Kepulauan Aru 671 ton (Anonim 2011). Beberapa jenis pangan lokal seperti: ubi jalar, ubi dan gembili (Dioscorea sp), telah dikonsumsi masyarakat secara turun temurun. Sumber Pangan lokal tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Maluku sebagai sumber karbohidrat. Namun pemanfaatannya masih dilakukan secara tradisional. Dengan demikian, komoditas tersebut perlu dikembangkan sebagai sumber pangan utama bagi masyarakat dalam bentuk produk setengah jadi atau produk jadi, sehingga mengurangi ketergantungan pada pangan beras. Selama ini pangan–pangan lokal seperti: ubi-ubian hanya dikonsumsi dalam bentuk ubi rebus, dan dibuat kolak. Hal ini disebabkan antara lain: kurang tersedianya paket teknologi diversifikasi olahan ubi. Oleh karena itu olahan pangan lokal dari dari ubi lokal perlu dikaji untuk mendapatkan tekologi pengolahan yang dapat diterima dan secara ekonomis menguntungkan. Produksi ubi-ubian yang dihasilkan oleh petani sebagian besar masih dijual dalam bentuk segar. Adanya fluktuasi harga sangat tinggi pada saat tidak musim panen, namun pada saat musim panen, harga ubi di pasar di sentra-sentra produksi ubi sangat rendah Rp 5000 – 10.000 per tumpukan (rata-rata satu tumpukan sebanyak 8–10 buah). Oleh karena itu petani menginginkan olahan ubi yang bisa meningkatkan harga jual ubi Dioscorea.

Ubi Dioscorea alata merupakan sumber karbohidrat potensial yang dapat dikembang-kan untuk memenuhi kebutuhan pangan, khususnya di daerah lahan kering. Disamping sebagai pangan pokok pendamping beras, juga memiliki potensi untuk industri pengo-lahan yang dapat menghasilkan berbagai produk opengo-lahan. Selain itu juga, dapat diandalkan untuk mendukung kecukupan pangan dan sumber pendapatan bagi petani. Saat ini pengolahan ubi Dioscorea alata masih sangat sederhana, yaitu diolah dengan cara, direbus/dikukus, kemudian dibuat adonan manis, dicetak tipis, digoreng, perkedel (dibuat adonan gurih. dicetak bulat, digoreng), kolak (dicampur dengan santan manis atau sanan dan gula merah). Sebagai makanan pokok, ubi Dioscorea alata rebus dikonsumsi dengan lauk ikan dan sayur sayuran. Sebagai bahan pangan, ubi Dioscorea alata memiliki komposisi gizi yang cukup baik (Tabel 1). Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi Diosco-rea alata juga memiliki kandungan protein yang relaif cukup tinggi.

Sebagai sumber karbohidrat, ubi Dioscorea alata perlu dikembangkan menjadi ber-bagai bentuk produk olahan agar lebih bervariasi, lebih menarik dalam penampilan dan rasanya sehingga memenuhi selera masyarakat luas dan meningkatkan konsumsi dan citra ubi Dioscorea alata. Salah sau usaha pengembangan yang dapat dilakukan adalah berupa dengan mengolah ubi segar menjadi bahan pangan siap konsumsi berupa dodol.

(3)

Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Dioscorea alata

Komponen Ubi Putih Ubi Ungu

Air Pati Protein (%) Serat Kasar (%) Total gula (%) 77,55 11,30 2,71 1,36 2,80 83,16 11,07 1,57 1,44 4,48 Sumber: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Kal-Sel, balittra@telkom.net.

Dodol merupakan salah satu jenis makanan tradisional yang cukup populer di Indo-nesia. Pada umumnya dodol dibuat dari bahan baku tepung ketan, gula merah dan santan kelapa yang di didihkan sampai kental. Makanan ini memiliki rasa manis dan gurih, berwarna coklat dan bertekstur lunak sehingga digolongkan sebagai makanan semi basah. Dodol termasuk jenis makanan setengah basah (Intermediate Moisture Food) yang mempunyai kadar air 10–40%; Aw 0,70–0,85; tekstur lunak; mempunyai sifat elastis, dapat langsung dimakan, tidak memerlukan pendinginan dan tahan lama selama penyim-panan (Astawan dan Wahyuni 1991)

