• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 Tinjauan Pustaka. Berikut merupakan taksonomi tanaman nyamplung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 Tinjauan Pustaka. Berikut merupakan taksonomi tanaman nyamplung"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2 Tinjauan Pustaka

2.1. Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum)

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) termasuk dalam marga Calophylum yang mempunyai sebaran cukup luas di dunia yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, nyamplung tersebar mulai dari Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua. Selain itu pohon ini juga ditemui, di wilayah Malaysia, Filipina, Thailand, dan Papua Nugini.

Berikut merupakan taksonomi tanaman nyamplung Divisi : Spermatophyla Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Guttiferales

Suku : Guttiferae

Marga : Calophyllum

Jenis : Calophyllum inophyllum L

Pohon ini biasa tumbuh di tepi sungai atau pantai yang berudara panas dengan ketinggian hingga 200 m dari permukaan laut. Dapat berfungsi sebagai wind braker. Tanaman ini tumbuh subur dalam hutan-hutan tropis di Indonesia. Ciri-ciri pohon nyamplung antara lain batangnya berkayu, bulat, warna coklat, daunnya tunggal, bersilang berhadapan, bulat memanjang atau bulat telur. ujung daun tumpul, pangkal membulat, tepinya rata. Daun bertulang menyirip itu panjangnya 10-21 cm, lebar 6-11 cm dengan tangkai 1,5-2,5 cm. Bunga nyamplung biasanya majemuk dan berbentuk tandan. Sementara buahnya bulat seperti peluru, dengan diameter 2,5-3,5 cm, berwarna hijau, dan berubah cokelat jika kering. Biji buah bulat, tebal, keras, berwarna coklat. Pada inti terdapat minyak berwarna kuning. Tinggi pohon nyamplung lebih kurang 20 meter dan berakar tunggang. Seperti terlihat pada (Gambar 2.1) Setiap pohon nyamplung menghasilkan sekitar 250 kg biji.

(2)

Gambar 2.1. Bagian-bagian tanaman nyamplung

Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah rendemen minyak nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60%, Sawit 46-54 %; dan Nyamplung 60-65 %) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah. Dalam test untuk mendidihkan air, minyak tanah yang dibutuhkan 0,9 ml, sedangkan minyak biji nyamplung hanya 0,4 ml; mempunyai keunggulan kompetitif di masa depan antara lain biodiesel nyamplung dapat digunakan sebagai pencampur solar dengan komposisi tertentu, bahkan dapat digunakan 100 % apabila teknologi pengolahan tepat, kualitas emisi lebih baik dari solar, dapat digunakan sebagai biokerosen pengganti minyak tanah.

Manfaat lain dari bagian tanaman nyamplung adalah kayunya yang termasuk kayu komersial, dapat digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan pada bangunan perumahan dan bahan kontruksi ringan. Getahnya dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang diindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya mengandung senyawa costatolide-A, saponin dan acid hidrocyanic yang berkhasiat

(3)

sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong. Bunganya dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Bijinya setelah diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik. Dalam biji tersebut juga mengandung senyawa inocalophyllin yang diduga dapat meng-inhibisi HIV (Ya-Ching Shen, 2003).

2.2. Biodiesel

Bahan bakar diesel adalah bahan bakar yang dihasilkan dari proses destilasi bertingkat yang kemudian dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel. Mesin diesel untuk pertama kalinya dibuat oleh Rudolph Diesel. Kemudian pada tahun 1890 mesin pertamanya diuji coba menggunakan minyak biji kacang sebagai bahan bakarnya. Namun kemudian penggunaan solar lebih marak dibandingkan dengan penggunaan minyak nabati sendiri. Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel (Vicente dkk, 2006). Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah atau crude oil (Soeradjaja, 2005). Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO) (Soeradjaja, 2005a).

SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada Castor Oil (Conceicao, 2005)). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang.

Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO guna menghasilkan metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester

(4)

- FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME). Perbedaan viskositas antara minyak mentah atau refined fatty oil dengan biodiesel juga bisa digunakan sebagai salah satu indikator dalam proses produksi biodiesel. (Knothe, 2005).

