• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1. Landasan Teori 1.1.1. Hasil Belajar

1.1.1.1. Hakikat Belajar

Slameto (2010: 2) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya diungkapkan bahwa ciri-ciri perubahan tingkah laku tersebut diantaranya: 1) perubahan terjadi secara sadar; 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional; 3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; 4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara; 5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah; 6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Djamarah (2010: 10) mendefinisikan belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan, artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku baik yang berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Sedangkan menurut Baharuddin (2007: 11) menyebutkan bahwa belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri seseorang melalui pengalaman atau pengamatan secara langsung terhadap sesuatu yang memandu perilaku selanjutnya untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap.

(2)

1.1.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar seseorang. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri individu sendiri maupun berasal dari luar individu.

Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor:

1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.

2) Faktor Psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.

3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu.

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:

1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

(3)

Hampir sama dengan pendapat yang diungkapkan oleh Slameto mengenai faktor yang mempengaruhi belajar. Dimyati (2010: 238) juga menggolongkan dua jenis faktor yang mempengaruhi belajar yaitu :

a. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut : sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa.

b. Faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar yaitu : guru sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.

Dari uraian diatas mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi belajar. Bermacam-macam keadaan siswa tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang masalah-masalah belajar merupakan hal yang penting bagi guru dan calon guru baik itu faktor intern maupun faktor ekstern.

1.1.1.3. Pengertian Hasil Belajar

Kegiatan belajar mengajar dikatakan efisien jika hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai dengan usaha yang sekecil mungkin. Perwujudan perilaku belajar biasanya dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang biasanya disebut sebagai hasil belajar.

Agus Suprijono (2011: 7) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai Nana Sudjana (2010: 37). Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi

(4)

Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Horward Kingsle (Sudjana, 2010: 22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne (Agus Suprijono, 2011: 5) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif , (d) ketrampilan motorik, dan (e) sikap.

Benyamin Bloom (Sudjana, 2010: 23) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu :

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, dan gerakan ekspresif dan interpretative.

Dari beberapa uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan suatu alat untuk mengukur keberhasilan siswa sebagai sarana untuk membantu petumbuhan dan perkembangan

(5)

siswa. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif).

1.1.1.4. Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai alat ukur. Alat ukur pencapaian hasil belajar siswa juga berbeda-beda sesuai dengan jenis kemampuan, jumlah siswa yang akan diukur kemampuannya, dan jumlah waktu yang tersedia.

Menurut Cece Rakhmat (1999: 14) pengukuran pencapaian belajar siswa, aspek kognitif lazim diukur dengan tes, kurang lazim jika diukur dengan pengamatan. Begitu pun dengan sikap. Aspek ini lebih lazim diukur dengan angket atau skala sikap daripada oleh tes. Aspek psikomotor pun memiliki alat ukur yang lebih sesuai dibanding dengan kedua alat ukur diatas, yakni pengamatan yang dapat kepustakaan lain disebut sebagai tes perbuatan. Dengan demikian, tes seperti juga angket, skala sikap, dan pengamatan, merupakan alat atau instrumen pengukuran.

1.1.1.5. Prinsip-prinsip Dasar Tes Hasil Belajar

Purwanto (2004: 23) menyebutkan ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau ketrampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.

1. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar

(learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun tes yang baik, setiap guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas, terutama tujuan instruksional khusus (TIK) sehingga memudahkan baginya untuk menyusun soal-soal tes yang relevan untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah dirumuskannya.

(6)

2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi hasil belajar siswa, kita hanya dapat mengambil beberapa sampel hasil belajar yang dianggap penting dan dapat “mewakili” seluruh performance yang telah diperoleh selama siswa mengikuti suatu unit pengajaran.

3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Oleh karena itu, penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak diukur dengan tes tersebut.

4. Didesain sesuai kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Khususnya di dalam evaluasi pendidikan yang menyangkut evaluasi hasil belajar, sedikitnya kita mengenal empat macam kegunaan tes yaitu placement test, tes formatif, tes sumatif, dan tes dianostik. Oleh karena itu, penyusunan dan penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai alat evaluasi yang diinginkan.

5. Dibuat seandal (reliable) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. Suatu alat evaluasi dikatakan andal

(reliable) jika alat tersebut dapat menghasilkan suatu gambaran (hasil pengukuran) yang benar-benar dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan andal (memiliki keandalan yang tinggi) jika tes itu dilakukan berulang-ulang terhadap objek yang sama, hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Perlu dikemukakan di sini bahwa suatu tes yang andal belum tentu valid; akan tetapi, jika tes itu valid, sudah tentu juga andal.

6. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. Dengan demikian, penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar yang dilakukan guru, di samping untuk mengukur sampai di mana keberhasilan siswa dalam belajar

(7)

(evaluasi sumatif), sebaiknya dipergunakan pula untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri (evaluasi formatif).

1.1.1.6. Tes Formatif

Purwanto (2004: 25) tes formatif yaitu tes yang berfungsi untuk mencari umpan balik atau feedback yang berguna dalam usaha memperbaiki cara mengajar yang dilakukan oleh guru dan cara belajar siswa. Sedangkan menurut Adi Suryanto (2009: 1.34) tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran.

Hasil tes formatif tidak dimaksudkan untuk memberi nilai kepada siswa tetapi hasil tes formatif dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang baru saja dilaksanakan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembeljaran atau belum.

Jika dari hasil tes formatif ternyata terdapat sejumlah kompetensi yang belum dikuasai siswa, maka guru harus mencari penyebabnya. Penyebab tidak dikuasainya kompetensi dapat berasal dari diri siswa maupun dari pelaksanaan proses pembelajaran, seperti penggunaan metode dan media pembelajaran yang tidak tepat.

Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat ditentukan tindakan perbaikan pembelajaran yang sesuai, misalnya dengan mengulang proses pembelajaran secara individu maupun klasikal, mengulang pembelajaran yang berkaitan dengan sebagian kompetensi saja, atau mengulang pembelajaran dengan perbaikan metode yang digunakan. Selanjutnya dilakukan kembali tes formatif untuk mengetahui apakah siswa telah benar-benar menguasai kompetensi yang telah ditetapkan.

(8)

Djam’an Satori (2010: 3.69) menyebutkan ada beberapa penggunaan hasil penilaian formatif yaitu :

a. Menetapkan apakah proses mengajar tersebut diulangi atau bisa dilanjutkan dengan satuan pelajaran lainnya.

b. Merumuskan aspek apa yang perlu dijelaskan kembali kepada murid.

c. Digunakan sebagai bahan pertimbangan di dalam membantu menentukan nilai murid pada penilaian sumatif.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah tes hasil belajar untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, guna memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang dilakukan oleh guru kepada siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran. Tujuan tes ini yaitu sebagai dasar untuk memperbaiki produktifitas belajar mengajar. Contohnya : tes yang dilakukan setelah pembahasan tiap bab atau KD

(kompetensi dasar).

1.1.2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Corey (Umi Zulfa, 2010: 6) mendefinisikan pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus untuk menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, sehingga pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Menurut aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus Hamdani (2010: 23).

Sedangkan IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar

(9)

secara ilmiah. Dalam hal ini IPA dapat melatih anak berpikir kritis dan objektif Samatowa (2010: 4).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin “scientia” yang berarti saya tau, “science” terdiri dari social science (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam).

Menurut Trianto (2010: 136) IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Sedangkan menurut Abdullah Aly (2010: 18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

Dalam hal ini mata pelajaran IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. 1.1.3. Pembelajaran Kooperatif

1.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran Kooperatif beranjak dari dasar pemikiran "getting better together", yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap,

(10)

kehidupannya di masyarakat. Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam KBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.

Menurut Umi Zulfa (2010: 88) Pembelajaran kooperatif ini mengandung pengertian suatu rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sedangkan menurut Kunandar (2009: 359) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2002: 30) juga mengemukakan ada beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab perseorangan c. Tatap muka

d. Komunikasi antar anggota e. Evaluasi proses kelompok

Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dan dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil untuk melatih kerjasama antar siswa.

1.1.3.2. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2006: 247) beberapa keunggulan dan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif :

1. Keunggulan dalam pembelajaran kooperatif a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu

(11)

kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek

pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. e. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik

sekaligus kemampuan sosial.

f. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.

g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

h. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

2. Kelemahan dalam Pembelajaran kooperatif

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis Pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan cotohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kuran memiliki kemampuan.

b. Saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching

yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru.

c. Penilaian yang diberikan dalam Pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok.

(12)

d. Pembelajaran kooperatif memerlukan periode waktu yang cukup panjang.

Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru Agus Suprijono (2011: 54). Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (kooperatif).

1.1.4. Group Investigation (GI)

Model ini merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Pada metode ini para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen Kunandar (2009: 366).

Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan didepan kelas secara keseluruhan.

Menurut Sholomo Sharan (2012: 167) proses Investigasi menekankan inisiatif siswa, dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, dengan sumber-sumber yang mereka temukan, dan dengan jawaban yang mereka rumuskan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan model

(13)

pembelajaran kooperatif di mana siswa dalam kelompok-kelompok kecil melakukan suatu investigasi atau penyelidikan ilmiah untuk memperoleh suatu pengetahuan.

1.1.4.1. Tahap-tahap Pembelajaran Group Investigation

Robert E. Slavin (2005: 218) mengemukakan enam tahap kegiatan dalam GI yaitu:

1. Mengidentifikasi Topik dan Mengatur Murid ke dalam kelompok Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan serangkaian permasalahan atau isu (misalnya, memahami sejarah atau biologi hutan hujan) dan para siswa mengidentifikasi dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari, berdasarkan pada ketertarikan dan latar belakang mereka.

Langkah berikutnya adalah membuat agar semua usulan tersebut bisa dimiliki oleh seluruh kelas. Guru atau siswa dapat melakukan ini dengan menuliskan seluruh usulan tersebut pada papan tulis atau dicetak pada kertas yang digantung di dinding, atau bisa juga dengan membuat kopiannya dan membagikannya kepada setiap siswa.

Pada langkah akhir dari tahap ini subtopik tersebut dipresentasikan kepada seluruh kelas, biasanya dipapan tulis. Kelompok-kelompok dibentuk berdasarkan pada ketertarikan siswa, tiap siswa bergabung dalam kelompok untuk mempelajari subtopik dari pilihan mereka sendiri. Guru boleh saja membatasi jumlah anggota dalam satu kelompok. Apabila satu subtopik tertentu sangat populer, dua kelompok bisa saja dibentuk untuk menginvestigasinya. Karena perbedaan kebutuhan dan ketertarikan anggota kelompok, tiap dua kelompok akan menghasilkan sebuah karya yang unik, meskipun subtopiknya sama.

2. Merencanakan Investigasi di dalam Kelompok

(14)

subtopik yang mereka pilih. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik yang masing-masing (satu demi satu atau berpasangan) akan mereka investigasi.

Guru dapat memasang selembar fotokopi dari tiap lembar kerja kelompok dengan tujuan untuk menampilakan bukti grafis bahwa kelas tersebut adalah sebuah “kelompok yang terdiri dari kelompok-kelompok”. Tiap siswa berkontribusi terhadap Group Investigation kelompok kecil, dan tiap kelompok berkontribusi terhadap pembelajaran seluruh kelas atas unit yang lebih besar. 3. Melaksanakan Investigasi

Dalam tahap ini tiap kelompok melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak memakan waktu. Walaupun para siswa mungkin memang diberikan batas waktu pengerjaan, pasti jumlah pasti dari sesi yang mereka perlukan untuk menyelesaikan investigasi mereka tidak selalu dapat dipastikan jumlahnya. Guru harus mengupayakan berbagai cara untuk memungkinkan sebuah proyek kelompok berjalan tanpa terganggu sampai investigasinya selesai, atau paling tidak sampai sebagian besar dari pekerjaan tersebut selesai.

4. Menyiapkan Laporan Akhir

Tahap ini merupakan transisi dari tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap dimana kelompok-kelompok yang ada melaporkan hasil investigasi mereka kepada seluruh kelas. Ini terutama merupakan sebuah tahap pengaturan, tetapi seperti pada tahap 1 juga memerlukan semacam kegiatan-kegiatan intelektual yang mengabstraksikan gagasan utama dari proyek kelompok, mengintregasi semua bagiannya menjadi satu keseluruhan, dan merencanakan sebuah presentasi yang bersifat instruktif sekaligus menarik.

Bagaimana kelas merencanakan presentasi akhirnya? Pada tahap kesimpulan dari investigasi guru meminta tiap kelompok untuk

(15)

menunjuk satu wakil sebagai anggota panitia acara. Panitia ini akan mendengarkan masing-masing rencana kelompok untuk laporan mereka. Panitia akan mencatat semua permintaan penyediaan materi, mengkoordinasi jadwal waktu, dan memastikan bahwa gagasan-gagasan presentasi yang akan dilakukan cukup realistis dan menarik. Guru melanjutkan dengan mengambil peran sebagai penasehat, membantu panitia apabila diperlukan dan memastikan bahwa tiap rencana kelompok memungkinkan tiap anggota untuk terlibat. Sebagian kelompok menentukan sifat dari laporan akhir mereka ketika mereka mulai melakukan tugasnya. Dalam kelompok lainnya rencana untuk laporan akhir baru muncul pada tahap 4, atau baru dikembangkan pada saat kelompok tersebut terlibat dalam investigasi. Bahkan bila kelompok memang telah mulai membicarakan gagasan-gagasan mengenai laporan akhir mereka selama fase investigasi, mereka masih akan meminta waktu untuk melakukan diskusi sistematik dari rencana mereka. Selama sesi perencanaan transisi ini para murid mulai mengemban sebuah peran baru (peran guru). Para siswa tentunya selama ini sudah mengatakan kepada teman satu kelompoknya mengenai apa yang mereka lakukan dan pelajari, tetapi sekarang mereka mulai merencanakan bagaimana mengajari teman sekelasnya dengan cara yang lebih teratur mengenai inti dari apa yang telah mereka pelajari.

5. Mempresentasikan Laporan Akhir

Masing-masing kelompok mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan akhir mereka kepada kelas. Pada tahap ini, mereka berkumpul dan kembali kepada posisi kelas sebagai satu keseluruhan.

Para siswa yang akan melakukan presentasi harus mengisi peran yang sebagian besar dari peran tersebut merupakan hal yang baru bagi mereka. Mereka harus mampu mengatasi bukan hanya

(16)

mampu mengatasi masalah-masalah organisasional yang berkaitan dengan koordinasi seluruh pekerjaan dan perencanaan, serta membawakan presentasi.

Laporan akhir ini menghasilakan sebuah pengalaman dimana upaya mengejar kemampuan intelektual dibarengi dengan sebuah pengalaman emosional mendalam. Semua anggota kelas dapat berpartisipasi lebih dari satu banyak presentasi, dengan menampilkan tugas mereka atau menjawab pertanyaan. presentasi tersebut bukan hanya sekedar masalah latihan peran untuk tampil dan membacakan tulisan.

6. Evaluasi Pencapaian

Group Investigasi menantang peran guru untuk menggunakan pendekatan inovatif dalam menilai apa yang telah dipelajari murid-murid. Dalam pengajaran dikelas tradisional, semua siswa diharapkan untuk mempelajari materi yang sama dan menguasai serangkaian konsep yang seragam.

Dalam Group Investigasi para guru harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi siswa mengenai subyek yang dipelajari, bagaimana mereka menginvestigasi aspek-aspek tertentu dari subjek, bagaimana mereka mengaplikasikan pengetahuan mereka terhadap solusi dari masalah-masalah baru, bagimana mereka menggunakan kesimpulan dari apa yang mereka pelajari dalam mendiskusikan pertanyaan yang membutuhkan analisis dan penilaian, dan bagaimana mereka sampai pada kesimpulan dari serangkaian data. Evaluasi semacam ini paling baik dilakukan melalui sebuah pandangan kumulatif dari hasil kerja individual selama seluruh proyek investigasi.

Metode Group Investigation ini guru hanya berperan sebagai mediator, fasilitator, dan pemberi kritik yang bersahabat. Guru tersebut berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada dan untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu tiap

(17)

kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran.

1.1.4.2. Kelebihan dan Kelemahan GI

Model Group Investigation memiliki kelebihan dibandingakan dengan model lainnya yaitu:

1. Siswa menjadi lebih mandiri dalam mencari informasi tentang materi yang akan dipelajari.

2. Siswa mempunyai jiwa kooperatif yang tinggi

3. Siswa memiliki kemahiran dalam berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam menganalisis

4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi. Beberapa kelemahan dari Group Investigation yaitu:

1. Jika ada seorang siswa yang tidak aktif dalam kelompoknya maka akan menghambat dari pada tujuan pembelajaran.

2. Siswa yang tidak cocok dengan anggota kelompoknya kurang bisa bekerjasama dalam memahami materi maupun dalam menyelesaikan tugas.

3. Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar kelompok.

1.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian oleh Ratih Endarini Sudarmono (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar siswa Kelas V melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010?”. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran group investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Sidorejo Lor 02. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisa data dari aktivitas siswa pada kondisi awal hanya 51%, siklus I mencapai 77% dan siklus II dengan presentase 89%. Peningkatan aktivitas siswa memeberi

(18)

pada kondisi awal hanya mencapai nilai rata-rata 66, siklus I dengan rata-rata 78 dan siklus II dapat mencapai nilai rata-rata 88.

Penelitian yang dilakukan oleh Novita Iryani (2008) membahas Penerapan Belajar Kelompok Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pokok bahasan energi di SD Negeri 1 Mutisari Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah pengamatan dan tes hasil belajar. Indikator keberhasilan apabila siswa telah mencapai nilai rata-rata kelas minimal 60. Hasil penelitian mengalami peningkatan yaitu siklus I nilai rata-rata 61,57, dan pada siklus II meningkat menjadi 83,15. Hal ini dikatakan tuntas karena hasil pada siklus II mencapai rata-rata 83,15. Ketuntasan klasikal juga meningkat secara berurutan dari sebelum PTK, siklus I, dan II berturut-turut adalah: 50,26%, dan 100%. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan metode belajar kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan “energi” di kelas IV SD Negeri 1 Mutisari Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2009/2010. 1.3. Kerangka Berpikir

Pada penelitian di SD Negeri Madyogondo 03 kecamatan Ngablak kabupaten Magelang, guru dalam mengajarkan materi Energi masih menggunakan metode yang konvensional, sehingga siswa kurang tertarik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi tentang Energi. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes pada kondisi awal hanya ada 13 siswa yang tuntas dan 23 lainnya belum tuntas. Serta nilai rata-ratanya hanya 56,80 dan belum memenuhi KKM yaitu = 60.

Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi antara guru kelas IV dan peneliti. Guru dan peneliti secara bersama menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi guru dan siswa di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pokok

(19)

bahasan Energi. Perbaikan model pembelajaran ini melibatkan keaktifan siswa secara menyeluruh dalam KBM. Keterlibatan siswa secara aktif dan menyeluruh diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

Kondisi

Awal

Kondisi

Akhir

Tindakan

80% kemampuan siswa dalam memahami materi pokok bahasan energi meningkat. 80% dari hasil belajar IPA pada siswa SD kelas IV meningkat melalui hasil tes formatif.

80% dari jumlah siswa memperoleh nilai ≥60 sesuai dengan KKM.

Hasil belajar siswa kelas IV SDN

Madyogondo 03 pada mata pelajaran IPA materi pokok energi masih rendah. Hasil tes dari 36 siswa hanya terdapat 13 siswa mendapat niai diatas KKM sedangkan 23 siswa lainnya dibawah KKM yaitu = 60.

Penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe

group investigation

Siklus II

Siklus I

Guru masih menggunakan metode konvensional

(20)

1.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka berfikir maka hipótesis penelitian ini adalah sebagai berikut “Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI), dapat meningkatkan hasil belajar IPA pokok bahasan energi pada siswa kelas IV SD Negeri Madyogondo 03 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang”.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dilanjutkan dengan tes penegasan (Confirmed test) dalam medium Briliant Green Lactose Broth (BGLB). Hasil MPN dari pengolahan air dengan menggunakan biji kelor pada

Coronet Crown Purwokerto Banyumas (M. Fadhol Romdhoni, Ageng Brahmadhi), Frekuensi Pemakaian Obat-Obatan Herbal Sebagai Faktor Penyebab Keterlambatan Pengobatan Medis pada

Sebelumnya koperasi ini berhenti beroperasi selama kurang lebih enam bulan dikarenakan para anggotanya sering lupa dan magkir dari tanggung jawabnya sehingga

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Ani Auli Ilmi (2013) dengan judul penelitian tentang Intervensi ILMI-spaRe dalam menurunkan srtatus deperesi pada lansia

menyiapkan bahan penyusunan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian serta evaluasi pelaksanaan koordinasipenyelenggaraan kebijakan dibidang pemeliharaan sarana

Projektna nastava prvotno je zamišljena na naˇcin da se izvodi u tri faze: prva faza projekta (u trajanju od dva sata) trebala se izvoditi u obliku terenske nastave na Nas-

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik TKKS pada berbagai dosis memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio pucuk akar bibit jelutung rawa,

Tabel 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman terbaik dijumpai pada interaksi perlakuan media tanam yaitu tanah dengan campuran abu sekam dan pemberian pupuk