Dodol ubi Dioscorea alata merupakan produk olahan yang terbuat dari pasta ubi Dioscorea alata yang dikukus kemudian ditambahkan dengan gula dan bahan tambahan makanan lainnya seperti tepung ketan. Penambahan tepung ketan disini berfungsi untuk memperbaiki tekstur agar dodol tidak terlalu lunak. Untuk membuat dodol yang bagus mutunya, selain harus menguasai teknik pembuatannya. Penambahan tepung ketan pada pembuatan dodol ubi Dioscorea juga dapat meningkatkan nilai gizi setelah diolah menjadi dodol ubi Dioscorea, tekstur dodol tidak terlalu lunak, tanpa bahan pengawet dan pemanis buatan, dan tidak mudah tengik (Desrosier 2008). Dengan diolahnya ubi Dioscorea menjadi dodol diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ubi Dioscorea alata. Peneli-tian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi pasta ubi Dioscorea alata dan konsentrasi gula merah terhadap mutu dodol ubi Dioscorea alata.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboraorium Pasca Panen dan Laboratoroum Balai Industri Ambon pada bulan Maret sampai dengan Desember 2012. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi Dioscorea alata yang di peroleh dari Desa Kamarian kecamatan Kairatu Kabupaten Seram bagian barat. Tepung ketan, tepung beras, gula merah, gula pasir, kelapa, air dan mentega serta bahan kimia untuk uji sifat kimia dan uji organoleptik. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajan, kompor, gelas ukur, pengaduk kayu, panci, saringan santan kelapa, baskom, blender, loyang cetakan, pisau, timbangan digital dan peralatan untuk pengujian sifat kimia dan uji organoleptik.

Pengolahan Dodol Ubi Dioscorea

Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pengolahan pasta ubi Dioscorea alata menggunakan ubi segar melalui beberapa tahapan proses antara lain: (1) Ubi Dioscorea alata dicuci dengan air mengalir (2) Di kupas kulitnya, dan di potong kecil-kecil berbentuk dadu kemudian (3) Dilakukan pengukusan selama 30 menit. (4) Selanjutnya dilakukan pemastaan dengan ditumbuk (Gambar 1). Dari hasil pembuatan pasta, kemudian

(4)

dilakukan pembuatan dodol dengan formula yang dapat dilihat pada Tabel 2, dan tahapan proses dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 2. Resep pembuatan dodol ubi Dioscorea spp

Bahan Proporsi% Tepung ketan 30 Tepung beras 15 Gula pasir 20 Gula merah 10 Santan kelapa 22 Mentega 3 Sumber: Heni (2002) yang dimodifikasi.

Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 (dua) kali ulangan menggunakan 2 faktor. Faktor 1 adalah konsentrasi gula merah (5%);(10%);(15%) dan faktor 2 adalah proporsi pasta ubi dan tepung ketan (80%):(20%); (70%):(30%);(60%):(40%). Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Varians (ANOVA) dan dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kepercayaan 5%. Tingkat kesukaan konsumen di analisis dengan uji organoleptik meng-gunakan hedonic scale. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat kimia meliputi: kadar air, kadar abu,kadar protein dan karbohidrat (AOAC 1995), dan sifat organolepik meliputi: warna, aroma, rasa, tekstur, kekenyalan dan penerimaan keselu-ruhan (Rahayu 1986). Uji organolepik melibatkan 25 orang panelis agak terlatih dengan skor penilaian sebagai berikut: 5=sangat suka, 4=suka, 3=agak suka, 2= kurang suka, 1=tidak suka.

(5)

Gambar 2. Tahapan pembuatan dodol Dioscorea

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Kimia Dodol Diosorea

Dodol Dioscorea yang disukai panelis adalah perlakuan konsentrasi gula merah 5% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (Tabel 3) dengan skor nilai tertinggi 3,53 dengan komposisi kimia seperti yang tercantum pada Tabel 4. Pengujian sifat kimia dilakukan untuk menganalisis perubahan sifat kimia dodol Dioscorea alata. Pengujian ini juga di lakukan untuk membandingkan sifat kimia dodol Dioscorea dengan sifat kimia dodol pada Standar Nasional Indonesia.

Tabel. 4. Komposisi Nilai Sifat Kimia Dodol Dioscorea Terpilih

Komposisi Kimia Dodol Dioscorea Jumlah

Kadar Air (%) 24,29 Kadar Protein (%) 4,38 Kadar Lamak (%) 5,41 Kadar Abu (%) 0,94 Serat kasar (%) 1,51 Karbohidrat (%) 63,45

Sumber: Hasil analisis laboratorium.

Kadar Air

Rataan kadar air dodol Dioscorea terpilih adalah 24,29%. Dodol Dioscorea yang dihasilkan pada penelitian ini, masih menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dari

(6)

ketetapan Dewan Standarisasi Nasional (1992). Maka diperlukan waktu pemanasan yang lebih lama untuk menghasilkan kadar air maksimal 20%. Meskipun perbedaannya tidak terlalu besar, namun kadar air yang dihasilkan dodol Dioscorea, masih sesuai dengan yang dikemukakan oleh Purnomo (1995).