2.2.1. Sintesis biodiesel

Sintesis biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan dari berbagai tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (Crude Palm Oil /CPO ), jarak pagar (Jatropha Curcas), kelapa, kemiri, srikaya, sirsak, dan kapuk. Indonesia merupakan negara kedua penghasil CPO kelapa sawit di dunia dan berpotensi untuk mengembangkan biodiesel sebagai pengganti petrodiesel.

Reaksi transesterifikasi trigleserida dari minyak nabati memerlukan reagen berupa alkohol dan memerlukan katalis pada prosesnya berupa basa kuat seperti KOH. Metanol lebih banyak digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya yang murah, walaupun demikian penggunaan etanol, dan atau propanol masih dapat dimungkinkan pada proses transesterifikasi ini. Transesterifikasi adalah merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan atau menghasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan.

Katalis yang digunakan dapat berupa senyawa asam kuat maupun basa kuat. Namun jika digunakan katalis asam, proses transesterifikasinya akan memakan waktu relatif lebih lama, sekitar 10 jam. Penggunaan katalis basa akan lebih mempercepat laju reaksi, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk proses transesterifikasinya. Kekurangan dari penggunaan katalis basa adalah dapat bereaksi dengan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak membentuk suatu sabun. Hal ini akan mengurangi rendemen biodiesel yang dihasilkan. Perlu dilakukan proses untuk mengurangi kadar asam lemak bebas dalam minyak terlebih dahulu apabila minyak yang akan digunakan memiliki kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi.

(5)

Proses transesterifikasi menghasilkan produk sampingan berupa gliserol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sabun yang berperan sebagai moistourising. Reaksi transesterifikasi diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Reaksi trans-esterifikasi

Pada proses produksi biodiesel skala laboratorium, reaktan yang digunakan berupa metanol atau etanol. Sedangkan jenis katalis yang digunakan berupa basa kuat seperti KOH atau NaOH.

2.3. Bahan Baku Biodiesel

Energi biomassa dari tumbuhan telah banyak digunakan sebagai bahan bakar oleh masyarakat, seperti kayu bakar. Namun penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel baru dilakukan oleh Rudolph Diesel pada tahun 1890. Banyak jenis minyak nabati yang dapat dimanfaatkan menjadi biodiesel, seperti minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar, minyak jarak kepyar, serta minyak biji nyamplung.

2.3.1. Minyak sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pallet).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari minyak kelapa sawit adalah air, kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida, daya pemucatan, titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity, dan spreadability, sifat transparan, kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % perikarp dan 20%

(6)

buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 %. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Komposisi minyak sawit diperlihatkan oleh Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit Jenis asam lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%)

Asam kaprilat - 3-4 Asam kaproat - 3-7 Asam laurat - 46-52 Asam miristat 1,1-2,5 14-17 Asam palmitat 40-46 6,5-9 Asam stearat 3,6-4,7 1-2,5 Asam oleat 39-45 13-19 Asam linoleat 7-11 0,5-2

Sedangkan sifat fisiko-kimia minyak sawit sebelum dan sesudah proses pemurnian diperlihatkan oleh Tabel 2.2 dibawah.

Tabel 2.2. Sifat fisiko kimia minyak sawit sebelum dan sesudah pemurnian Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni

Titik cair awal 21-24 29,4

Titik Cair akhir 26-29 40

Berat jenis 150C 0,859-0,870 -

Indeks Bias D 400C 36,0-37,5 46-49

Bilangan penyabunan 224-249 14,5-19,0

Bilangan Iod 5,2-6,7 46-52

2.3.2. Minyak jarak pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas) menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat kernel (daging biji) dan 40% berat kulit. Inti Biji (kernel) jarak pagar mengandung sekitar 50% minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis ataupun ekstraksi dengan pelarut heksana. Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki komposisi trigliserida yang mirip dengan kacang tanah.

Minyak jarak tidak lebih kental dibandingkan minyak nabati lainnya. Komponen terbesar minyak jarak adalah trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat. Tabel 2.3 berikut memperlihatkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar.

