Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳͳͺ
AMBIGUITAS PEMBELAJARAN TEMATIK Supriyadi
Universitas Muhammadiyah Malang
Pembelajaran tematik kemudian menjadi barometer baru bagi kemodernan dan kepiawan seorang guru dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Bernarkah model pembelajaran terpadu/tematik merupakan solusi alternatif bagi
pembelajaran di sekolah dasar? Model pembelajaran apapun akan sangat bergantung pada guru yang menerapkannya. Untuk itu, yang harus diperhatikan secara seksama bukanlah pada tataran konsep pembelajaran akan tetapi lebih mengarah pada pembentukkan calon guru yang handal dan berkompetensi dalam menerapkan jenis konsep pembelajaran yang akan diterapkan. Jika guru sudah baik maka secara otomatis pembelajaran akan berjalan dengan baik. Dalam hal ini baik yang dimaksud adalah baik lahir batin. Secara khusus, pola atau model pembelajaran tematik sangat baik akan tetapi hal yang harus diperhatikan adalah konsep (RPP) yang akan diterapkan. Harus ada desain atau format baku yang dapat diterapkan oleh semua guru.
Kata kunci: Pembelajaran tematik, format RPP, model pembelajaran
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan merupakan wadah utama dalam membentuk dan menciptakan manusia yang berkempuan dan berkeadaban tinggi. Pendidikanlah yang mampu
mengangkat citra dan taraf hidup masyarakat suatu bangsa. pentingnya pendidikan itulah yang kemudian mendorong perangcang dan praktisi pendidik untuk mendesain sistem
pendidikan menjadi lebih baik, termasuk pendesainan model pembelajaran yang tepat untuk siswa sekolah dasar.
Akhir-akhir ini, muncullah
pembelajaran tematik sebagai wujud invensi dan inovasi terbaru dari model pembelajaran yang dicanangkan bagi sekolah dasar
terutama kelas rendah (I – III) oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pembelajaran
tematik kemudian menjadi barometer baru bagi kemodernan dan kepiawan seorang guru dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Oleh karena itu, seorang guru dituntut tidak hanya sekedar
mengetahuinya akan tetapi harus mampu melaksanakan secara nyata di dalam pembelajaran. Hal itu terlihat dengan banyaknya kegiatan seminar dan pelatihan serta buku yang membahas secara khusus tentang model pembelajaran tematik.
Memperhatikan arus pertumbuhan pembelajaran tematik, ada beberapa hal yang kemudian muncul semacam keraguan dalam pikiran saya, anatar lain: Bernarkah model pembelajaran terpadu/tematik merupakan solusi alternatif bagi
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳͳͻ
semakin membesar setelah melihat konsep dan rencana pembelajaran yang ditawarkan dalam model pembelajaran tematik.
Penjelasan dan penjabaran beberapa tersebut sebagai berikut.
PERMASALAHAN DALAM TATARAN KONSEP PEMBELAJARAN TEMATIK Pembelajaan tematik adalah
pembelajaran tematikyang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
(1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
(2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
(3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
(4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; (5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
(6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; (7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan
dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan (Poerwadarminta dalam Panitian Sertifikasi Guru Rayon 44, 2009:65).
Memperhatikan konsepsi tematik di atas, secara mendasar tidak ada yang terlalu istimewa bahkan ada semacam keraguan dan kebimbangan yang mengendap dalam konsep tersebut. Hal itu terlihat dari adanya kata [mengaitkan] yang dipakai dalam konsep tersebut. Mendengar kata mengaitkan maka asosiasi yang terlintas adalah sesuatu yang tidak kuat, tidak mengakar, tidak mengikat, kurang teguh, tidak menyatu. Intinya, sesuatu itu hanya “sekadar sampiran saja” tidak terlalu masuk ke inti atau menjadi isi. Selain itu, jika ditelusur lebih jauh maka akan semakin kabur atau bahkan menjadi rancu. salah satu sumber kerancuan tersebut terletak pada mata pelajaran yang menjadi pokok kaitan tema. Dalam arti, tema mata pelajaran manakah yang akan diambil untuk dijadikan tema pokok atau tema besar dalam bahasan. Jika seandainya kita telah berhasil
menetapkan satu tema pokok, maka hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana
mengajarkan isi/materi dari beberapa mata pelajaran. Hal tersebut akan menjadi jelas dalam tinjauan mengenai Rencana
Pembelajaran tematikberikut ini.
