• Tidak ada hasil yang ditemukan

Key Word : Strategy of Coaching, Organizational Government, and Coacing Vagrent

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Key Word : Strategy of Coaching, Organizational Government, and Coacing Vagrent"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Pelaksanaan Pembinaan Gelandangan dan Pengemis oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru

NUNGKEI FERIUSTIKA KESUMAWINDAYATI DAN

CHALID SAHURI

FISIP UNIVERSITAS RIAU, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293

e-mail : nungkei_feriustika@yahoo.com

Abstract : The Srategy of the Implementation of Coaching Vagrant and Beggar By Department Social and Cemetery Pekanbaru. This research to look at strategy of the implementation of coaching vagrant and beggar in Pekanbaru with Departement Sosial and Cemetery Pekanbaru as implementer. This kind of research is qualitative, a thought system or an event in the present in order to provide a systematic overview of the facts or phenomena in the field with a descriptive approach. Data collection techniques used observation and interviews. Data analysis technique used in this research is the data with the results of the interview outline. The result of this research indicate strategy of the implementation of the coaching vagrant and beggar not effectif.

Abstrak : Strategi Pelaksanaan Pembinaan Gelandangan dan Pengemis oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis di Pekanbaru yang telah menunjuk Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru sebagai pelaksananya. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa pada masa sekarang dengan maksud untuk memberikan gambaran secara sistematis mengenai fakta atau fenomena yang ada di lapangan dengan pendekatan diskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menguraikan data dengan hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukkan strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis tidak berjalan secara efektif.

Key Word : Strategy of Coaching, Organizational Government, and Coacing Vagrent

PENDAHULUAN

Dalam suatu negara, pembangunan bertujuan untuk mewujudkan hidup yang lebih baik dari yang sebelumnya. Karena itu keberhasilan suatu pembangunan sedikit banyak ditentukan oleh pemerintah mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan dana atau uang. Permasalahan dalam melaksanakan pembangunan, selalu berkaitan dengan masalah kemiskinan, dimana masalah kemiskinan ini merupakan masalah

(2)

yang sulit diselesaikan dari dulu hingga sekarang. Oleh sebab itu orang-orang yang tidak memiliki pendidikan dan keterampilan, tidak memiliki pekerjaan tetap dan layak, dan tidak memiliki penghasilan inilah yang kemudian mencoba segala upaya untuk tetap bertahan hidup salah satunya dengan membanjiri sektor-sektor informal, seperti menjadi seorang pemulung, pengamen, pengemis, gelandangan, dan lain-lain. Selain itu menjadi seorang gelandangan dan pengemis penghasilannya bahkan ada yang lebih besar di banding pekerja tetap dan layak.

Gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan mengembara di tempat umum. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Sedangakan gelandangan pengemis adalah seorang yang hidup menggelandang dan sekaligus mengemis di muka umum. (Perda Nomor 12 Tahun 2008 Kota Pekanbaru)

Karakteristik gelandangan dan pengemis secara umum di kota Pekanbaru yaitu hidup dibawah garis kemiskinan karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan layak, kondisi pakaian yang tidak layak dan kotor karena mereka lebih memikirkan kebutuhan pangan, tidak memiliki kepercayaan diri dan disiplin diri sehingga melakukan tindakan pergelandangan dan pengemisan, tidak memiliki kesadaran dalam diri dan tanggung jawab sosial sehingga tersisih dari tata pergaulan dalam masyarakat luas, minim pendidikan dan tidak mempunyai keterampilan, tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat tinggal tidak layak huni, dan tidak memiliki identitas resmi.

Gelandangan dan pengemis di kota Pekanbaru mengalami peningkatan dan penurunan jumlah gelandangan dan pengemis yang terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Pekanbaru dalam setiap tahunnya, tetapi itu belum semua gelandangan dan pengemis di Pekanbaru yang terdata karena pada saat penjaringan masih banyak gelandangan dan pengemis yang belum tertangkap, karena ada beberapa gelandangan dan pengemis yang bersembunyi saat razia dilakukan, setelah selesai Satuan Polisi Pamong Praja melakukan razia gelandangan dan pengemis mulai beraksi lagi di tempat-tempat umum atau jalanan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran, pemerintah dapat merumuskan kebijakan dalam menanggulangi dan pembinaan gelandangan dan pengemis dengan cara razia atau penjaringan terhadap gelandangan dan pengemis di mulai dari hari senin hingga jum’at, pendataan identitas gelandangan dan pengemis agar petugas mengetahui asal usul mereka dan mengetahui jumlah gelandangan dan pengemis yang tertangkap, memberikan modal dan pembinaan, pengembalian ke daerah asal gelandangan dan pengemis.

Pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pembinaan gelandangan dan pengemis yang telah diamanatkan pada Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Ketertiban Sosial, pada Bab V Pasal 8 Ayat (4) yang dengan jelas menyebutkan bahwa “Pemerintah melalui Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru untuk melakukan pembinaan dan pelatihan bagi gelandangan dan pengemis baik non panti maupun panti sosial milik pemerintah Daerah dan/atau panti swasta dan/atau pengembalian bagi mereka yang berasal dari luar kota Pekanbaru.” Dengan adanya pembinaan tersebut secara tidak langsung dapat

(3)

mensejahterakan hidup gelandangan dan pengemis atau yang disebut dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial, sebagaimana telah dirumuskan Visi dari Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru yaitu: “Terwujudnya kesejahteraan sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Pemberdayaan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dilandasi nilai-nilai kesetiakawanan serta pemakaman yang tertib dan indah”.

Penanganan yang dilakukan oleh pemerintah melalui instansi yang terkait juga tidak dapat mengatasi permasalahan ini. Misalnya, kegiatan razia yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja terhadap para gelandangan dan pengemis tidak memberikan efek jera atau efektif karena masih banyak gelandangan dan pengemis masih bisa melakukan aktivitasnya yaitu berkeliaran ditempat umum atau dijalanan.

Dalam strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis yang dilakukan Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru pada dasarnya bentuk dari pembinaan tersebut berupa pembinaan mental dan pembinaan keterampilan. Dimana bentuk pembinaan gelandangan dan pengemis inilah yang menjadi objek peneliti. Kegiatan pelaksanaan pembinaan mental untuk gelandangan dan pengemis ini merupakan pemberian berupa motivasi, penyuluhan tentang agam dan hukum. Sedangkan pembinaan keterampilan berupa pelatihan sol sepatu, kerajinan tangan, dan olah pangan. Gelandangan dan pengemis yang akan mengikuti pembinaan terlebih dahulu melakukan pendataan, gelandangan dan pengemis yang mengikuti pembinaan diberikan modal, modal yang berupa alat-alat rumah tangga dan perlengkapan pembinaan. Yang melakukan pembinaan dari pihak Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru kecuali pelatihan sol sepatu dilakukan dengan mengambil salah satu tukang sol sepatu untuk melatih gelandangan dan pengemis. Pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis berjalan selama 15 (lima belas) hari yang dilakukan pada Loka Bina Karya (LBK). Anggaran operasional untuk pembinaan gelandangan dan pengemis dari APBD yang banyaknya anggaran tidak menentu setiap tahunnya sehingga dapat mempengarhi pelaksanaan pembinaan. Jika gelandangan dan pengemis berasal dari kota Pekanbaru maka mereka diberikan pembinaan. Sedangkan gelandangan dan pengemis yang tidak dari kota Pekanbaru dilakukan pemulangan, yang efeknya gelandangan dan pengemis dapat kembali lagi ke kota Pekanbaru.

Menurut Fred. R. David (2006) Strategi manajemen adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan, strategi pemerintah dengan tantangan lingkungan dan direncanakan untuk memastikan bahwa tujuan utama pemerintah dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh penyelenggaraan pemerintah.

Tujuan utama dalam strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis ini yaitu menciptakan kemandirian dalam kehidupan gelandangan dan pengemis agar dapat merubah pola hidup yang awalnya mengais rezeki dengan cara meminta-minta sehingga berubah mencari uang dengan berwirausaha sendiri atau berkelompok.

Tetapi pada kenyataannya, masih banyak gelandangan dan pengemis yang tidak mengikuti pelaksanaan pembinaan karena ada beberapa masalah yang timbul dalam strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis bahwa strategi

(4)

yang dilakukan tidak berjalan secara maksimal karena masih ada faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pelaksanaan pembinaan tersebut seperti kurangnya anggaran untuk pelaksanaan pembinaan, tidak adanya panti sosial untuk rehabilitasi, banyaknya gelandangan dan pengemis yang berasal bukan dari kota Pekanbaru, tidak adanya sanksi atau hukuman yang diberikan pada gelandangan dan pengemis serta masyarakat yang memberikan sumbangan, tidak ada kerjasama dengan instansi lain untuk melakukan pembinaan dan masih banyak masyarakat yang memberikan sumbangan kepada gelandangan dan pengemis.

Menurut Widjaya (1997) pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnaan dan mengembangkannya. Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan perencanaan, pengembangan, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan dan pengawasan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang maksimal. Menurut Thohah (2003) Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu. Asmaya (2003) menerangkan bahwa pada dasarnya ada dua macam bentuk pembinaan karakter yaitu diantaranya pertama, pembinaan kepribadian, yaitu pembinaan yang diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Kedua, pembinaan kemandirian yaitu pembinaan yang diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan. Proses pembinaan mental dapat dilakukan dengan dua bentuk pendekatan. Pertama, menggunakan pendekatan secara langsung. Pendekatan langsung terjadi apabila pihak pembina melakukan proses pembinaan melalui tatap muka langsung, pendekatan langsung ini dilakukan melalui kegiatan diskusi, tanya jawab, kunjungan lapangan dan permainan. Cara-cara pembinaan langsung dibagi menjadi dua macam, yaitu pembinaan individual dan pembinaan secara kelompok. Selanjutnya bentuk pendekatan tidak langsung. Pedekatan ini dapat dilakukan melalui berbagai media informasi baik cetak maupun elektronik. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam suatu proses pembinaan karakter adalah sebagai berikut:

1. Pembinaan karakter mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk merubah perilaku, meningkatkan perilaku, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

2. Terdapat suatu proses bimbingan, pengarahan dan tindakan kepada yang dibinanya.

3. Terdapat unsur manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pengawasan). 4. Output, kualitas hasil lulusan yang diharapkan.

Harsono (1995) juga menjelaskan, bahwa tujuan pembinaan adalah “kesadaran (consciousness) untuk memperoleh kesadaran dalam diri seorang, maka seorang harus mengenal diri sendiri”. Diri yang akan mampu merubah seseorang menjadi lebih baik, lebih maju, lebih positif. Tanpa mengenal diri sendiri, terlalu sulit bahkan tidak mungkin seorang akan merubah dirinya. Selanjutnya pembinaan yang baik merupakan pembinaan yang mampu mewujudkan tujuan dari pembinaan.

(5)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis di kota Pekanbaru yang di laksanakan oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru serta faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis.

METODE

Dalam penelitian ini analisa data bersifat kualitatif yaitu memasukan data yang diperoleh dari tindakan, setelah semua data yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, dikumpulkan, dianalisa, dan diklasifikasi menurut jenisnya. Selanjutnya dianalisa secara deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan teori dan kondisi yang ada dilapangan. Kriteria dalam memilih key informan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Purposive Sampling yaitu mengetahui dengan baik tentang strategi Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis. Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber daya, yakni data primer dan data skunder sesuai dengan klasifikasi atau pengelompokan informasi atau data yang telah diperoleh.

Data primer yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan informan penelitian mengenai strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis serta faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis di kota Pekanbaru. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru, serta instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Seperti rekapitulasi gelandangan dan pengemis yang sudah tertangkap, data jumlah gelandangan dan pengemis yang sudah mengikuti pembinaan serta anggaran operasional, buku petunjuk teknis gelandangan dan pengemis, dan lainnya. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung dilokasi penelitian mengenai permasalahan yang akan diteliti, wawancara yaitu mengadakan wawancara langsung terhadap responden mengenai permasalahan yang akan diteliti, yaitu meliputi strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru.

Studi Kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan membaca literatur yang berhubungan dengan penelitian mengenai permasalahan yang akan diteliti yaitu Strategi Pelaksanaan Pembinaan Gelandangan dan Pengemis oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemerintah kota Pekanbaru memiliki kesulitan dalam menangani fenomena gelandangan dan pengemis yang semakin berkembang. Padahal sebagai pemerintah seharusnya mampu menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis tersebut. Dengan demikian pemerintah harus memiliki program atau kegiatan yang terorganisir untuk menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis agar perkembangan atau pembangunan kota tidak terganggu karena masalah sosial tersebut.

(6)

Fenomena gelandangan dan pengemis bukan hanya di sebabkan karena kurangnya pendidikan dan tidak memiliki pekerjaan. Tetapi sebagian dari gelandangan dan pengemis melakukan hal yang tidak memiliki etika tersebut karena rasa malas mereka untuk mencari pekerjaan yang layak, hasil dari mengemis kebanyakan lebih besar di banding dari orang lain yang bekerja dengan layak, dan cara mendapatkan uang lebih mudah tanpa harus melihat pendidikannya. Selain itu ada juga sebagian dari gelandangan dan pengemis yang memiliki latar belakang pendidikan yang lumayan tinggi.

Salah satu pemerintah kota Pekanbaru menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis, melalui Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru memiliki strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis. Oleh sebab itu adanya strategi pelaksanaan pembinaan tersebut seharusnya gelandangan dan pengemis yang ada di kota Pekanbaru bisa berkurang. Tetapi kota Pekanbaru masih belum bisa di bilang tertib karena keberadaan gelandangan dan pengemis semakin meningkat dan merajalela di kota ini.

Pembinaan merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk menjadikan seseorang dengan perilaku tidak baik menjadi baik, dengan pendekatan secara personil sehingga dapat sekaligus diketahui penyebab perilaku yang tidak baik selama ini ditunjukkan. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu.

Dalam menangani permasalahan ataupun keterbatasan tersebut dibutuhkan pemecahan lainnya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembinaan. Oleh karena itu diperlukan strategi-strategi yang tepat untuk menangani permasalahan peningkatan kualitas pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis di kota Pekanbaru sehingga menghasilkan kemandirian dalam kehidupan gelandangan dan pengemis. Strategi tersebut merupakan proses yang berkelanjutan secara sistematis dari pembuatan yang beresiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif dan mengorganisasikan secara sistematis pada usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut mengikuti hasilnya sebagai umpan balik untuk peningkatan yang berkelanjutan.

Adanya strategi pelaksanaan pembinaan yang efektif mampu mengurangi gelandangan dan pengemis di kota Pekanbaru, bahkan secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara langsung pelaksanaan pembinaan juga mempunyai peran yang sangat besar terhadap pengembangan masalah sosial yang masih banyak terjadi. Oleh karena itu peran dimaksud akan dapat berjalan secara terus menerus apabila terdapat konsep dengan arah yang jelas, demikian pula halnya dengan landasan dan kriterianya.

Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru sebagai organisasi dituntut harus mengetahui kondisi internal koordinasi demi pencapaian rencana yang akan dilaksanakan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru menghadapi berbagai keterbatasan, namun keterbatasan utamanya adalah kurang nya tenaga ahli di bidang sosial yang berkualitas, karena antara lain dari sisi latar belakang bukan pendidikan bidang sosial. Dari sisi eksternal masih rendahnya kesadaran gelandangan dan pengemis yang ingin mengikuti pembinaan

(7)

tersebut, serta masih adanya masyarakat yang memberikan sumbangan terhadap gelandangan dan pengemis, sehingga mereka merasa lebih mudah mendapatkan uang dibanding mereka harus mengikuti pembinaan.

Dalam rangka mencapai tujuan maka dalam hal penyusunan strategi harus mampu memberikan arahan dan motivasi baik secara manajerial, kinerja maupun perilaku sehingga setiap aparatur dapat tugas dengan baik, sesuai dengan yang diharapkan. Adanya koordinasi yang baik antara aparatur dapat mengatasi persoalan yang ada dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis.

