• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak terjadinya krisis moneter di Indonesia pada 1997, Indonesia kembali berupaya untuk meningkatkan pembangunan di berbagai sektor. Pada masa itu kondisi perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat pada tingkat pengangguran yang besar, jumlah penduduk miskin meningkat, kesenjangan ekonomi yang semakin besar, dan pendapatan di sektor perindustrian yang semakin menurun. Pada saat itu juga banyak sekali perusahaan besar dan perbankan yang bangkrut sehingga memberhentikan karyawannya atau di PHK (Dipta, 2002). Pada tahun 2015 dan 2016 Indonesia kembali dilanda krisis ekonomi keuangan yang disebabkan oleh lemahnya nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah telah terdepresiasi 12,9% year-to-date, dan melemah sejak tujuh pekan terakhir yakni dari level Rp13.314/US$ yang terjadi pada 10 Juli 2015. Bagian yang paling banyak mendapat perhatian adalah pelemahan tajam rupiah yang melewati paras Rp14.000 per dollar. Kurs rupiah sepanjang tahun berjalan sudah melemah 12,4%. Selama tiga tahun terakhir, rupiah melemah 32,7% (Budi Hikmat, Chief Economist and Director for Investor Relations PT Bahana TCW Investment Management).

(2)

orang. Hal ini menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk dan jika dipertahankan dalam waktu yang lebih panjang maka Indonesia tidak akan siap menghadapi era global MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Oleh karena itu diperlukan lapangan kerja yang memadai untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) pada saat ini sangat populer dan menjadi salah satu penggerak perekonomian yang sangat berpengaruh di Indonesia. Melalui UMKM banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya lapangan kerja yang memadai. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki jumlah unit usaha UMKM yang cukup banyak dan memerlukan bantuan tangan dari pemerintah. UMKM pada dasarnya didirikan untuk membuka lapangan kerja baru dan mengangkat status perekonomian masyarakat rendah di Indonesia, meskipun dengan modal yang terbatas.

Berdasarkan pemaparan di atas, UMKM yang ada di Indonesia harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Dukungan yang diharapkan UMKM tidak terlepas dari peminjaman modal dan pembinaan terhadap peningkatan produktivitas UMKM. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah, maka UMKM akan merasa sulit untuk mengembangkan produknya dalam hal menghadapi pasar produk yang semakin meningkat. UMKM juga tentunya akan membutuhkan adanya pembinaan dari pemerintah terhadap kinerja karyawan, peningkatan kualitas produk, dan upaya mempertahankan unit usaha di saat masa-masa sulit.

(3)

kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat. Di sisi lain, UMKM yang berkembang dengan baik akan menjadi kekuatan tersendiri bagi suatu daerah melalui produk unggulan yang dihasilkan UMKM tersebut.

UMKM Kerupuk Kipang merupakan salah satu jenis usaha masyarakat Mandailing Natal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pembinaan yang diberikan pemerintah masih dinilai kurang. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya intensitas pengawasan dan keterlibatan pemerintah dalam memajukan UMKM tersebut. Akibatnya, UMKM kerupuk kipang beroperasi seolah-olah tidak mempunyai target besar yang harus dicapai. UMKM beroperasi hanya untuk memenuhi keperluan sehari-hari pemilik UMKM dan karyawan tanpa adanya target untuk meningkatkan pangsa pasar UMKM yang lebih luas.

Oleh karena itu, perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada dalam masyarakat tidak terlepas dari adanya Peranan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar sebagai lembaga pengawas sekaligus sebagai lembaga yang memfasilitasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan hal yang telah diuraikan tersebut maka peneliti merumuskan judul penelitian. “Pembinaan Pemerintah Terhadap

Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kabupaten Mandailing Natal (Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)”.

1.2 Rumusan Masalah

(4)

1. Bagaimana pembinaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar Kabupaten Mandailing Natal terhadap UMKM Kerupuk Kipang di Mandailing Natal?

2. Bagaimana cara untuk meningkatkan produktivitas UMKM Kerupuk Kipang agar mampu bersaing dengan produk lain di pasar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh pembinaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar Kabupaten Mandailing Natal terhadap UMKM Kerupuk Kipang di Mandailing Natal.

2. Memberikan usulan perbaikan guna meningkatkan produktivitas UMKM kerupuk kipang di Mandailing Natal untuk meningkatkan daya saing produk kipang di pasar.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti :

1) Untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

(5)

2. Bagi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar. Sebagai masukan pertimbangan kebijakan untuk meningkatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal.

3. Bagi Pembaca.

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut dalam masalah yang sama, sehingga dapat melakukan penelitian yang lebih baik.

1.5 Kerangka Teori

(6)

1.5.1 Pembinaan

1.5.1.1 Pembinaan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Tujuan adanya pembinaan terhadap UMKM adalah untuk mengembangkan UMKM menjadi usaha besar, dengan memperhatikan dua aspek yaitu sumber daya manusia dan praktek. Dalam pembinaan UMKM, dimulai dengan proses peningkatan kemampuan mengelola (manajemen) di bidang pemasaran, keuangan, dan personalia kemudian meningkatkan kemampuan kegiatan operasional dan mengendalikan bisnis sehingga UMKM mampu bersaing dalam pasar. Menurut (Prasetyo, 2008) tujuan adanya usaha pembinaan dan pengembangan UMKM antara lain :

1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar,

2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur modal,

3. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen, 4. Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi.

(7)

adalah perusahaan untuk membuat atau menghasilkan barang-barang. Sementara itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian mendefinisikan industri sebagai berikut. “Suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.” Berdasar Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang dimaksud dengan UMKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan seperti kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Anderson (dalam Partomo 2002: 15) mengemukakan definisi pengelompokkan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja sebagai berikut :

1. Usaha Kecil, terdiri dari usaha kecil I – kecil dengan jumlah pekerja 1 sampai 9 orang dan usaha kecil II-kecil dengan jumlah pekerja 10 sampai 19 orang

2. Usaha Menengah, terdiri dari:

1) Usaha Besar-Kecil: dengan jumlah pekerja 100 sampai 199 orang 2) Usaha Kecil-Menengah: dengan jumlah pekerja 200 sampai 499 orang 3) Usaha Menengah-Menengah: dengan jumlah pekerja 500 sampai 999

orang

4) Usaha Besar-Menegah: dengan jumlah pekerja 1000 sampai 1999 orang

(8)

Menurut Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko (2002: 225), secara umum sektor UMKM memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar dan kadangkala pembukuan tidak di-up to date sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya

2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi

3. Modal terbatas

4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas 5. Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk

mampu menekan biaya mancapai titik efisiensi jangka panjang

6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas

7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar rendah mengingat keterbatasan dalam sistem adminitrasinya.

(9)

Keempat, dilihat menurut golongan industri nampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh UMKM bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman, dan tembakau, diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam, industri tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga. Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas dan kimia relatif masih sangat sedikit sekali.

Dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah dirumuskan bahwa, “Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi.” Pembinaan dan pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan dilakukan dengan meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan, meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan, memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong dan kemasan.

Sedangkan pembinaan dan pengembangan di bidang sumber daya manusia dilakukan dengan memasyarakatkan dan membudidayakan kewirausahaan, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan pelatihan dan konsultan UMKM, menyediakan tenaga penyuluh dan konsultasi UMKM.

(10)

yang tidak memiliki kecenderungan untuk berusaha sulit untuk maju dan berkembang apalagi bersaing dalam era pasar bebas.

Mengacu pada karakteristik usaha kecil, industri kecil, dan usaha mikro kecil dan menengah maka istilah atau penyebutan ketiganya adalah sama. Dalam penulisan selanjutnya digunakan istilah UMKM. Pengertian UMKM dalam penelitian ini disarikan dari berbagai pendapat di atas, adalah kegiatan usaha milik Warga Negara Indonesia dengan jumlah pekerja tidak lebih dari 150 orang dan asset maksimal sepuluh milyar rupiah di luar tanah dan gedung.

Kebijakan pengembangan UMKM diarahkan untuk memperkuat perkembangan UMKM yang sudah ada, penumbuhan wirausaha baru untuk membuka lapangan usaha baru dan penyerapan tenaga kerja, peningkatan keterkaitan dan kemitraan antara industri kecil dan menengah dengan industri besar dan sektor ekonomi lainnya serta penanggulangan segera permasalahan aktual

(11)

dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap UMKM.

Kuncoro menjelaskan strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Aspek manajerial, yang meliputi peningkatan produktivitas, meningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumber daya manusia

2. Aspek permodalan, yang meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi UMKM minimum 20% dari porto folio kredit bank) dan kemudahan kredit

3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar

4. Pengembangan sentra UMKM dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri)

5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu melalui KUB (Kelompok Usaha Bersama) atau KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan)

(12)

masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaan sendiri-sendiri yang akibatnya akan terjadi ketidakefektifan arah pembinaan dan tidak adanya indikator keberhasilan yang seragam karena masing-masing instansi pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan.

Dari banyaknya usaha pembinaan dan pengembangan UMKM baik yang telah diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut merupakan langkah menuju terwujudnya ekonomi kerakyatan. Hal ini dilandasi beberapa alasan. Pertama, pengalaman empiris menunjukkan bahwa UMKM memberikan sumbangan yang sangat besar pada kemampuan ekonomi rakyat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan sektor ini dalam menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja sehingga penganggurandapat ditekan. Kedua, UMKM umumnya dilakukan berdasarkan asas kekeluargaan sehingga selain berpotensi kecil untuk mendorong timbulnya konflik perburuhan, UMKM merupakan wadah untuk mendidik jiwa wirausaha. Ketiga, suatu kenyataan bahwa unit-unit UMKM menyebar secara geografis sehingga manfaat keberadaannya tidak lagi diragukan oleh semua orang (Masyuri, 2000: 189)

1.5.2 Produktivitas

1.5.2.1 Pengertian Produktivitas

(13)

demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan. Pengertian produktivitas sebenarnya menyangkut aspek yang luas, yaitu modal (termasuk lahan), biaya, tenaga kerja, energi, alat, dan teknologi. Secara umum, produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang diberikan. Produktivitas juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektifitas pencapaian sasaran. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktifitas yang tinggi. Menurut Siagian (2002:54) produktivitas kerja merupakan kemampuan memperoleh manfaat dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan keluaran yang optimal, bahkan kalau mungkin maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam definisi tersebut tidak hanya berhubungan dengan sarana dan prasarana, tetapi juga berhubungan dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Menurut Blecher dalam Wibowo (2007:241) produktivitas adalah hubungan antara keluaran atau hasil organisasi dengan yang diperlukan. Produktivitas dapat dikuantifikasikan dengan membagi keluaran dengan masukan. Menaikan produktivitas dapat dilakukan dengan memperbaiki rasio produktivitas, dengan menghasilkan lebih banyak keluaran atau output yang lebih baik dengan tingkat masukan sumber daya tertentu. Menurut Sedermayanti (2004:7) menguraikan bahwa produktivitas kerja berasal dari bahasa Inggris, product: result, outcome berkembang menjadi kata productive yang berarti mengahasilkan, dan productivity: having the ability make or create creative. Perkataan itu dipergunakan dalam bahasa Indonesia menjadi

(14)

sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari mutu kehidupan hari ini. Secara sederhana produktivitas organisasi dapat diartikan terwujudnya sasaran atau tujuan dari suatu organisasi dengan cepat dan tepat dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada. Jadi produktivitas dalam organisasi kerja yang dihasilkan adalah perwujudan tujuannya, maka produktivitas berhubungan dengan suatu yang bersifat materil dan non materil, baik yang dapat dinilai maupun tidak dapat dinilai dengan uang. Kemudian pada dasarnya produktivitas mencakup sikap yang memandang hari depan secara optimis dengan penuh keyakinan bahwa kehidupan ini harus lebih baik dari hari kemarin hasilnya, artinya ada suatu peningkatan kepada arah yang lebih baik dan sempurna. Sedangkan menurut Sinungan bahwa pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu :

1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya

2. Perbandingan pelaksanaan antara unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukan pencapaian secara relatif

(15)

1.5.2.2 Indikator Produktivitas

Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa produktivitas erat terkait dengan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai. Hasil kerja pegawai tersebut merupakan produktivitas kerja sebagai target yang didapat melalui kualitas kerjanya dengan melaksanakan tugas yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh organisasi. Kemudian dalam penelitian ini dikemukakan beberapa faktor sebagaimana yang dinyatakan sebagai indikator dari produktivitas antara lain :

1. Prestasi

Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian, anatara lain bahwa prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang untuk mengetahui sejauh mana seseorang mencapai prestasi yang diukur atau dinilai. Selain itu dikatakan juga bahwa prestasi adalah juga suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Dalam dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance Definisi lain dari prestasi kerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu.

2. Kuantitas

(16)

menuntut adanya kuantitas pekerjaan. Rasio kuantitas pegawai harus seimbang dengan kuantitas pekerjaaan, sehingga dengan perimbangan tersebut dapat menjadi tenaga kerja yang produktif yang meningkatkan produktivitas kerja di dalam organisasi tersebut. Dengan adanya kuantitas pekerjaan, dituntut juga adanya kualitas kerja para pegawai. Untuk itu perlu diperhatikan sarana dan prasarana sebagai pendukung dari pada kerja pegawainya sehingga tercapai kualitas kerja yang baik. Adapun sarana dan prsarana tersebut yakni: penggunaan teknologi canggih, kebutuhan– kebutuhan pegawai, serta memberikan motivasi yang tepat untuk mendorong agar kerja dari pada pegawainya dapat semaksimal mungkin. 3. Kualitas

(17)

4. Disiplin

Dalam melaksanakan disiplin kerja, disiplin yang baik dapat diukur dalam wujud: pemimpin atau pegawai datang dan pulang kantor tepat pada waktu yang ditentukan, mengahsilkan pekerjaan baik kuantitas maupun kualitas yang memuaskan, melaksanakan tugas penuh dengan semangat, memenuhi peraturan yang ada. Hal tersebut sesuai dengan pendapat M. Sinungan yang menyatakan disiplin adalah sikap kewajiban dari seseorang atau kelompok atau kelompok orang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala aturan kepetusan yang telah ditetapkan dan displin juga dapat dikembangkan melalui satu latihan antara lain dengan bekerja, mengahargai waktu (Sinungan, 1991:115)

1.5.2.3 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Produktivitas kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat maju tidaknya sebuah organisasi, baik organisasi ekonomi maupun non ekonomi. Produktivitas yang tinggi baik melalui angka statistika merupakan salah satu wujud dari kemajuan organisasi itu. Kita dapat berasumsi bahwa produktivitas yang rendah merupakan cerminan dari lambannya kemajuan organisasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas itu disorot dari dimensi Nasional (makro) ataupun dari dimensi organisasi (mikro). Secara makro, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut bisa berupa:

1. Status Sosial Ekonomi 2. Kualitas Fisik

(18)

4. Tehnostruktur 5. Peraturan Birokrasi 6. Gaya Kepemimpinan

Lowlor (dalam Hasibuan, 1996:40) menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas tersebut dari dimensi yang memperhitungkan unsur teknik dan informasi. Faktor – faktor tersebut dikelompokan kedalam :

1. Iklim Ekonami 2. Pasar

3. Perubahan 4. Masyarakat 5. Upah 6. Informasi 7. Teknologi

Kopelmen (1993:27) menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dari dimensi makro yang di duga berpengaruh secara cukup berarti terhadap penurunan tingakat pertumbuhan produktivitas, yaitu:

1. Berkurangnya intensitas modal

2. Berkurangnya pembiayaan untuk kegiatan riset dan pengembangan 3. Perubahan komposisi angkatan kerja dan perekonomian

4. Perubahan dalam nilai dan sikap sosial

(19)

dalam kendali organisasi yang bersangkutan. Dari tinjauan yang lebih makro, Aft yang dikutip oleh Mauled Mulyono menyoroti partial produktivitas yang tekanannya pada :

1. Tingkat efisiensi dari hasil pekerjaan yang senyatanya, yang biasanya direleksikan oleh rasio luaran disbanding masukan

2. Tingkat efisiensi fisik, yaitu ukuran dari suatu pekerjaan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

(Mulyono 1993:27) Dijelaskan lebih lanjut, bahwa tujuan dari kedua tingkat efisiensi ini dimaksudkan sebagai indikasi dimana para pekerja dapat lebih cepat karena keterampilan atau keahliannya, dan bukan kerena dia bekerja lebih keras. Di samping itu, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas juga tidak terlepas dari keterkaitannya dengan persoalan kesehatan, keselamatan dan kesenangan kerja. Faktor-faktor ini biasanya faktor yang bersifat manusiawi dan ergonomics.

1.5.3 Fungsi Administrator Pembangunan

Adapun yang menjadi fungsi administrator pembangunan mencakup : 1. Unsur Pembaharuan

(20)

kehendak Negara, tetapi dapat pula memberikan sumbangannya terhadap apa yang dirumuskan sebagai kehendak politik Negara, tetapi dapat pula memberikan sumbangannya terhadap apa yang dirumuskan sebagai kehendak politik Negara. Disinilah elite administratif, dan jika mungkin juga seluruh birokrasi pemerintahan, dapat berfungsi sebagai unsur pembaharu. Dengan kecenderungan ilmu-ilmu pengetahuan dan peranan elite cendikiawan untuk lebih berorientasi kepada perumusan kebijaksanaan pembaharuan dan pembangunan serta penggunaan spesialisasi teknologi ini untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan, maka fungsi sebagai unsur pembaharu dapat lebih ditekankan (kekuasaan dan spesialisasi ilmu dan teknologi untuk “social engineering” dilakukan oleh teknokrasi). Dalam peranannya yang demikian maka administrator dapat menjadi sumber inovasi bagi pembinaan, gagasan dan strategi yang menunjang pembaharuan dan pembangunan.

(21)

2. Kepemimpinan

Untuk dapat mengusahakan orang lain bekerja sama dengannya, amka pemimpin dapat menggunakan kewibawaan tertentu, atau diberikan kewenangan formil tertentu. Dalam birokrasi pemerintah, kepemimpinan administratif didasarkan pertama-tama atas kewenangan-kewenangan formil tersebut. Mengenai sumber-sumber kepemimpinan tersebut terdapat perbedaan, karena kewibawaan didasarkan atas teori penerimaan otoritas. Penerimaan atas otoritas seseorang karena wibawanya, maka komunikasi dari padanya diterima oleh orang lai. Seringkali hal ini dihubungkan pula dengan adanya karisma atau penerimaan berdasarkan tradisi pada seseorang. Defenisi dari chester I. Barnard adalah sebagai berikut:”Kewibawaan adalah sifat atau ciri dari komunikasi (perintah) di dalam suatu organisasi formil, yang menyebabkan ia diterima oleh seorang anggota organisasi tersebut sebagai sesuatu yang menguasai dirinya untuk bertindak, yaitu sesuatu yang menguasai atau menetukan apa yang harus ia perbuat, atau apa yang ia tidak boleh lakukan sepanjang mengenai organisasi tersebut”.

(22)

menunjukkan bahwa kepemimpinan memang menghendaki sifat-sifat kelebihan tertentu. Salah satu contoh disini dikemukakan pendapat Millett: 1) Kesehatan yang baik, energi pribadi dan daya tahan fisik

2) Suatu keyakinan bahwa kegiatannya menuju kearah pencapaian tujuan yang baik (a sense of mission), ada komitmen pribadi untuk pencapain tujuan, bahkan kegairahan dan kepercayaan diri tentang hal itu

3) Perhatian terhadap orang lain, bahkan keprihatinan

4) Intelegensi yang baik (ini bukan berarti pengetahuan yang tinggi tentang hal-hal yang khusus tetapi: good common sense), kemampuan untuk mengumpulkan, membahas dan member informasi yang diperlukan serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan

5) Integritas, kecenderungan tanggung jawab terhadap kewajibannya, juga sikap hidupnya yang mendapatkan respek dari orang lain

6) Kemampuan untuk persuasi, terutama dalam usaha mendapatkan penerimaan atas keputusan-keputusannya

7) Kemampuan menilai kapasita kemampuan dan kelemahan orang-orang yang bekerja dengannya, serta bagaimana mencapai pemanfaatkan yang maksimal bagi organisasi

8) Loyalitas, pengabdian terhadap tujuan usaha dan juga kepada orang-orang yang bekerja dengannya serta kesediaan membela terhadap tantangan atau serangan dari luar.