PERMASALAHAN DALAM RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK
Rencaana pembelajaran pada hakikatnya merupakan konsep kegiatan belajar mengajar yang akan dipraktikkan atau dilaksanakan guru di depan kelas.
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳʹͲ
Dengan demikian, seyogyanya RPP harus rinci dan terinci agar dapat dengan mudah dipraktikkan oleh guru bersangkutan maupun oleh guru yang lain. Begitu halnya dengan RPP Pembelajaran Tematik, semua elemen yang terkandung di dalam RPP harus jelas dan terinci serta memiliki kekhasan atau ciri pembeda dengan RPP biasa. Pengertian “rinci” dalam hal ini bermakna cermat, tepat, sesuai atau proporsional antar bagian dalam pembelajaran. Jika hal itu dikaitkan dengan RPP tematik maka harus proporsional dalam membelajarkan materi antar mata pelajaran yang turut terkait dalam RPP tematik tersebut. Berikut ini adalah dua contoh RPP tematik, marilah kita cermati bersama.
Contoh:1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Sumber: akhmadsudrajat.files.wordpress.com) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kelas : I Tema : Lingkungan Minggu/hari : I/Senin Alokasi waktu : 5 x 35 menit Indikator:
Bahasa Indonesia:
Menanyakan data diri dan nama orangtua serta saudara teman sekelas
Menjiplak berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf
Matematika:
Membilang atau menghitung secara urut Menyebutkan banyak benda
Menceritakan pengalamannya saat pagi, siang atau malam hari
IPA
Menunjukkan sebanyak-banyaknya benda yang mempunyai warna, bentuk dan ciri tertentu
IPS
Menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan
Seni Budaya dan Keterampilan Bertepuk tangan dengan pola
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Menerapkan konsep arah dalam berjalan, berlari dan melompat.
Sarana dan Sumber Belajar: Kartu-kartu kata
Lembar kerja (jam) Bola
STRATEGI KEGIATAN A. Pembukaan (1 X 35 menit)
- Berdoa bersama
x Menyanyi lagu kasih ibu sambil bertepuk dengan variasi 1-2-1-2 x Guru meminta beberapa anak untuk
menyebutkan identitas dirinya seperti
x nama dan alamatnya, dan menceritakan suatu pengalaman yang menyenangkan dirinya x Guru meminta anak untuk
berkeliling di kelas sambil melompat satu kakidengan membilang
(menghitung secara urut) lompatannya
x Guru meminta beberapa anak mengemukakan tentang kegiatan yang dapat dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan malam hari
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳʹͳ
B. Inti (3 x 35 menit)
Di kelas anak secara individual diminta untuk mengamati berbagai benda yang ada dalam kelasnya. memilih benda yang ada di kelas, menghitungnya dan menuliskan lambang bilangan dari jumlah benda yang dihitungnya (kegiatan ini dilakukan beberapa kali)
- Kegiatan berikutnya (atau bagi yang sudah menyelesaikan kegiatan pertama) dapat membaca kalimat sederhana dari kartu-kartu kata yang sudah disiapkan guru
- Guru meminta anak untuk melihat jam dinding dikelasnya, lalu anak diminta untuk menggambarkan jam didinding tersebut dilengkapi dengan penunjukkan jarum jam pada saat anak melihat dan menggambarkannya.
C. Penutup (1 x 35 menit)
- Guru bercerita tentang perlunya air bagi makhluk hidup, yang dilanjutkan dengan tanya jawab
- Pesan-pesan moral bagi anak misalnya tentang perlunya hemat air, perlunya mandi/menjaga kebersihan
- Berdoa pulang
Contoh 2: RPP Tematik (Sumber: Buku Pembelajaran Tematik Sekolah Dasar 1a. Oleh SA’dun Akbar dkk.)
Tema : Diri Sendiri Subtema : Identitas Diri Kompetensi Dasar :
1. Memperkenalkan diri sendiri dengan kalimat sederhana dan bahasa yang santun.
2. menyanyikan lagu anak-anak secara individual, kelompok maupun klasikal
3. mengidentifikasi identitas diri, keluarga dan kerabat
4. membilang banyak benda Indikator:
1. berkenalan dengan teman sekelas 2. bernyanyi lagu “Hei Halo Siapa
Namamu?”