Kadar Protein

Rataan kadar protein dodol Dioscorea terpilih adalah 4,38%. Dodol Dioscorea yang dihasilkan pada penelitian ini menghasilkan kadar protein telah memenuhi standar, bahkan melebihi kadar protein yang ditetapkan Dewan Standarisasi Nasional (1992) pada SNI 01-2986-1992 yang menetapkan bahwa kadar protein dodol minimal 3%. Kadar protein dodol Dioscorea yang dihasilkan lebih tinggi dari SNI 01-2986-1992, disebabkan oleh komposisi ubi Dioscorea sebagai bahan dasar, selain tepung ketan, tepung beras dan gula merah.

Kadar Lemak

Rataan kadar lemak dodol Dioscorea terpilih adalah 5,41%. Dodol Dioscorea yang dihasilkan pada penelitian ini, menghasilkan kadar lemak yang lebih rendah dari kadar lemak yang ditetapkan Dewan Standarisasi Nasional (1992) pada SNI 01-2986-1992 yang menetapkan bahwa kadar lemak dodol minimal 7%. Kadar dodol dodol Dioscorea yang dihasilkan lebih rendah dari SNI 01-2986-1992, disebabkan oleh komposisi ubi Dioscorea sebagai bahan dasar, kadar lemaknya hanya 0,68%, selain tepung ketan, tepung beras dan gula merah. Selain penggunaan santan kelapa dan penambahan sejumlah margarin pada tahap pemanasan ke II ikut berpengaruh terhadap kadar lemak dodol Dioscorea. Kadar Abu

Rataan kadar abu dodol Dioscorea terpilih adalah 0,94%. Dodol Dioscorea yang diha-silkan pada penelitian ini menghadiha-silkan kadar abu yang lebih rendah dari kadar abu yang ditetapkan Dewan Standarisasi Nasional (1992) pada SNI 01-2986-1992 yang menetap-kan bahwa kadar abu dodol minimal 1,5%. Kadar abu dodol Dioscorea yang dihasilmenetap-kan lebih rendah dari SNI 01-2986-1992, disebabkan oleh komposisi ubi Dioscorea sebagai bahan dasar, kadar abu hanya 0,96%, selain tepung ketan, tepung beras dan gula merah. Rendahnya kadar abu dodol Dioscorea karena tidak menggunakan garam dan hanya menggunakan margarin yang memberikan rasa asin, juga berpengaruh terhadap kadar abu dodol Dioscorea.

Karbohidrat

Rataan kadar karbohidrat dodol Dioscorea terpilih adalah 63,45%. Kadar karbohidrat yang terkandung pada bahan penyusun berpengaruh terhadap kadar karbohidrat dodol Dioscorea yang dihasilkan. Sumber karbohidrat utama pada dodol Dioscorea adalah berasal dari ubi Dioscorea, selain tepung beras, tepung beras ketan dan gula merah. Menurut Gautara at all (1981) gula merah merupakan senyawa kimia yang tergolong kelompok karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Sedangkan tepung beras dan tepung beras ketan memiliki kadar karbohidrat masing-masing 79,03% dan 78,93% (Rohmah 1997).

(7)

Uji Organoleptik Dodol Dioscorea

Uji organoleptik merupakan salah satu parameter yang penting dalam produk pangan. Uji organoleptik terhadap produk dodol meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, kekenyalan dan over all dilakukan dengan uji kesukaan menggunakan skala hedonik 1–5, di mana nilai 5 sebagai nilai yang terbaik dan batas penerimaan pada nilai 5Hasil uji organoleptik akan menunjukkan apakah produk dodol Dioscorea ini dapat diterima oleh konsumen. Uji organoleptik dilakukan dengan 25 orang panelis semi terlatih. Rataan hasil uji organolepik pada produk hasil penelitian ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji organoleptik dodol Dioscorea dengan perlakuan konsentrasi gula merah dan proporsi pasta ubi dan tepung ketan.

Parameter Organoleptik Perlakuan

Warna Aroma Rasa Tekstur Kekenyalan Over all

A1 B1 3,85 3,56 3,44 3,41 3,08 3,53 A1 B2 3,50 3,35 3,29 3,38 3,38 3,28 A1 B3 3,61 3,32 3,32 3,35 3,35 3,40 A2 B1 3,00 3,26 2,85 2,82 2,91 3,00 A2 B2 3,06 3,14 3,05 3,00 3,06 3,10 A2 B3 3,59 3,38 3,29 3,27 3,50 3,41 A3 B1 2,73 2,78 2,70 2,70 2,65 2,87 A3 B2 2,59 3,21 3,15 3,06 3,15 3,16 A3 B3 3,03 3,03 3,09 2,94 3,03 3,12

Ket : A1= Konsentrasi gula merah 5%, B1= Proporsi pasta ubi dan ketan 80 : 20; A2= Konsentrasi gula merah 10%, B2= Proporsi pasta ubi dan ketan 70 : 30; A3= Konsentrasi gula merah 15%, B3= Proporsi pasta ubi dan ketan 60 : 40.

Warna

Warna merupakan salah satu faktor penentu mutu produk dodol karena dalam pemasaran dodol, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara fisual, warna menjadi penentu daya tarik atau bahkan penolakan (Misnawi et al 2008). Hasil pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa`perlakuan konsentrasi gula 5% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A1B1) memberikan warna yang disukai oleh panelis dengan skor nilai 3,85 disajikan pada Tabel 3, yaitu warna yang disukai panelis adalah coklat muda dan cerah. Warna cokelat muda cerah ini diduga, mungkin karena rendahnya konsentarasi gula merah dan tingginya konsentrasi pasta ubi menghasilkan dodol berwarna cokelat muda yang disukai panelis. Sedangkan nilai warna yang terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi gula 15% dan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 70 : 30% (A3B2) dengan skor nilai 2,59. Hasil analisis keragaman (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan tunggal A (Konsentrasi gula merah) maupun perlakuan B (perbandingan proporsi pasta ubi : tepung ketan) tidak memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan perlakuan interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01). Warna yang dihasilkan dari perlakuan ini adalah menghasilkan dodol berwarna cokelat tua. Hal ini diduga, mungkin disebabkan karena tingginya konsentrasi gula merah, dan terjadi karamelisasi akibat lama pengadukan di atas api. Menurut Hodge dan Ozman (1976) pada produk yang diberi penambahan gula bila dilakukan pemanasan yang lebih

(8)

lama terjadi proses karamelisasi yaitu reaksi pencoklatan non enzimatik. Karamel yang terbentuk selama pemanasan memberi warna coklat pada produk pangan.

Aroma

Untuk parameter aroma, perlakuan konsentrasi gula merah 5% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A1B1) memberikan aroma yang disukai oleh panelis dengan skor nilai tertinggi 3,56. Dengan penambahan gula merah 5% aroma dodol lebih enak, dan lebih disukai panelis dan skor nilai aroma yang terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi gula 15% dan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A3B1) dengan skor nilai 2,79, namun secara keseluruhan (over all) masih dapat diterima oleh panelis dengan skor nilai rata-rata 3,53. Hasil analisis keragaman (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan tunggal A (Konsentrasi gula merah) maupun perlakuan B (perbandingan proporsi pasta ubi : tepung ketan) tidak memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan perlakuan interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01). Munculnya aroma ini diduga akibat pembentukan senyawa-senyawa baru sebagai akibat proses pengadukan di atas api. Menurut Winarno (1992), karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula pereduksi dengan gugus amina primer atau pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Pencoklatan ini sengaja dibuat untuk menimbulkan bau dan cita rasa yang dikehendaki.

Rasa

Hasil pengujian dengan hedonik untuk parameter rasa, perlakuan konsentrasi gula merah 5% dan perlakuan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A1B1) memberikan rasa yang disukai oleh panelis dengan skor nilai tertinggi 3,44 dan skor nilai rasa terendah diperoleh pada perlakuan konsentrsai gula merah 15% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A3B1) dengan skor nilai adalah 2,70 dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa respon penerimaan untuk parameter rasa berfluktuasi. Komentar tentang rasa pada semua produk yang ditampilkan yaitu produk agak terlalu manis. Hasil analisis keragaman (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan tunggal A (Konsentrasi gula merah) maupun perlakuan B (perbandingan proporsi pasta ubi : tepung ketan) tidak memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan perlakuan interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01). Tekstur

Hasil pengamatan organoleptik terhadap tekstur dodol, menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi gula merah memberikan pengaruh nyata pada produk dodol yang dihasilkan. Skor nilai tekstur dodol tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi gula merah 5% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A1B1), sedangkan nilai tekstur terendah diperoleh pada perlakuan konsentrsai gula merah 15% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A3B1) dengan skor nilai adalah 2,70. Hasil uji organoleptik dodol disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis keragaman (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan tunggal A (Konsentrasi gula merah) maupun perlakuan B (perbandingan proporsi pasta ubi : tepung ketan) tidak memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan perlakuan interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01).

(9)

Kekenyalan

Hasil pengujian dengan skala hedonik untuk parameter kekenyalan, perlakuan konsen-trasi gula merah 10% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 60 : 40% (A2B3) memberikan kekenyalan yang disukai oleh panelis dengan skor nilai tertinggi 3,50 dan skor nilai kekenyalan terendah diperoleh pada perlakuan konsentrsai gula merah 10% dan perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 80 : 20% (A3B1) dengan skor nilai adalah 2,91. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tingginya penambahan tepung pada perlakuan perbandingan pasta ubi dan tepung ketan 60 : 40% (A2B3). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis keragaman (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan tunggal A (Konsentrasi gula merah) maupun perlakuan B (perbandingan proporsi pasta ubi : tepung ketan) tidak memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan perlakuan interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P>0,01).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium BPTP, Balai Industri Ambon, Balai Pasca Panen Bogor dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Dodol Dioscorea dengan perlakuan konsentrasi gula merah 5% dan perbandingan pasta ubi 80 : 20 (A1B1) paling disukai panelis.

2. Kandungan protein, lemak, abu, air, serat kasar dan karabohidrat dodol Dioscorea berturut-turut sebesar 24,29%, 4,38%, 5,41%, 0,94%, 1,51%, dan 63,54%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Maluku Dalam Angka. Badan Pusat Statisik Propinsi Maluku.

AOAC Association of Official Analytical Chemist, 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Astawan dan Wahyuni, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Dalm Irawati, R,2001. Pembuatan Dodol Waluh (Kajian Penambahan Tepung Ketan dan Terigu Serta Gula Pasir) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan 392 Organoleptik. Skripsi Fakulta Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.

Desrosier, N.W., 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ketiga. Penerjemah, M. Miljohardjo. UI-Press, Jakarta.Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2986-1992. Dodol. Dewan Stadarisasi Nasional, Jakarta.

Gautara & S. Wijandi 1981. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan Teknologi Industri, Fafemeta-Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Heni, C.R. 2002. Komonikasi Pribadi di dalam Kusumah dkk, 2002. Standarisasi Suhu Pemanasan Pada Proses Pengolahan Dodol Susu. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,IPB. Bogor.

Hodge, J.E. dan E.M. Ozman. 1976. Carbohydrates. In O.R. Fennema (ed). Food Chemistry (Vol. I). p. 41. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel.

Purnomo.H., 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Rahayu.W.P., 1998. Penentuan Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor, Bogor.

Rohmah. A.M. 1997. Evaluasi Sifat Fisiko kimia beras dan kaitannya dengan mutu tanak dan mutu rasanya. Skripsi Jurusan Gizi dan Sumber daya Keluarga. Fak Pertanian IPB. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Dioscorea alata
Tabel 2. Resep pembuatan dodol ubi Dioscorea spp
Gambar 2. Tahapan pembuatan dodol Dioscorea
Tabel 3. Hasil uji organoleptik dodol Dioscorea  dengan perlakuan konsentrasi gula merah dan  proporsi pasta ubi dan tepung ketan

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan warna umpan tiruan terhadap hasil tangkapan ikan Tongkol ( Euthynnus affinis ) pada alat tangkap pancing tonda ( troll line ) pada penelitian ini

Hasil wawancara dengan petani dan beberapa yang dilakukan pada survei pendahuluan diperoleh informasi bahwa selain luas lahan yang dikelola petani dalam menentukan

merupakan gulma golongan pakisan dengan siklus hidup tahunan yang mampu berkembang dan beradaptasi dengan baik di daerah dengan kondisi kelembaban tanah tinggi

Selain itu, kajian ini juga terbatas kepada semua item yang terkandung dalam borang soal selidik yang diedarkan untuk melihat maklum balas pelajar terhadap kesan faktor

Dari latar belakang masalah tersebut maka penelitian ini mengambil judul : “Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Dalam Penilaian Kinerja Pusat Pendapatan

Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan / bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.(Nana Sudjana1991:29). Akhirnya bila

Rancangan Sistem Informasi yang terkomputerisasi ini dapat memberikan solusi untuk rekondisi alat dengan meminimalisasi downtime berdasarkan waktu penggantian dan

Upaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha atau ikhtiar yang dilakukan oleh pemerintah Kecamatan Geumpang Kabupaten Pidie dalam mengatasi peredaran narkoba di