• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak Secara Material

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak Secara Material"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Pembangunan pada bidang ekonomi merupakan penggerak utama pembangunan. Namun selain bidang ekonomi, hukum merupakan salah satu bidang yang perlu dibangun untuk memperkokoh bangsa Indonesia di dalam menghadapi kemajuan serta perkembangan ilmu, teknologi, dan seni yang sangat pesat.1

Aktivitas bisnis merupakan salah satu penunjang perkembangan ekonomi. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragamanan kerjasama bisnis ini melahirkan masalah serta tantangan baru dan karena itu hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.2Dalam dunia bisnis, kontrak sangat banyak dipergunakan, bahkan hampir semua kegiatan bisnis diawali dengan adanya kontrak, meskipun kontrak dalamtampilan yang sangat sederhana sekalipun. Karena itu, memang tepat jika masalah kontrak ini ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis.3

Korelasi antara hukum dan ekonomi erat dan saling mempengaruhi untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dalam pergaulan hidupnya. Perkembangan ekonomi akan mempengaruhi peta hukum, danberlaku sebaliknya,

1

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hlm. 24.

2

Ibid, hlm. 26. 3

(2)

bahwa perubahan hukum juga akan memberikan dampak yang luas terhadap ekonomi.4 Sebuah kontrak seharusnya tidak hanya ditinjau dari aspek hukum saja, yaitu untuk kepastian hukum, akan tetapi yang lebih diharapkan adalah pemenuhan kewajiban yang dilakukan oleh para pihak. Secara hukum, pemenuhan kewajiban merupakan pelaksanaan prestasi dan kontra prestasi yang disepakati bersama pada saat penandatanganan kontrak dan secara ekonomi, pemenuhan kewajiban akan menciptakan hubungan bisnis yang berjalan dengan baik dan sesuai dengan target analisis biaya dan kemanfaatan (cost and benefit analysis).5

Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata (privat), yang manahukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak.6Perikatan merupakan suatu hukum yang terjadi baik karena perjanjian atau karena hukum. Dinamakan sebagai perikatan, karena hubungan hukum itu mengikat, yaitu kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perikatan dapat dipaksakan secara hukum. Jadi suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat dipaksakan adalah bukan perikatan.7

Buku III KUH Perdata berbicara tentang perikatan (van verbintenissen) yang memiliki sifat terbuka, artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak

4

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op. cit., hlm. 45. 5

Ibid, hlm. 49.

6 Eja Haqqi, “Sejarah dan Prinsip Kontrak”, diakses dari

https://www.scribd.com/doc/139388895/SEJARAH-DAN-PRINSIP-KONTRAK-docx, pada tanggal 23 Januari 2017 pukul 13.44.

7

(3)

dengan beberapa syarat, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang.8Dengan demikian kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.9

Dalam sebuah perjanjian, pada umumnya setiap pihak diwajibkan untuk menjamin agar prestasinya dapat terlaksana sesuai dengan apa yang di perjanjikan.10Namun, perbuatan atau usaha itu selalu mengandung kemungkinan menemui akibat yang tidak diharapkan seperti kerugian yang bisa dialami oleh salah satu pihak, oleh karenanya sering dikatakan bahwa setiap perjanjian selalu mengandung risiko.11

Risiko yang paling utama dalam sebuah perjanjian adalah tidak dipenuhinya prestasi oleh salah satu pihak atau yang dikenal dengan kata wanprestasi. Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan debitor maupun karena kelalaian debitor untuk melaksanakan prestasinya. Selain itu, wanprestasi juga dapat terjadi karena keadaan memaksa, yaitu suatu keadaan yang berada diluar kekuasaan si debitor sehingga debitor tidak dapat melaksanakan prestasinya dengan baik.12

8

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 39. Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Skripsi (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011), hlm. 2.

11

Denggan Mauli Tobing, Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, Skripsi (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008), hlm. 14.

12

(4)

Dalam memahami pelanggaran kontrak atau wanprestasi, perlu diketahui bahwa salah satu bentuk wanprestasi adalah melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan atau melakukan prestasi namun tidak secara sempurna. Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi dalam hukum kontrak dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan doktrin “Pemenuhan Prestasi Secara Substansial” (Substantial Performance). Yang ditekankan dalam doktrin ini adalah sungguhpun suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara “material” (material breach). Penerapan material breach ini biasanya diterapkan

pada negara-negara dengan sistem common law.13

Doktrin substantial performance pada sistem hukum kontrak di negaracommon law berbagai bentuk pengaplikasian yang berbeda, yaitu seperti pada kontrak penjualan tanah, pada penundaan sebuah pekerjaan atau prestasi dan secara eksklusif doktrin ini berhubungan dengan kontrak bangunan.14

Sampai saat ini, tidak ada sebuah definisi hukum umum dari pelanggaran kontrak secara material. Namun, beberapa pengadilan di negara common law telah memberikan batasan-batasan mengenai pelanggaran kontrak secara material.Sebuah kontrak dapat dikatakan telah dilanggar secara material dilihat dari apakah hal yang dilanggar dalam kontrak tersebut memiliki manfaat yang

13 Nur Amin Saleh, “Model Model Wanprestasi dan Doktrin Pelaksanaan Kontrak”, diakses dari http://www.nuraminsaleh.com/2016/02/model-model-wanprestasi-dan-doktrin.html pada tanggal 2 Februari 2017, pukul 14.51 WIB.

14

(5)

serius, atau apabila dengan tidak adanya sebuah hal tersebut, manfaat dari sebuah pekerjaan itu tidak dapat ternilai sama sekali.15

Meskipun tidak mengenal doktrin substantial performance, namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak, banyak juga pelaku kontrak di negara

civil law yang menerapkannya dalam kontrak, termasuk di Indonesia. Hal ini menjadi penting mengingat banyak kontrak-kontrak bisnis internasional antara dua atau lebih subjek hukum yang tunduk pada yuridiksi dan sistem hukum yang berbeda.Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi mengenai “Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak Secara Material”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan perjanjian (kontrak) dalam sistem hukum di Indonesia?

2. Bagaimana hukum di Indonesia mengatur tentang wanprestasi?

3. Bagaimana suatu wanprestasi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kontrak secara material (material breach of contract) dan akibat hukumnya?

15

(6)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian skripsi ini antara lain:

a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perjanjian (kontrak) dalam sistem hukum di Indonesia

b. Untuk mengetahui pengaturan mengenai wanprestasi dalam hukum di Indonesia

c. Untuk mengetahui bentuk wanprestasi yang seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kontrak secara material (material breach of contract) serta mengetahui akibat hukum dari terjadinya pelanggaran kontrak secara material

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan akan memberi sumbangan pengetahuan dalam hukum perjanjian. Dan disisi lain, hasil penulisan ini juga diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman baru bagi para pelaku-pelaku usaha yang berhubungan erat dengan adanya perjanjian mengenai mekanisme hukum dalam pelaksanaan perjanjian dan apabila terjadi pelanggaran kontrak secara material.

b. Manfaat Praktis

(7)

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, skripsi dengan judul Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak Secara Material belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi dari Departemen Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ditinjau dari materi permasalahan yang ada dan materi penulisan skripsi ini, sejauh ini belum pernah didapati dan dilihat kesamaan masalah seperti pada penulisan skripsi ini.

Dalam menyusun karya ilmiah ini pada prinsipnya penulis menyusunnya dengan literatur-literatur yang berkaitan dengan kontrak dan mengenai pelanggaran kontrak. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli karya penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda, yaitu “Verbintenis”. Kemudian Verbitenis merupakan salinan istilah Obligation

dan Code Civil Perancis, istilah mana diambil dari Hukum Romawi yang terkenal dengan istilah Obligation. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.16

16

(8)

Menurut Riduan Syahrani, perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu.17

Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, sebuah perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa atau keadaan.18

Perikatan sendiri dapat bersumber dari 2 hal, yaitu:19 a. Perjanjian

Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai sumber dari perikatan karena dengan adanya perjanjian, maka secara tidak langsung terbentuk sebuah perikatan yang mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakan kewajibannya masing-masing dalam suatu perbuatan hukum.

b. Undang-Undang

Sebuah undang-undang dapat dikatakan sebagai sumber dari perikatan karena sebuah perikatan muncul dari peristiwa-peristiwa hukum tertentu yang menimbulkan hubungan hukum antara para pihaknya, yang terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut. Yang mana dalam hal

17

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1990), hlm. 67.

18

Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana, op. cit., hlm. 12. 19

(9)

ini, munculnya sebuah undang-undang tidaklah harus menunggu kemauan dari pihak-pihak atau masyarakat luas.

2. Perjanjian

Perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, berbentuk tertulis maupun lisan, dan masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.20Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.21

Sementara menurut Ricardo Simanjuntak, perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.22Selanjutnya, ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari kontrak tersebut dianggap merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan.23

Dalam beberapa kesempatan, kontrak dibedakan dengan sebuah perjanjian. Hal tersebut bisa terjadi karena berdasarkan pasal 1313 KUH Perdata, tidak ada keharusan yang menyatakan bahwa “perjanjian harus berbentuk tertulis”.24 Selanjutnya penelitian ini akan berfokus kepada kontrak, atau perjanjian yang dibuat secara tertulis.

20

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 355. 21

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op. cit., hlm. 41.

22 PT Justika Siar Publika, “Perbedaan dan Persamaan dari Persetujuan, Perikatan,

Perjanjian dan Kontrak”, Diakses dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e3b8693275c3/perbedaan-dan-persamaan-dari-persetujuan-perikatan-perjanjian-dan-kontrak, pada tanggal 4 Februari 2017, pukul 02:28 WIB.

23

Munir Fuady (1), op. cit., hlm. 9-10. 24

(10)

3. Prestasi

Prestasi berasal dari kata prestatie, dalam bahasa Belanda, yang memiliki arti sebagai ketetapan janji untuk membayar; memenuhi janji untuk membayar.25 Sementara menurut Mariam Darus Bardulzaman, prestasi adalah merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.26

Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term

dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang

bersangkutan.27Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Yang dimaksud dengan dapat ditentukan yaitu dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan, dalam arti dapat ditentukan secara cukup.28

Di sisi lain, prestasi juga dipahami sebagai terpenuhinya hak kreditor oleh debitor atau dengan kata lain pelaksanaan dari isi kontrak yan telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama.29

4. Wanprestasi

Wanprestasi atau dalam bahasa Belanda disebut wanprestatie, memiliki makna sebagai kelalaian atau kealpaan.30Secara umum wanprestasi adalah tidak

25

Sudarsono, op. cit., hlm. 371.

26 Ade Sanjaya, “Pengertian Prestasi Wanprestasi Definisi Dalam Hukum Perdata Menurut Para Ahli dan Macam-macamnya”, Diakses dari http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-prestasi-wanprestasi.html, pada tanggal 7 Februari 2017, pukul 18.57 WIB.

27 Abdilasyifa, “Pengertian Prestasi dan Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak”, Diakses dari https://sciencebooth.com/2013/05/27/pengertian-prestasi-dan-wanprestasi-dalam-hukum-kontrak/, pada tanggal 7 Februari 2017, pukul 18.20 WIB.

28

Amalia Putri Izzati, Analisis Perjanjian Kerja Antara Perusahaan X dengan Pekerja Y dan Z Ditinjau Dari Hukum Perjanjian Indonesia dan Norwegia, Tesis (Depok: Universitas Indonesia, 2011), hlm. 26.

29

(11)

dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam sebuah kontrak yang bersangkutan.31

Menurut pendapat M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lain dapat menuntut pembatalan perjanjian.32

Pengertian wanprestasi terkadang disebut juga dengan istilah “cidera

janji”, adalah kebalikan dari pengertian prestasi. Dalam bahasa Inggris, untuk wanprestasi ini sering disebut dengan “default” atau “nonfulfillment” atau “breach

of contract”. Yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau

kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam kontrak yang bersangkutan. Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi tersebut.33

30

Sudarsono, op. cit., hlm. 579. 31

Munir Fuady (1), op. cit., hlm. 17.

32 Heris Suhendar, “Wanprestasi dan Ganti Rugi”, diakses dari

https://www.academia.edu/4994825/Wanprestasi_dan_ganti_rugi, pada tanggal 14 Maret 2017, pukul 00:28 WIB.

33

(12)

5. Substantial Performance

Substantial performance adalah istilah yang digunakan dalam hukum kontrak yang merujuk pada tingkat kinerja/prestasi yang dilakukan dalam kontrak, apakah prestasi itu telah dilakukan dengan penuh atau tidak penuh.34

Sementara menurut Business Dictionary, substantial performance adalah sebuah doktrin yang mengatur mengenai prestasi atau kinerja parsial yang harus memenuhi bagian utama atau primer dalam sebuah kontrak, apabila ada sebuah kelalaian ataupun keadaan tertentu dalam pelaksanaan kontrak yang kemudian membuat tidak sempurnanya pelaksanaan prestasi dari salah satu pihak, mungkin dapat diterima dengan dilakukan pembayaran ganti rugi atas eksekusi yang tidak sempurna.35

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder yang lebih dikenal dengan nama

34 US Legal, “Substantial Performance Law and Legal Definition”, diakses dari https://definitions.uslegal.com/s/substantial-performance/, pada tanggal 14 Maret 2017, pukul 13:16 WIB.

35

(13)

dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.36 Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif karena penulis mengumpulkan dan menganalisa hukum yang berlaku tentang pelanggaran kontrak secara material yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengikat, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, majalah dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan metode penelitian hukum normatif

36

(14)

dengan pengumpulan data secara studi pustaka, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang dikenal dengan nama bahan pedoman dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum. Metode studi pustaka diterapkan dengan mempelajari sumber dan bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Analisa Data

Pengolahan data merupakan kegiatan melakukan analisa terhadap permasalahan yang dibahas. Data dalam penelitian skripsi ini akan dianalisa secara kualitatif. Pengumpulan data kualitatif diperoleh data dari buku, data dari halaman web, dan lain-lain. Analisa data dilakukan dengan:37

a. Mengumpulkan bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti

b. Memilih kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian c. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau

doktrin yang ada

d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif yang diawali dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat umum, dimulai dari pengenalan mengenai hukum perjanjian menurut hukum Indonesia, kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus mengenai aspek hukum pelanggaran kontrak secara material berdasarkan hukum Indonesia.

37

(15)

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang baik, maka pembahasan permasalahan perlu dilakukan dengan cara sistematis dan untuk mempermudah penulisan skripsi ini diperlukan sebuah sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab perbab yang berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Bab I skripsi ini berisi pendahuluan yang merupakan pengantar, didalamnya terurai latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan yang dibahas, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, keaslian penulisan, metode penelitian yang digunakan dalam penulisan dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II merupakan bab yang membahas secara umum tentang perjanjian dalam sistem hukum di Indonesia. Dimulai dengan pembahasan mengenai sistem hukum perjanjian di Indonesia, asas-asas hukum perjanjian di Indonesia, perjanjian dalam KUH Perdata, dan perjanjian yang berada diluar KUH Perdata.

Bab III adalah bab yang membahas tentang wanprestasi dalam hukum perjanjian di Indonesia. Bab ini membahas tentang pengertian dan bentuk wanprestasi, hal-hal yang menentukan saat terjadinya wanprestasi, akibat hukum terjadinya wanprestasi, penyelesaian perselisihan karena wanprestasi, dan wanprestasi dalam sistem hukum common law.

(16)

pelanggaran kontrak secara material, dan melakukan analisis terhadap kasus pelanggaran kontrak secara material.

Referensi

Dokumen terkait