3. Analisa dan Pembentukan Kebijaksaan

(23)

Kegiatan mengambil atau memutuskan kebijaksanaan itu sering juga disebut sebagai pengambilan keputusan. Namun ada juga ada pengarang yang membedakan antara pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang, dengan pengambilan keputusan sesuatu kebijaksanaan yang mempunayi implikasi yang cukup luas. Karena yang terakhir ini memerlukan analisa dan pertimbangan berdasarkan informasi yang cukup. Seringkali merupakan suatu kegiatan bagian dari pada suatu proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan. Proses tersebut ada yang formil maupun yang informal, dan berjalan dalam suatu lingkungan tertentu (tujuan-tujuan politik, tahap pertumbuhan ekonomi, perkembangan social dan lain-lain). Dan dalam konteks seperti tiu administrator berperan dalam mengambil, merumuskan atau memutuskan suatu keijaksanaan

Proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan Negara atau pemerintah, (sudah barang tentu termasuk dan terutama kebijaksanaan pembangunan dapat dibagi dalam tahap-tahap sebagai berikut:

1) Policy germination, penyusunan konsep pertama dari suatu kebijaksanaan

2) Policy recommendation, rekomendasi mengenai sesuatu kebijaksanaan 3) Policy analisis, analisa kebijaksanaa. Di mana berbagai informasi dan

penelaahan dilakukan terhadap adanya rekomendasi suatu kebijaksanaan. Biasanya juga mempertimbangkan berbagai alternatif implikasi pelaksanaannya.

(24)

5) Policy decision atau policy approval, pengambilan keputusan atau persetujuan formil terhadap suatu kebijaksanaan. Biasanya hal ini kemudian disyahkan dalam bentuk perundang-undangan atau peraturan (legitimisasi)

6) Policy implementation, pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan 7) Policy evaluation, evaluasi pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan.

Dapat dilakukan dengan mengikuti secara berkal, ataupun pada sesuatu waktu tertentu. Seringkali menghasilkan suatu penyesuaian melalui analisa kebijaksanaan dan formulasi kebijaksanaan baru.

4. Pengambilan Keputusan

(25)

Di Negara- negara baru berkembang, proses pengambilan keputusan atau masalah pengambilan keputusan, merupakan persoalan yang banyak memerlukan perhatian. Tidak saja bahwa di dalam cara maupun proses pengambilan keputusan seringkali menghambat cara bekerjanya pemerintahan untuk bergerak secara dinamis, tetapi juga diperlukan pembaharuan di dalam cara dan roses pengambilan keputusan itu sendiri. (Bintoro Tjokroamidjojo,1974).

1.5.4 Peran Pemerintah 1.5.4.1 Peran Pemerintah Pusat

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Jadi, peran aparatur pemerintah dalam pelaksanaan administrasi pembangunan mengacu pada pengaruh yang diberikan oleh para aparatur negara terhadap proses pelaksanaan administrasi pembangunan melalui tingkah, perilaku, dan tanggung jawab terhadap tugas yang telah dibebankan. Dalam hal ini dibutuhkan aparatur pemerintah yang mumpuni untuk membawa administrasi pembangunan ke dalam peran pentingnya, dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat.

Ada 4 (empat) bentuk peranan pemerintah, yaitu:

1. Sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dalam perkembangan,

2. Sebagai abdi sosial dari keperluan-keperluan yang perlu diatur dalam masyarakat,

(26)

4. Sebagai development agen atau unsur pendorong pembangunan/pembaharuan.

Untuk menjalankan fungsi-fungsi di atas, pemerintah memiliki alat untuk mewujudkan cita-cita pembangunan yang dinamakan dengan aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah ialah alat pemerintah untuk menjalankan semua tugas-tugas pemerintahan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat. Dari keempat bentuk peranan pemerintah tersebut di atas dapat terlihat jelas peran aparatur pemerintah dalam pelaksanaan administrasi pembangunan.

Aparat pemerintah terstruktur dalam sebuah organisasi administratif pemerintahan, yaitu alat-alat birokrasi untuk mencapai tujuan-tujuan nasional dan tujuan-tujuan pemerintahan. Menurut Fritz Morstein Marx, 1957, birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintahan.

Ada empat macam klasifikasi aparatur pemerintah berdasarkan fungsinya dalam suatu negara, yaitu:

1. Pemerintah pusat, 2. Pemerintah daerah,

3. Unit-unit organisasi di bawah naungan pemerintah, misalnya pembinaan koperasi, program pembangunan masyarakat desa,

4. Organisasi-organisasi badan-badan otonomi, misalnya perusahaan-perusahaan negara.

(27)

berencana menuju modernitas dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam rangka nation building. (Dr. S. P. Siagian).

1.5.4.2 Peran Pemerintah Daerah

Sebagai cabang ilmu pemerintahan, pada gilirannya kepemimpinan pemerintahan akan menjadi disiplin ilmu. Kepemimpinan secara umum ada berbagai titik pandang disiplin ilmu yang memilikinya seperti ilmu jiwa, ilmu administrasi, ilmu manajemen, dan ilmu politik. Kepemimpinan pemerintahan berbeda dengan kepemimpinan swasta yang spesifik. Oleh karena itu, kepemimpinan pemerintahan untuk sementara data dikaji secara khas objek, subjek, sistematika, metode, keuniversalan, terminology, filosofi, teori, prinsip, dalil, rumus, dan cara mempelajarinya yaitu antara lain sebagai berikut.

Objek forma kepemimpinan pemerintahan adalah hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam hal ini yang memimpin adalah pemerintah, sedangkan yang dipimpin adalah rakyatnya sendiri. Objek materianya adalah manusia. Jadi, berbeda dengan ilmu pemerintahan yang objek materinya adalah Negara. Karena kepemimpinan pemerintahan memiliki objek material manusia maka pengembangan ilmu baru ini akan bertumpang tindih dengan ilmu jiwa, ilmu administrasi, ilmu manajemen, bahkan ilmu ekonomi.

(28)

kontingensi. Kekuasaan ditujukan untuk pemusnahan dekadensi moral, sedangkan pelayanan ditujukan hanya untuk yang baik dan benar.

Sejak krisis ekonomi menghantam Indonesia ada pertengahan tahun 1997, perhatian kepada kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah meningkat karena berbagai studi tentang dampak krisis terhadap usaha kecil membuktikan bahwa sector ini mampu bertahan. Sejumlah sector juga mengalami peningkatan produktivitas yang antara lain disebabkan oleh naiknya permintaan. Kekuatan dan kinerja usaha kecil inilah yang tampaknya membuat banyak pihak, termasuk pemerintah, kemudian berharap banyak pada kelompok usaha kecil untuk dapat menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi dipandang telah menunujukkan kekuatan dan potenssi sesungguhnya dari kelompok usaha kecil dalam hal daya tahan menghadapi guncangan dalam hal peranannya sebagai salah satu motor pergerak ekonomi yang penting.

Secara spesifik, upaya pengembangan usaha kecil yang tercantum dalam dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut:

(29)

2. Propenas menyebutkan dua asek yang penting bagi perkembangan UMKM di sector industry dan perdagangan. Pertama, mengembangkan usaha kecil mikro, kecil, menengah, dan koerasi melalui pencitaan iklim usaha yang kondusif, peningkatan akses kepada sumber daya produktif, pengembangan kewirausahaan dan pengUsaha Mikro Kecil dan Menengah, dan koperasi berkeunggulan kompetitif. Kedua, memacu eningkatan daya saing melalui pengembangan ekspor, pengembangan industri kompetitif, penguatan institusi pasar, dan peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Selain itu, Buku RIP-IKM juga menyebutkan adanya rogram Revitalisasi dan pengembangan industry perdagangan yang bertujuan untuk menggerakkan sector riil dalam periode jangka pendek yang berfokus pada lima aspek. Pertama, revitalisasi industry pada cabang-cabang industry tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronika, alas kaki, pengolahan kayu, pilp, dan kertas. Kedua, pengembangan industry pada cabang-cabang industry kulit dan produk kulit, pengolahan ikan, pengelohan CPO, pupuk, alat pertanian, makan, software, perhiasan, dan kerajinan. Ketiga, penataan struktur industry yang berorientasi pasar dengan prioritas pada industry-industri yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Keempat, penugkatan teknologi industry. Kelima, pengembangan industry dengan fokus pada UMKM

(30)

1. Bahwa dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi perlu dukungan permodalan dan investasi dari program Penyediaan Modal Awal dan Padanan melalui Lembaga Modal Ventura ;

2. Bahwa penyelenggaraan program sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan yang semakin dinamis;

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengganti Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia tentang Petunjuk Teknis Perkuatan Permodalan Usaha Kecil, Menengah, Koperasi dan Lembaga Keuangannya dengan Penyediaan Modal Awal dan Padanan melalui Lembaga Modal Ventura dengan Peraturan Menteri.

Rincian dari peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Nomor 30/Per./M.KUMKM/VIII/2007 adalah sebagai berikut:

(31)

2. Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-orang atau Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor: 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

3. Usaha Kecil adalah Usaha milik warga negara Indonesia yang berbentuk badan usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

4. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar), sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 10 Tahun 1999 tentang Pembinaan Usaha Menengah.

5. KUMKM adalah Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

6. Modal Awal dan Padanan, yang selanjutnya disebut MAP adalah dana stimulan dalam bentuk pinjaman dari Pemerintah untuk disalurkan kepada Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Perusahaan Pasangan Usaha 7. Dana Padanan adalah dana yang disediakan oleh Lembaga Modal Ventura,

(32)

Bank Pelaksana dan Lembaga Keuangan Non Bank, untuk memperkuat permodalan Koperasi dan UMKM.

8. Bagi hasil adalah prosentase tertentu dari pendapatan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal ventura pada suatu periode tertentu sesuai perjanjian, yang akan diberikan oleh KUMKM-PPU kepada LMVD untuk keperluan pengembangan modal, penyaluran/ pengelolaan, pendampingan, penagihan, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pengembangan dana MAP.

9. Dinas/Badan Koperasi Kabupaten/kota adalah Perangkat Pemerintah Kabupaten/Kota yang membidangi pembinaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM di tingkat Kabupaten/Kota.

Ketentuan rencana strategis pemerintah Kabupaten Mandailing Natal yang diselenggarakan oleh dinas Perindustrian, Koperasi, UMKM dan Pasar Kabupaten Mandailing Natal dalam agenda pembangunan memiliki permasalahan utama sebagai berikut:

1. Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur, pelaku usaha industri, perdagangan, koperasi, UKM dan pasar belum dapat bekerja secara maksimal karena tingkat pengetahuan, keterampilan manajemen belum optimal.

2. Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung sehingga dapat mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas dan berusaha.

(33)

4. Daya serap teknologi aparatur dan pelaku usaha lemah dan kurangnya penguasaan informasi.

5. Kurangnya upaya yang dilakukan Dinas Perindustrian, Perdagangan, koperasi, UKM dan Pasar untuk mengadakan dan mengikat hubungan (jaringan) kerja dengan stakeholders.

6. Belum adanya pusat informasi dunia usaha.

7. Belum terdata secara akurat pelaku usaha Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM dan Pasar.

8. Kurangnya promosi dan jaminan pemasaran bagi produk industri UKM 9. Kurangnya perhatian pelaku usaha terhadap lingkungan.

10.Belum terdaftarnya produk-produk usaha kecil utamanya produk makanan dan minuman.

11.Kurangnya upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, .UKM dan Pasar

12.Tidak adanya tenagafungsional yang terampil.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka strategi yang dikembangkan antara lain:

1. Meningkatkan disiplin, keterampilan, manajemen dengan memberikan apresiasi terhadap aparatur, pelaku usaha yang berprestasi.

2. Meningkatkan kemampuan aparatur dan pelaku usaha untuk dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada, sehingga dapat memperluas kesempatan berwira usaha.

(34)

4. Memperbanyak frekuensi pelatihan dan informasi.

5. Membuat pendataan yang akurat agar program/kegiatan dapat memenuhi sasaran secara obyektif.

6. Peningkatan jaringan informasi sebagai penunjang pengembangan industri kecil menengah.

1.5.4.3 Peran UMKM di Bidang Ekonomi

(35)

1.5.4.4 Peran UMKM di Bidang Sosial

Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat.

1.5.5 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

1.5.5.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang memiliki kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 9 tahun 1995.

Kriteria Usaha Mikro Kecil tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bahan baku mudah diperoleh

2. Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan

3. Keterampilan dasar pada umumnya sudah dimiliki secara turun temurun 4. Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak

(36)

6. Melibatkan masyarakat lemah setempat, secara ekonomis menguntungkan (Ade Raselawati, 2011)

7. Memiliki kekayaan bersih paling banyak RP.2.000.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

8. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak RP.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

9. Milik warga Indonesia

10.Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berfiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah maupun usaha besar

11.Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usah yang berbadan hokum, termasuk koperasi (Sentot Harman Glendoh,2004).

Sesuai dengan undang-undang 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(37)

4. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan, menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 pasal 6, kriteria usaha mikro yaitu:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(38)

penyerapan tenaga kerja. Sebagai catatan, rata-rata UMKM bisa menyerap 3–5 tenaga kerja. Dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit UMKM, dalam dua tahun terakhir, jumlah tenaga yang terserap bertambah 15 juta orang. Melihat peran UMKM yang begitu strategis maka UMKM dapat mewujudkan salah satu Tujuan Pembangunan Milenium yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.

(39)

merupakan bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh UMKM dan dunia usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Asas efisiensi adalah asas yang mendasari pelaksanaan Pembinaan UMKM dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui Pembinaan UMKM yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri. Asas berwawasan lingkungan adalah asas Pembinaan UMKM yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Asas kemandirian adalah usaha Pembinaan UMKM yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian UMKM (UU No. 20/2008). Prinsip Pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No. 20/2008) adalah:

1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.

2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. 3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai

(40)

4. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

1.5.5.3 Sumber Permodalan Usaha Mikro Kecil dan Menangah (UMKM) Permodalan menjadi masalah klasik UMKM kita hingga saat pertama buku di cetak. Dari beberapa wawancara yang tim penulis lakukan dengan sejumlah pelaku UMKM, umumnya mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Tapi untuk beberapa kasus, tim penulis menemukan contoh ada pelaku usaha yg memulai usahanya dengan modal hanya 2 juta rupiah dan itupun pinjaman dari bank gelap alias rentenir, tapi setelah 5 tahun, kini memiliki omset penjualan mencapai sekitar 150 juta rupiah per-bulan. Pelaku usaha ini bahkan mampu menampung tenaga kerja sekitar 50 orang.

Ini menggambarkan betapa akses UMKM terhadap permodalan sangat kecil. Di lain pihak, kebijakan perbankan juga masih lebih berorientasi pada kredit konsumtif (kredit perumahan, kredit mobil, dll). Alokasi kredit yang dikucurkan oleh perbankan untuk konsumtif jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dan investasi. Alasannya, dengan bunga mencapai 40 persen pertahun, kredit konsumtif lebih menguntungkan. Sedangkan kredit pembiayaan dan investasi hanya sekitar 20 persen.

(41)

nasional, termasuk Bank Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Selanjutnya pada tahun 2004 meningkat secara signifikan menjadi 72,1 Trilyun rupiah. Pada tahun 2005 Bank Indonesia (BI) menargetkan akan menyalurkan kredit kepada sector UMKM sebesar 60,4 Trilyun rupiah. Peningkatan ini juga menunjukkan keyakinan perbankan bahwa pasar di sector masih luas.

Tapi kenyataan, para pelaku UMKM masih saja mengeluh, sebagai akibat bagi kreditnya mengakses kredit di perbankan. Bank selalu saja memberlakukan persyaratan standart bagi kreditur, termasuk berlaku juga bagi kalangan UMKM. Misalnya mengharuskan adanya bangunan dan kelengkapan surat-surat izin usaha. Padahal kenyataannya, masih cukup banyak UMKM yang bentuk usahanya belum memiliki izin formal (informal), tapi sangat produktif dan menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Ada beberapa bank yang cukup berani mengucurkan kredit bagi UMKM hanya dengan syarat-syarat yang sederhana dan mudah, seperti misalnya Bank Danamon DSP (Danamon Simpan Pinjam).

1.5.5.4 Faktor Penghambat Kemajuan Usaha Mikro Kecil dan Menangah (UMKM)

(42)

(Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal, minimnya ketrampilan manajemen serta masalah mental. Kendala-kendala inilah yang diharapkan dapat diatasi melaui sinergi kompak berbagai pihak, baik pemerintah maupun kalangan swasta.

Permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dapat dibagi ke dalam faktor internal dan faktor Eksternal yaitu antara lain meliputi:

1. Faktor Internal:

1) Kurangnya permodalan

2) Permodalan merupakan factor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup.

3) Sumber Daya Manusia yang terbatas

4) Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh pada manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang secara optimal.

5) Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Usaha Kecil Jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi rendah maka produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif.

2. Faktor Eksternal:

(43)

(UMKM). Terlihat dari masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan pengusaha besar.

2) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha.

3) Terbatasnya akses pasar Akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapt dipasarkan Secara kompetitif baik dipasar nasional maupun iternasional.

Permasalahan yang dimiliki Usaha Milro Kecil Menengah (Tambunan, 2002) adalah :

1. Kesulitan pemasaran

2. Hasil dari studi lintas Negara yang dilakukan oleh James dan Akarasanee (1988) di sejumlah Negara ASEAN menyimpulkan salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UMKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar ekspor.

3. Keterbatasan financial

4. UMKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.

(44)

6. Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UMKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin, organisasi, pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.

7. Masalah bahan baku

8. Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UMKM di Indonesia. Terutama selama masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah seperti sepatu dan produk-produk textile mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap dolar AS.

9. Keterbatasan teknologi

(45)

keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru.

1.5.6 Membangun Hubungan Dalam Sebuah Usaha

Sejak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan tahun 1997, perhatian kepada kelompok usaha mikro kecil dan menengah meningkat karena berbagai studi tentang dampak krisis terhadap usaha kecil membuktikan bahwa sektor ini mampu bertahan. Sejumlah sektor juga mengalami peningkatan produktivitas yang antara lain disebabkan oleh naiknya permintaan. Kekuatan dan kinerja usaha kecil inilah yang tampaknya membuat banyak pihak, termasuk pemerintah, kemudian berharap banyak pada kelompok usaha kecil untuk dapat menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi dipandang telah menunjukkan kekuatan dan potensi sesungguhnya dari kelompok usaha kecil dalam hal daya tahan menghadapi guncangan maupun dalam hal peranannya sebagai salah satu motor penggerak ekonomi yang penting

(46)

dan masih menggerogoti berbagai fasilitas dari pemerintah. Kedua, unit usaha kecil lebih mampu menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat. Dengan jumlahnya yang besar serta sifatnya yang umumnya padat karya, usaha-usaha kecil menyerap tenaga kerja yang besar. Ukuran unit kecil tetapi dalam jumlah banyak ini juga memungkinkan lebih banyak orang terlibat guna menarik manfaat darinya, baik sebagai bagian dari input maupun bagian dari penerima jasanya yang murah. Ketiga, didalam kondisi krisis saat ini usaha dan investasi yang masih berjalan dengan baikadalah investasi pada usaha-usaha yang berskala kecil. Perluasan produk pasar ekspor yang mungkin dilakukan, seperti pada komoditas garmen, akribisnis, serta pengolahan hasil hutan, merupakan produk-produk yang pengerjaannya banyak melibatkan dan dilakukan oleh pelaku usaha kecil.

1.5.7 Peran Kepemimpinan Terhadap Produktivitas UMKM

(47)

Hasil penelitian Kharisma Perdana Putra (2014) berhasil menemukan bahwa ada 3 faktor dalam kepemimpinan yang dapat mempengaruhi secara signifikan prestasi UMKM di Sumatera Barat yaitu participant leadership, supportive leadership, dan instrumental leadership. Participant Leadership, ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Supportive Leadership, pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002). Instrumental Leadership, menurut Rivai (2003) kepemimpinan instrumental leadership adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi.

(48)

ditetapkan, maka seorang pemimpin yang baik harus lebih dahulu taat pada peraturan tersebut.

1.6 Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (1997:33) konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melaluikonsep, penelitian ini diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya.

Untuk menghindari batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini peneliti mengumukakan definisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu :

1. Pembinaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Pasar terhadap perkembangan UMKM Kerupuk Kipang di Mandailing Natal.

(49)

1.7 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang di analisis.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas masalah permasalahan yang diteliti.

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Message Box berisi sebua message akan ditampilkan tepat diatas sebuah form dan akan hilang ketika mendapat respon dari user dengan menklik tombol yang ada pada Message Box

Beban kerja perawat memiliki dampak yang luas sehingga harus menjadi perhatian bagi institusi pelayanan kesehatan terlebih bagi profesi perawat, seperti penelitian (Carayon dan

Jika banyak siswa yang ikut kegiatan renang 48 orang, maka banyak siswa yang ikut kegiatan drama adalah ….. Modus dari data tersebut

Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2013 tersebut terdiri dari: 1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksa atas LKPP Tahun 2013; 2) LHP atas LKPP

atau perlakuan yang dilakukan untuk seorang atau masyarakat juga dipaparkan sebagai penatalaksanaan. Intervensi yang dilakukan yaitu memberikan terapi seduhan air

Data kubikal yang menyimpan data utuk memetakan pergerakan revolusi sosial dunia Data kubikal ini akan dilakukan analisa, mencaup drilling data generalisasi,

Ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di Departemen tersebut..

Hasil perencanaan ini telah memberikan layanan yang sangat baik untuk user dan pelanggan.Setelah diketahui jumlah antena pRRU yang digunakan, panjang kabel, tata