Dalam penelitian ini untuk mengetahui strategi pelaksanaan pemabinaan gelandangan dan pengemis, penulis menggunakan indikator sebagai berikut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mintzberg :

Perencanaan

Perencanaan untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh organisasi secara rasional mewujudkan tujuan-tujuan jangka panjang. Perencanaan ini sebagai bagian dari penerapan strategi yang dianggap menjadi persyaratan yang esensial untuk memperoleh suatu strategi yang baik. Dalam rincian perencanaan meliputi aktivitas, pemograman dari berbagai organisasi, penyusunan dan pengawasan atas anggaran, serta pemikiran mengenai berbagai skenario yang berbeda untuk diterapkan pada lingkungan yang mudah berubah dan tidak dapat diprediksikan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa untuk sub indikator meningkatkan antar instansi lain dapat dikatakan tidak berjalan secara maksimal, hal ini dikarenakan tidak adanya kerjasama dengan lembaga pelatihan, perusahaan kue, perindustrian, dan instansi lainnya. Dengan adanya kerjasama antar instansi lain seperti yang sudah dijelaskan, gelandangan dan pengemis dapat menambah wawasan atau potensi yang berguna untuk merubah kehidupan mereka, yang biasanya mencari uang dengan meminta-minta kepada orang lain tetapi dengan adanya pembinaan yang bekerjasama dengan instansi lain seperti lembaga pelatihan, perindustrian, perusahaan kue, dan dengan pemerintah kota lain. Sehingga gelandangan dan pengemis yang memiliki potensi yang memadai juga bisa di posisikan pada instansi lain tersebut, selain itu gelandangan dan pengemis yang dipulangkan juga dapat diikut sertakan dalam pembinaan di kota asalnya. Dalam sub indikator sosialiasasi dengan gelandangan dan pengemis dapat dikatakan bahwa belum berjalan secara maksimal karena masih ada gelandangan dan pengemis yang tidak diberikan pembinaan mental. Di dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis dengan adanya sosialisasi dengan penyuluhan tentang hukum dan agama, serta memotivasi para gelandangan dan pengemis untuk mengikuti pembinaan tersebut, tetapi sosialisasi yang dilakukan lebih banyak kepada peringatan, pemberitahuan dilarang mengemis berupa pamphlet, serta elektronik. Sehingga banyak gelandangan dan pengemis yang tidak pernah jera dalam melakukan pengemisan dijalanan atau tempat umum lainnya.

(8)

Sudut pemosisian yang dipilih organisasi saat memunculkan aktivitasnya. Penetapan suatu strategi terutama lebih berdasarkan kepada upaya mencari pilihan terhadap “posisi menarik” yang ada di dalam lingkungan. Pemosisian bisa dikatakan menempatkan suatu sumber daya manusia yang tepat sasaran dalam organisasi yang berdasarkan dengan kemampuan yang dimiliki sumber daya manusia tersebut.

Dari hasil penelitian dilapangan, dapat disimpulkan bahwa dalam hal pemosisian gelandangan dan pengemis dalam sub indikator yang disesuaikan dengan keterampilan masih belum maksimal karena pelaksanaan yang dilakukan belum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan masih banyak gelandangan dan pengemis yang tertangkap razia tidak diberikan pembinaan keterampilan. Pembinaan keterampilan ini berupa pelatihan sol sepatu, olah pangan, dan kerajinan tangan. Tidak adanya pemberian pembinaan tersebut dikarenakan lebih banyaknya gelandangan dan pengemis yang tidak dari kota Pekanbaru serta anggaran yang kurang mencukupi. Pembinaan tersebut berperan penting, karena jika adanya gelandangan dan pengemis yang memiliki keterampilan tapi tidak dapat disalurkan maka dengan adanya pembinaan keterampilan dapat lebih mengasah yang dimiliki gelandangan dan pengemis. Sedangkan sub indikator yang disesuaikan dengan ekonomi disimpulkan bahwa dilakukan cukup baik, karena tidak semua gelandangan dan pengemis yang berlatar belakang dibawah garis kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis, pemosisian gelandangan dan pengemis dapat disesuaikan juga dengan ekonomi dalam kehidupan gelandangan dan pengemis. Dengan demikian dapat dilihat layak atau tidak gelandangan dan pengemis menerima pembinaan serta menjadi seorang pengemis. Sebaiknya gelandangan dan pengemis yang hanya berpura-pura tidak mampu dapat di berikan hukuman yang sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 kota Pekanbaru karena sudah mengemis di tempat umum. Namun hingga saat ini dari dibentuknya Peraturan Daerah tersebut gelandangan dan pengemis yang melakukan pengemisan dijalanan tidak diberikan denda atau hukuman yang berlaku.

Penilaian

Acuan yang berkenaan dengan penilaian konsistensi ataupun inkonsistensi perilaku serta tindakan yang dilakukan oleh organisasi. Dalam suatu strategi yang sudah berjalan akan melakukan penilaian yang menghasilkan sudah konsisten atau belum keputusan organisasi tersebut dalam tindakan yang sudah berjalan maupun belum berjalan.

Berdasarkan dari hasil wawancara dilapangan, strategi berupa penilaian dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis dapat dijelaskan bahwa sub indikator yang pertama melakukan monitoring yang tidak maksimal, karena hanya dilakukan 5 (lima) kali dalam setahun oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru. Sehingga sulit mengetahui apa saja yang harus diperbaiki dan di tingkatkan dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis. Definisi monitoring merupakan proses pengumpulan data dan pengukuran kemajuan dari suatu kegiatan atau program yang sudah berjalan. Monitoring dapat membantu mengingatkan ketika terjadi kesalahan pada suatu kegiatan atau program. Dengan

(9)

demikian monitoring dibutuhkan dalam strategi yang sudah berjalan karena monitoring bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari sebuah organisasi, dan didasarkan pada sasaran dan rencana kegiatan atau program yang sudah ditentukan. Sedangkan sub indikator yang kedua dalam strategi ini yaitu evaluasi yang dimana Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru setelah melakukan monitoring dalam 5 (lima) kali dalam setahun, melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis yang sudah dijalankan. Oleh karena itu Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru mengetahui efektif atau tidak pelaksanaan pembinaan yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan hasil dari pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis yang hasilnya tidak berjalan dengan efektif karena masih banyak gelandangan dan pengemis yang masih berkeliaran dijalanan atau tempat umum serta strategi yang tidak berjalan dan tepat sasaran, yaitu merubah gelandangan dan pengemis menjadi seseorang yang mandiri dalam memperbaiki ekonominya.

SIMPULAN

Setiap proses kegiatan dalam pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan yang ingin dicapai. Masalah yang mempengaruhi strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis yaitu anggaran operasional yang tidak mecukupi, gelandangan dan pengemis yang berasal dari luar kota Pekanbaru sedangkan syarat yang mengikuti pembinaan tersebut gelandangan dan pengemis yang memiliki identitas dan berasal dari kota Pekanbaru, tidak adanya sanksi atau hukuman untuk gelandangan dan pengemis agar mereka jera, panti sosial yang tidak ada sehingga sulit untuk merehabilitasi gelandangan dan pengemis, tidak adanya kerjasama atau membangun kemitraan dengan instansi lain yang sesuai dengan ketentuan berlaku dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 kota Pekanbaru, dan kurangnya sosialisasi dengan gelandangan dan pengemis yang terkena razia. Sehingga sulit untuk melakukan pelaksanaan pembinaan terhadap gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di kota Pekanbaru. Dengan demikian fenomena yang menyangkut gelandangan dan pengemis sulit untuk dapat tertangani dengan efektif.

Dalam strategi pelaksanaan pembinaan gelandangan dan pengemis, sebaiknya strategi yang sudah ditetapkan atau disusun dilaksanakan dengan maksimal agar mencapai tujuan atau visi yang sudah ditetapkan.

DAFTAR RUJUKAN

Afiff, Faisal dan Ismeth Abdullah. 2010. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik. Bandung: PT Refika Aditama.

David, Fred. R, Salemba, Strategi Manajemen, Gramedia Pustaka, Jakarta 2006. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. 2005. Standar Pelayanan

Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, Jakarta: Departemen Sosial RI.

(10)

Mansour, Fakih. 2005. Perencanaan Strategi Bagi Organisasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono. 2005. Metodelogi Penelitian Administrasi, Bandung : Alfa Beta. Udan dan Tripomo Tedjo. 2005. Manajemen Strategi, Bandung: Rekayasa Sains. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: Bumi Aksara

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun perpustakaan bermanfaat sebagai salah satu sumber belajar untuk semua mata pelajaran (termasuk pelajaran sejarah), namun dalam kenyataan ada kecenderungan

Vol. 2, Desember 2017 109 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencoba menggali lebih dalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

metakognisi maka siswa tersebut terlatih untuk mampu memecahkan masalah yang diberikan pada proses pembelajaran. Sehingga ketika seorang siswa

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang