• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Strategi Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam Upaya Meningkatkan Pengawasan Hutan (Studi Pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Riau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Strategi Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam Upaya Meningkatkan Pengawasan Hutan (Studi Pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Riau)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani dan alam nabati maupun berupa fenomena alam baik secara masing-masing maupun bersama-sama yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang lingkungannya tidak dapat tergantikan. Ekosistem dapat berjalan dengan baik apabila lingkungan dapat berjalan seimbang. Tindakan yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan kerusakan hutan dan kepunahan pada salah satu sumber daya alam hayati maupun ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian yang besar pada masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Sedangkan upaya pemulihan dari kerusakan tersebut menjadi ke bentuk keadaan semula tidak memungkinkan lagi.

(2)

Hutan merupakan salah satu bentuk dari sumber daya alam hayati dan memiliki ekosistem yang beraneka ragam yang terkandung di dalamnya. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 1 angka 2 disebutkan pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Perhitungan luas kawasan hutan di Indonesia ialah 133.694.685,18 Ha.1

Apabila hutan seluas itu dimanfaatkan dan dikelola dengan sebaik-baiknya, maka tentunya akan memberikan dampak dan manfaat dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Hasil hutan, baik untuk dinikmati maupun diusahakan mengandung banyak manfaat bagi kesinambungan kehidupan makhluk hidup. Dilihat dari manfaatnya, hutan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan dan makhluk hidup diantaranya sebagai pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat secara ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu, pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 1945, UU No. 5 Tahun 1990, UU No. 41 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2009, PP No. 28 Tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen

1

(3)

Pengusahaan Hutan. Namun, gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.

Di tahun 2015, kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 75%.2 Ini sangat signifikan karena karbondioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara rata-rata 1o Celcius akan lebih panas menjelang tahun 2025.3

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang semakin sering terjadi saat ini. Dampak kebakaran hutan yang sangat dirasakan oleh manusia berupa kerugian ekonomis yaitu hilangnya manfaat dari potensi hutan seperti tegakan pohon hutan yang biasa digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan bangunan, bahan makanan, dan obat-obatan, serta satwa untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani dan rekreasi. Kerugian lainnya berupa kerusakan ekologis yaitu berkurangnya luas wilayah hutan, tidak Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit yang diprediksi dapat terjadi.

(4)

tersedianya udara bersih yang dihasilkan vegetasi hutan serta hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan pencegah terjadinya erosi.

Adapun dampak negatif lainnya yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Selain itu juga terdapat dampak global dari kebakaran hutan dan lahan yang langsung dirasakan adalah pencemaran udara dari asap yang ditimbulkan mengakibatkan gangguan pernapasan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Gangguan asap karena kebakaran hutan di Indonesia telah terjadi pada tahun 1997-1998, 2002-2005, dan yang baru-baru ini terjadi di tahun 2015 menghasilkan asap yang bukan hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia, namun juga negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam serta mengancam terganggunya hubungan transportasi udara antar negara.4

Menurut Danny (2001: 24), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan adalah karena aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam. Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997:78), bisa terjadi karena sambaran petir, benturan longsuran batu, dan singkapan batu bara. Namun menurut Saharjo dan Hudsaeni (1998:56), kebakaran karena proses alam tersebut sangatlah kecil dan kurang dari 1%.

4

(5)

Kebakaran Hutan terpicu oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994, dan 1997.5

1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah

Perkembangan kebakaran tersebut juga memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang hampir terjadi di seluruh provinsi di Indonesia, serta tidak hanya pada kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan.

Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:

2. Pembukaan lahan oleh para pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) untuk Industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.

3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan sehingga menimbulkan konflik antara hukum adat dan hukum positif negara.

5

(6)

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan di mana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah, dan praktis. Namun, pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove 1998:65). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflase dari penebangan liar yang memanfaatkan jalan Hak Pengusahaan Hutan dan berada dikawasan Hak Pengusahaan Hutan.

Pembukaan hutan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metode pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metode ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi, dan lahan lainnya.6

Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki

6

(7)

secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidakadilan menjadi pemicu kebakaran hutan oleh masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.

Kebakaran Hutan di Riau sudah menjadi persoalan tahunan bagi Provinsi ini di tengah-tengah musim kemarau. Pada awal tahun 2013, kebakaran hutan di Riau memicu pemberitaan di sejumlah media nasional Pemerintah pusat dimana saat itu belum melakukan koordinasi langsung dengan pemerintah daerah karena menganggap persoalan kabut asap di Riau merupakan tanggung jawab pemerintah daerah setempat. Tidak lama kemudian, pemberitaan media nasional bergeser pada negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Kebakaran hutan di Riau menyebabkan asap tebal dan juga menyelimuti negara tetangga Singapura dan Malaysia sejak Juni 2013 lalu.7

Kabut Asap akibat pembakaran hutan di Riau juga turut meresahkan berbagai lapisan masyarakat bahkan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.8

7

Maharani, Ini Sebab Kabut Asap Hutan Riau Selimuti Singapura, Volume 1 Nomor 3, 2013.

Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kabut asap Sumatera pada umumnya, dan Riau pada khususnya tidak lepas dari pengelolaan lingkungan yang tidak berkelanjutan (tidak bertanggung jawab) sehingga dampak kebakaran ini sangat massif. Dalam perkembangan kasus kebakaran hutan di Provinsi Riau terdapat satu kabupaten yang mengalami tingkat kebakaran tertinggi setiap tahunnya yaitu Kabupaten Siak yang dimana sampai dengan tahun 2010, luas

8

(8)

kawasan lahan dan hutan sekitar ± 324.865,03 Ha atau sebesar 37,97%. Sedangkan luas produksi tanaman kelapa sawit dan kombinasi lainnya sampai dengan tahun 2010 yaitu:

Tabel 1.1

Luas Hutan Produksi

No. Tanaman Luas (hektar atau ha)

1. Kelapa 1.606, 41 ha

2. Karet 13.614,45 ha

3. Kopi 130,65 ha

4. Sagu 3.457,50 ha

5. Coklat 51,25 ha

6. Pinang 201,32 ha

7. Sawit 232.858,11 ha

Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Siak Tahun 2015

(9)

Tabel 1.2

Berikut Data Rekapitulasi Luas Kebakaran Lahan dan Hutan di Kabupaten

Siak Tahun 2006 s/d 2015

No Tahun Kecamatan Luas Areal

Jumlah Luas Areal Terbakar ± 8874 Ha

Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Siak Tahun 2006 s/d 2012

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa kebakaran hutan telah menjadi fenomena dari tahun ke tahun. Hal ini juga dapat dilihat dari rentang jumlah kebakaran yang tidak mengalami penurunan secara signifikan, akan tetapi meskipun pada tahun 2014 bencana kebakaran lahan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun ke tahun sebelumnya, yaitu tahun 2015 yang mengalami jumlah tingkat kebakaran yang paling tinggi. Kebakaran hutan senantiasa terjadi di Kabupaten Siak sejak 8 tahun terakhir ini kurang lebih 8.874 hektar.

(10)

hutan. Adapun yang dilaksanakan dalam kegiatan pengawasan hutan melibatkan beberapa pihak-pihak yang terkait diantaranya yaitu:

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 2. Badan Lingkungan Hidup (BLH)

3. Manggala Agni DAOPS Kabupaten Siak

Tujuan dari kegiatan pengawasan kebakaran hutan dengan melibatkan beberapa pihak adalah agar setiap kebakaran hutan yang terjadi secepat mungkin dapat ditanggulangi secara optimal, efektif dan efisien. Kegiatan pengawasan hutan yang melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya yaitu:

1. Melakukan patroli rutin dengan Polisi Kehutanan yang bertugas untuk mendeteksi kondisi langsung di lapangan.

2. Melakukan koordinasi dengan BMKG untuk memantau titik api (hotspot) dan memberikan informasi mengenai perkembangan titik api tersebut. 3. Melakukan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penyuluhan untuk

memberikan edukasi kepada masyarakat lokal agar tidak membuka lahan dengan cara tradisional.

(11)

daripada upaya pencegahan sehingga upaya untuk meminimalisir kebakaran hutan masih belum maksimal.

Oleh karena itu, maka berbagai perubahan yang terjadi harus disikapi dan diantisipasi secepatnya oleh Pemerintah Daerah dengan menerapkan strategi yang efektif guna memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki dan mempertimbangkan pengaruh eksternalnya. Atas dasar inilah perlu adanya kajian mengenai strategi yang tepat untuk melakukan pengawasan terhadap masalah kebakaran hutan yang sudah menjadi bencana tiap tahunnya di Kabupaten Siak.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis sangat tertarik melakukan penelitian untuk mencari alternatif strategi terkait upaya meningkatkan pengawasan hutan terhadap kasus kebakaran hutan di Kabupaten Siak. Adapun judul penelitian penulis adalah “Implementasi Strategi Dinas Kehutanan Dalam Upaya Meningkatkan Pengawasan Hutan Pada Kasus Kebakaran Hutan di

Kabupaten Siak, Provinsi Riau”.

1.2 Rumusan Masalah

(12)

masalah yaitu “Bagaimana Implementasi Strategi Dinas Kehutanan dalam upaya meningkatkan pengawasan hutan di Kabupaten Siak?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian harus memiliki tujuan yang jelas agar tepat mengenai sasaran yang dikehendaki dan dapat pula memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang strategi-strategi yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana implementasi strategi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Provinsi Riau dalam upaya meningkatkan pengawasan hutan.

(13)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.

3. Secara akademis, penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

1.5 Kerangka Teori

Teori dapat dikatakan sebagai unsur yang paling besar perannya dalam penelitian. Teori memberikan landasan dan titik tolak kepada peneliti dalam mencoba menerangkan dan menelaah masalah atau fenomena yang terjadi sehingga menjadi lebih sistematis. Menurut Kerlinger dalam Efendi (2015:35) mendefinisikan teori sebagai serangkaian konsep, asumsi, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu.

(14)

menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara variabel bebas dan variabel terikat.

Menurut Hasan (2002:47), Landasan teori merupakan bagian dari penelitian yang memuat teori-teori yang berasal dari studi kepustakaan yang berfungsi sebagai kerangka teori dalam menyelesaikan penelitian. Landasan teori ini, sering disebut juga sebagai kerangka teori atau tinjauan pustaka.

Dengan demikian, dalam kerangka teori ini dikemukakan atau diberikan penjelasan mengenai variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian dan uraian yang lengkap serta mendalam sehingga dapat membantu memberikan referensi dalam penelitian. Dalam penelitian ini, adapun kerangka teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.5.1 Strategi

Suatu organisasi membutuhkan cara dalam mencapai tujuan-tujuan sesuai dengan dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki suatu organisasi. Kata “Strategi” pada awalnya digunakan untuk kepentingan militer saja tetapi kemudian berkembang ke berbagai bidang yang berbeda seperti bisnis, olahraga, ekonomi, pemasaran, perdagangan, manajemen startegik, dan lain sebagainya.

(15)

diharapkan oleh para pelanggan di masa datang. Jadi strategi seringkali dimulai dari apa yang dapat terjadi.

Sedangkan menurut Jamiko (2003:4) mendeskripsikan strategi sebagai suatu cara dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya sesuai dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal organisasi. Terdapat tiga faktor yang memberikan pengaruh penting terhadap strategi yaitu lingkungan eksternal, sumber daya, dan kemampuan internal serta tujuan yang akan dicapai.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat diartikan bahwa strategi merupakan suatu cara atau rancangan yang berorientasi pada masa depan, disusun secara matang dan memiliki keunggulan dengan memperhatikan dan memanfaatkan aspek lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

1.5.1.1 Proses dan Model Perumusan Strategi

Untuk memfokuskan pengembangan strategi suatu organisasi yang efektif maka dilakukanlah analisis organisasi pada saat ini. Menurut Sumarsan (2010:64), proses perumusan strategi yang terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Formulasi Strategi

Terdiri dari serangkaian kegiatan meliputi:

(16)

b. Mengidentifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman eksternal c. Membuat visi dan misi

d. Menentukan tujuan jangka panjang e. Membangun strategi alternatif 2. Implementasi Strategi

Membuat tujuan jangka pendek, membuat kebijakan-kebijakan, melakukan desain struktur organisasi, mengalokasikan dan mengendalikan sumber daya serta me-manage perubahan strategi.

3. Evaluasi dan Pengendalian Kinerja

Terdiri dari serangkaian kegiatan, meliputi:

a. Meninjau kembali faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi yang ada sekarang.

b. Mengukur kinerja

c. Mengambil tindakan-tindakan korektif

1.5.1.2 Manfaat Strategi

Strategi memberikan langkah-langkah dan bagaimana langkah-langkah tersebut harus dilakukan dan bagaimana langkah-langkah tersebut harus dilakukan dalam mencapai tujuan. Menurut Dirgantoro (2001:9) menyatakan bahwa strategi memiliki manfaat, antara lain:

(17)

2. Untuk meningkatkan keuntungan organisasi walaupun kenaikan keuntungan organisasi bukan secara otomatis dengan menerapkan strategi. 3. Membantu mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengeksploitasi

peluang

4. Menyiapkan pandangan terhadap manajemen masalah

5. Menggambarkan kerangka kerja untuk meningkatkan koordinasi dan kontrol tehadap aktivitas.

6. Meminimumkan pengaruh dan perubahan

7. Memungkinkan keputusan utama untuk mendukung tujuan yang ditetapkan

8. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang efektif 9. Membantu perilaku yang lebih terintegritas

1.5.2 Manajemen Strategis

Manajemen strategis memungkinkan suatu organisasi untuk lebih proaktif dibanding reaktif dalam membentuk masa depan sendiri. Hal ini memungkinkan suatu organisasi untuk mengawali dan mempengaruhi aktivitas dan dengan demikian dapat berusaha keras mengendalikan tujuan sendiri.

(18)

mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Dirgantoro (2001:9), memberikan definisi tentang manajemen strategik, yaitu:

1. Suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan match dengan lingkungannya, atau dengan kata lain, organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahan-perubahan di dalam lingkungannya yang bersifat internal maupun eksternal.

2. Kombinasi ilmu dan seni untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan yang bersifat cross-fungtional yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan.

Berdasarkan definisi manajemen strategis menurut para ahli tersebut, maka dapat dikatakan manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan, baik eksternal maupun internal yang dilakukan secara terus menerus, mencakup perumusan strategi (perencanaan strategis dan perencanaan jangka panjang), impelementasi strategi, evaluasi, dan pengendalian dalam membantu usaha pencapaian tujuan.

1.5.2.1 Proses Manajemen Strategis

(19)

Menurut Dirgontoro (2001:12), proses manajemen strategis terdiri dari: 1. Analisis Lingkungan

Analisis Lingkungan dilakukan dengan tujuan utamanya adalah melihat kemungkinan-kemungkinan peluang (opportunity) yang bisa muncul serta kemungkinan-kemungkinan ancaman (threat) yang bisa terjadi diakibatkan oleh perubahan yang terjadi baik dilingkungan bisnis maupun lingkungan organisasi. Analisis lingkungan juga dilakukan terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi untuk melihat seberapa besar organisasi dapat memanfaatkan peluang yang ada atau mengantisipasi ancaman dan tantangan yang muncul.

2. Penetapan Visi, Misi, dan Objektif

Menetapkan visi yang dimaksud untuk memberikan arah tentang akan menjadi apa organisasi di masa yang akan datang. Misi lebih spesifik dibandingkan oleh visi. Dan objektif lebih kepada penetapan target secara spesifik dan sedapat mungkin terukur.

3. Formulasi Strategi

Pada tahapan ini penekanan lebih diberikan kepada aktivitas-aktivitas utama yang antara lain adalah:

a. Menyiapkan strategi alternatif b. Pemilihan strategi

(20)

Tahapan ini adalah tahapan dimana strategi yang telah diformulasikan tersebut kemudian diimplementasikan. Dalam implementasi ini beberapa akivitas kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Menetapkan tujuan tahunan b. Menetapkan kebijakan c. Memotivasi karyawan

d. Mengembangkan budaya dan mendukung e. Menetapkan struktur organisasi yang efektif f. Menyiapkan budget

g. Mendayagunakan sistem informasi

h. Menghubungkan kompensasi karyawan dengan performance perusahaan

5. Pengendalian Strategi

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas implementasi strategi. Aktivitas utama dalam tahapan pengendalian strategi ini adalah:

a. Review faktor eksternal dan internal yang merupakan dasar strategi yang ada.

(21)

1.5.2.2 Manfaat Manajemen Strategis

Manajemen strategis membantu organisasi dalam membuat suatu strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis, dan rasional pada pilihan strategis. Menurut Greenly dalam David (1998:19), menyatakan bahwa manajemen strategis menawarkan manfaat, yaitu:

1. Memungkinkan mengenali, menetapkan prioritas dan memanfaatkan berbagai peluang

2. Menyediakan pandangan objektif mengenai masalah manajemen

3. Menjadi kerangka kerja untuk memperbaiki koordinasi dan pengendalian aktivitas

4. Meminimalkan pengaruh kondisi dan perubahan yang merugikan

5. Memungkinkan keputusan utama yang lebih baik mendukung sasaran yang telah ditetapkan

6. Memungkinkan alokasi waku dan sumber daya yang efetif untuk mengenali peluang

7. Memungkinkan sumber daya yang lebih kecil dan waktu yang lebih sedikit dicurahkan untuk mengoreksi kesalahan atau keputusan

8. Menciptakan kerangka kerja untuk komunikasi internal diantara staff 9. Membantu memadukan tingkah laku individu menjadi usaha total 10. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab individu 11. Memberikan dorongan untuk pemikiran kedepan

(22)

13. Mendorong sikap yang menerima perubahan

14. Memberikan tingkat disiplin dan formalitas yang tepat pada manajemen dari suatu organisiasi.

1.5.3 Implementasi Strategi

Implementasi strategi adalah rangkaian aktivitas dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk mengeksekusi perencanaan strategi. Artinya apa yang kita rumuskan pada strategi dan kebijakan kita terapkan dalam berbegai program kerja, anggaran, dan prosedur-prosedur.

Rumusan strategi yang baik, tidak ada artinya bila tidak diterapkan dalam implementasi. Begitu pula implementasi tidak akan berkontribusi baik pada perusahaan jika rumusan strateginya tidak baik. Keberadaan manajemen strategi tidak untuk mendikte tujuan, sebaliknya tujuan dan sasaran harus dipengaruhi oleh peluang yang tersedia. Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam usaha pencapaian tujuan dalam manajemen strategi, yaitu :

(23)

b. Keputusan manajemen strategi tidak berarti apa-apa tanpa implementasi. Strategi tergantung pada kemungkinan dan taktik yang potensial. Keputusan strategi harus dapat mencapai tujuannya.

c. Pertumbuhan dan Struktur Organisasi. Tahap implementasi strategi memerlukan pertimbangan dalam penyusunan struktur organisasi, karena keselarasan struktur dengan strategi merupakan satu hal yang penting untuk tercapainya implementasi strategi. Pertumbuhan organisasi terjadi kala skala organisasi berkembang. Pertumbuhan yang terjadi bisa vertical dan bisa juga horizontal. Pertumbuhan organisasi menghasilkan berbagai bentuk struktur organisasi seperti stuktur fungsional, divisional geografis, organisasi unit bisnis, organisasi matrik dan struktur organisasi horizontal. d. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Budaya organisasi sesungguhnya

(24)

Untuk memulai proses implementasi para perencana strategi perlu memahami dengan jelas mengenai ketiga hal berikut :

a. Implementor (Pelaksana Strategi)

Tentang siapa yang akan mengimplementasikan strategi yang sudah dirumuskan biasanya tergantung skala organisasi dan bagaimana struktur yang ada. Namun, secara umum implementasi sebagian besar dilakukan oleh para manajer dan supervisor. Dulu saat pengetahuan tidak semudah sekarang pemerolehannya, seakan-akan manajemen puncaklah yang paling tahu urusan strategi. Kini, walaupun mungkin dari segi banyaknya waktu, keterlibatan para manajer menengah tidak sebanyak manajemen puncak, keterlibatan mereka dalam perumusan strategi bisa cukup signifikan memang para manajer dan supervisor inilah yang menerjemahkan apa yang sudah ada pada rumusan strategi (yang dibuat oleh para perencana strategis: para manajemen puncak, dan manajer umum), untuk diimplementasikan dilapangan. Meskipun demikian, sebaiknya, ini bukan berarti komitmen dari manajemen puncak tidak diperlukan. Pada sebagian mengenai pentingnya eksekusi dibawah, kita akan membahas lebih jauh mengenai perlunya dukungan puncak bila eksekusi strategi ingin berhasil.

b. Hal-hal yang Diperlukan dalam Implementasi Strategi

(25)

1) Program

Pertama program harus terkait dengan rumusan strategi yang sudah dibuat. Kemudian sedapat mungkin bersifat action-oriented. Karena itu, didalam dokumen program kerja dianjurkan menuliskan item programnya dengan kata kerja. Rumusan strategi pengimplementasiannya dengan “mengunjungi”. Karena “mengunjungi” merupakan rencan tindak (action-plan) bagi si manajer. Dalam formulir rencana kerja rumusannya menggunakan rencana kerja serta indikator pencapaian dari rencana tindak atau outcome yang ingin dicapai dinyatakan dalam bentuk kuantitatif serta menyatakan hasil yang diharapkan. Dalam banyak format juga menyertakan anggaran yang diperlukan serta pihak yang bertanggung jawab atas pencapaian program. Dengan seperti ini pihak yang menyelenggarakan bisa mengukur sendiri pencapaiannya dan hal ini juga dapat memudahkan para atasan menajer memantau proses pencapaian rencana aksinya.

2) Anggaran

Anggaran adalah sebuah program dalam bentuk uang dan sering kali disebut juga sebagai darahnya program. Strategi tidak berjalan dengan baik karena anggaran yang ditetapakn tidak dapat direalisasikan. Biasanya terjadi karena: pertama, dalam menyusun program, manajer tidak realistis dengan situasi

(26)

Untuk membuat strategi bisnis efektif, maka ia harus ditopang oleh penganggaran yang baik pula. Karena, strategi adalah keputusan strategi perusahaan tentang bagaimana cara kita mencapai apa yang menjadi sasaran. Dari sisi penganggaran, bagaimana keakuratan serta kecepatan memprediksi menjadi penting dlam hal ini. Manfaat dari pengintegrasian antara lain:

a) Dengan pengintegrasian, visi, target, serta pengeksekusian strategi terjadi secara menyeluruh, tidak terpisah-pisah

b) Respon yang lebih cepat terhadap situsi pasar dan bisnis, dan lebih akurat dalam membuat perkiraan, termasuk proyeksi pemasukan.

c) Sasaran ukuran atas kinerja menjadi lebih jelas.

d) Dalam melakukan analisis, karena didukung oleh data yang falid dan akurat, analisisnya juga menjadi lebih akurat.

e) Memberikan wawasan bagi setiap level dan bagian yang melaksanakan implementasi strategi, terutama untuk hal-hal yang terkait dengan faktor-faktor yang berkontribusi atas biaya dan pendapatan.

f) Tingkat sukses yang tinggi dalam pemenuhan sasaran strategic karana secara tepat waktu memonitor kinerja, mengambil tindakan, dan mempersiapkan masa depan.

(27)

bawah bisa saling dipahami oleh setiap departemen, serta bisa saling beradaptasi dan berkoordinasi atas anggaran rencana dan anggaran yang dibuat.

3) Prosedur

Dalam banyak kasus, pembuatan prosedur ini tidaklah selalu dibuat setelah progam kerja dan anggaran diselesaikan, karena prosedur sebelumnya bisa saja sudah ada. Prosedur ini adalah urutan-urutan aktivitas yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan sebuah bagian pekerjaan dalam program. Dengan adanya prosedur, maka kita dapat menjamin sebuah pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan hasilnya sesuai dengan harapan.

Pembuatan prosedur ini membutuhkan pemahaman yang baik atas proses kerja atau bisnis satu aktifitas atau kelompok aktivitas. Dengan inilah organisasi lebih menyukai mereka yang berpengalaman dalam satu bidang karena umumnya lebih bisa menggambarkan dengan baik bagaimana urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan.

(28)

a. Cara Pengimplementasian Strategi

Agar semua pekerjaan dalam implementasi dapat berjalan mulus, perusahaan perlu mengorganisasi semuanya dengan tepat. Menurut Ansoff (dalam Crown, 2004 : 45), bentuk perusahaan seharusnya ditentukan dengan hakikat strategi yang dirumuskan. Jadi kalau perusahaan memilih strategi difersifikasi, atau integrasi, maka struktur organisasi juga harus turut menyesuaikan. Pembahasan bentuk organisasi terkait dengan pengimplementasian strategi, kerap juga dihubungkan dengan kemampuan organisasi untuk merespon berbagai perubahan lingkunagan. Ansoff (dalam Crown, 2004 : 45), mengusulkan bahwa kemampuan merespons penting untuk kesuksesan sebuah strategi. Menurutnya ada empet tipe utama dari respon yang dapat melayani berbagai tujuan yang berbeda dari organisasi, yaitu :

1) Operational Responsiveness, disini fokus organisasi adalah bagai mana meminimalkan biaya operasi dalam perusahaan.

2) Competitive Responsiveness, yang mengoptimalkan kemampulabaan perusahaan.

3) Innovative Responsiveness, yang mengembangkan potensi untuk dapat memperoleh laba dalam jangka pendek.

4) Increpreneurie Responsiveness, yang mengembangkan potensi kemampu labaan dalam jangka panjang.

(29)

santdardisasi. Sedangkan untuk Innovative Responsiveness, perusahaan dapat mengoptimalakn pengembangan produ baru dan strategi pemasaran dari unit-unit bisnisnya.

1.5.4 Pengawasan

Berbicara masalah organisasi erat kaitannya dengan salah satu fungsi manajemen yaitu pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang turut menentukan tercapai tidaknya tujuan suatu perusahaan. Pengawasan merupakan aktivitas kerja untuk menilai apakah kegiatan yang dilakukan telah berjalan sesuai rencana atau tidak, sehingga segala penyimpangan yang akan terjadi dapat dihindari sedini mungkin, dengan cara mengamati setiap kegiatan baik yang telah selesai maupun yang sedang atau akan dilaksanakan.

(30)

pelaksanaan kerja agar supaya segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, petunjuk-petunjuk dan instuksi-instruksi sehingga tujuan yang telah ditentukan tercapai.

Di dalam pengawasan membutuhkan suatu usaha bimbingan, membina, dan mengawasi gerakan pegawai dan unit kerja untuk bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan agar berpedoman kepada petunjuk baku dan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Pengawasan meliputi kegiatan penilaian atas hasil kerja yang telah dilakukan. Bila terdapat kesalahan pada suatu tindakan yang menyimpang dari standar yang telah ditetapkan maka diperlukan tindakan korelatif sesuai dengan langkah, prosedur dan ukuran yang telah ditentukan.

Siagian dalam buku Filsafat Administrasi (1997:45) mengatakan bahwa pengawasan adalah proses pengawasan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercipta atau berjalan dengan perencanaan yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi yang telah dikeluarkan dan prinsip-prinsip yang diterapkan. Menurut Winardi (2000:161), terdapat faktor-faktor yang mengharuskan adanya pengawasan:

(31)

b. Pengawasan harus memang diperlukan karena terdapat adanya satu keterlambatan antara waktu dan sasaran saat direalisasikan.

Menurut Irawan (2000:252), berdasarkan sifatnya pengawasan dibedakan atas: a. Pengawasan preventif: pengawasan yang dilakukan sebelum bertindak

kegiatan dilakukan.

b. Pengawasan reprensi yaitu pengawasan yang dilakukan setelah tindakan kegiatan dilakukan

c. Kegiatan tindakan yang dapat membandingkan apa yang telah terjadi dan apa yang seharusnya terjadi.

Beberapa asas-asas yang pengawasan menurut Koontz dan O’donell dalam Hasibuan (2005:243), yaitu:

1. Pengawasan harus ditujukan kearah tercapainya tujuan (principle of assurance of objective) yaitu dengan mengandalkan perbaikan untuk

menghindari penyimpangan-penyimpangan dari rencana.

2. Pengawasan itu efisien (principle of eficiency of control), jika dapat menghindari penyimpangan dari rencana, sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain di luar dugaan.

3. Pengawasan hanya dapat dilakukan jika pimpinan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana (principle of responsibility)

(32)

5. Teknik kontrol yang paling baik (principle of direct control) adalah mengusahakan adanya pimpinan bawahan yang berkualitas baik.

6. Pengawasan harus dilaksanakan dengan baik (principle of reflection plans) sehingga dapat mencerminkan karakter dan susunan rencana.

7. Pengawasan harus dilakukan sesuai dengan struktur organisasi (principle of organization suitability)

8. Pengawasan harus sesuai dengan kebutuhan pimpinan (principle of individual of control)

9. Pengawasan yang efektif dan efisien (principle of standar), memerlukan standar yang tepat yang akan digunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai.

10. Pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam organisasi (principle of strategic point control)

11. Efisien dalam pengawasan membutuhkan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor kekecualian (the exception principle). Kekecualian ini dapat terjadi dalam keadaan tertentu ketika situasi berubah atau tidak sama.

12. Pengawasan harus luwes (principle of flexibility of control) agar mengindari kegagalan pelaksanaan rencana

(33)

14. Pengawasan dapat dilakukan (principle of action), apabila ada ukuran untuk mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan.

Dengan demikian bahwa asas-asas pengawasan diatas secara langsung akan sangat menghindarkan organisasi dari kesalahan yang besar yang dapat mengancam keberlangsungan hidup organisasi itu sendiri dan juga untuk meningkatkan keefektifan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Asas-asas ini menunjukkan bahwasanya pengawasan bukanlah hal yang dapat melakukan apa saja, melainkan sebuah aktivitas yang sangat mempengaruhi keoptimalan kinerja sebuah organisasi. Langkah-langkah dalam pengawasan menurut Herujito (2004:96) adalah:

a. Menetapkan standar pelaksanaan dan metode, yaitu bisa berupa standar waktu, fisik atau kualitas / standar keuangan.

b. Menetapkan prestasi kerja, yaitu dapat dilakukan melalui observasi, pengujian atau laporan tertulis.

c. Membandingkan standar dengan hasil atau pelaksanaan kegiatan yaitu menganalisis apakah prestasi kerja memenuhi syarat.

d. Mengambil tindakan koreksi.

Sukanto (2002:65) pengawasan yang efektif dapat dilakukan dengan 3 cara, yakni:

a. Adanya ukuran dan standar

(34)

Syafri (2004:15), bahwa langkah-langkah proses pengawasan yang baik meliputi: a. Expectation yaitu merumuskan apa yang diinginkan dari pelaksanaan

tugas

b. Allocation yaitu mengalokasikan sumber-sumber yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Monitoring performance yaitu mencatat dan memonitoring hasil kegiatan. d. Correction action yaitu melakukan tindakan koreksi jika hasil kegiatan

berbeda dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Silalahi (2003:176) menyatakan bahwa dalam pengawasan diperlukan langkah:

a. Menentukan objek yang diawasi.

b. Menentukan standar sebagai alat ukur pengawasan atau menggambarkan kondisi pengawasan yang dikehendaki.

c. Menentukan prosedur, waktu, dan teknik yang ingin digunakan d. Mengukur hasil kerja yang ingin dilaksanakan

e. Membandingkan antara hasil kerja dengan standar untuk mengetahui apa ada perbedaan

f. Melakukan tindakan-tindakan perbaikan terhadap suattu penyimpangan yang berarti.

(35)

1. Titik kontrol strategis, kontrol terbaik hanya bisa diperlukan apabila titik kritis di definir dan diperhatikan khusus diarahkan pada penyesuaian titik tersebut.

2. Umpan balik, yakni proses penerapan informasi yang lalu terhadap kegiatan yang akan datang.

3. Kontrol fleksibel, setiap kontrol harus peka terhadap perubahan kondisi. 4. Kesesuaian organisasi, yaitu agar kontrol perpola untuk keperluan

organisasi

5. Kontrol diri, disini dimaksudkan bahwa tiap unit dapat mengontrol unit itu sendiri, karena masing-masing unit mempunyai tujuan sendiri.

6. Kontrol langsung maksudnya setiap sistem kontrol harus di desain sedemikian rupa untuk memelihara kontak langsung antara pengontrol dengan yang dikontrol

7. Fakta manusia, maksudnya adalah setiap pelaksana pengontrolan akan menyangkut orang, sedangkan orang mempunyai faktor psikologis yang kadang-kadang menyebabkan gagalnya sistem sehingga dalam hal ini, kontrol dapat erat kaitannya dengan fungsi komunikasi.

Adapun pelaksanaan pengawasan yang efektif menurut Handoko (2003:373) yaitu:

(36)

2. Tepat waktu, informasi harus dikumpulkan, disampaikan, dan dievaluasi secukupnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.

3. Objektif dan menyeluruh, informasi harus mudah dipahami dan bersifat objektif serta lengkap.

4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategi. Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang dimana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang mengakibatkan kerusakan paling fatal.

5. Realistis secara ekonomis yaitu biaya pelaksanaan sistem pengawasan hasil lebih rendah atau paling tidak sama dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.

6. Realistis secara organisasional yaitu sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi.

7. Terkoordinasi dengan aliran kerja nasional, yaitu informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi. Karena setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi dan informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya.

8. Fleksibel yaitu sistem pengawasan harus fleksibel untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman atau kesempatannya dari luar. 9. Bersifat sebagai petunjuk operasional, sistem pengawasan efektif apa yang

seharusnya diambil.

(37)

Untuk dapat melaksanakan pengawasan maka harus dilalui beberapa tahap atau langkah dari pengawasan tersebut. Menurut Manullang (2006:183) mengatakan ada beberapa proses pengawasan:

1. Menetapkan alat ukur

a. Standar dalam bentuk fisik 1) Kualitas

2) Kuantitas 3) Waktu

b. Standar dalam bentuk uang 1) Standar biaya

2) Standar penghasilan 3) Standar investasi 2. Mengadakan penilaian (evaluate)

a. Dari laporan tertulis bawahan baik laporan atau laporan istimewa b. Mengunjungi bawahan untuk menanyakan hasil pekerjaan untuk

memberikan laporan.

3. Mengadakan tindakan perbaikan (correction action)

(38)

a. Harus diketahui terlebih dahulu yang menyebabkan terjadinya penyimpangan itu.

b. Bila sudah dapat ditetapkan dengan sebab-akibat terjadinya penyimpangan baru diambil tindakan perbaikan.

Menurut Manullang (2006:85) bahwa bentuk-bentuk pengawasan meliputi, pengawasan berdasarkan subjeknya dapt dibagi menjadi empat macam pengawasan yaitu:

a. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas secara fungsional baik internal pemerintah maupun eksternal pemerintah yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan agar sesuai dengan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan yang berlaku. Pengawasan fungsional ini dilakukan oleh badan pengawaan seperti BPK, Insepktorat Jendral, BPKP, Badan Pengawasan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.

b. Pengawasan Masyarakat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat yang disampaikan melalui lisan maupun tulisan kepada aparatur pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pemikiran, saran, gagasan, ataupun keluhan/pengaduan yang bersifat membangun yang disampaikan baik secara langsung maupun media.

(39)

d. Pengawasan Melekat, yaitu pengawasan serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian terus-menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahan secara preventif maupun represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien aktivitas membandingkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Karena perlu kriteria, norma, standar, dan ukuran.

(40)

1.5.5 Kebakaran Hutan

Definisi kebakaran hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya. Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah dan air. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekuensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda.

Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain meliputi penurunan kualitas udara akibat kepekatan asap yang memperpendek jarak pandang sehingga mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia dan biologi tanah, mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari segi lingkungan global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca. Dampak pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alam, terganggunya produksi bahan organik dan proses dekomposisi.

(41)

duga kebakaran hutan dapat menghasilkan racun dioksin yang dapat menyebabkan kanker dan kemandulan bagi wanita 9

Sedangkan dampak ekonomi antara lain meliputi dibatalkannya jadwal transportasi darat-air dan udara, hilangnya tumbuh-tumbuhan terutama tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, biaya pengobatan masyarakat, turunnya produksi industri dan perkantoran, serta anjloknya bisnis pariwisata. Menurut perkiraan WWF (World Wild Fund) dan Canadian IDRC’S Economic and Environmental Project in South East Asia (EEPSEA), nilai kerugian akibat kebakaran hutan Thun 1997/1998 yang ditanggung 3 (tiga) negara yaitu Indonesia, Singapura dan Malaysia mencapai 1,45 milliar dolar (US). Angka ini hampir sama dengan total kerugian akibat tragedi Bhopal (bocornya instalasi pabrik Union Carbide di India pada 1984) dan Exxon Valdez (tumpahnya jutaan ton minyak dari sebuah kapal tanker di Alaska, Amerika Serkat pada 1989), atau sama dengan sekitar 2,5% GNP Indonesia sebelum krisis moneter.

.

10

Fakor iklim berupa suhu, kelembapan, angin dan curah hujan turut menentukan kerawanan kebakaran. Suhu yang tinggi akibat penyinaran matahari

Secara umum kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu kondisi bahan bakar, cuaca, dan sosial budaya masyarakat. Kondisi bahan bakar yang rawan terhadap bahaya kebakaran adalah jumlahnya yang melimpah di lantai hutan, kadarnya airnya relatif rendah (kering), serta ketersediaan bahan bakar yang berkesinambungan.

9

Tempo. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia: Segera Hentikan Konversi Hutan, 27 Juni 1999, hlm. 17.

(42)

langsung menyebabkan bahan bakar mengering dan mudah terbakar, kelembapan yang tinggi (pada hutan dengan vegetasi yang hebat) mengurangi peluang terjadinya kebakaran hutan, angin juga turut mempengaruhi proses pengeringan bahan bakar serta kecepatan menjalarnya api sedangkan curah hujan mempengaruhi besar kecilnya kadar air yang terkandung dalam bahan bakar.

Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya kebakaran hutan. Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain:

1) Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan

Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali menggunakan api untuk persiapan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian maupun perkebunan seperti kopi dan coklat. Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan yang dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai cukup memuaskan.

2) Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan

(43)

hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung merusak (destruktif).

3) Pembalakan liar atau illegal logging

Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging lebih banyak menghasilkan lahan-lahan kritis dengan tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak terkendali secara mudah merambat ke areal hutan-hutan kritis tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting)

yang semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawaasan hutan yang dalam musim kemarau akan mengering dan sangat berpotensi sebagai penyebab kebakaran hutan.

4) Kebakaran akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

(44)

5) Perambahan Hutan

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa semakin lama, kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleksnya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

6) Sebab Lain

(45)

1.6 Definisi Konsep

Dalam penelitian sosial, konsep memiliki peran yang sangat penting. Menurut Efendi (2012:22) konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakterisitik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. Adapun definisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Strategi adalah suatu cara atau rancangan yang berorientasi pada masa depan, disusun secara kritis, matang dan memiliki keunggulan dengan memperhatikan dan memanfaatkan aspek lingkungan baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal suatu organisasi guna mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

2. Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan berbagai rangkaian aktivitas sebagai bentuk nyata dari suatu kebijakan dimana aktivitas tersebut melibatkan secara langsung pihak pembuat kebijakan, pihak pelaksana kebijakan (implementor), dan kelompok sasaran. Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh 4 faktor yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :

a. Komunikasi

Komunikasi yang efektif antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan kelompok sasaran akan mempermudah pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan.

(46)

Implementasi kebijakan sangat membutuhkan dukungan sumberdaya manusia yang berkompetensi, sumberdaya informasi, dan fasilitas pendukung. Dimana ketiga hal tersebut akan menjaga kelancaran saat suatu kebijakan diimplementasikan.

c. Disposisi

Agar dapat berjalan dengan efektif, suatu kebijakan harus dapat diimplementasikan dengan terjalinnya hubungan yang saling mendukung antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan (implementor).

d. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi yang dimiliki oleh para pelaksana kebijakan (implementor) turut mempengaruhi kemudahan dalam proses implementasi kebijakan. Apabila pelaksana kebijakan memiliki struktur birokrasi yang panjang dan rumit, maka akan mempersulit implementasi kebijakan. Dan sebaliknya, jika implementor memiliki struktur birokrasi yang pendek dan jelas, akan lebih mengefektifkan proses implementasi kebijakan.

(47)

swasta. Kemudian, pengawasan juga dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menentapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan menilainya, mengoreksinya dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan itu sendiri sesuai dengan rencana semula.

(48)

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memeparkan segala keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan dan menjelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat peneltian, kerangka teori, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat lokasi penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, definisi operasional, dan analisis data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memaparkan tentang profil dan gambaran umum mengenai Dinas Kehutanan Kabupaten Siak Provinsi Riau yang merupakan tempat dilaksanakannya penelitian ini.

(49)

Bab ini memaparkan data yang diperoleh berkaitan dengan penelitian yang dilakukan mengenai Implementasi Strategi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dalam Upaya Meningkatkan Pengawasan Hutan.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini akan memaparkan hasil analisis berdasarkan data yang diperoleh berkaitan dengan penelitian yang dilakukan mengenai Implementasi Strategi Dinas Kehutanan Dalam Upaya Meningkatkan Pengawasan Hutan.

BAB VI PENUTUP

Gambar

Tabel 1.1 Luas Hutan Produksi
Tabel 1.2

Referensi

Dokumen terkait

Dibutuhkan suatu inovasi didalam agroforest yang merupakan kekurangan dalam system agroforestry yaitu dapat menghasilkan produksi getah karet agroforestry melebih

Informasi layanan memuat semua informasi terkait standar hasil layanan 4,05 Informasi layanan menggunakan bahasa yang mudah dipahami pengguna..

Setelah Unit Eselon I K/L berhasil melakukan Upload ADK RKAKL dan menerima e- mail notifikasi yang berisi informasi terbentuknya sebuah Forum Penelaahan Online yang juga

Kelima, sales point , keenam, menetapkan bobot ( weight ) dari setiap atribut jasa. Dan yang terakhir adalah dengan melakukan normalisasi terhadap bobot. Bagian C :

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Dika Yudha Perdana, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN DAN KESEMPATAN PENGEMBANGAN KARIR

[r]

Indeks glikemik adalah area di bawah kurva dari respon glukosa terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dibandingkan dengan kadar glukosa standar dalam jumlah

PEMERINTAT1 I{ABUPATEN TANAH LAUT. RSUD HADJI BOEJASIN