3. menyebutkan identitas diri (nama, jenis kelamin, agama, alamat) 4. berkelompok menurut jenis kelamin 5. menghitung jumlah anak laki-laki
dan perempuan
6. menjumlah anak laki-laki dan anak perempuan
7. membandingkan jumlah anak laki-laki dan anak perempuan
Waktu:
1 x pertemuan
Kegiatan Pembelajaran:
1. Guru mengaajak anak belajar di halaman
2. Guru menunjukkan gambar, anak diminta menirukan posisi dalam gambar
3. Anak-anak membentuk barisan melingkar, guru ada di tengah-tengah 4. Guru dan anak berdoa
5. Guru dan anak berkenalan dengan menyanyikan lagu “hei hello siapa namamu?”
6. Anak yang ditunjuk (melalui lempar tangkap bola) mengenalkan diri 7. Guru meminta anak berkelompok
menurut jenis kelaminnya
8. Anak menghitung jumlah temannya yang ada di kelompok lain
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳʹʹ
9. Anak menjumlahkan seluruh
temannya di bawah bimbingan guru 10. Anak membandingkan jumlah anak
laki-laki dan anak perempuan, dengan cara mencari pasangan satu-satu.
11. Guru mengajak anak kembali ke kelas
Sumber dan Media: 1. Anak dan guru 2. Gambar
3. Syair lagu “Hei Hello Siapa Namamu?”
Penilaian: Performan anak
(Sebagai tambahan informasi, RPP tematik ini dilengkapi dengan “pengalaman belajar” yang berisi penjabaran atau seperti
pentunjuk pelaksanaan dari RPP tematik tersebut)
Kedua contoh RPP Tematik di atas memiliki bentuk atauformat yang berbeda. Perbedaan yang paling signifikan dari keduanya terlihat dalam penentuan waktu dan kegiatan pembelajaran. Dalam Contoh 1 waktu ditetapkan sebanyak 5 x 35 menit sedangkan dalam contoh 2 waktu ditetapkan 1 x pertemuan. Adapun dalam kegiatan pembelajaran, contoh 1 membagi dalam tiga bagian yaitu pembukaan, inti dan penutup sedangkan contoh 2 tidak terdapat
pembagian tersebut tetapi langsung dituliskan dengan memakai bantuan penomoran yaitu dari nomor 1-11.
Perbedaan format dari kedua contoh RPP Tematik di atas menimbulkan suatu pertanyaan ”Apakah tidak ada format baku
dari RPP tematik yang bisa dijadikan rujukan oleh kalangan lain?”. Pertanyaan tersebut berkembang lagi menjadi suatu pesimis “Kalau dalam segi format saja sudah berbeda, apalagi dalam tataran
pelaksanaannya”.
Berangkat dari pertayaan dan pesimis terhadap RPP tematik, maka
pembukaan atau penelaahan secara seksama dan proporsional terhdap RPP tematik mutlak dilakukan agar kejelasan tentang keberadaan RPP Tematik khususnya dan pembelajaran Tematik di SD umumnya dapat dipahami dengan baik. Berikut ini adalah bagian yang harus dicermati.
Berkaitan dengan masalah penetapan alokasi waktu yang terdapat pada contoh 1 yaitu 2 x 35 menit, maka hal pertama yang tergambar dalam pikiran adalah RPP atau kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan. Secara sepintas hal itu sangat wajar, akan tetapi kemudian akan menjadi tidak logis jika disandarkan atau dikaitkan dengan durasi yang ditetapkan dalam strategi pembelajaran yaitu pembukaan (1 x 35 menit), Inti (3 x 35 menit) dan penutup (1 x 35 menit).
Permasalahannya adalah setiap pertemuan akan berlangsung secara tidak sempurna. Dalam arti lain, akan terdapat pertemuan yang hanya menyelenggarakan bagian pembukaan saja, menyelenggarakan bagian inti saja, dan menyelenggarakan bagian penutup. Logikanya, satu pertemuan berdurasi 35 menit sedangkanbagian pembukaan dilakukan pada satu pertemuan dengan jumlah durasi 35 menit juga, maka secara otomatis dalam pertemuan itu tidak ada materi lain selain bagian pembukaan saja. demikian juga halnya dengan
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳʹ͵
bagian yang lain sepertri bagian inti dan penutup.
Berkait dengan materi pembelajaran dalam RPP tematik pada contoh 1, hal yang membuat rancangan tersebut
membingungkan adalah tidak adanya patokan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan pergerakan atau garis penghubung dari beberapa
matapelajaran yang digabungkan. Selain itu, tidak adanya kesamarataan kesempatan dalam meyampaikan materi pelajaran juga sangat jelas terlihat. Ketidaksamarataan atau ketidakadilan dalam membagi waktu untuk setiap mata pelajaran ini berimplikasi pada pemahaman yang akan diperoleh anak. di satu sisi ada mata pelajaran yang mereka pahami dengan baik tetapi di sisi lain ada mata pelajaran yang tidak mereka ketahui dengan baik.
Dalam bagian kegiatan inti tersebut, mata pelajaran yang paling dominan adalah mata pelajaran matematika sedangkan yang lain hampir tidak tersentuh. Seperti pelajaran seni dan budaya, olah raga, dan IPS. Jika keberadaan mata pelajaran ini tidak
tersentuh, maka nilai penggabungan tematik jelas tidak berfungsi.
Berbeda dengan contoh 1 yang menetapkan alokasi waktu sebanyak 5 x 35 menit, RPP tematik contoh 2
mengalokasikan waktu sebanyak 1 x pertemuan. Hal ini memiliki pengertian bahwa RPP tersebut akan dilaksanakan satu kali saja dalam satu kali pertemuan. Dalam pertemuan tersebut tidak dijelaskan berapa durasi tiap bagian dari kegiatan
pembelajaran. Sementara, jumlah durasi yang maksimal adalah 40 menit. Sedangkan jumlah mata pelajaran yang digabungkan
sebanyak empat mata pelajaran (dilihat dari kompetensi dasar yang dituliskan) antara lain: bahasa Indonesia, kesenian,
matematika dan IPS. Dengan jumlah mata pelajaran yang banyak, maka dapatlah dibayangkan betapa sulitnya membagi waktu untuk meyampaikan tiap materi dari tiap mata pelajaran tersebut.
Penetapan alokasi waktu 1 x pertemuan dalam contoh 2 akhirnya juga berimplikasi pada pembagian atau penyampaian materi ajar dari tiap mata pelajaran. Jika diurutkan kegiatan
pembelajaran dalam contoh 2 sekilas sangat sederhana dan mudah diterapkan, akan tetapi jika dikaitkan dengan kondisi di lapangan maka hal itu menjadi sangat sulit. Logikanya sebagai berikut, jika jumlah siswa dalam satu kelas sebanyak 30 siswa sedangkan durasi waktu sebanyak 40 menit maka jumlah kesempatan tiap anak untuk
berbicara atau bertidak sebanyak 1,33 menit. Dalam waktu yang begitu singkat ini,
mungkinkah tiap anak bisa untuk bernyanyi, memperkenalkan diri, menjumlah teman dalam kelompok dan kemudian
membandingkan jumlah anak laki-laki dan perempuan. Sungguh sesuatu yang sangat sulit terjadi. Bertolak dari analisis RPP tersebut, maka secara sepihak dan untuk sementara saya berkeyakinan bahwa RPP tematik dan Pembelajaran Tematik umumnya sangat sulit untuk diterapkan dalam praktik pembelajaran yang sesungguhnya.
KESIMPULAN.
Model pembelajaran apapun akan sangat bergantung pada guru yang menerapkannya. Untuk itu, yang harus
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳʹͶ
diperhatikan secara seksama bukanlah pada tataran konsep pembelajaran akan tetapi lebih mengarah pada pembentukkan calon guru yang handal dan berkompetensi dalam menerapkan jenis konsep pembelajaran yang akan diterapkan. Jika guru sudah baik maka secara otomatis pembelajaran akan berjalan dengan baik. Dalam hal ini baik yang dimaksud adalah baik lahir batin. Secara khusus, pola atau model
pembelajaran tematik sangat baik akan tetapi hal yang harus diperhatikan adalah konsep (RPP) yang akan diterapkan. Harus ada desain atau format baku yang dapat diterapkan oleh semua guru.
Jurnal Artikulasi Vol 4No.2 Agustus 2007ͳʹͷ
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Sa’dun, dkk.. 2009. pembelajaran Tematik Sekolah Dasar. Yogyakarta: Cipta Media Aksara.
Depdiknas. 2005. Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005.
Sudrajad, Akhmad. Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal.