• Tidak ada hasil yang ditemukan

DPPM and MTS UII OPTIMALISASI PERAN KELU (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DPPM and MTS UII OPTIMALISASI PERAN KELU (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PERAN KELUARGA SEBAGAISTRESS BUFFER DALAM MENGHADAPI BENCANA

Rumiani

Program Studi Psikologi, Universitas Islam Indonesia Email:[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki efektivitas dari Family Strengthening Training terhadap pemberian dukungan sosial di kalangan keluarga penyitas (survivor) warga Kaliadem, Merapi yang saat ini berada di Barak Kepala Desa Sariharjo. Hipotesa yang diajukan adalah pertama,ada peningkatan pemberian dukungan sosial setelah mendapatkan family strenthening training. Kedua, ada perbedaan pemberian dukungan sosial antara kelompok eksperimen dan kontrol.Subyek penelitian ini adalah 19 orang penyitas Merapi. Berlin Social Support Scale digunakan untuk pengambilan data. Tiga aspek dalam skala ini adalah pemberian dukungan emosional, informatif dan instrumental. Analisis Statistik paired sample menemukan t = - 3, 439 dengan p 0,008 (p<0.05) sehingga hipotesa pertama diterima. Sedangkan analisa statistik independent sample t-test menemukan nilai t=0,219 dengan p = 0,829 (p>0,05) sehingga hipotesa kedua ditolak.

Kata kunci: family strengthening training, pemberian dukungan sosial, penyitas Merapi

PENDAHULUAN

Permasalahan yang dihadapi pengungsi dampak erupsi Merapi sebagaimana survivor (penyitas) bencana bervariasi. Hilangnya rumah dan ternak meski merupakan kehilangan yang bermakna namun jika dapat disikapi secara arif maka tidak akan berdampak psikologis yang parah. Dampak psikologis korban bencana menurut Parkinson (2000) seringkali tetap berlangsung meski bencana sudah berakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak psikologis ada yang bersifat laten. Laten berarti dampaknya tidak langsung tampak pada saat bencana namun, laten juga dapat berarti gangguan psikologis muncul dalam bentuk-bentuk simtom-simtom fisik. Hal ini sejalan apa yang dinyatakan oleh Taylor (2000) bahwa adanya kondisi psikologis yang tertekan (stres, trauma) dapat teramati dari dilaporkannya gejala fisik. Sebagaimana data surveilance per 4 Nopember 2010 yang menyebutkan penyakit-penyakit yang diderita pengungsi antara lain, hipertensi primer, ISPA, Flu, Gastritis, Myalgia, insomnia, chepalgia (http://bencana-kesehatan.net/kegiatan/surveilans/167-laporan-tim-surveilans-4-november-2010.html).

(2)

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 45

Kondisi psikologis yang tertekan (stres)sebagai dampak bencana yang dialami seseorang tidak semuanya memunculkan gangguan psikologis. Menurut Taylor (2000) disamping kemampuan seseorang untuk menghadapi (coping) terhadap stres, faktor yang cukup penting untuk meningkatkan resiliensi terhadap stres adalah dukungan sosial (social support). Secara fitrah, manusia didesain untuk hidup bermasyarakat. Dimensi dukungan sosial sangat luas namun Bronfenbrenner menyebutkan lapis terdekat setiap orang adalah mikrosistem yaitu keluarga (dalam Bee & Boyd, 2007). Hal ini berarti bahwa keluarga adalah tameng (buffer) terhadap kondisi psikologis seseorang. Dukungan sosial dari keluarga akan dipengaruhi seberapa tangguh keluarga tersebut. Dukungan sosial juga tampak dari social bonding, sebagaimana ungkapan pengungsi di Balai Desa Sariharjo yang mengungkapkan bahwa mereka masih merasa senang karena masih tinggal bersama warga satu dusun (dusun Kaliadem). Hal ini membuktikan bahwa dukungan sosial dapat memberikan ketenangan psikologis dalam menghadapi situasi yang berat seperti bencana erupsi Merapi kali ini. Sebuah contoh yang bertolak belakang dengan kenyataan di atas adalah sebuah laporan LSM yang membantu di Barak Sariharjo sebagai berikut: seorang anak yang bertanya kepada ibunya apakah sepeda yang dimilikinya rusak karena awan panas? Oleh sang ibu dijawab ya, padahal sepeda anak tersebut tidak rusak. Ini mengindikasikan bahwa ibu tersebut tidak menunjukkan dukungan yang dibutuhkan oleh anaknya.

Keluarga dengan tingkat kompleksitas permasalahan yang tinggi tanpa pernah diselesaikan diragukan untuk bisa menyediakan dukungan yang diperlukan bagi anggota keluarganya. Olson & De Frain (2003) menyebutkan keluarga yang chaos (chaotic family) adalah keluarga yang rapuh sehingga tidak mampu menjadibuffer bagi anggota keluarganya. Keluarga yang chaos ini biasanya akan membentuk anggota keluarga yang bermasalah. Hal ini diperkuat oleh beberapa studi diantaranya Campbell (1997), Greenberg, Speltz dan Deklyen (1993), Patterson, DeBaryshe dan Ramsey (1989), Campbell (1995), Greenberg,et al(1993), Patterson,et.al. (1989), Shaw, Keenan dan Vondra (1994), Gardner, (1987) yang menemukan keterkaitan antara faktor dalam keluarga dalam memunculkan perilaku perilaku bermasalah pada anak (dalam Keown & Woodward, 2002). Sebaliknya apabila keluarga penyitas dibantu untuk memperkuat keluarga maka akan dapat meningkatkan dukungan sosial terhadap keluarganya sehingga dapat menjadi stressbuffer.

Kondisi tertekan (stressed) menurut Taylor (2000) dapat dipengaruhi antara lain kemampuancopingdan dukungan sosial. Ketersediaan dukungan sosial menumbuhkan perasaan diperhatikan, dicintai, dihargai, dan dan dipercaya oleh orang lain. Menurut House (dalam Taylor, 2000) mendefiniskan dukungan sosial sebagai sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek informasi, emosional dan instrumental. Schwarzer & Schultz (2000) mengembangkan Berlin Social Support Scale untuk mengukur aspek perilaku dan kognisi dukungan sosial, bagaimana fungsi dukungan sosial dalam situasi yang penuh dengan tekanan.

(3)

perkembangan normal seseorang. Namun, tidak semua keluarga dapat memberikan dukungan kepada anggota keluarga lainnya. Keluarga yang rapuh, chaos penuh dengan konflik dan stres tentunya akan sangat sulit untuk menyediakan dukungan bagi anggota keluarga lainnya.

Keluarga yang kuat menurut Olson & De Frain (2003) menyatakan bahwa keluarga yang kuat mampu mengelola kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan cara yang bervariasi, kreatif. Ini menunjukkan bahwa keluarga yang kuat, bukanlah keluarga tanpa masalah namun keluarga yang tahan banting cenderung mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Karakteristik dari keluarga yang kuat ini cenderung mampu melihat sisi positif dari suatu permasalahan, membangun kebersamaan dan komunikasi yang efektif, fleksibilitas dan mengalokasi waktu bersama. Usaha usaha yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran keluarga sebagai buffer adalah dengan konseling, family therapy atau pelatihan yang di desain khusus. Peneliti mengajukan Family Strengthening Traininguntuk meningkatkan peran keluarga sebagai buffer. Hal-hal yang dapat meningkatkan kekuatan keluarga menurut Olson & De Frain (2003) adalah kasih sayang, saling menghargai, memiliki waktu bersama, saling menguatkan, komitmen, komunikasi, kesiapan menghadapi Perubahan, spiritualitas, komunitas & ikatan keluarga, peran yang jelas. Melalui pelatihan penguatan keluarga (Family Strengthening Training) diharapkan akan mengoptimalkan peran keluarga untuk memberikan dukungan sosial yang diberikan kepada anggota keluarganya. Selanjutnya dampak psikologis yang berkepanjangan akibat bencana dapat diminimalisir.

Studi tentangfamily strengthening training sejauh pengetahuan penulis memang masih terbatas. Pelatihan ini didesain oleh tim dosen Program Studi Ilmu Psikologi Universitas Islam Indonesia. Pelatihan ini berisi : menemukan cinta, memelihara dan mempertahankan cinta serta resolusi konflik. Basis teori pengembangan modul ini adalah teori Olson & De Frain (2003) mengenai karakteristik keluarga yang kuat yaitu cenderung mampu melihat sisi positif dari suatu permasalahan, membangun kebersamaan dan komunikasi yang efektif, fleksibilitas dan mengalokasi waktu bersama.

(4)

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 47

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki efektivitas dari Family Strengthening Trainingterhadap pemberian dukungan sosial di kalangan keluarga penyitas (survivor) warga Kaliadem, Merapi. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah membantu mengurangi dampak psikologis bencana yang berkepanjangan. Selain berperan sebagai kuratif dalam hal memperkuat ikatan keluarga dan meningkatkan dukungan sosial, penelitian ini juga dapat menjadi tindakan prevensi terhadap kemunculan gangguan psikologis yang lebih berat di masa mendatang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan melibatkan 2 variabel yaitu variabel bebas adalah family strengthening training dan variabel tergantung adalah pemberian dukungan sosial. Pemberian dukungan sosial merupakan pemberian dukungan/sokongan dari keluarga kepada anggota keluarga lainnya dalam hal dukungan informasi, emosional (Haus dalam Smet,2004). Variabel ini akan diukur dengan skala pemberian dukungan sosial. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka menunjukkan tingginya pemberian dukungan sosial keluarga kepada anggota keluarga lainnya. Skala yang digunakan adalah skala pemberian dukungan sosial yang merupakan adaptasi dari Berlin Social Support Scale. Uji coba terpakai menemukan koefisien reliabilitas sebesar 0,75217

Penelitian eksperimen ini akan menggunakan two groups pre-post design. Myers & Christine (2003) menyatakan bahwa rancangan ini akan melibatkan 2 kelompok subyek yang diberikan perlakuan yang berbeda. Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

KE : O1 X O2 O3

KK : O1 - O2 O3

Stresor: bencana alam, kehilangan,dll Family strengthening training

- Menyadarkan kembali akan tujuan dalam berumah tangga serta tanggung jawab kepada keluarga

- Menyadarkan akan makna cinta dan syukur dalam memperkokoh keluarga - Menumbuhkan keikhlasan

dalam melayani keluarga - Memberikan ketrampilan

strategi dalam menghadapi konflik keluarga

- Memahamkan perubahan psikologi dalam menghadapi perubahan (termasuk bencana) serta memberikan ketrampilan meredakan kecemasan dan stres sebagai reaksi terhadap perubahan .

(5)

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan paired sample t-test dan indepedent sample t-test. Disamping itu analisa terhadap data-data kualitatif dilakukan untuk memperkuat temuan-temuan statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji asumsi dilakukan terlebih dahulu untuk untuk mengetahui normalitas sebaran data. Uji normalitas kelompok eksperimen menunjukkan K-S= 0.867 dengan p= 0.440 yang berarti distribusi data tersebut adalah normal. Uji asumsi kedua dilakukan untuk mengetahui homogenitas subyek penelitian diperoleh F=0.092 dengan p =0,942 (p>0.05). Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan teknik paired sample t-test pada kelompok ekperimen. Sebaran data pada skala pemberian pretes dan post test tersaji pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1 Sebaran Data Pretest dan Post Kelompok Eksperimen

(6)

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 49

Tabel 1 Deskripsi data penelitian

KELOMPOK Pengukuran Rerata Std. Kesalahan

95% Interval Kepercayaan Batas

Bawah Batas Atas kelompok

kontrol

1

36,000 ,770 34,375 37,625

2 40,800 ,975 38,743 42,857

kelompok eksperimen

1

30,889 ,812 29,176 32,602

2 35,333 1,028 33,165 37,502

Melalui proses analisis data pretes dan post test dengan teknik paired sample pada kelompok eksperimen ditemukan nilai t = - 3, 439 dengan p 0,008 (p<0.05). hal ini berarti Ada perbedaan pemberian dukungan sosial yang signifikan dimana pada pengukuran kedua (post test) ditemukan lebih tinggi daripada pengukuran pertama (pretes). Berdasarkan hasil hipotesa pertama yang menyatakan ada peningkatan pemberian dukungan sosial pada kelompok yang mendapatkan perlakuan family strengthening trainingditerima. Family strengthening trainingmemberikan sumbangan 45,6% terhadap pemberian dukungan sosial.

Tabel 2 Paired sample t-test

KELOMPOK

Paired Differences

t df

Sig.

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

(2-tailed)

Lower Upper kelompok

kontrol Pair PRE - POS

-4,8000 3,19026 1,00885 -7,0822 -2,5178 -4,758 9 ,001

kelompok eksp Pair 1 PRE -POS

-4,4444 3,87657 1,29219 -7,4242 -1,4647 -3,439 8 ,009

Hasil analisis untuk menguji hipotesa kedua yaitu ada perbedaan pemberian dukungan sosial antara kelompok yang mendapatkanfamily strengthening training dan kelompok yang tidak mendapatkan family strengthening training dilakukan dengan teknik independent sample t-test. Pengujian dilakukan terhadap gainscore masing-masing kelompok dengan menghitung selisih postes dan pretes. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai t=0,219 dengan p = 0,829 (p>0,05) sehingga hipotesa ditolak.

DISKUSI

(7)

misalnya adalah Zwagery (2009). Zwagery menemukan bahwa family strengthening training mampu meningkatkan fungsi keluarga dengan orangtua bercerai. Pelatihan ini juga memasukkan materi kesabaran sebagai bagian dari training ini. Sejalan dengan temuan awal dari Uyun (2009) yang menemukan bahwa kesabaran menjadi variabel yang berperan dalam meningkatkan resiliensi terhadap dampak gempa bumi. Olson & DeFrain (2003) menyatakan bahwa program-program bagi orang tua dalam bentuk parenting atau program peningkatan peran keluarga sangan diperlukan untuk membantu orangtua menghadapi tantangan dalam keluarga.

Peningkatan pemberian dukungan sosial disajikan pada bagian berikut ini:

Gambar 3 Profil Peserta Sum

Data kualitatif terhadap refleksi perasaan Subyek Sum adalah ia merasa sedih karena berada di pengungsian terus dan sedih memikirkan masa depan anak. Pada refleksi setelah pelatihan Sum menyatakan bahwa ia merasa senang dan merasa lega, bentuk dukungan yang akan diberikan adalah meningkatkan keikhlasan dan cinta tidak bersyarat. Cinta tidak bersyarat menurut Rogers (Allen, 2003) adalah penerimaan tidak bersyarat yang positif (uncondiotional positive regard). Sikap ini dimiliki oleh orang yang matang dan telah menerima kondisi dirinya sendiri sehingga ia pun siap untuk memberikan cinta tidak bersyarat kepada keluarganya meski dalam situasi sebagai korban bencana.

(8)

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 51

Ibu FH mengalami peningkatan yang cukup tajam pada skala pemberian dukungan yaitu dari 30 menjadi 43. Pada awal refleksi ibu FH menyatakan bahwa ia merasa sedih karena kehilangan harta benda dan jenuh karena hidup di pengungsian yang cukup lama. Pada refleksi akhir ia menyatakan senang karena dapat berbagi. Bentuk dukungan sosial yang akan diberikan kepada keluarga adalah bersikap lebih sabar, mengalah dan lebih mencintai keluarga. Pernyataan ibu FH tersebut mengindikasikan bahwa pelatihan ini dapat menjadi ajang berbagi sehingga mampu memberikan motivasi. Program seperti ini menurut Gordon dapat menyediakan dukungan bagi ibu secara tidak langsung akan membantu anak dalam menyelesaikan masalah (McDermott, 2008).

Ibu Pit mengalami peningkatan skala pemberian dukungan dari 29 menjadi 34. Refleksi awal adalah perasaan sedih karena kehilangan rumah,ternak, anak yang rewel. Ia berandai-andai kapan punya rumah lagi dan kapan dapat hidup normal kembali. Ibu Pit menyatakan keinginannnya untuk meningkatkan ketentraman dan kesabaran dalam keluarga dalam menghadapi cobaan. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan ini membantu subyek untuk menyadarkan tentang pentingnya keluarga dalam menghadapi tantangan hidup seperti dampak bencana.

Hipotesa kedua yang menyatakan bahwa ada perbedaan pemberian dukungan sosial antara kelompok yang mendapatkan family strengthening training dan kelompok yang tidak mendapatkanfamily strengthening trainingditolak. Tidak terbuktinya hipotesa ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain skor pretes skala pemberian dukungan sosial pada kelompok kontrol secara umum lebih tinggi dari rerata kelompok eksperimen. Bahkan peningkatan skor pada kelompok eksperimen tidak bisa melampaui rerata pada kelompok kontrol.

Penelitian eksperimen terutama lapangan (non laboratoirum) merupakan penelitian yang sensitif dengan kemunculan extraneous variabel yang dapat mengancam validitas penelitian (Myers & Christie, 2003). Beberapa variabel pencemar yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain interaksi antara kelompok eksperimen dan kontrol karena subyek tinggal dalam satu barak pengungsian. Interaksi ini menyebabkan antar kelompok dapat menceritakan mengenai isi pelatihan. Variabel pencemar lainnya adalah perlakuan lain yang diterima selain pelatihanfamily strengthening (carry over effects). Informasi dari subyek kelompok kontrol bahwa sebelum mengikuti pelatihan family strengthening, peserta telah mengikuti pengajian.

Meski ditemukan tidak ada perbedaan pemberian dukungan sosial berdasarkan perubahan isi refleksi perasaan dapat diketahui bahwa kelompok eksperimen relatif mengalami perubahan dibandingkan refleksi kelompok kontrol. Kelompok kontrol pada refleksi menunjukkan bahwa peserta masih mengalami kesedihan. Perasaan sedih dan pesimis menurut Taylor (2000) dapat menjadi indikasi ketidaksiapan seseorang untuk memberikan dukungan sosial.

KESIMPULAN

(9)

dukungan sosial tidak tersedia atau tersedia namun tidak cukup memadai maka kondisi membuka peluang untuk mengalami stres yang lebih berat bagi anggota keluarga lainnya. Secara tidak langsung penelitian ini menekankan pentingnya pemberian dukungan sosial dalam keluarga sebagai wujud optimalnya fungsi keluarga untuk meningkatkanstress buffer.

Saran yang dapat diajukan untuk meningkatkan kualitas penelitian ini adalah meningkatkan kepekaan alat ukur terhadap kondisi-kondisi yang relevan dengan subyek penelitian. Modifikasi untuk meningkatkan reliabilitas skala dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya. Selanjutnya peneliti di masa depan lebih peka dengan munculnya variabel-variabel pencemar yang disinyalir dapat mengganggu validitas penelitian.

UCAPAN TERIMAKASIH

Tim Family Strengthening Training Prodi Psikologi UII : Emi Zulaifah,Dra.,M.Sc, Irwan Nuryana K,S.Psi.,M.Si, Yulianti Dwi Astuti,S.Psi.,M.Soc.SC

DAFTAR PUSTAKA

Bee, H.,Boyd. (2007).The Developing Child, 11thEdition, New York: Allyn and Bacon IYW. (2005).Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Perubahan Respons Sosial Emosional

Penderita HIV ADIS. Skripsi. Surabaya: Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Airlangga.

Keown,Louise J., Woodward,Lianne J. (2002). Early Parent-Child Relation and Family Functioning of Preschool Boys.Journal of Child Abnormal Psychology. Dec,2002. Plenum Press.

McDermott, D. (2008). Developing Caring Relationships Among Parents, Children, Schools, and Communities. California: Sage Publicaions

Myers, A. & Christine, H. (2006).Experimental Psychology. NY : McGraw Hill

Olson, David H dan DeFrain,John. (2003). Family and Marriages:Intimacy,Diversity and Strength 4thEd. New York: McGrawHill.

Peterson, C., Seligman, MEP. (2004). Character Strengths and Virtues, A Handbook and Classification. New York: Oxford University Press.

Siregar, SM. (2009). Pengaruh Dukungan Sosial dari Keluarga terhadap Penyesuaian Diri di Masa Pensiun.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Schwarzer,R & Schultz,U. (2000). Soziale Unterstützung bei der Krankheitsbewältigung. Die Berliner Social Support Skalen (BSSS) [Social support in coping with illness: The Berlin Social Support Scales (BSSS)]. Diagnostica. 2003; 49: 73-82. Download: www.coping.de

Zwagery,R.V. (2009). Peningkatan Keberfungsian Keluarga Melalui Family Strengthening Training. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 1 Sebaran Data Pretest dan Post Kelompok Eksperimen
Tabel 1 Deskripsi data penelitian
Gambar 3 Profil Peserta Sum

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi enzim eksoxilanase IT-08 terhadap substrat pNP-X maupun xilooligosakarida masih belum ada yang melaporkan sampai saat ini, hal ini dikarenakan belum

Didukung dengan model bisnis franchise yang akan mengurangi biaya operasional operator, maka desain ini dapat menjadi peluang bisnis baru bagi operator eksisting

Laju pertumbuhan relatif untuk fase pertumbuhan, tinggi tanaman dan jumlah daun dapat terlihat bahwa perbandingan pertumbuhan tanaman pada fase 70 hst menunjukkan hasil yang

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,

Hal ini ternyata sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sharbinie &amp; Suryana (dalam Olii, 2007) bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang kurang mampu

BANTU PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA HANG STYLE PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII D SMP NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2017/2018,

Tes hematokrit merupakan bagian dari pemeriksaan darah rutin yang perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar tinggi rendahnya Hematokrit pada Rusa Timor

Lengkap dengan Average Current Control Sumber AC Kecepatan Aktual Kecepatan Referensi V.sumber I.rectifier Duty Cycle M Hall A Hall B Hall C -1 -1 -1 S.1 S.2 S.3 S.4 S.5 S.6