(7)

Tabel 2.3. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar Asam lemak Perbandingan Komposisi (%-berat)

Asam miristat 14 : 0 0 - 0,1 Asam palmitat 16 : 0 14,1 - 15,3 Asam stearat 18 : 0 3,7 – 9,8 Asam oleat 18 : 1 34,3 – 45,8 Asam linoleat 18 : 2 29,0 – 44,2 Asam linolenat 18 : 3 0 - 0,3

Selain itu, sifat fisiko-kimia minyak jarak diperlihatkan oleh Tabel 2.4 di bawah ini. Tabel 2.4. Sifat fisiko kimia minyak jarak pagar

Sifat Fisik Satuan Nilai

Titik nyala oC 236

Densitas pada 15)C g/cm3 0,9177

Viskositas pada 30)C Mm2/s 49,15

Residu Karbon % (m/m) 0,34

Kadar abu sulfat % (m/m) 0,007

Titik tuang 0C -2,5

Kadar air ppm 935

Kadar sulfur ppm <1

Bilangan asam mg KOH/g 4,75

Bilangan iod g iod/100 g 96,5

Setelah diolah menjadi minyak biodiesel jarak pagar dengan menggunakan reaksi transesterifikasi, terjadi perubahan sifat fisiko kimia seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.5 berikut.

(8)

Tabel 2.5. Karakteristik biodiesel dari jarak pagar Parameter Biodiesel jarak pagar

Densitas (g/cm3, 2000C) 0,879

Titik nyala (0C) 191

Bilangan setana (ISO 5165) 57-62

Viskositas (mm2/s, 400)C) 4,20

Bilangan iod 95-106

Kadar sulfat 0,014

Residu karbon 0,025

2.3.3. Minyak jarak kepyar

Tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) termasuk kedalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman yang hidup di daerah tropik maupun sub tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut. Biji jarak terdiri dari 75 % kernel (daging biji) dan 25 % kulit biji. Minyak jarak mempunyai kandungan asam lemak dengan komposisi seperti tertera pada Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6. Kandungan asam lemak minyak biji jarak kepyar

Asam lemak Jumlah (%)

Asam risinoleat 86

Asam dihidroksi stearat 1 – 2

Asam stearat 0,5 – 20

Asam oleat 8,5

Asam linoleat 3,5

Minyak jarak kepyar mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan, (viscosity) dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi. Minyak jarak kepyar larut dalam etanol 95% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relatif rendah, dan dapat dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida yang lainnya. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), serta kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya. Sifat fisika dan kimia minyak jarak kepyar dapat dilihat pada Tabel 2.7 dibawah :

(9)

Tabel 2.7. Sifat fisiko kimia minyak jarak kepyar Karakteristik Nilai Viskositas (250C) 6,3 – 8,8 st Densitas (200C) 0,957 -0,963 Bilangan asam 0,4 – 4,0 Bilangan penyabunan 176-181

Bilangan tak tersabunkan 0,7

Bilangan iod 82-88

Pour pont -330C

2.3.4. Minyak nyamplung

Biji nyamplung mengandung minyak dengan jumlah cukup besar (minyak: 40-72%; air: 25-35%; dan abu:1,1-1,3%). Minyak kasar mengandung asam resin (9,7-15%). Inilah yang menyebabkan warna minyak menjadi hijau, dan bahkan yang tumbuh di daratan India berwarna coklat, rasanya pahit.

Minyak nyamplung digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun, penerangan pengobatan rematik dan luka bakar. Untuk pengobatan ini, ternyata minyak nyamplung sangat efektif, tak berbahaya dan murah. Juga digunakan untuk mengobati sakit kulit dan digunakan percobaan mengobati penyakit kusta.

Di Indonesia, minyak ini digunakan untuk dempul perahu, bahan baku industri genteng dan sebagai obat kulit. Asam lemak utamanya dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Kandungan asam lemak minyak nyamplung

Asam lemak Komposisi

Asam palmitat 14,8-18,5% Asam stearat 6,1-19,9% Asam oleat 36,2-53,1% Asam linoleat 15,8-28,5% Asam arasidat 0,2% Asam erusat 3,3%

(10)

Setelah diolah menjadi minyak biodiesel jarak nyamplung dengan menggunakan reaksi transesterifikasi, terjadi perubahan sifat fisiko kimia seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.9 berikut:

Tabel 2.9. Karakteristik biodisel dari minyak nyamplung Parameter Biodiesel nyamplung

Densitas (g/cm3, 2000C) 0,910 Titik nyala (0C) 224 Viskositas (mm2/s, 400)C) 32,48 Bilangan iod 82-98 Bilangan asam 4,76 Angka penyabunan 191 – 202 2.4. Pemurnian Minyak

Minyak mentah atau crude oil yang diperoleh langsung dari tanaman, dengan cara diekstrak maupun di-press mengandung beberapa komponen non-trigliserida yang harus dihilangkan. Komponen-komponen tersebut dapat mengurangi kadar kemurnian minyak. Proses pemurnian minyak terdiri dari beberapa tahapan sehinga dapat dihasilkan minyak yang semi murni (straight vegetable oil). Tahapan-tahapan tersebut meliputi

Degumming untuk menghilangkan getah tanaman yang terbawa. • Netralisasi untuk menyingkirkan asam lemak bebas

Bleaching / pemucatan untuk menghilangkan pigmen warna. Deodorization untuk menghilangkan bau yang tidak sedap. Winterization untuk memisahkan lapisan lilin.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah degumming.

2.4.1. Getah

Degumming merupakan proses untuk menghilangkan getah yang ikut terbawa dalam minyak mentah atau crude oil dari tanaman. Getah terdiri dari campuran beberapa komponen, antara lain : fosfolipid, karbohidrat, protein, logam, sabun, air dan sebagian kecil asam lemak bebas. Getah dapat dibedakan menjadi:

(11)

Hydratable Phosphatide yaitu getah yang mudah dipisahkan dari trigliserida. Umumnya larut dalam air, contoh : protein, karbohidrat.

Non-Hydratable Phosphatide (NHP) yaitu getah yang sukar dipisahkan dari minyak. Umumnya larut dalam pelarut non polar, contoh : fosfolipid.

2.4.2. Proses degumming

Kadar getah dari tanaman tersebut bermacam-macam. Proses degumming yang dilakukan berbeda-beda untuk setiap minyak nabati, berdasarkan kandungan dan komposisi getahnya.

2.4.2.1. Water degumming

Sebagian besar dari gum/getah dapat terhidrasi dengan mudah dan cepat. Minyak mentah hasil pengepressan atau ekstraksi tanaman, yang mengandung gum dalam jumlah cukup banyak, dapat digunakan proses water degumming. Pada proses ini, air ditambahkan ke dalam minyak yang telah dipanaskan pada suhu 50-700C. Kemudian diaduk menggunakan magnetic stirer selama 30 menit agar rekasi hidrasi fosfatida dapat berlangsung. Beberapa saat kemudian, fosfatida terhidrasi dapat dipisahkan dari minyak dengan sentrifugasi. Minyak hasil degumming kemudian di evaporasi untuk mengeluarkan airnya.

Pada prosesnya digunakan suhu 50-700C. Karena pada suhu lebih rendah, viskositas minyak lebih tinggi, sehingga pemisahan fosfatida dari minyak akan lebih susah. Dan pada suhu lebih tinggi, kelarutan fosfatida dalam minyak semakin meningkat.

Proses degumming ini dapat menghilangkan sebagian besar Hydratable Phosphatide dan beberapa Non-Hydratable Phosphatide (NHP). Tahapan water degumming secara umum dapat dilihat pada gambar di bawah :

(12)

Gambar 2.3. Proses water degumming

2.4.2.2. Acid degumming

Minyak mentah hasil pengepressan atau ekstraksi tanaman, yang mengandung getah Non Hydratable Phosphatide (NHP) dalam jumlah cukup banyak, dapat digunakan proses acid degumming. Pada proses ini, minyak dipanaskan sampai suhu 750C kemudian ditambahkan asam fosfat (H3PO4) dan diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai larutan berubah warna, yang mennunjukkan bahwa reaksi telah berlangsung. Didiamkan beberapa saat, kemudian ditambahkan NaOH untuk menetralkan asam lemak bebasnya. Didiamkan lagi selama 30 menit, kemudian minyak dipanaskan sampai suhu 850C, dan dipisahkan dengan sentrifugasi. Tahapan acid degumming secara umum dapat dilihat pada gambar berikut :

Minyak mentah Dipanaskan sampai suhu 60 oC Ditambahkan air hangat Diaduk Didiamkan selama 20 menit Dipanaskan lagi sampai suhu 80 oC Dipisahkan

(13)

Gambar 2.4. Proses acid degumming

Pada proses degumming minyak biji nyamplung, digunakan proses acid degumming yang telah dimodifikasi. Setelah minyak ditambahkan asam fosfat 1% berat, tidak langsung ditambahkan basa ke dalam campuran tersebut. Hal ini disebabkan, ketika ditambahkan basa, campuran akan kembali seperti keadaan semula ketika belum ditambahkan asam fosfat. Kemungkinan asam fosfat yang telah ditambahkan belum bereaksi sepenuhnya dengan getah-getah dalam minyak nyamplung, sehingga ketika ditambahkan basa, asam fosfat langsung bereaksi dengan basa membentuk garam. Sementara minyaknya kembali pada keadaan senula sebelum ditambahkan asam fosfat. Agar reaksi pengikatan getah oleh asam fosfat dapat berlangsung lebih efektif, campuran minyak dan asam fosfat didiamkan terlebih dahulu selama minimal 1x24 jam.

2.5. Karakterisasi biodiesel

Standar mutu biodiesel menurut RSNI EB 020551 meliputi beberapa parameter seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.10.

Minyak mentah Dipanaskan sampai suhu 75 oC Ditambahkan H3PO4 Diaduk Ditambahkan NaOH Didiamkan selama 30 menit Dipanaskan sampai suhu 80 0C Didiamkan selama 10 menit Dipisahkan

(14)

Tabel 2.10. Beberapa karakteristik biodiesel berdasarkan RSNI EB 020551

Parameter Satuan Nilai

Massa jenis pada 400C Kg/m3 850-890

Viskositas pada 40 0C mm2/s (cSt) 2,3 – 6

Bilangan cetane - Min. 51

Titik nyala (magkok tertutup) 0C Min. 100

Titik Kabut 0C Maks. 18

Air dan sedimen % volume Maks. 0,05

Suhu destilasi 90 % 0C Maks. 360

Bilangan asam mg KOH/g Maks. 0,8

Gliserol total % massa 0,24

Kadar ester alkil % massa Min. 96,5

Bilangan iodium g I2/100 g Maks 115

Pada penelitian ini, hanya dilakukan beberapa karakterisasi awal yakni meliputi :

2.5.1. Viskositas

Viskositas merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi fluida terhadap aliran. Hubungan antara tegangan geser dinding dengan viskositas untuk fluida Newtonian bisa dilihat pada persamaan berikut ini:

(1)

dengan taww adalah tegangan geser dinding [Pa], miu adalah viskositas fluida [Pa.s], dan (dp/dy)y = 0 adalah gradien kecepatan fluida pada dinding [1/s].

Sedangkan hubungan antara tegangan geser dinding dengan penurunan tekanan (pressure drop) adalah sebagai berikut:

(2)

dengan D adalah diameter pipa [m], delta p adalah penurunan tekanan [Pa], dan L adalah panjang pipa yang ditinjau (m).

(15)

Dari Persamaan (1) dan (2) dapat dilihat bahwa viskositas fluida berpengaruh langsung terhadap besarnya penurunan tekanan yang dialami oleh fluida tersebut. Penurunan tekanan (pressure drop) fluida berkaitan dengan energi pengaliran fluida sebagai berikut:

(3)

dengan P adalah daya [Watt], Q adalah debit fluida [m3/s].

Persamaan (1) - (3) menunjukkan bahwa fluida dengan viskositas tinggi lebih sulit untuk dialirkan dibandingkan dengan fluida dengan viskositas rendah. Bila energi pengaliran yang tersedia tetap, maka fluida dengan viskositas tinggi akan mengalir dengan kecepatan lebih rendah. Di bagian sebelumnya telah dijelaskan tingginya harga viskositas SVO (straight vegetable oil). Hal inilah yang mendasari perlu dilakukannya proses kimia, transesterifikasi, untuk menurunkan harga viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar. Perbedaan viskositas antara minyak mentah dengan biodiesel dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam proses produksi biodiesel.

Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajat atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas bahan bakar yang tinggi, seperti yang terdapat pada SVO, tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Oleh karena itulah penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel menuntut digunakannya mekanisme pemanas bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar (Bernardo, 2003).

2.5.2. Cloud point atau titik awan

Cloud point adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak "berawan" (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya butir-butir padatan di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih bisa mengalir pada titik ini, keberadaan titik-titik padatan di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor.

Pada umumnya, cloud point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini bisa menimbulkan masalah pada penggunaan biodiesel, terutama, di negara-negara yang mengalami musim dingin. Namun demikian, karakteristik biodiesel pada temperatur rendah ini tidak terlalu menjadi masalah untuk negara dengan temperatur tinggi sepanjang tahun, seperti India (Azzam dkk., 2005).

(16)

2.5.3. Bilangan iod

Angka iod pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.

Di satu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah (Knothe, 2005) sehingga berkorelasi pada cloud dan pour point yang juga rendah. Namun di sisi lain, banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer dan bisa terpolimerisasi membentuk material serupa plastik (Azam dkk., 2005).

Oleh karena itu, terdapat batasan maksimal harga angka iod yang diperbolehkan untuk biodiesel, yakni 115 berdasar standard Eropa (EN 14214). Di samping itu, konsentrasi asam linolenat dan asam yang memiliki 4 ikatan ganda masing-masing tidak boleh melebihi 12 dan 1% (Azzam dkk., 2005).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Mercedez-Benz (Environment Canada, 2006) menunjukkan bahwa biodiesel dengan angka iod lebih dari 115 tidak bisa digunakan pada kendaraan diesel karena menyebabkan deposit karbon yang berlebihan. Meski demikian, terdapat studi lain yang menghasilkan kesimpulan bahwa angka iod tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kebersihan dan pembentukan deposit di dalam ruang bakar (Environment Canada, 2006).

2.5.4. Bilangan asam

Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang besar pula. Asam lemak ini berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Semakin tinggi angka asam, semakin rendah kualitas minyak atau lemak tersebut.

2.5.5. Angka penyabunan

Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar. Sebaliknya,

(17)

minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini.

Gambar

Gambar 2.1. Bagian-bagian tanaman nyamplung
Gambar 2.2. Reaksi trans-esterifikasi
Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit  Jenis asam lemak  Minyak kelapa sawit (%)  Minyak inti sawit (%)
Tabel 2.3. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar  Asam lemak  Perbandingan  Komposisi (%-berat)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus, pola atau model pembelajaran tematik sangat baik akan tetapi hal yang harus diperhatikan adalah konsep (RPP) yang akan diterapkan.. Harus ada desain atau format

memperkuat hal yang lain. Hal demikian dipedukan untuk dapat menjamin terakomodasinya minat utama dari setiap anak atau peserta didik Selain itu, keberadaan

Simulasi untuk pengujian jalur evakuasi pada gedung merupakan hal yang penting, perancangan denah gedung harus diperhatikan dengan baik untuk menekan angka korban

Apabila kita mendapat tunai yang lebih, kita dapat membeli hartanah yang baru, bukan hanya fikir untuk mengurangkan baki pinjaman atau memendekkan tempoh pinjaman tetapi

Jika terjadi peningkatan kandungan air dalam tanah (seperti meresapnya air hujan, air sungai yang meluap, air sawah/kolam yang bocor), akan terjadi akumulasi

Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi, adanya penyakit kronis lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan penanganan lebih

Untuk kajian QSAR dalam penelitian ini digunakan analisis regresi multilinear dengan data log (1/IC 50 ) sebagai variabel tidak bebas, sedangkan data muatan bersih atom pada

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja